Sengketa tanah antara warga Wates dan TNI AU yang telah berlangsung sejak 1950 merupakan salah satu konflik agraria terlama di Indonesia. Konflik ini terjadi ketika TNI AU mengklaim tanah yang menjadi milik warga setelah Jepang kalah perang pada 1945. Dalam konteks hukum agraria, warga tidak memiliki surat tanah yang menguatkan posisi mereka terhadap tanah itu, dan mereka dikejutkan dengan klaim sepihak TNI AU atas tanah mereka. Hal ini menunjukkan pentingnya hak kepemilikan atas tanah dan mengatur jenis- jenis hak atas tanah dalam aspek perdata dan dalam aspek administrasi yang berisi politik pertanahan nasional bertujuan akhir pada penciptaan unifikasi hukum pertanahan di Indonesia. Selain itu, sengketa ini menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia masih memiliki tantangan, seperti ketergantungan pada keputusan pemerintah, ketidaksesuaian hak kepemilikan atas tanah, dan keterbatasan dalam pemanfaatan ruang. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan penegakan hukum agraria dan penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia agar dapat menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. 2. Sengketa Pertambangan di Sulteng Konflik masyarakat dengan pengusaha pertambangan di Sulteng merupakan contoh sengketa hukum agrarian di Indonesia yang belum diatur. Konflik ini terjadi ketika pengusaha pertambangan melakukan aktivitas konstruksi yang berdampak negatif pada lahan masyarakat, sehingga masyarakat melaporkan hal itu kepada pemerintah. Dalam situasi ini, pengusaha pertambangan mengakui lahan tanah mereka tanpa mendapatkan izin dari pemerintah. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah telah memediasi sengketa agraria melibatkan perusahaan dengan warga di sektor pertambangan dan perkebunan di wilayah Sulteng. Upaya penyelesaian dilakukan dengan memediasi kedua belah pihak, termasuk salah satu perusahaan galian di Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, mengenai reklamasi untuk pembangunan jetty atau terminal khusus untuk pengangkutan material. Namun, perusahaan galian tersebut tidak memiliki hak atas tanah, yang menyentuki ketentuan perundang- undangan. 3. Sengketa pertanahan di Kawasan persawahan Desa Seituan, Deli Serdang, Sumatera Utara Kasus sengketa pertanahan di kawasan pesawahan Desa Seituan, Deli Serdang, Sumatera Utara, merupakan salah satu contoh sengketa hukum agraria di Indonesia. Konflik ini terjadi antara warga dan TNI terkait dengan klaim atas lahan pertanian. Dalam konteks hukum agraria, sengketa ini menyoroti pentingnya penegakan hukum terkait dengan hak kepemilikan atas tanah dan penyelesaian sengketa pertanahan.Sengketa ini mencerminkan gejala umum sengketa pertanahan di Indonesia, yang dapat dikelompokkan ke dalam 4 klasifikasi permasalahan, yaitu konflik antara warga dan pemerintah, konflik antara pemilik dan pengusaha, konflik seputusan militer, dan konflik seputusan politik. Dalam hal ini, penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia dapat dilakukan melalui Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Selain itu, sengketa ini juga menunjukkan pentingnya penegakan hukum agraria dan penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia. Upaya mediasi dan penyelesaian sengketa perlu dilakukan untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Diperlukan juga peran aktif dari pemerintah dan lembaga terkait dalam menyelesaikan sengketa pertanahan demi terciptanya kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah bagi masyarakat