Anda di halaman 1dari 28

DAMPAK KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK

(BBM) DALAM KAJIAN POLITIK HUKUM

Oleh : Kurniawan Andy Nugroho

ABSTRAK

Kenaikan Harga Bahan bakar Minyak telah menimbulkan berbagai


dampak dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Pemerintah telah
mengambil langkah demi terselamatkannya perekonomian nasional dengan
menaikkan harga bahan bakar Minyak. Kita sadari bahwa terkadang
sebuah kebijakan itu digunakan oleh oknum tertentu, entah pemerintah
atau pihak lain yang berdiri dan bersembunyi di belakang tameng
pemerintah, menggunakan atau memanfaatkan kebijakan tersebut sebagai
alat untuk memperkaya diri dengan mengorbankan rakyat banyak.
Terbukti bahwa sesungguhnya kenaikan harga BBM yang terjadi adalah
hanya karena persoalan pemerintah tidak ingin rugi dengan alasan
jebolnya APBN sebagai akibat untuk untuk menutupi subsidi. Tulisan ini
mencoba mengkaji tentang dampak kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak
dikaitkan dengan adanya kasus-kasus sehubungan dengan dampak
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi di tengah tengah
masyarakat.

Kata Kunci : Bahan Bakar Minyak, Politik Hukum

A. Pendahuluan
Kebijakan merupakan alat pemerintah dalam penyelenggaraan
kekuasaannya guna menentukan, menciptakan, serta mewujudkan apa yang
menjadi tujuan kebijakan itu sendiri yang tentunya berorientasi untuk
kesejahteraan rakyatnya. Akan tetapi dalam perjalanannya, tidak semua
kebijakan itu merupakan instrumen untuk menciptakan masyarakat yang adil
dan makmur, tetapi justru menjadi sebaliknya yakni menghisap darah
rakyatnya sendiri ibarat lintah darat atau virus yang mematikan manusia
secara perlahan-lahan.
Tentunya kita masih ingat dan bahkan akan selalu melekat diingatan
kita mengenai salah satu kebijakan pemerintah mengenai kenaikan harga
BBM. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa semua minyak mentah

1
Indonesia dijadikan satu jenis BBM saja, yaitu bensin Premium. Inilah
pernyataan yang seolah-olah dipaksakan kepada rakyat Indonesia. Kepada
masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di
pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus
mengeluarkan uang ekstra, dengan istilah “untuk membayar subsidi BBM
yang membengkak”.
Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat.
Penyebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not
renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi,
persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi)
minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga
permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan
berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa
permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu,
penawarannya senantiasa menyusut.
Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di
“brainwash” dengan sebuah doktrin yang mengatakan : “Semua minyak
mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga
internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan
kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar
minyak ini dengan harga internasional.
Harga BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama
dengan ekuivalen harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih
rendah dibandingkan dengan ekuivalen harga minyak mentahnya di pasar
internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk
perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa “subsidi” sama dengan uang
tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak
memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga
BBM harus dinaikkan. Pikiran tersebut tentunya merupakan pikiran yang
keliru.

2
Berbagai dampak kenaikan bahan Bakar Minyak terjadi dalam
masyarakat. Pergolakan penolakan terjadi di sana sini. Toh akhirnya
pemerintah tidask bergeming, tetap menaikkan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM). Berbagai dampak bermunculan seiring dengan dipicunya kenaikan
Harga bahan Bakar Minyak. Banyak tindakan masyarakat yang melakukan
tindakan demi menguntungkan dirinya sendiri, salah satunya adalah
penimbunan Bahan Bakar Minyak.

B. Permasalahan
Dalam makalah ini, penulis mencoba mengkaji tentang kenaikan Harga bahan
bakar Minyak dikaitkan dengan kondisi yang ada di masyarakat:
Bagaimanakah Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di lihat dari
sisi Politik Hukum?

C. Pembahasan
1. Politik Hukum
Secara umum dapat dikatakan bahwa politik adalah kegiatan dalam
suatu usaha politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan
dari sistem tersebut dan bagaimana melaksanakan tujuannya. Sedangkan
hukum adalah peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang
berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah
laku manusia guna mencapai keadilan, keseimbangan dan keselarasan
dalam hidup.
Politik hukum adalah aspek-aspek politis yang melatar belakangi
proses pembentukan hukum dan kebijakan suatu bidang tertentu, sekaligus
juga akan sangat mempengaruhi kinerja lembaga-lembaga pemerintahan
yang terkait dalam bidang tersebut dalam mengaplikasikan ketentuan-
ketentuan produk hukum dan kebijakan, dan juga menentukan kebijakan-
kebijakan lembaga-lembaga tersebut dalam tatanan praktis dan
operasional.

3
Definisi atau pengertian politik hukum juga bervariasi. Namun
dengan meyakini adanya persamaan substantif antarberbagai pengertian
yang ada, maka dapat diambil pengertian bahwa politik hukum adalah
legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh
pemerintah Indonesia. Dari pengertian tersebut terlihat politik hukum
mencakup proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat
menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun dan
ditegakkan.1
Dengan demikian, politik hukum merupakan pilihan tentang hukum-
hukum yang akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya
dimaksudkan untuk mencapai tujuan negara seperti yang tercantum di
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, politik hukum itu ada yang bersifat permanen atau
jangka panjang dan ada yang bersifat periodik. Yang bersifat permanen
misalnya pemberlakuan prinsip pengujian yudisial, ekonomi kerakyatan,
keseimbangan antara kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan,
penggantian hukum-hukum peninggalan kolonial dengan hukum-hukum
nasional, penguasaan sumber daya alam oleh negara, kemerdekaan
kekuasaan kehakiman, dan sebagainya. Di sini terlihat bahwa beberapa
prinsip yang dimuat di dalam Undang-Undang Dasar sekaligus berlaku
sebagai politik hukum.
Adapun yang bersifat periodik adalah politik hukum yang dibuat
sesuai dengan perkembangan situasi yang dihadapi pada setiap periode
tertentu baik yang akan memberlakukan maupun yang akan mencabut,
misalnya kodifikasi dan unifikasi pada bidang-bidang hukum tertentu.
Asumsi dasar yang dipergunakan dalam kajian ini adalah hukum
merupakan produk politik sehingga karakter setiap produk hukum kan
sangat ditentukan stau diwarnai oleh imbangan-imbangan kekuatan atau
konfiogurasi politik yang melahirkannya. Asumsi ini dipilih berdasarkan

1 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada
2009, hal. 17

4
kenyataan bahwa setiap produk hukum merupakan produk keputusan
politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dan pemikiran
politik yang saling berinteraksi di kalangan para politisi. Meskipun dari
sudut “das sollen” ada pandangan bahwa politik harus tunduk pada
ketentuan hukum, kajian ini lebih melihat sudut “das sein” atau
empiriknya bahwa hukumlah yang dalam kenyataannya ditentukan oleh
konfigurasi politik yang melatar belakanginya. Untuk kasus Indonesia
terjadi juga fenomena menonjolnya fungsi instrumental hukum sebagai
sarana kekuasaan politik dominant yang lebih terasa bila dibandingkan
dengan fungsi-fungsi lainnya, bahkan dapat dilihat dari pertumbuhan
pranata hukum, nilai dan prosedur, perundang-undangan, dan birokrasi
penegak hukum yang bukan hanya mencerminkan hukum sebagai kondisi
dari proses pembangunan melainkan juga menjadi penopang tangguh
struktur politik, ekonomi, dan social2. Pada Negara yang baru merdeka,
posisi hukum seperti itu tampak sangat menonjol karena kegiatan politik di
sana merupakan agenda yang menyita perhatian dalam rangka
pengorganisasian dan pengerahan berbagai sumberdaya guna mencapai
tujuan dalam masyarakat3. Karakter yang menonjol dari situasi seperti itu
adalah pengutamaan tujuan, isi dan substansi di atas prosedur atau cara-c
ara untuk mencapai tujuan tersebut seperti yang digariskan oleh ketentuan-
ketentuan hukum4. Lagi pula pembangunan yang dianut di Indonesia
bahwa pemerintahan saat ini dipilihnya stabilitas politik sebagai prasarat
bagi berhasilnya pembangunan ekonomi yang merupakan titik berat
programnya5.

Dalam logika seperti itu, hukum diberi fungsi, terutama sebagai


instrument program pembangunan karena sebenarnya hukum bukanlah

2 Mulyana W. Kusuimah, Perspektif, Teori dan Kebijaksanaan Hukum, Jakarta, Rajawali,


1986, hal.19-20
3 Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran tentang Ancaman Antar Disiplin dalam
Pembinaan Hukum nasional, Bandung, Sinar Baru, 1985, hal. 71
4 Ibid, hal. 71
5 Todung Mulya Lubis, Perkembangan hukum dalam Perspektif Hak Asdasi manusia,
Kumpulan makalah Peradin, 1983, hal 7.

5
tujuan6. Dengan demikian, dapat dipahami jika terjadi kecenderungan
bahwa hukum diproduk dalam rangka memfasilitasi dan mendukung
politik. Akibatnya, segala peraturan dan produk hukum yang dinilai tidak
dapat mewujudkan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi harus
diubah atau dihapuskan7. Dengan demikian, sebagai produk politik, hukum
dapat dijadikan alat justifikasi bagi visi politik penguasa. Dalam
kenyataannya, kegiatan legislative (Pembuat Undang-undang) memang
lebih banyak memuat keputusan-keputusan politik daripada menjalankan
pekerjaan-pekerjaan hukum yang sesungguhnya sehingga lembaga
legislative lebih dekat dengan politik daripada dengan hukum8.

2. Kenaikan BBM Keputusan Politik


Kenaikan BBM yang cukup drastis merupakan konsekuensi yang
harus dihadapi akibat ruang fiskal yang semakin sempit serta
ketidakberanian pemerintah menaikkan harga BBM dalam beberapa tahun
terakhir. Tantangan utama saat ini adalah bagaimana membangun
komunikasi dengan rakyat terkait dengan rencana pembatasan subsidi serta
bagaimana mengalokasikan dana hasil penghematan secara optimal.
Dengan bahasa yang mudah dimengerti, masyarakat perlu
diedukasi melalui berbagai forum dan media. Rakyat perlu dipahamkan
bahwa Indonesia bukanlah negara yang kaya akan minyak, gas alam dan
batu bara seperti yang dipersepsikan selama ini. Fakta bahwa harga BBM
di Indonesia jauh lebih murah dari pada harga di banyak negara
berkembang perlu dipaparkan dengan jernih.
Pemerintah perlu membuat program yang menyentuh langsung
kepentingan rakyat. Program seperti pengembangan infrastruktur dan
transportasi publik, Berta penyediaan tempat tinggal, sekolah dan rumah
sakit murah bagi kalangan berpenghasilan rendah akan sangat mengena.
Pemberian dana bantuan tunai perlu dilanjutkan dengan nilai yang

6 Sunaryati Hartono, Apakah The Rule of Law itu?, Bandung, Alumni, 1976, hal. 7
7 Abdul Hakim Garuda Nusantara, Politik Hukum Indonesia, 1988, Jakarta, YLBHI,
1988, hal. 18
8 Satjipto Rahardjo, Op. Cit, hal. 79

6
disesuaikan untuk mengakomodasi kenaikan harga kebutuhan akibat
inflasi. Semua rencana tersebut harus dikomunikasikan dengan baik, sekali
lagi melalui bahasa yang mudah dimengerti rakyat.
Di negeri mana pun, menaikkan harga BBM bukanlah kebijakan
populer, tetapi apabila pemerintah tidak menerapkan rencana tersebut,
mereka tidak saja akan kehilangan kesempatan untuk memperbaiki profil
dan efektivitas APBN, tetapi juga akan kehilangan kredibilitas.
nampaknya, efektivitas pemerintah SBY pada masa mendatang akan
semakin menurun dan berpotensi menjadi lame duck, jauh sebelum Pemilu
2014 dilaksanakan.
Dalam penyampaian pesan politik yang berdampak pada keputusan
politik, dilakukan oleh komunikator politik. Dalam hal ini, bisa ia sebagai
kandidat politik, atau pun sebagai jajaran dari pemerintahan yang ada.
Dimana, informasi yang disampaikann oleh komunikator politik ini akan
mempengaruhi sikap, opini dan pilihan politik masyarakat atau khalayak.
Komunikator politik, berdasarkan individunya dapat dibedakan
menjadi dua kategori. Yaitu, komunikator individual (individual source)
dan kolektif. Apabila ia berbicara mengenai kebijakan pemerintah tentang
suatu hal, walau pun ia seorang diri, maka ia tetap disebut komunikator
kolektif (colektive source).9
Meminjam pemikiran Anies Baswedan, para pemimpin tidak boleh
takut kepada pengamat tetapi harus takut kepada sejarawan; karena
sejarawan akan mencatat karya mereka sedangkan pengamat akan selalu
mengkritik setiap kebijakan pemerintah. Bagi seorang pemimpin sejati,
tidak ada yang lebih membanggakan daripada menghasilkan karya besar
yang memakmurkan rakyat dan dicatat oleh sejarah dengan tinta emas.
Mengutip pendapat Habermas yang menyatakann konsep Public
Sphere (ruang publik). Yang mana hal ini digambarkan oleh McNair
dalam Maman Chatamaalh10 yang menyatakan bahwa Public Sphere

9 Maman Chatamallah, Opini Publik dan kebijakan pemerintah, Jakarta, Dirjen DIKTI,
KEMENAG RI, 2005, hal. 250
10 Ibid, hal. 253

7
membuka ruang bagi publik atau khalayak politik untuk mempengaruhi
kebijakan pemerintah. Memang ada pengaruh lain, seperti organisasi
bisnis, partai politik, kelompok penekan, dan lainnya. Semuanya akan
mengkristal dalam berbagai macam opini publik yang mempengaruhi
kebijakan pemerintah. 11
Sebagai contoh; disadari atau tidak munculnya keputusan
Mahkamah Konstitusi yang membuka peluang calon independen, non-
partai untuk mengikuti pilkada, juga dipengaruhi oleh opini publik yang
berkembang di masyarakat tentang hal tersebut. Hennesy menambahkan,
bahwa opini publik yang diperhitungkan dalam merubah kebijakan politik
atau pemerintah adalah suatu kompleksitas dari pandangan-pandangan,
kelompok, dan individual yang seyogyanya dapat disebut sebagai opini
publik, atau opini yang dianut oleh para anggota publik. Opini ini berperan
dalam pembuatan keputusan dalam bentuk berbagai cara, dan dalam
kombinasi berbagai suara untuk mempengaruhi kebijakan yang
dinyatakan, yang merupakan keseimbangan (equilibrium) yang tercapai
pada perjuangan kelompok pada saat tertentu.12
Berbicara mengenai kebijakan pemerintah, dalam hal ini Katz dan
Khan (1966), mengemukakan bahwa : “Seorang birokrat adalah anggota
sebuah birokrasi yang merupakan suatu organisasi dengan tugas
melaksanakan suatu kebijaksanaan (policy) yang ditetapkan oleh pembuat
kebijakan (policy makers)”.13
Almond dan Powell menggambarkan birokrasi pemerintah sebagai
suatu kelompok yang terdiri dari para petugas dan jabatan yang
dipertautkan melalui hirarki terperinci dan tunduk kepada pembuat aturan
formal. Birokrasi ditandai dengan adanya pembagian tugas, tanggung
jawab, dan prosedur yang formmal dan standar. Oleh karena itu, dalam
kedudukannya sebagai komunikator, birokrat merupakan orang-orang

11 Maman Chatamallah, Ibid, hal. 252


12 Zulkarimen Nasution, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, Jakarta, Ghalia Indonesia,
1990, hal. 24
13 Ibid, hal. 27

8
yang mempunyai kemampuan teknis, dan memiliki informasi yang bersifat
esensial untuk pembuatan dan penegakkan kebijakan publik14.
Thomas Dye menyebutkan kebijakan sebagai pilihan pemerintah
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government
chooses to do or not to do). Sementara itu, istilah publik dalam rangkaian
kata public policy mengandung tiga konotasi: pemerintah, masyarakat, dan
umum. Ini dapat dilihat dalam dimensi subyek, obyek, dan lingkungan dari
kebijakan. Dalam dimensi subyek, kebijakan publik adalah kebijakan dari
pemerintah. Maka itu salah satu ciri kebijakan adalah ”what government
do or not do”. Kebijakan dari pemerintah lah yang dapat dianggap
kebijakan yang resmi dan dengan demikian mempunyai kewenangan yang
dapat memaksa masyarakat untuk mematuhinya. Dalam dimensi
lingkungan yang dikenai kebijakan, penegertian publik di sini adalah
masyarakat.15
James Anderson mengemukakan beberapa ciri dari kebijakan,
seperti berikut: 16
1. Public policy is purposive, goal-oriented behavior rather than random
or chance behavior. Setiap kebijakan mesti ada tujuannya. Artinya,
pembuatan suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat atau karena
kebetulan ada kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan, tidak
perlu ada tujuan.
2. Public policy consists of courses of action rather than separate, discrete
decision or actions performed by government officials. Maksudnya,
suatu kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan lain, tetapi
berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan
berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.
3. Policy is what government do not what they say will do or what they
intend to do. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan
apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah.
4. Public policy may be either negative or positive. Kebijakan dapat
berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan
untuk melaksanakan atau menganjurkan.

14 Maman Catamallah, Op. Cit., hal. 250


15 Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik Edisi refisi, Jakarta, yayasan Pancur Siwah,
2002, hal. 20.
16 Ibid, hal. 41

9
5. Public policy is based on law and is authoritative. Kebijakan didasarkan
pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa
masyarakat untuk mematuhinya.

Dalam politik, dikenal suatu konsep yang disebut sistem politik.


Dan dalam sistem politik dikenal pula istilah proses, struktur dan fungsi.
Proses adalah pola-pola (sosial dan politik) yang dibuat untuk mengatur
hubungan satu sama lain. Sistem politik juga menjalankan fungsi-fungsi
tertentu untuk masyarakat. Fungsi itu adalah membuat keputusan dan
kebijakan (policy decision) yang mengikat dari alokasi nilai (materiil
maupun tidak), dan kebijakan ini diarahkan kepada tercapainya tujuan
masyarakat. Singkat kata, melalui sistem politik, tujuan-tujuan masyarakat
dirumuskan dan selanjutnya dilaksanakan oleh keputusan kebijaksanaan.
Kembali pada kasus yang terus menuai kritik publik, yaitu
kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM (Bahan Bakar
Minyak). Siapa pun pemegang kekuasaan di tanah air ini, tidak dapat
mengelakkan diri dari kebijakan tersebut. Mulai dari Soeharto hingga
Yudhoyono melakukan “penyesuaian” harga BBM17.
Apabila kita memandang secara objektif terhadap kebijakan
kenaikan BBM, maka akan ada banyak tanggapan yang berbeda. Sebagai
contoh, alasan pemerintah menaikkan BBM akan berbeda dengan
tanggapan rakyat, partai oposisi dan juga ormas-ormas yang bergerak
mengusung kepentingan rakyat. Sangat disayangkan karena kondisi saat
ini sangat bertolak belakang dengan yang terjadi pada masa dulu.
Sekarang, ketika terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia justru
dianggap membawa musibah bagi negeri ini. Pemerintah menjadi
kebingungan ketika harga minyak mentah dunia terus mengalami
kenaikan. Akhirnya, salah satu langkah yang terpaksa ditempuh oleh
pemerintah adalah menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak)
bersubsidi kepada masyarakat. Secara khusus, pada masa pemerintahan

17 Maman Chatamallah, Op. Cit. Hal. 255

10
SBY-JK sudah dilakukan tiga kali kebijakan menaikkan harga BBM sejak
awal periode pemerintahannya tahun 2004-2009.
Pada tanggal 24 Mei 2008 dini hari, pemerintah secara resmi kembali
mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan harga penjualan BBM bersubsidi
kepada masyarakat sebesar 28,7%. Kebijakan ini merupakan yang ketiga
kalinya pada pemerintahan SBY-JK setelah pada tanggal 28 Februari 2005
sebesar 29% dan juga tanggal 1 Oktober 2005 sebesar 128%. Adapun yang
menjadi alasan pemerintah mengambil kebijakan tersebut adalah karena harga
minyak mentah dunia yang semakin melonjak tinggi dan bahkan sudah
melebihi 100 Dollar per barrel. Harga minyak dunia yang demikian tinggi
kemudian membuat pemerintah
Kenaikan BBM meninggalkan luka mendalam dihati warga
masyarakat, perhitungan ekonomis dengan menggunakan berbagai macam
indikator menginsyaratkan bahwa kenaikan BBM dianggap harga mati,
sedangkan aspek dampak bagi 40 juta masyarakat miskin tidak benar-
benar diperhitungkan, semua dihitung dengan matematik, dengan statistik,
dengan rasio dan persentase. Padahal aspek - aspek yang ditimbulkan
dampaknya tidak selalu matematis, Jika BLT diluncurkan setiap 3 bulan
dengan jumlah Rp. 150.000,00 /KK atau Rp. 150.000,00/Anggota
Keluarga maka berapa pemasukan dari BLT, bandingkan dengan kenaikan
transportasi, kesulitan pelaku transportasi karena penumpang akan lebih
memilih kredit motor dibandingkan naik angkutan umum yang notabene
memiliki dampak pengeluaran yang sama tetapi memiliki nilai investasi
yang berbeda. Kenaikan harga kebutuhan pokok, kenaikan harga - harga
lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan kenaikan BBM.
Kenaikan BBM bisa menjadi alasan politis, bisa menjadi alasan
ekonomis, bisa juga tanpa beralasan, penulis tidak melihat aspek kenaikan
ini tetapi melihat dampak dari kenaikan ini, serta reaksi dari masyarakat,
opini mereka dan juga respon pemerintah yang berimbas pada
kebijakannya. Setelah BBM dinaikkan maka semua peneliti sosial wajib
melakukan penyebaran kuesioner terkait dengan daya beli, apakah daya

11
beli masyarakat cenderung turun atau cenderung tetap, jika daya beli
menurun maka akankah mereka merasa sejahtera jika kebutuhan dasarnya
tidak terpenuhi, berapa bisnis yang akan gulung tikar, jika banyak
perusahaan gulung tikar berapa banyak kejadian PHK, jika banyak
kejadian PHK maka daya beli masyarakat akan semakin turun.
Jika memenuhi kebutuhan dasar saja gagal, kriminalitas akan naik
atau turun, jika kemudian kriminalitas menjadi naik, akankah masyarakat
merasa aman, masyarakat merasa nyaman, jika jalan - jalan saja harus
menyimpan kekhawatiran pencurian, perampokan, penjambretan dan
lainnya. Apakah aspek ini sudah benar - benar dikaji oleh pemerintah,
apakah aspek-aspek sosial, psikologis sudah diantisipasi? jika kenaikan
BBM justru menjadi sebuah bahan bakar terjadinya ketidakpercayaan
kepada pemerintah, jika kenaikan BBM menjadi sebuah pemicu
munculnya kerusuhan secara massal, masihkan menaikkan BBM menjadi
satu - satunya pilihan?
Salah satu bahaya yang paling ditakuti dari sebuah rasa
ketidakamanan dan ketidaknyamanan adalah rasa frustasi, rasa kecewa,
jika akumulasi kekecewaan ini mencapai puncak yang tidak dapat ditahan
oleh kuping manusia maka kerusuhan, penjarahan, kriminalitas, kejahatan
akan menjadi sebuah berita rutin yang didengar paska kenaikan harga
BBM, tidak semua bisa dimatematis, tetapi tidak ada sebuah kejadianpun
yang tidak menimbulkan dampak maupun akibat.

3. Dampak Kenaikan Harga BBM


Indonesia yang mencitrakan sebagai Negara hukum sudah
semestinya segala kebijakan yang diambil berlandaskan kebenaran yuridis
seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3). Dalam
menganalisa kebijakan kenaikkan harga BBM ini rasanya perlu jika
melihat legal standing yang ada. Amanat Konstitusi yang Selalu
Terciderai

12
Kita tentu sudah sangat fasih membaca bahkan menghafalkan
substansi UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pemerintah telah
berhasil mensosialisasikan pasal ini dan membantu kita mengingatnya
dengan cara melakukan negasi terhadap pasal tersebut. Alhasil, setiap
terjadi huru-hara dalam tata kelola energi, pasal ini selalu muncul menjadi
dasar argumentasi bantahan kebijakan neoliberal yang diterapkan
pemerintah, termasuk dalam menyikap kebijakan kenaikan harga BBM.
Kebijakan tata kelola energi yang neoliberal semakin diperjelas dengan
hadirnya produk hukum Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi (Migas). Mahkamah konstitusi dalam hal ini yang
memiliki wewenang dalam mengintepretasikan perundang-undangan,
memutuskan dalam putusan nomor 002/PUU-I/2003 bahwa Pasal 28 ayat
(2) yang berbunyi : Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan
pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar, bertentangan
dengan UUD 1945 yang implikasinya membuat pasal tersebut tidak
memiliki kekuatan hukum yang tetap.
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa pemerintah telah
tunduk terhadap korporasi asing. Dalam hal ini terlihat bahwa harga
minyak di Indonesia harus taat terhadap peraturan atau kesepakatan harga
minyak dunia. Kesepakatan harga bahan bakar migas diserahkan pada
mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar ternyata
diimplementasikan pemerintah dalam catatan yang dipadukan secara rapi
di New York Mercantile Exchange atau yang biasa disingkat dengan
NYMEX. Bangsa Indonesia yang mengeruk hasil dan kekayaannya dari
perut bumi nya sendiri harus membayar harga yang ditentukan oleh
NYMEX.
Putusan MK terhadap Pasal 28 ayat (2) dalam UU No. 22 Tahun
2001 yang dianggap inkonstituonal terhadap UUD 1945 nyatanya tidak
membuat bergeming. Acuan pengurangan subsidi akibat dari harga minyak

13
dunia masih dipakai pada Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2004 Pasal 27
yang masih berbunyi : Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi, kecuali
gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada
mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.
Belakangan ini muncul pendapat Kwik Kian Gie yang cukup
mencengangkan bagi kita semua bahwa subsidi BBM yang diterapkan
pemerintah hanyalah sebuah skema kebohongan publik. Substansi
pembahasannya senyawa dengan amar putusan MK bahwa seharusnya
minyak bumi dan gas hasil perut tanah Indonesia, harus tunduk terhadap
harga minyak dunia. Subsidi yang seharusnya menjadi dana bantuan bagi
rakyat, hanya digunakan untuk menutup kerugian Negara akibat mengikuti
harga minyak dunia. Seharusnya jika kita cermat, simulasi yang diberikan
oleh Kwik Kian Gie memberikan arti bahwa pencabutan subsidi BBM
merupakan sebuah kebijakan inkonstituonal.18
Dalam Peraturan Presiden RI Nomor 15 Tahun 2012 Tentang
Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak
Tertentu, telah jelas substansi Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 4 yang
menunjukkan ketentuan titik serah distribusi. Namun nyatanya,
penyelewengan dan kebocoran banyak terjadi. Pertaminalah yang
bertanggung jawab terhadap permasalahan ini. Staf Ahli Tata Ruang dan
Wilayah Sekretariat Kabinet Surat Indrijarso menyatakan bahwa
penggunaan BBM bersubsidi di SPBU-SPBU untuk transportasi darat
paling banyak hanya mencapai 30%, sedang sisanya yang 70% tidak jelas
entah kemana, bisa dipakai untuk industri baik kecil, menengah, maupun
besar.19
Selain terdapat kebocoran dalam pendistribusiannya,
penyelewengan juga sering dilakukan oleh masyarakat yakni dengan
menjual bensin eceran. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 22 Tahun 2001Tentang Minyak dan gas bumi, pada Bab XI pasal

18 Ibid, hal. 259


19 Ibid, hal. 257

14
55 Tentang Pidana yang berbunyi : Setiap orang yang menyalahgunakan
pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi
Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling tinggi Rp60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Hukum ini seharusnya dipertegas dengan menindaklanjuti oknum-oknum
dalam kalangan masyarakat yang menjual BBM eceran. Tentunya dalam
menempuh ketegasan ini perlu dilakukan penyuluhan dan sosialisasi agar
masyarakat mengerti duduk perkaranya.
Kenaikan Harga bahan bakar minyak berdampak dalam tatanan
kehidupan masyarakat. Dalam situasi ekonomi masyarakat yang sulit,
maka kenaikan BBM bisa kontraproduktif. Kenaikan harga BBM akan
menimbulkan kemarahan massal, sehingga ketidakstabilan dimasyarakat
akan meluas. Sebagian masyarakat merasa tidak siap untuk menerima
kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM ini merupakan tindakan
pemerintah yang beresiko tinggi. Dampak yang ditimbulkan dengan
adanya kenaikan bahan bakar Minyak antara lain :
a. Dampak Positif
1) Munculnya bahan bakar dan kendaraan alternative.
Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai
bahan bakar alternatif baru. Yang sudah di kenal oleh masyarakat
luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harganya juga lebih murah
dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar
yang terbuat dari kelapa sawit. Tentunya bukan hal sulit untuk
menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah
Negara yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul
juga berbagai kendaraan pengganti yang tidak menggunakan BBM,
misalnya saja mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan
kendaraan lainnya.
2) Pembangunan Nasional akan lebih pesat
Pembangunan nasional akan lebih pesat karena dana APBN yang
awalnya digunakan untuk memberikan subsidi BBM, jika harga

15
BBM naik, maka subsidi dicabut dan dialihkan untuk digunakan
dalam pembangunan di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.
3) Hematnya APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang
dikeluarkan oleh pemerintah akan berkurang. Sehingga Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dapat diminimalisasi.
4) Mengurangi Pencemaran Udara
Jika harga BBM mengalami kenaikan, masyarakat akan mengurangi
pemakaian bahan bakar. Sehingga hasil pembuangan dari bahan
bakar tersebut dapat berkurang, dan akan berpengaruh pada tingkat
kebersihan udara.
b. Dampak negatif
1) Harga barang-barang dan jasa-jasa menjadi lebih mahal. Harga
barang dan jasa akan mengalami kenaikan disebabkan oleh naiknya
biaya produksi sebagai imbas dari naiknya harga bahan bakar.
2) Apabila harga BBM memang dinaikkan, maka akan berdampak bagi
perekonomian khususnya UMKM (usaha mikro, kecil dan
menengah).
3) Meningkatnya biaya produksi yang diakibatkan oleh: misalnya
harga bahan, beban transportasi dll.
4) Kondisi keuangan UMKM menjadi rapuh, maka rantai
perekonomian akan terputus.
5) Terjadi Peningkatan jumlah pengangguran. Dengan meningkatnya
biaya operasi perusahaan, maka kemungkinan akan terjadi PHK.
6) Inflasi. Inflasi akan terjadi jika harga BBM mengalami kenaikan.
Inflasi yang terjadi karena meningkatnya biaya produksi suatu
barang atau jasa.
c. Dampak Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap
Inflasi dan Perekonomian
Jika terjadi kenaikan harga BBM, maka akan terjadi inflasi.
Terjadinya inflasi ini tidak dapat dihindari karena bahan bakar, dalam

16
hal ini premium, merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat, dan
merupakan jenis barang komplementer. Meskipun ada berbagai cara
untuk mengganti penggunaan BBM, tapi BBM tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat sehari-hari.
Inflasi akan terjadi karena apabila subsidi BBM dicabut, harga
BBM akan naik. Masyarakat mengurangi pembelian BBM. Uang tidak
tersalurkan ke pemerintah tapi tetap banyak beredar di masyarakat. Jika
harga BBM naik, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan pula.
Terutama dalam biaya produksi. Inflasi yang terjadi dalam kasus ini
adalah “Cost Push Inflation”. Karena inflasi ini terjadi karena adanya
kenaikan dalam biaya produksi. Ini jika inflasi dilihat berdasarkan
penyebabnya. Sementara jika dilihat berdasarkan sumbernya, yang akan
terjadi adalah “Domestic Inflation”, sehingga akan berpengaruh
terhadap perekonomian dalam negeri.
Kenaikan harga BBM akan membawa pengaruh terhadap
kehidupan iklim berinvestasi. Biasanya kenaikan BBM akan
mengakibatkan naiknya biaya produksi, naiknya biaya distribusi dan
menaikan juga inflasi. Harga barang-barang menjadi lebih mahal, daya
beli merosot, karena penghasilan masyarakat yang tetap. Ujungnya
perekonomian akan stagnan dan tingkat kesejahteraan terganggu.

Di sisi lain, kredit macet semakin kembali meningkat, yang


paling parah adalah semakin sempitnya lapangan kerja karena dunia
usaha menyesuaikan produksinya sesuai dengan kenaikan harga serta
penurunan permintaan barang.

Hal-hal di atas terjadi jika harga BBM dinaikkan, Bagaimana


jika tidak? Subsidi pemerintah terhadap BBM akan semakin meningkat
juga. Meskipun negara kita merupakan penghasil minyak, dalam
kenyataannya untuk memproduksi BBM kita masih membutuhkan
impor bahan baku minyak juga.

17
Dengan tidak adanya kenaikan BBM, subsidi yang harus
disediakan pemerintah juga semakin besar. Untuk menutupi sumber
subsidi, salah satunya adalah kenaikan pendapatan ekspor. Karena
kenaikan harga minyak dunia juga mendorong naiknya harga ekspor
komoditas tertentu. Seperti kelapa sawit, karena minyak sawit mentah
(CPO) merupakan subsidi minyak bumi. Income dari naiknya harga
CPO tidak akan sebanding dengan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan untuk subsidi minyak.

d. Dampak Inflasi Terhadap Perekonomian Nasional


Kenaikan harga BBM berdampak pada meningkatnya inflasi.
Dampak dari terjadinya inflasi terhadap perekonomian nasional adalah
sebagai berikut:
1. Inflasi akan mengakibatkan perubahan output dan kesempatan kerja
di masyarakat,
2. Inflasi dapat mengakibatkan ketidak merataan pendapatan dalam
masyarakat,
3. Inflasi dapat menyebabkan penurunan efisiensi ekonomi.
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif,
tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan,
justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional
dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan
mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah,
yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau
mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan
cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau
karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan
menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka
menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

18
Sementara dampak inflasi bagi masyarakat, ada yang merasa
dirugikan dan ada juga yang diuntungkan. Golongan masyarakat
yang dirugikan adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan
tetap, masyarakat yang menyimpan hartanya dalam bentuk uang, dan
para kreditur. Sementara golongan masyarakat yang diuntungkan
adalah kaum spekulan, para pedagang dan industriawan, dan para
debitur. Inflasi dapat dikatakan sebagai salah satu indikator untuk
melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah negara atau daerah. Yang
mana tingkat inflasi menunjukkan perkembangan harga barang dan
jasa secara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen (IHK).
Dengan demikian angka inflasi sangat mempengaruhi daya beli
masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan disisi lain juga
mempengaruhi besarnya produksi dari suatu barang dan jasa.
Terlepas adanya berbagai dampak tgersebut di atas, banyak kasus
yang muncul menjelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak. Kasus yang
muncul menjelang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang
direncanakan berlaku mulai 1 April 2012, di sejumlah daerah di Indonesia
marak terjadi penimbunan. Seperti di Batam, Polresta Barelang berhasil
membongkar penimbunan BBM di sebuah gudang di kawasan Sekupang.
Kasus-kasus penimbunan BBM dilakukan dengan berbagai modus
operandi. Ada pelaku yang membeli BBM dengan jeriken kemudian
menjualnya secara eceran dengan harga yang lebih tinggi. Stasiun
pengisian bahan bakar umum (SPBU) menolak pembelian dengan jeriken.
Namun, para spekulan tak kurang akal. Mereka memodifikasi tangki
kendaraan bermotor, baik kendaraan roda dua (sepeda motor) maupun
kendaraan roda empat (mobil).

Kasus lain, ada istilah yang disebut dengan “kencing BBM” seperti
di Indramayu. Setiap kali melewati di Desa Jayalaksana, Kedokan Bunder,
Indramayu, sebelum sampai pada SPBU tujuan, beberapa sopir tangki
menjual solar dan bensin kepada Twr. Kemudian, Twr menjual solar dan

19
bensin itu secara eceran dengan harga lebih mahal. Transaksi ini telah
berlangsung lama sampai kepergok dua anggota Tim Terpadu BBM Pusat
dari Mabes Polri. Tim terpadu menemukan 66 drum berisi solar di rumah
Trw dan akhirnya Trw diproses ke peradilan pidana.

Pada pemeriksaan di pengadilan, jaksa mendakwa Trw melanggar


Pasal 53 huruf d jo Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2011
tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Yakni, menyimpan minyak
bumi tanpa izin usaha atau melanggar Pasal 480 ke-1 e KUHP tentang
Penadahan. Jaksa menuntut hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp3 juta
subsider 2 bulan kurungan dan meminta agar barang bukti dirampas untuk
dimusnahkan.

Pengadilan Negeri Indramayu akhirnya memvonis Trw hukuman 6


bulan penjara dan denda Rp1 juta subsider 1 bulan kurungan, sedangkan
barang bukti dikembalikan kepada terdakwa. Namun, di tingkat banding,
Pengadilan Tinggi Jawa Barat mengoreksi lamanya hukuman menjadi 1
tahun dan denda menjadi Rp2 juta subsider 2 bulan kurungan. Trw dinilai
terbukti melanggar UU Migas. Merasa tak jelas dasar hakim banding
menaikkan vonis, Trw mengajukan kasasi. Namun, Majelis Hakim Agung
yang dipimpin Mansyur Kartayasa menolak permohonan kasasi tersebut.
Dengan demikian, ia harus menjalani hukuman 1 tahun penjara akibat
menyimpan minyak bumi tanpa izin.

Beberapa putusan pengadilan menjatuhkan pemidanaan yang


berbeda-beda terhadap penimbun BBM. Ada pelaku yang dipidana penjara
dan denda yang tinggi, tetapi ada pelaku yang dikenakan pidana penjara
dan denda yang rendah. Satu hal yang menarik dari perbuatan penimbunan
BBM tak selamanya bisa dikualifikasi sebagai tindak pidana. Hal itu dapat
dilihat dari putusan Mahkamah Agung No. 544 K/Pid/2007. AH dibawa ke
kursi terdakwa atas tuduhan penimbunan BBM. Di Pengadilan Negeri
Poso, terdakwa dituntut 3 tahun penjara dan denda Rp20 juta subsider 6

20
bulan kurungan. PN Poso menjatuhkan putusan terdakwa terbukti
melakukan penyimpanan BBM. Tetapi, perbuatan tersebut bukan tindak
pidana. Oleh karena itu, terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum.
Barang bukti 134 drum minyak tanah dikembalikan kepada terdakwa.

Di persidangan terungkap terdakwa mempunyai izin kontrak agen


minyak tanah. Berdasarkan perjanjian, terdakwa mendapat jatah tiga drum
per hari. Namun, lantaran tidak laku seluruhnya, terdakwa terkesan
menimbun minyak tanah sehingga polisi melakukan penyidikan. Upaya
jaksa mengajukan kasasi kandas. PN Batam juga pernah membebaskan
AZ, terdakwa kasus penimbunan BBM. Ia tidak terbukti menyalahgunakan
pengangkutan dan atau niaga bahan bakar minyak seperti dituduhkan
jaksa. Barang bukti 10 ton solar yang disita Densus 88 Mabes Polri
dikembalikan kepada terdakwa. Upaya jaksa mengajukan kasasi kandas
karena menurut Majelis Hakim kasasi jaksa tidak bisa membuktikan
bahwa pembebasan terdakwa adalah pembebasan tidak murni. Dalam
putusan No. 2907K/Pid/2006, Majelis Hakim Agung menyatakan
permohonan kasasi tidak dapat diterima.

Kasus lain yang tgerjadi di Wilayah Hukum Pengadilan negeri


Boyolali adalah kasus Sumaryono Mardowo Bin Supomo Prapto Dimulyo
yang beralamat di Dk. Krupekan Rt5. 15/03 Desa Karangkendal
Kecamatan Musuk, kabupaten Boyolali. Putusan Pengadilan Negeri
boyolali No. 211/Pid.Sus/2013/PN.BI., Sumaryono Mardowo Bin Supomo
Prapto Dimulyo telah terbukti secvara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana” Penyimpanan bahan bakar minyak tanpa izin
usaha penyimpanan”. Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 3 (tiga)
bulan. Terdakwa juga dihukum membayar denda sebesar Rp.3.000.000,00
(Tiga Milyar) dengan ketentuan apabila terdakwa tidak sanggup membayar
denda tersebut maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu)
bulan. Masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan

21
seluruhnya dari Pidana yang telah dijatuhkan. Terdakwa juga dibebani
biaya perkara sebesar Rp.5.000,- (Lima ribu rupiah).

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan penimbunan BBM dapat


merupakan tindak pidana dan dapat juga bukan tindak pidana. Hal itu
karena rumusan pasal-pasal yang terdapat dalam UU Migas. Pasal 53
menyebutkan setiap orang yang melakukan (a) pengolahan tanpa izin
usaha dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp50
miliar; (b) pengangkutan tanpa izin usaha dipidana penjara paling lama 4
tahun dan denda maksimal Rp40 miliar; (c) penyimpanan tanpa izin
dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda maksimal Rp30 miliar; (d)
niaga tanpa izin usaha dipidana penjara paling lama 3 tahun dan denda
maksimal Rp30 miliar. Pasal 55 UU Migas menyatakan “setiap orang yang
menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM subsidi dipidana
penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar”.

Unsur utama dari pasal-pasal di atas dalam kaitan dengan


penimbunan BBM adalah perbuatan mengangkut, menyimpan, menjual
tanpa izin. Bila pelaku tidak mengantongi izin, perbuatan dikualifikasikan
sebagai tindak pidana, sedangkan apabila pelaku memiliki izin bukan
merupakan tindak pidana. Dalam undang-undang disebutkan izin diberikan
oleh pemerintah, tetapi tidak jelas apakah Pemerintah Pusat atau
pemerintah daerah. Apabila Pemerintah Pusat, hanya perusahaan besar
yang mendapat izin. Pemerintah daerah seyogianya dapat juga
mengeluarkan izin distribusi BBM ke wilayah terpencil yang tidak
memiliki SPBU.

Penimbunan BBM tak selamanya bisa dikualifikasi sebagai tindak


pidana. Tengok saja dalam putusan Mahkamah Agung No. 544 K/Pid/2007.
Abdul Haer alias Amihai dibawa ke kursi terdakwa atas tuduhan penimbunan
BBM. Di Pengadilan Negeri Poso, terdakwa dituntut tiga tahun penjara dan
denda Rp20 juta subsider enam bulan kurungan. Pada 8 April 2006, PN Poso
menjatuhkan putusan terdakwa terbukti melakukan penyimpanan BBM

22
tanah. Tetapi perbuatan tersebut bukanlah suatu tindak pidana. Oleh karena
itu, terdakwa dilepas dari segala tuntutan hukum. Barang bukti 134 drum
minyak tanah dikembalikan kepada terdakwa.

Di persidangan terungkap terdakwa mempunya izin perjanjian


kontrak agen minyak tanah. Berdasarkan perjanjian terdakwa mendapat
jatah tiga drum per hari. Namun lantaran tidak laku seluruhnya, terdakwa
terkesan menimbun minyak tanah sehingga polisi melakukan penyidikan.
Upaya jaksa mengajukan kasasi kandas. Pengadilan Negeri Batam juga
pernah membebaskan Andi Zulkarnain, terdakwa kasus penimbunan BBM. Ia
tidak terbukti menyalahgunakan pengangkutan dan atau niaga bahan bakar
minyak seperti dituduhkan jaksa. Barang bukti 10 ton solar yang disita
Densus 88 Mabes Polri dikembalikan kepada terdakwa. Upaya jaksa
mengajukan kasasi kandas karena menurut majelis hakim kasasi jaksa tidak
bisa membuktikan bahwa pembebasan terdakwa adalah pembebasan tidak
murni. Dalam putusan No. 2907K/Pid/2006, majelis hakim agung
menyatakan permohonan kasasi dinyatakan tidak dapat diterima.

Daftar putusan pengadilan bisa terus bertambah dengan


pertimbangan dan putusan hakim yang berbeda-beda. Tetapi pelaku rata-rata
dijerat dengan pasal 53 UU Migas.

D. Pednutup
1. Kesimpulan
Secara Politik, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Kenaikan harga
bahan bakar Minyak (BBM) dengan dalih dalam rangka meningkatkan
Perekonomian Nasional Kenaikan harga BBM memang pada dasarnya
tidak dapat dipungkiri sehubungan dengan berbagai faktor-faktor baik
internal dan eksternal yang menekan perekonomian negara. Dengan
mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, menerima kebijakan
pemerintah untuk melakukan pengurangan subsidi BBM diharapkan
dapat menjadi jawaban atas berbagai persoalan ini. Rencana kenaikan
harga BBM subsidi telah disambut dengan berbagai aksi demonstrasi,
mulai dari mahasiswa hingga buruh. Pada akhirnya kebijakan pun di

23
buat oleh pemerintah dengan dilaksanakannya Sidang Paripurna melalui
voting anggota DPR. Meski sidang paripurna pada hari Jum’at, 30
Maret 2012 malam kemarin sangat lama dan diwarnai dengan kealotan
serta kericuhan, akhirnya dapat diambil kesimpulan yakni “opsi
kenaikan BBM bersyarat di sepakati DPR. Kabar gembira, kenaikan
BBM 1 April tidak mungkin di lakukan . Karena dengan alasan harga
ICP sekarang tak memungkinkan dinaikannya BBM. Tapi, bila harga
minyak mentah Indonesia mencapai US$ 120,75 per barel maka
kemungkinan besar BBM akan tetap segera dinaikan. Jalan sidang
cukup alot tapi telah disepakati bahwa BBM tidak jadi dinaikan hingga
menunggu perkembangan sampai 6 bulan berjalan akan di naikan
kembali atau tidak. Namun akhirnya Harga bahan Bakar Minyak tetap
mengalami Kenaikan disertai dengan adanya tindakan masyarakat yang
melakukan perbuatan yang menguntungkan dirinya sendiri dengan
Penimbunan Bahan Bakar Minyak.

2. Saran
a. Pemerintah :
1) Pertama, pemerintah harus lebih fokus dan inovatif untuk menjaga
dan memperbaiki manajemen stok sebagai jaminan bahwa barang
(juga jasa), khususnya barang kebutuhan pokok, seperti BBM
tersedia di pasaran pada tingkat harga wajar. Selain memperbaiki
jalur distribusi, pemerintah juga harus mempersiapkan diri secara
matang untuk melakukan operasi pasar.
2) Kedua, Pandai-pandailsh mensosialisasikan setiap kebijakan yang
akan dikeluarkan jauh hari sebelum ketuk palu. agar hal ini tidak
mengejutkan masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah.

b. Penegak Hukum :

24
1) Pertama, penegakan hukum hendaknya mampu meredam
munculnya motif-motif spekulatif, seperti penimbunan BBM dan
barang kebutuhan pokok lainnya, perlu lebih diintensifkan. Dalam
kaitan ini, pemerintah perlu lebih serius melakukan penataan sistem
monitoring dan evaluasi agar tindakan bisa segera dilakukan
terhadap kegiatan-kegiatan spekulatif. Aktivasi Tim Pengendali
Inflasi Daerah (TPID) perlu menjadi bagian dari penataan sistem
monitoring dan evaluasi ini.
2) Kedua, menekan biaya produksi yang selama ini membebani baik
sektor pertanian atau industri. Serta mampu untuk membatasi
impor kendaraan yang mulai membanjiri negara, sehingga
Indonesia seolah menjadi target utama masuknya barang-barang
baru di bidang transportasi, tanpa adanya filterisasi yang selektif
dari pemerintah sesuai kebutuhan masyarakat.
c. Kalangan Masyarakat :
Hendaknya melakukan penghematan dalam penggunaan BBM. terutama di
kalangan industri yang skala besar. selain itu, masyarakat berfikir kembali
untuk memiliki kendaraan lebih dari satu (mengoleksi), karena akan
memerlukan BBM yang lebih pula, selain itu akan memperparah
kemacetan, terutama di kota-kota besar.

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim Garuda Nusantara,1988, Politik Hukum Indonesia, 1988, Jakarta, YLBHI

Mulyana W. Kusuimah, 1986, Perspektif, Teori dan Kebijaksanaan Hukum,


Jakarta, Rajawali

Suyitno Patmosukismo; MIGAS; Politik, Hukum dan Industri “Politik Hukum


Pengelolaan Industri Migas Indonesia dikaitkan dengan Kemandirian dan
Ketahanan Energi dalam pembangunan Perekonomian Nasional.Penerbit
Fikahati Aneska, 2011

Widjajono Partowidagdo, “Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan


(2004)

Widjajono Partowidagdo, “Manajemen dan Ekonomi Minyak dan Gas Bumi”,


(2002)

M. Kholid Syairazi; Di Bawah Bendera Asing; “Liberalisasi Industri Migas di


Indonesia”. Penerbit LP3ES 2009

Maman Chatamallah,2005, Opini Publik dan kebijakan pemerintah, Jakarta, Dirjen


DIKTI, KEMENAG RI

Moh. Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada

Juli Panglima saragih, ”Sejarah Perminyakan Di Indonesia”, Penerbit Pusat


Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat jendral DPR RI,
2010

Rutger Van Santen, Djan Khoe, Bram Vermeer; “Teknologi Yang Akan
Mengubah Dunia”, Penerbit Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai

Inosentius Samsul; “Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang”, Penerbit


Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jendral DPR
RI, 2010

26
Satjipto Rahardjo, 1985, Beberapa Pemikiran tentang Ancaman Antar Disiplin
dalam Pembinaan Hukum nasional, Bandung, Sinar Baru

Sunaryati Hartono, 1976, Apakah The Rule of Law itu?, Bandung, Alumni

Todung Mulya Lubis, 1983, Perkembangan hukum dalam Perspektif Hak Asdasi
manusia, Kumpulan makalah Peradin

Widjajono Partowidagdo, “Migas dan Energi di Indonesia, Permasalahan dan


Analisis Kebijakan”, 2009

Mengenal Pembangunan dan Analisis Kebijakan (2004) dan Manajemen dan


Ekonomi Minyak dan Gas Bumi (2002)

Jimli Asshiddiqie; “Konstitusi Ekonomi”, Penerbit Buku Kompas, Januari 2010.

Bernard L. Tanya Dkk.,2010, Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas


Ruang dan Generasi, (ogyakarta: Genta Publishing

Satya Arinanto dan Ninuk Triyanti, 2009, Memahami Hukum : Dari Konstruksi
sampai Implementasi, Jakarta : Raja Grafindo,

Said Zainal Abidin, 2002, Kebijakan Publik Edisi refisi, Jakarta, yayasan Pancur Siwah,

Zulkarimen Nasution, 1990. Komunikasi Politik Suatu Pengantar, Jakarta, Ghalia


Indonesia

MD, Moh. Mahfud, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.

27
28

Anda mungkin juga menyukai