Anda di halaman 1dari 100
MORFOLOGI SUNGAI Ir. Suwanto Marsudi, MS Rahmah Dara Lufira, ST, MT Pla ise) PUL CV. AE MEDIA GRAFIKA MORFOLOGI SUNGAI ISBN: 978- 602-6637-90-1 Penulis: Ir. Suwanto Marsudi, MS Rahmah Dara Lufira, ST, MT Perancang sampul: Rizky Ramadani Pratama, S.T. Penerbit CV. AE MEDIA GRAFIKA Jl. Raya Solo Maospati, Magetan, Jawa Timur 63392 Telp. 082336759777 email: aemediagrafika@gmail.com website: www.aemediagrafika.com Anggota IKAPI Nomor: 208/JTI/2018 Hak cipta @ 2021 pada penulis Hak Penerbitan pada CV. AE MEDIA GRAFIKA Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit BABI PENDAHULUAN 1.1 Umum Ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang ciri, perilaku sungai, geometri, jenisnya serta perubahan termasuk didalamnya dimensi ruang dan waktu disebut dengan morfologi sungai. Hal ini yang saling berhubungan terkait dengan sifat dinamik sungai dan lingkungan. Morfologi sungai meliputi: 1) geometri sungai, 2) hidrolika, 3) geoteknik, 4) hidrograf, 5) angkutan muatan, dan 6) faktor lain. Sungai memiliki geometri sebagai berikut: lenbah sungai, Alur, palung dan parameter yang diperlukan adalah kemiringan, elevasi, panjang, lebar, serta kekasaran. Parameter dari segi hidrolikanya adalah tekanan, kecepatan aliran, debit, tinggi air, dan arah aliran. Hidrograf adalah 1) Parameter aliran banjir yang diprediksi terjadi mencangkup: debit puncak, jangka waktu menuju ke aliran puncak, kecepatan naik turunnya aliran, volume banjir dan tinggi muka air (2) Aliran kecil. Geoteknik, menginformasikan Seputar kondisi batuan potensi transpor sedimen dan pergerakan tanah di kanal, palung, tebing sungai dan daerah tangkapan (DPS). Angkutan Muatan: terdiri atas muatan dasar, muatan layang: jenis material, diameter butir, dan berat/volume persatuan waktu; degradasi; agradasi; penggerowongan tebing; meander; terjalin; benturan dan __ abrasi; penghanyutan material oleh rembesan; angkutan material biotis, abiotis dan bahan kimia. Bab I Pendahuluan | 1 Meander: Gejala sungai berliku-liku pada kawasan yang diperpanjang, parameternya antara lain adalah: panjang, lebar, kedalaman, dan denah. Terjalin: kombinasi gejala berkelok-kelok dan banyak endapan lokal. Parameter: panjang, lebar, kedalaman dan denah, biasanya ukurannya lebih panjang dari zigzag. Pengertian istilah: ¢ Aliran: gejala dan parameter dari gerak air. « Bangunan Sungai: Bangunan yang berfungsi untuk perlindungan, pengendalian, penggunaan lain untuk konservasi sungai. ¢ Daerah aliran sungai (DPS): Suatu unit sistem air yang terjadi secara alami di mana air masuk atau mengalir (dalam sistem pengaliran) melalui darat, anak sungai utama, dan sungai DPS (tidak termasuk wilayah laut). © Hidraulik: semua atribut yang terkait dengan aliran ¢ Hidraulika: penelitian ilmiah tentang sifat aliran, bahan yang dibawa, dan sifat diam air ¢ Hidrograf muka air: mendeskripsikan perubahan aliran sungai di suatu tempat dari waktu ke waktu ¢ Hidrologi mempelajari hal yang mengkaji siklus air di permukaan dan di dalam tanah. ¢ Perencanaan: aktivitas yang mencakup survei, penyelidikan, serta desain. Kondisi topografi mempengaruhi bentuk dan ukuran (luas) DPS, kemudian bentuk dan luas DPS akan memberikan gambaran / jenis bentuk hidrologi debit dan tinggi muka air sungai yang terjadi. Saat mendesain bangunan, batas DPS digambar berdasarkan peta topografi atau peta ortografi, dan rasio minimumnya adalah 1: 100.000. Kondisi tanah berkualitas tinggi dimungkinkan: mengurangi kecepatan sirkulasi atas, meningkatkan infiltrasi, melindungi tanah, menyerap dan menahan air, dan menyimpan partikel tanah yang diangkut, mengurangi erosi. 2 | Morfologi Sungai Sifat fisik tanah merupakan hubungan fisik antar partikel tanah. Lempung <0,02 mm, ukuran partikel lanau 0,02-0,05 mm, dan ukuran partikel pasir 0,05-2 mm. Struktur tanah adalah keadaan susunan buah-buahan tanah, yang akan menghasilkan suatu bentuk eksklusivitas alami. Sifat fisik tanah sangat bergantung pada campuran antara tekstur dan struktur tanah, termasuk: permeabilitas, infiltrasi dan erodibilitas. 1.2 Bangunan di Sungai a. Bangunan Pemanfaatan Pemanfaatan dan pengembangan sungai: bendung (tetap/ bergerak); bangunan penyadapan bebas; bendungan; infrastruktur bangunan pembangkit listrik; pompa, bangunan navigasi; dan aliran (dinormalisasi). b. Bangunan Konservasi Perlindungan dan pengendalian sungai: pemeriksa sedimen (bendungan penahan lumpur); pengendali dan perlindungan dasar sungai; pelindung tebing langsung; sudut; kanal banjir; pengalihan aliran (Krib); tanggul pelindung banjir dan banjir; bangunan pengendali sedimen; Alat pengalihan banjir; penutup tanggul; bangunan pengendali banjir, bangunan pengendali pasang surut dan air asin. c. Bangunan Silang: (4) Bangunan perlintasan bagian atas sungai: talang, jembatan, pipa hisap dan bangunan pipa lainnya, (2) Bangunan perlintasan bagian bawah sungai: siphon, gorong-gorong, bangunan pipa lainnya. Bab I Pendahuluan | 3 Sungai Bayi, sempit Sungai Muda, anak sungainya dan curam bertambah | a) al Sungai Dewasa, daerah aliran semakin melebar dan Sangal Tua, semakin melebar, meander. Prkelok Gambar 1.2. Bentuk-bentuk Aliran Sungai Sumber: Chow, Ven Te. Gambar 1.3. Perubahan Penampang Sungai Sumber: Chow, Ven Te. 4 | Morfologi Sungai BABII DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) 2.1 Pengertian Sungai adalah sayatan di permukaan bumi, reservoir dan saluran alami, dan jalan bagi air dan arus mengalir dari hulu cekungan ke tempat-tempat yang lebih rendah dan terakhir ke laut (Soewarno, 1995: 20). Daerah tempat sungai mengambil air merupakan daerah tangkapan hujan, biasa disebut daerah tangkapan air (DAS). Oleh karena itu, DAS dapat dikatakan sebagai kesatuan wilayah sungai yang bersatu, dimana air hujan mengalir ke sungai menjadi air sungai. Garis pembatas antar DAS merupakan punggungan permukaan bumi yang dapat memisahkan air hujan dan membaginya menjadi limpasan permukaan setiap DAS. Menurut Asdak (2002: 4) DAS adalah suatu wilayah daratan yang ditentukan oleh topografi gunung, daerah ini menyimpan air hujan yang kemudian mengalir ke laut melalui sungai-sungai maupun anak-anak sungai. Wilayah daratan disebut catchment area (DTA), yaitu ekosistem yang unsur utamanya meliputi sumber daya alam (tanah, air, dan tumbuhan) dan sumber daya manusia sebagai pengguna sumber daya alam. 2.2. Bentuk Daerah Aliran Sungai Menurut Soewarno (1995: 23) bentuk sungai sangat menentukan bentuk DAS. Bentuk cekungan sangat penting untuk aliran sungai, dan ini mempengaruhi konsentrasi kecepatan aliran air. Secara umum bentuk DAS dibedakan menjadi empat jenis yaitu: (Sosrodarsono, 1985:169): Bab II Daerah Aliran Sungai (DAS) | 5 la Daerah pengaliran bulu burung Jalur wilayah di kiri dan kanan sungai utama tempat anak sungai mengalir ke sungai utama disebut sebagai daerah pengaliran bulu burung. Arus banjir di cekungan ini sangat kecil karena waktu kedatangan banjir dari anak sungai ini berbeda. Di sisi lain, banjir berlangsung lebih lama. Daerah pengaliran radial Daerah pengaliran yang berbentuk kipas atau melingkar, dan aliran cabang terkonsentrasi ke suatu titik dalam arah radial, yang disebut zona aliran radial. Waduk seperti itu dibanjiri di dekat pertemuan anak sungai. Daerah pengaliran paralel Area drainase paralel bentuk ini memiliki pola dimana dua saluran drainase yang digabungkan di bagian drainase digabungkan di bagian hilir. Banjir terjadi di bagian hilir pertemuan sungai. Daerah pengaliran yang komplek Daerah aliran sungai yang kompleks hanya beberapa DAS yang berbentuk seperti ini dan disebut DAS kompleks. Gambar 2.1. Bentuk Daerah Aliran Sungai Sumber: Sosrodarsono, 1985:169 6 | Morfologi Sungai 2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Aliran Sungai Beberapa faktor yang mempengaruhi aliran sungai adalah hujan dan sifat fisik DAS, antara lain sebagai berikut (Sosrodarsono, 1985:135): a. Jenis presipitasi Tergantung pada jenis curah hujan, yaitu hujan atau salju, dampak pada limpasan sangat berbeda. Jika hujan, pengaruhnya langsung, dan peta ketinggian air hanya dipengaruhi oleh intensitas curah hujan dan curah hujan. b. Intensitas curah hujan Dampak intensitas curah hujan terhadap limpasan permukaan bergantung pada kapasitas tanah untuk menginfiltrasi. Jika intensitas curah hujan melebihi kapasitas infiltrasi, maka aliran diatas permukaan akan naik dengan adanya peningkatan intensitas curah hujan. c. Lama waktu curah hujan Di masing-masing daerah aliran, ada durasi curah hujan krusial. Jika durasi curah hujan lebih lama dari curah hujan krusial, aliran permukaan akan lebih besar walaupun intensitasnya sedang. Curah hujan yang lama menyebabkan berkurangnya kapasitas infiltrasi. d. _ Distribusi curah hujan dalam DAS Banjir di daerah aliran sungai kadang-kadang disebabkan oleh curah hujan yang lebat merata, meskipun intensitasnya kecil, sering kali disebabkan oleh curah hujan yang teratur di wilayah yang luas. Di DAS kecil, aliran puncak terbesar mungkin disebabkan oleh curah hujan yang berlebihan dan daerah curah hujan yang sempit. e. Arah pergerakan curah hujan Sri Harto (1993: 146) mengemukakan bahwa arah pergerakan hujan ke arah hulu menyebabkan limpasan mencapai puncak dengan cepat, dan _ limpasan Bab I! Daerah Aliran Sungai (DAS) |7 berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Dikarenakan air hujan yang turun di dekat stasiun survei hidrologi akan menyebabkan waktu pemantauan naik. Pada saat yang sama, pergerakan air hujan ke arah hilir akan memperlambat kecepatan datangnya aliran puncak, namun akan meningkat dengan cepat setelahnya, dan waktu limpasan akan relatif singkat. Namun, biasanya sulit untuk mengetahui arah pergerakan air hujan, karena pada dasarnya hanya mungkin untuk mengetahui arah pergerakan air hujan jika tersedia jaringan stasiun air hujan otomatis yang cukup padat (perekam air hujan otomatis). f. Indeks hujan terdahulu dan kelembaban tanah Curah hujan sebelumnya menyebabkan tanah memiliki kandungan air yang tinggi, sehingga lebih rawan banjir karena kapasitas resapan yang berkurang. Selama periode kelembaban tanah _ berkurang dengan penguapan, hujan lebat tidak akan menyebabkan peningkatan limpasan permukaan, karena air hujan yang masuk tetap ditahan sebagai kelembaban tanah. Sebaliknya, jika kelembaban tanah meningkat karena hujan lebat sebelumnya, terkadang hujan dengan intensitas rendah dapat menyebabkan banjir. g. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Jika semua faktor curah hujan konstan, maka limpasan selalu sama dan tidak tergantung pada luas wilayah DAS. Mengingat debit per satuan luas konstan, maka peta ketinggian air yang dihasilkan sebanding dengan luas DAS. Akan tetapi, semakin besar DAS, maka semakin lama waktu limpasan untuk mencapai titik pengukuran, sehingga panjang dasar peta hidrografi atau panjang limpasan akan semakin panjang dan aliran puncak akan semakin berkurang. 8 | Morfologi Sungai h. Penggunaan lahan Penggunaan lahan sangat mempengaruhi limpasan. Hutan ditutupi dengan vegetasi yang lebat, karena memiliki daya resapan yang besar sehingga sulit untuk dilimpahkan. Jika misalnya luas hutan berkurang akibat penebangan, maka kapasitas infiltrasi akan berkurang akibat kompresi tanah. Hal ini akan menyebabkan air hujan mudah terkumpul ke sungai dengan kecepatan tinggi dan akhirnya menyebabkan banjir. i. Kondisi topografi dalam DAS Dibandingkan dengan daerah pegunungan, daerah pegunungan biasanya lebih banyak menerima curah hujan (Subarkah, 1980: 13). Demikian pula, kemiringan (slope) berhubungan dengan infiltrasi, aliran permukaan, kelembaban dan pengisian ulang airtanah. Gradien drainase merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi waktu limpasan permukaan, curah hujan terhadap waktu konsentrasi sungai, dan berhubungan langsung dengan = arus___banjir (Sosrodarsono, 1985: 137). j. Jenis tanah Mengingat bentuk, morfologi dan metode pengendapan partikel tanah merupakan faktor yang mempengaruhi kapasitas infiltrasi, maka karakteristik limpasan sangat dipengaruhi oleh jenis tanah DAS. 2.4 Pola Aliran Sungai Semua sungai di DPS mengikuti aturan, yaitu sungai dihubungkan melalui jaringan terarah dimana anak sungai yang mengalir ke sungai utama yang lebih besar membentuk pola tertentu. Model tersebut bergantung pada kondisi topografi, geologi, iklim dan vegetasi. Menurut Soewarno (1991:21), Indonesia memiliki beberapa pola aliran sungai, diantaranya pola aliran yang dibedakan menurut jenis batuan dan sedimennya. Pola aliran antara lain: Bab I! Daerah Aliran Sungai (DAS) | 9 1. Pola Radial Pola ini biasanya ditemukan di lereng gunung berapi atau daerah dengan topografi berbentuk kubah. Misalnya sungai-sungai di lereng Gunung Semeru, Merapi, Ijen dan Slamet. 2. Pola Rektangular Pola ini banyak dijumpai pada daerah pengunungan kapur, misalnya Gunung Kidul. 3. Pola Trellis Pola ini biasanya dijumpai pada daerah pegunungan dengan lipatan - lipatan yang juga terdapat lapisan sedimen. Seperti pada daerah pegunungan di Sumatera barat dan Jawa Tengah. 4, Pola Dendritik Pola aliran sungai seperti ini banyak dijumpai di daerah dengan komposisi batuan penyusun yang sejenis dan penyebarannya luas. Misalnya pada daerah pegunungan di Sumatera dan Kalimantan. Untuk lebih jelasnya sketsa profil aliran sungai di Indonesia dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 2.2. Sketsa Pola Aliran Sungai di Indonesia. Sumber: Soewarno, 1991:22. 10 | Morfologi Sungai 2.5 Alur Sungai Secara umum sungai dibagi menjadi 3 bagian yaitu: 1) Alur sungai bagian Hulu Hulu Daerah alur sungai merupakan daerah potensi terjadi erosi tanah, karena pada umumnya sungai mengalir melalui pegunungan, perbukitan atau lereng vulkanik, terkadang elevasinya cukup tinggi. Debit aliran sungai di bagian hulu lebih tinggi dari aliran sungai di area hilir sehingga pada saat banjir material yang tergerus tidak hanya akan mengangkut partikel pasir halus, terdapat juga material pasir, kerikil bahkan bebatuan. 2) Bagian Tengah Bagian tengah Bagian ini merupakan zona transisi hulu dan hilir. Dasar sungai memiliki kemiringan yang lebih Jandai, sehingga kecepatan aliran lebih rendah dari kecepatan aliran di bagian hulu. Bagian ini adalah wilayah di mana persentase erosi dan pengendapan seimbang, yang dari musim ke musim sangat bervariasi. 3) Bagian Hilir Bagian bawah sungai biasanya melewati dataran, yang memiliki kemiringan dasar sungai yang landai sehingga alirannya lebih lambat. Situasi ini sangat mendorong pembentukan simpanan atau simpanan. Endapan sedimen yang terbentuk biasanya berupa pasir halus, lanau, sedimen organik dan jenis sedimen lain yang sangat tidak stabil. Gambar 2.3. Profil Memanjang Alur Sungai Sumber: Soewarno Bab II Daerah Aliran Sungai (DAS) | 11 2.6 Morfologi Daerah Pengaliran Sungai Morfologi Daerah Aliran Sungai (DPS) adalah istilah yang digunakan untuk mengukur keadaan jaringan sungai. Bentuk DPS yang bermasalah adalah (Soewarno, 1991: 33): 1) Luas DPS Di Indonesia sulit untuk mengukur luas DPS karena adanya jaringan irigasi yang masuk dan keluar DPS. Oleh karena itu, seorang ahli yang memahami bentuk dan lokasi DPS yang bersangkutan harus menentukan batasan DPS tersebut. Garis batas antar DPS ditentukan berdasarkan garis besar peta topografi yang ada, dan luas DPS dapat diukur dengan alat yang disebut Planimeter. 2) Panjang dan Lebar DPS Panjang DPS sama dengan jarak rata dari hulu sungai utama sampai muara hulu. Pada saat yang sama, lebar DPS diperoleh dengan membagi luas DPS dengan panjangnya. 3) Kemiringan lereng Kemiringan antara dua posisi ketinggian dapat dihitung dengan rumus berikut: Dimana: Kemiringan lereng Internal kontur (m) a/e (km) Luas bidang antara dua kontur (km?) Panjang rata - rata dua kontur (km) 4) Anak dan tingkat percabangan sungai Aliran sungai di DPS dapat dibagi menjadi beberapa anak sungai. Anak sungai adalah lokasi sungai yang menyimpang dari sungai besar. Semakin banyak anak sungai, semakin luas DPSnya, dan aliran sungai semakin panjang. 5) Kerapatan sungai Kepadatan sungai merupakan angka indeks yang menunjukkan jumlah anak sungai di DPS. Indeks dapat 12 | Morfologi Sungai diperoleh dengan rumus: d = L/A dimana: d = _ Indeks kerapatan sungai (km/km2) L = Panjang total sungai, termasuk panjang anak-anak sungainya (km) A = Luas DPS (km?) Terdapat batasan bahwa indeks kepadatan sungai didasarkan pada nilai Dd (Soewarno, 1991: 38) yaitu: a). <0,25 km/km? (rendah) b). 0,25 - 10 km/km? (sedang) c). 10-25 km/km? (tinggi) d). > 25 km/km? (sangat tinggi) 2.7 Gambaran Fisik Bentuk Aliran (Physical Description of Catchment Form) a. Tingkat Aliran Klarifikasi aliran nenurut Horton, merupakan ukuran jumlah cabang di cekungan. Aliran laminar pertama merupakan aliran kecil yang tidak bercabang. Aliran laminar kedua hanya memiliki anak sungai pertama. Aliran laminar ketiga hanya memiliki anak sungai pertama dan kedua. Kalikan aliran kolam dengan aliran utama. Horton juga memperkenalkan rasio dua cabang (bifurcation ratio) untuk menggambarkan rasio total aliran sungai ke setiap muka air (urutan) dan total muka air terendah berikutnya. Nilai perbandingan kedua cabang di DAS tersebut cenderung hampir sama. Biasanya, dua perbandingan ditemukan antara 2 dan 4, dan nilai rata-rata mendekati 3 dan 5. Pengamatan ini membawa kita ke hukum aliran. Pengamatan ini membawa kita ke hukum aliran. kw Rumus: Nu=r1, Bab I! Daerah Aliran Sungai (DAS) | 13 image not available b. Kepadatan Drainase (Drainage Density) Panjang total sungai di daerah tangkapan dibagi dengan luas daerah aliran sungai didefinisikan sebagai kepadatan daerah aliran sungai, yaitu panjang sungai per satuan luas. Kepadatan drainase yang lebih tinggi mencerminkan cekungan yang terpotong, yang dapat merespons masuknya air hujan dengan cepat, sedangkan kepadatan drainase yang lebih rendah mencerminkan cekungan yang sulit dialirkan melalui respons hidraulik yang lambat. Kepadatan drainase yang diamati berkisar dari serendah 3 hingga 400 atau lebih tinggi di wilayah Appalachian di Amerika Serikat. Di daerah dengan tipe tanah tahan erosi atau sangat permeabel dan debit tanah rendah, kepadatan drainase rendah. Nilai tinggi dapat diharapkan pada tanah yang mudah terkikis atau relatif keras, dengan kemiringan tanah yang relatif tinggi dan sedikit vegetasi. c. Panjang Aliran di atas Tanah. (Length of overland flow) Panjang rata - rata aliran di atas tanah L, dapat diketahui melalui: L. = (1/2D) (11-4) Di mana D adalah kepadatan drainase. Tafsiran ini mengabaikan pengaruh - pengaruh keadaan tanah dan kemiringan saluran yang membuat jalan aliran yang sesungguhnya menjadi lebih panjang dari yang diperkirakan. Kesalahan tersebut mungkin sedikit berarti. Horton mengusulkan untuk mengalikan persamaan tersebut dengan V(1 - Sc/Sg), di mana Sc dan Sg adalah slope rata - rata saluran dan tanah yang berhubungan. d. Hubungan - Hubungan Luas (Area Relations) Data sejumlah sungai - sungai besar didunia nampaknya sesuai dengan persamaan: L=1,27 Ao Bab II Daerah Aliran Sungai (DAS) | 15 image not available image not available image not available abtara kontur pada suatu peta topografi dan memplot luas kumulatif di atas ( atau dibawah) elevasi yang diberikan versus elevasi tersebut. Dalam beberapa hal, lebih disukai untuk menggunakan persentase luas daripada luas yang sesungguhnya, terutama bila diingini perbandingan antara basin - basin. ‘—— Tih Gambar 2.6. Siklus Hidrologi Sumber: Soemarto, 1987 2.9 Morfometri DAS Digunakan untuk mengukur keadaan jaringan sungai, termasuk: Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah aliran sungai yang dihitung berdasarkan batas daerah aliran sungai, yaitu pegunungan di permukaan bumi yang dapat memisahkan air hujan dan membaginya menjadi setiap DAS. Garis batas ditentukan menurut garis besar peta topografi, dan luas DAS dapat diukur dengan instrumen bidang. Panjang lebar. Jarak datar dari muara sungai ke hulu sungai utama disebut sebagai panjang DAS. Lebar DAS adalah luas DAS dibagi panjangnya. Kemiringan akan mempengaruhi arah sungai dan ketinggian sedimen. Rumus kemiringan rata-rata antara dua lokasi elevasi adalah: Id=1/W Bab Il Daerah Aliran Sungai (DAS) | 19 image not available image not available image not available Sungai Intermitten: sungai mengalirkan air pada saat musim hujan, sedang musim kemarau tidak mengalir, karena muka air tanahnya berada di bawah dasar sungai. Sungai Ephimeral: sungai yang mengalir sesaat pada waktu terjadi hujan yang melebihi kapasitas infiltrasi, karena muka air tanahnya selalu di bawah dasar sungai. 2.10 Bentuk Daerah Aliran Sungai (a) (b (a) Diperpanjang, biasanya sungai utama akan meluas langsung ke sungai utama bersama anak-anak sungainya. Terkadang aliran tersebit seperti bulu burung. Bentuk ini biasanya menghasilkan aliran banjir yang lebih kecil karena waktu tempuh banjir anak sungai berbeda-beda. Radial, karena arah aliran sungai sepertinya terkonsentrasi pada satu titik, sehingga menggambarkan bentuk _radial/sektor/lingkaran. Karena pola radial, butuh waktu yang hampir bersamaan untuk mengalir dari segala arah sungai. Jika air hujan didistribusikan secara merata ke seluruh wilayah sungai, maka akan menyebabkan banjir besar. Paralel, terdiri dari dua garis DAS yang disatukan di bagian hilir. Banjir hilir terjadi di daerah hilir pertemuan sungai di dua cekungan kecil. Fondasi komprehensif dari dua atau lebih cekungan bentuk DAS. Gambar 2.8. Bentuk Aliran Memanjang Sumber: Indarto, 2010 Bab II Daerah Aliran Sungai (DAS) | 23 image not available image not available image not available dapat didapat pembagian air yang adil perlu adanya sinkronisasi antara pengelolaan kuantitas dan kualitas air. Pengelolaan pantai dan muara sungai sangat penting dalam kaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai sehubungan dengan terjadinya erosi pantai dan pertumbuhan delta akibat sedimentasi dari sungai. Pengendalian erosi dan sedimentasi di dalam DAS masih sangat terbatas, karena erosi yang terjadi di bagian hulu sungai dan sepanjang sungai akan mengakibatkan sedimentasi di bagian hilirnya. Penanganan pengendalian erosi baik di palung sungai maupun diluar palung sungai merupakan sesuatu kegiatan yang sangat kompleks dan perlu penanganan yang lebih serius. Permasalahan sedimen dan akibat sampingannya terutama terhadap bangunan sungai masih perlu mendapatkan perhatian dengan penyusunan program- program, riset-riset dan monitoring yang memadai. Tabel 3.1. Kelas Sungai Berdasarkan Panjang Sungai Jumlah Sungai No} Pulau T [Jawa Madura [1 | [S| Sumatera [6 | [a [Sulawesi [0 [0 [5 [ Sunda kee [0 [0 Po [ taniaya [2 [1 | A: L>400 km B: 300 50 km: 330 Sungai Induk, < 50 km: 5.556 Sungai Induk Sumber: DPU, 1991 Bab III Sistem Wilayah Sungai | 27 aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book. aa You have either reached 2 page thts unevalale fer viewing or reached your ieving tit for his book.

Anda mungkin juga menyukai