Anda di halaman 1dari 15

SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Perkembangan


Pemerintahan di Indonesia Pada Program Studi Hukum Tata Negara

Fakultas Syariah dan Hukum Islam IAIN Bone

Oleh :

AUDY NAYA AULIA


NIM. 742352022111
AYU PARAMITA ARDIANTI
NIM. 742352022118

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt karena karunianya penulis dapat

menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas mata kuliah perkembangan

pemerintahan di Indonesia. Makalah yang berjudul “Sistem Ketatanegaraan di

Indonesia” ini diajukan sebagai bukti telah melaksanakan kewajiban penulis sebagai

mahasiswa.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah

ini, baik dari segi ejaan bahasa Indonesia, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi.
Untuk itu, kami meminta masukan demi perbaikan pembuatan makalah kami dimasa

yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Watampone, 24 Maret 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................2

C. Tujuan Penulisan ..........................................................................................2


BAB II PEMBAHASAN

A. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pra Kemerdekaan ...................................3

B. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Kemerdekaan ...............................5

C. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Era Reformasi ........................................7

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ....................................................................................................11

B. Saran...........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya pendekatan sistem itu adalah titik tolak dan orientasi baru dalam

melihat sesuatu. Dinding-dinding yang tegar antar disiplin ilmu diharapkan dapat

dikurangi. Hal ini mengandung implikasi bahwa pendekatan-pendekatan tradisional,


singular, dan parsial sedapat mungkin dapat disempurnakan walau secara teknis

pendekatan yang demikian ini tetap mempunyai arti penting. Sauvinisme disiplin ilmu
lambat laun perlu dikurangi karena dewasa ini keterlibatan hanya satu ilmu saja

dirasakan tidak akan mampu memecahkan segala hal.

Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu

kestabilan negara itu. Pada beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena

sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat.

Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan

menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunyai sistem pemerintahan yang statis,
absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum

minoritas untuk memprotes hal tersebut.

Sistem ketatanegaraan Indonesia mengalami perubahan mendasar seiring

dengan terjadinya perubahan konstelasi politik yang ditandai dengan kejatuhan

Soeharto dari tampuk kepresidenan. Kejatuhan ini sekaligus menandai dimulainya

pergerakan reformasi di seluruh bidang menuju sistem ketatanegaraan yang lebih

demokratis.

1
2

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem ketatanegaraan indonesia pra kemerdekaan?

2. Bagaimana sistem ketatanegaraan indonesia pasca kemerdekaan?

3. Bagaimana sistem ketatanegaraan indonesia era reformasi?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan indonesia pra kemerdekaan.

2. Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan indonesia pasca kemerdekaan.


3. Untuk mengetahui sistem ketatanegaraan indonesia era reformasi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pra Kemerdekaan

Pada masa pemerintahan Jepang selama tiga setengah tahun merupakan priode

penting bagi sejarah Indonesia. Setelah Jepang mampu menaklukan Belanda Jepang

secara langsung menggantikan kedudukan pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal

8 Maret 1942 Jepang telah resmi menduduki Indonesia yang langsung melakukan

perubahan untuk menghapus dominansi Barat. Jepang memiliki bentuk fisik yang
hampir sama dengan orang Indonesia dan inilah yang menjadi keuntungan tersendiri

buat Jepang. Oleh karean itu, Jepang dapat dengan mudah menyebarkan semboyan tiga

A mereka, yaitu Jepang Cahaya Asia, Jepang Pemimpin Asia dan Jepang Pelindung

Asia. Dari semboyan ini berhasil mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat

Indonesia. Rakyat Indonesia menganggap Jepang sebagai pembebas mereka dari

belenggu penjajahan Belanda.

Indonesia memasuki suatu periode baru, yaitu periode pendudukan militer


Jepang. Berbeda dengan zaman Hindia Belanda di mana hanya terdapat satu

pemerintahan sipil, maka pada zaman Jepang terdapat tiga pemerintahan militer

pendudukan, yaìtu: Pemerintahan militer Angkatan Darat (Tentara Keduapuluh lima)

untuk Sumatera dengan pusatnya di Bukittinggi, Pemerintahan militer Angkatan Darat

(Tentara Keenambelas) untuk Jawa-Madura dengan pusatnya di Jakarta, Pemerintahan

militer Angkatan Laut (Armada Selatan Kedua) untuk daerah yang meliputi Sulawesi,

Kalimantan dan Maluku dengan pusatnya di Makassar.

Pada dasarnya, kebijakan pemerintahan Jepang terhadap rakyat Indonesia

mempunyai dua prioritas yakni menghapus pengaruh barat di kalangan rakyat, dan

3
4

memobilisasi mereka demi kemenangan tentara Jepang. Kebijakan Jepang dibentuk

untuk mencapai sebuah tujuan yang telah mereka buat, yaitu menyusun dan

mengarahkan kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang

Jepang dan upaya-upayanya bagi mendominasi jangka panjang terhadap Asia Timur

dan Tenggara. Setelah menduduki Indonesia, Jepang mengambil berbagai kebijakan

diantaranya: di bidang Politik, bidang Ekonomi dan Sosial, bidang pendidikan dan

bidang Militer. Semua yang dilakukan merupakan dari strategi Jepang untuk
mendapatkan dukungan dari Indonesia, disni bangsa Indonesia hanya diberikan sikap

manis Jepang yang berujung kesengsaraan bagi Indonesia.


Dalam melakukan perumusan konsep penyelenggaraan negara Indonesia

berdasarkan konsep negara hukum Pancasila, sebelumnya perlu diketahui apakah

tujuan penyelenggaraan negara Indonesia, atau apakah tujuan negara Indonesia. Hal ini

penting karena konsep penyelenggaraan negara hukum Pancasila harus selalu tertuju

pada terwujudnya tujuan negara Indonesia. Tujuan negara Indonesia secara definitif

tertuang dalam alenia keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yaitu melindungi

segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan perdamaian dunia,

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Terwujudnya tujuan

negara ini menjadi kewajiban negara Indonesia sebagai organisasi tertinggi bangsa

Indonesia yang penyelenggaraannya harus didasarkan pada lima dasar negara.

Dari sini dapat dipahami bahwa Pancasila merupakan pedoman utama kegiatan

penyelenggaraan negara yang didasarkan atas prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam ermusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial


5

bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka terwujudnya tujuan negara Indonesia

tersebut maka dalam setiap kebijakan negara yang diambil oleh para penyelenggara

negara (termasuk di dalamnya upaya melakukan pembangunan sistem hukum nasional)

dalam upaya penyelenggaraan negara hukum Pancasila harus sesuai dengan empat

prinsip cita hukum (rechtsidee) Indonesia (Pancasila).

Pembangunan sistem hukum nasional tersebut, bersumber pada dua sumber

hukum materiil, yakni sumber hukum materiil pra kemerdekaan dan sumber hukum
materiil pasca kemerdekaan. Adapun yang termasuk sumber hukum materiil pra

kemerdekaan terdiri dari hukum adat asli, sebagai suatu living law yang telah hidup
dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, hukum agama baik hukum Islam

maupun hukum agama lainnya, hukum Belanda dan hukum Jepang.

B. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Kemerdekaan

Arti dan makna yang terkandung dalam proklamasi kemerdekaaan bagi suatu

bangsa ialah bahwa proklamasi merupakan pernyataan yang memuat keputusan suatu

bangsa untuk meneguhkan tatanan hukum nasional sekaligus menghapuskan tatanan

hukum kolonial. Ditinjau dari aspek politik ideologis, proklamasi bagi bangsa
Indonesia merupakan pernyataan suatu bangsa untuk melepaskan diri dari belenggu

penjajahan serta membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, serta

berdaulat secara penuh. Proklamasi merupakan mercusuar penunjuk sejarah, pemberi

inspirasi, serta motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia dalam setiap kondisi.

Melalui proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia bisa terlahir sebagai bangsa dan

negara yang merdeka, baik secara de facto maupun de jure.1

1
Haryono Rinardi, “Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa Indonesia”, Jurnal
Sejarah Citra Lekha, Vol. 2. No. 1 (2017), h. 143.
6

Bangsa Indonesia melalui proklamasi menyatakan kemerdekaannya secara

formal kepada bangsa sendiri dan dunia internasional. Merdeka bermakna bahwa sejak

itu bangsa Indonesia mampu menentukan nasibnya dan tanah airnya dalam setiap aspek

kehidupan. Dengan demikian, proklamasi menjadi pijakan bagi penyelenggaraan

tatanan hukum yang baru. Proklamasi merupakan dasar atau landasan hukum bagi

pemberlakuan hukum nasional. Ini berarti, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal

17 Agustus 1945 menjadi landasan hukum bagi semua bentuk peraturan dan bermacam
ketentuan yang ditetapkan di Indonesia. Dengan dasar inilah, suatu kewajaran jika

sesaat setelah penyelenggaraan Proklamasi, PPKI segera mengesahkan UUD 1945


menjadi konstitusi bagi bangsa Indoneisa. Hal di atas menunjukkan bahwa peran

proklamasi sebagai dasar atau landasan hukum pemberlakuan semua peraturan,

ketentuan, serta hukum di Indonesia cukup menonjol.2

Berdasarkan catatan historis, Indonesia melakukan pergantian sistem

pemerintahan secara berulang kali. Fakta ini ditemukan terutama sejak 14 November

1945 hingga 5 Juli 1959. Mulai 18 Agustus 1945 hingga 14 November 1945, Indonesia

berdasarkan UUD 1945 menganut “sistem pemerintahan presidensil”. Adapun mulai


14 November 1945 hingga 27 Desember 1949, Indonesia menganut “sistem

pemerintahan parlementer". Akan tetapi, sejak pemberlakuan kembali UUD 1945

dengan dasar Dekrit Presiden Nomor 5 Juli 1959, negara Indonesia kembali

menggunakan sistem pemerintahan presidensil. Setelah tumbangnya rezim Orde Baru,

kalangan civil society kerap menyuarakan tuntutan reformasi. Mereka menginginkan

adanya perubahan terhadap UUD 1945.

2
Haryono Rinardi, “Proklamasi 17 Agustus 1945…, h. 145.
7

C. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Era Reformasi

Perubahan konstitusi merupakan suatu keniscayaan yang sulit untuk dihindari.

Dengan asumsi bahwa konstitusi merupakan produk politik, yang di dalamnya penuh

dengan kepentingan-kepentingan, maka dari itu perubahan konstitusi merupakan suatu

keniscayaan yang tak dapat dihindari.

Indonesia sebagai negara berdaulat yang memiliki konstitusi juga sama, yakni
akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan konstitusi dan Indonesia

sudah mengalami hal tersebut. Sejak Indonesia merdeka per tanggal 17 Agustus 1945
hingga saat ini, paling tidak tercatat telah terjadi beberapa perubahan konstitusi, baik

melalui pergantian (seperti dari UUD 1945 ke Konstitusi Republik Indonesia Serikat

(Konstitusi RIS) lalu ke Undang-Undang Dasar Sementara 1950) maupun perubahan

dalam arti amandemen (seperti yang terjadi pada amandemen ke I-IV sejak 1999 –

2002).

Perubahan konstitusi itu disebabkan oleh banyak hal, bisa oleh kepentingan

antar berbagai kelompok masyarakat, bisa juga karena kondisi yang sudah tak relevan
lagi dengan keadaan waktu saat konstitusi itu dibentuk dan bisa juga dipengaruhi oleh

lembaga yang berwenang untuk melakukan perubahan konstitusi tersebut. Untuk sebab

yang terakhirtersebut sangat efektif dalam melakukan perubahan. Terkadang, tuntutan

perubahan dari masyarakat sangat kuat, kadang pula tuntutan keadaan sangat kuat

untuk perubahan, tetapi selama lembaga yang berwenang tidak mau melakukan

perubahan maka selama itu perubahan tidak akan terjadi.3 Namun sebaliknya

perubahan bisa saja terjadi apabila lemabaga yang berwenangang melakukan

3
Moh. Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu (Cet. I; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011), h. 64.
8

perubahan konstitusi menghendaki perubahan, meskipun masyarakat dan keadaan

tidak mengingkan perubahan.

Pasca runtuhnya Orde Baru terdapat beberapa Presiden yang melanjutkan

penyelenggaraan pemerintahan di era reformasi. Presiden Habibie yang mengawalinya

disebut sebagai Presiden masa transisi, karena Presiden Habibie lah yang berhasil

membuat UU yang demokratis yaitu muncul UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM,

UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu,
UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR, UU No. 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia.

Perjuangan meneruskan cita-cita Reformasi berlanjut dilaksanakan oleh

Presiden berikutnya yaitu Presiden Abdurahman Wahid (Gusdur), Megawati hanya

melanjutkan karena Presiden Abdurahman Wahid berhenti di tengah masa jabatan.

Dalam Pemilu Presiden tahun 2004 berhasil dimenangkan oleh Susilo Bambang

Yudoyono. Presiden yang menjabat selama dua periode yang fokus pada

pemberantasan korupsi, maka lahirlah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


sampai sekarang masih melakukan pemberantasan korupsi. Presiden berikutnya oleh

Presiden Joko Widodo selama dua periode dan sekarang masuk periode kedua.

Perjalanan mewujudkan citacita reformasi tidak berjalan mulus namun tertatih-tatih

baik oleh perkembangan kedewasaan dalam produk regulasi yaitu UU organik sebagai

pelaksana UUD, dan dinamika politik partai yang dilakukan oleh para elit politik yang

lebih agresif dalam berpolitik praktis dari pada berjuang sebagai negarawan, Di masa

Presiden Joko Widodo periode yang kedua ini terdapat sesuatu yang berbeda. Diawali

dengan pencabutan ribuan Perda-Perda yang dianggap mengganggu investasi,


9

pengangkatan pejabat publik yang kontroversional, pemaksaan penyusunan UU model

Omnibuslaw yang sama sekali tidak ada landasan hukumnya. Berdasarkan hal tesebut

sudah menunjukkan Presiden salah mempersepsikan cita-cita reformasi. Permasalahan

berlanjut dengan para mentri membuat kebijakan yang saling berseberangan, terjadi

penyimpangan ketidak sesuaian antara jenis peraturan dan materi muatan. Para Menteri

berlomba-lomba membuat peraturan dan pemerintah bisa dikatakan sebagai single

peran, karena DPR “dianggap” tidak ada. Pemerintah terlalu percaya diri dengan lebih
dari 80 % dukungan dari koalisi Pemerintah, sehingga tidak perlu heran bila beberapa

UU yang disahkan digugat di Mahkamah Konstitusi (MK) karena banyak yang tidak
sesuai dengan cita-cita reformasi dan keinginan rakyat.4

Sesuai dengan sistem pemerintahan presidential, maka Presiden baik sebagai

kepala pemerintahan dan kepala negara. Masa periode kedua Pemerintahan Joko

Widodo memiliki persepsi yang keliru terhadap cita-cita reformasi, baik aspek sosial,

ekonomi, politik, Pendidikan, demokrasi, HAM, penegakan hukum, dengan kata lain

keliru dalam memanage penyelenggaraan pemerintahan Indonesia yang jelas memiliki

prinsip dasar Pancasila. Persepsi yang keliru berakibat pada penyimpangan UUD NRI
Tahun 1945 yang sudah merupakan kesepakantan bersama seluruh rakyat Indonesia

dan dengan kata lain terjadi penyimpangan hukum ketatanegaraan dan tidak

menjalankan sebagaimana didsesain dalam UUD NRI Tahun 1945. Ada beberapa hal

yang perlu diteliti terkait tidak berjalannya sistem ketatanegaraan yang sesuai dengan

UUD NRI Tahun 1945 dikarenakan implikasi dari beberapa hal seperti distorsi

4
Sri Handayani Retna Wardani,”Dinamika Politik Pemerintahan Era Reformasi Pada Sistem
Ketatanegaraan Indonesia”, Wijaya Putra Law Review, Vol. 1, No. 2 (2022), h. 157.
10

kedaulatan rakyat, diskriminasi penegakan hukum, berlakunya beberapa UU yang

kontroversional.5

5
Sri Handayani Retna Wardani,”Dinamika Politik Pemerintahan…, h. 158.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Jadi jelas bahwa ketatanegaraan Indonesia pra kemerdekaan masih dipengaruhi

oleh belanda dan jepang serta banyak nya hukum-hukum yang diterapkan

sebelum dibentuknya hukum nasional.

2. Ketatanegaraan Indonesia pasca kemerdekaan sering terjadi perubahan bentuk


sistem pemerintahan akibat sering terjadinya perubahan konstitusi yang ada di

Indonesia.
3. Ketatanegaraan Indonesia era reformasi mengalami perubahan yang sangat

pesat namun tidak bisa dipungkiri bahwa penyimpangan-penyimpangan

terhadap sistem ketatanegaraan masih sering terjadi.

B. Saran

Diharapkan agar semua lapisan masyarakat dapat memahami apa sebenarnya

esensi dari sistem ketatanegaraan sebagai salah satu bentuk pemahaman dan juga

langkah menjadi warga negara yang baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Haryono Rinardi. “Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa Indonesia”.


Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2. No. 1 (2017).
Moh. Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Cet. I; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011.
Sri Handayani Retna Wardani. ”Dinamika Politik Pemerintahan Era Reformasi Pada
Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Wijaya Putra Law Review, Vol. 1, No. 2
(2022).

12

Anda mungkin juga menyukai