Anda di halaman 1dari 27

K elo m p o k 5

F il s a f a t H u k u m 3 .1
Member Of Group

1. Muhammad Rifan 3. Azrul farhan Najwanda 5. M. Riza Alfarizi


(2010113026) (2110113059) (2110113089)
2. Basthotan Milka 4. M. Iqbal (2110113085) 6. Diana Putri Hia
Gumilang (2110112222) (2110113110)
Aliran Sosiological Jurisprudence
Apa itu?
Sociological Jurisprudence merupakan salah satu aliran
pemikiran dalam ruang filsafat hukum. Aliran ini memandang
bahwa hukum sebagai suatu kenyataan sosial sehingga hukum
itu harus mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
di mana hukum itu berada.
Beberapa elemen kunci dan karakteristik dari aliran ini:

1. Fokus pada Keterangan Fakta: Sosiological Jurisprudence menekankan perlunya


memahami konteks sosial dan faktor-faktor sosiologis yang mempengaruhi
perkembangan hukum. Ini melibatkan analisis lebih dari sekadar teks hukum formal.

2. Hukum sebagai Produktif dari Masyarakat: Penganut aliran ini percaya bahwa hukum
bukanlah entitas yang mandiri, tetapi lebih merupakan produk dari masyarakat. Hukum
berkembang sebagai tanggapan terhadap tuntutan dan perubahan sosial.

3. Analisis Dampak Sosial: Aliran ini menekankan pentingnya menganalisis dampak


hukum terhadap masyarakat. Bagaimana hukum memengaruhi kehidupan sehari-hari
individu, kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan menjadi fokus penelitian.
Lanjutan....
Aliran Sociological Jurisprudence berbeda dengan
Sosiologi Hukum. Sociological jurisprudence, cara
pendekatannya bertolak dari hukum kepada
masyarakat, sedang sosiologi hukum cara
pendekatannya bertolak dari masyarakat kepada
hukum.
Lanjutan....
Tokoh dalam aliran Sosiological Jurisprudence
Roscoe Pound (1870–1964) adalah seorang sarjana hukum dan ahli hukum asal Amerika
Serikat yang berpengaruh. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam
pengembangan aliran ini. Pound berpendapat bahwa hukum harus dipahami sebagai
suatu fenomena sosial, dan pengembangan hukum harus dipahami dalam konteks
perubahan sosial. Ia menekankan bahwa perhatian utama dalam studi hukum seharusnya
tidak hanya pada norma hukum yang tertulis, tetapi juga pada dampak sosial dan
ekonomi dari hukum tersebut. Roscoe Pound menganggap bahwa hukum sebagai alat
rekayasa sosial (Law as a tool of social engineering and social controle) yang bertujuan
menciptakan harmoni dan keserasian agar secara optimal dapat memenuhi kebutuhan
dan kepentingan manusia dalam masyarakat.
Lanjutan....
Pound dalam Social Jurisprudence lebih mengarahkan perhatiannya pada
”kenyataan hukum” daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat.
Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik, jadi tidak sekedar
hukum dalam pengertian law in books. Sociological Jurisprudence
menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai
kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism
law) dan living law sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya peranan
masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum.
Lanjutan....
Dalam program sosiologi jurisprudence Pound, lebih mengutamakan tujuan praktis dengan :
1. menelaah akibat sosial yang aktual dari lembaga hukum dan doktirin hukum, karena itu , lebih
memandang kerjanya hukum dari pada isi abstraknya
2. memajukan telaah sosiologis berkenaan dengan telaah hukum untuk mempersipakan
perundang-undangan, karena itu, menganggap hukum sebagai suatu lembaga sosial yang dapat
diperbaiki oleh usaha yang cerdik guna menemukan cara terbaik untuk melanjutkan dan
membimbing usaha usaha demikian itu
3. mempelajari cara membuat peraturan yang efektif dan menitik beratkan pada tujuan sosial yang
hendak dicapai oleh hukum dan bukannya pada sanksi
4. menelaah sejarah hukum sosiologis yakni tentang akibat sosial yang ditimbulkan oleh doktrin
hukum dan bagaimana cara mengahasilkannya
5. membela apa yang dinamakan pelaksanaan hukum secara adil dan mendesak supaya ajaran
hukum harus dianggap sebagai bentuk yang tidak dapat berubah
6. meningkatkan efektifitas pencapaian tujuan yang tersebut diatas agar usaha untuk mencapai
maksud serta tujuan hukum lebih efektif.
Lanjutan....
Dalam perspektif sociological jurisprudence tugas hakim dalam menerapkan
hukum tidak melulu dipahami sebagai upaya social control yang bersifat formal
dalam menyelesaikan konflik, tetapi sekaligus mendesain penerapan hukum itu
sebagai upaya social engineering. Tugas yudisial hakim tidak lagi dipahami sekedar
sebagai penerap undang-undang terhadap peristiwa konkrit (berupa berbagai
kasus dan konflik) atau sebagai sekedar corong undang-undang (boncha de la loi)
tetapi juga sebagai penggerak social engineering. Para penyelenggara hukum
harus memperhatikan aspek fungsional dari hukum yakni untuk mencapai
perubahan, dengan melakukan perubahan hukum selalu dengan menggunakan
segala macam teknik penafsiran (teori hukum fungsional).
Tokoh Aliran Sosiological Jurisprudence....
Eugen Ehrlich sebagai pelopor aliran Sociological Jurisprudence, khususnya di
eropa. Ehrlich beranggapan bahwa hukum tunduk pada kekuatan-kekuatan
sosial tertentu, hukum sendiri tidak akan mungkin efektif, oleh karena ketertiban
dalam masyarakat didasarkan pada pengakuan sosial terhadap hukum, dan
bukan karena penerapannnya secara resmi oleh negara. Bagi Ehrlich, tertib sosial
didasarkan pada fakta diterimanya hukum yang didasarkan pada aturan dan
norma sosial yang tercermin dalam sistem hukum. Secara konsekuen Ehrlich
beranggapan bahwa mereka yang berperan sebagai pihak yang
mengembangkan sistem hukum harus mempunyai hubungan yang erat dengan
nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat bersangkutan.
Lanjutan....

Kelebihan pokok terhadap ajaran sociological jurisprudence:

1. Terdapat kepastian hukum dan terutama untuk menghindarkan tindakan


sewenang-wenang dari pemangku kekuasaan yang bersifat absolut.
2. Memperhatikan hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup dan
diperlukan dalam kehidupan masyarakat, bahwa titik berat perkembangan
hukum terletak pada masyarakat itu sendiri dan juga mencerminkan nilai-
nilai yang hidup dalak masyarakat
3. Hukum peka terhadap masyarakat
4. Rasa keadilan masyarakat sangat dikedepankan
5. Penegakan hukum berpijak pada masyarakat
Lanjutan....
Ada tiga kelemahan pokok terhadap ajaran sociological jurisprudence yang
dikembangkan Ehrlich:
1. Karya tersebut tidak memberikan kriteria yang jelas membedakan norma
hukum dari norma sosial yang lain.
2. Ehrlich meragukan posisi adat kebiasaan sebagai sumber hukum dan adat
kebiasaan sebagai satu bentuk hukum.
3. Ehrlich menolak mengikuti logika perbedaan yang ia sendiri adakan norma-
norma hukum negara yang khas dan norma-norma hukum dinama negara
hanya memberi sanksi pada fakta- fakta sosial. Konsekwensinya adalah adat
kebiasaan berkurang sebelum perbuatan udang- undang secara terperinci,
terutama undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
mempengaruhi kebiasaan dalam masyarakat sama banyaknya dengan
pengaruh dirinya sendiri.
Lanjutan....
Aliran Sociological Jurisprudence dipelopori beberapa
tokoh lainnya sebagai berikut yaitu Kantorowich, Gurvitch,
dan lain-lain. Inti pemikiran mazhab ini menganggap
bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat.
Teori Hukum Pembangunan
Dikaji dari perspektif sejarahnya maka sekitar tahun tujuh puluhan lahir Teori Hukum
Pembangunan dan elaborasinya bukanlah dimaksudkan penggagasnya sebagai sebuah
“teori” melainkan “konsep” pembinaan hukum yang dimodifikasi dan diadaptasi dari
teori Roscoe Pound “Law as a tool of social engineering” yang berkembang di Amerika
Serikat. Apabila dijabarkan lebih lanjut maka secara teoritis Teori Hukum Pembangunan
dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M. dipengaruhi cara berpikir dari
Herold D. Laswell dan Myres S. Mc Dougal (Policy Approach) ditambah dengan teori
Hukum dari Roscoe Pound (minus konsepsi mekanisnya). Dalam perkembangan
berikutnya, konsep hukum pembangunan ini akhirnya diberi nama oleh para murid-
muridnya dengan "Teori Hukum Pembangunan" atau lebih dikenal dengan Madzhab
UNPAD.
Teori Hukum Pembangunan
Teori Hukum Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL.M.
Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang eksis di Indonesia
karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat
Indonesia. Tolak ukur dimensi teori hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan
berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia sehingga hakikatnya jikalau diterapkan dalam
aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik.
secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka acuan pada
pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas
Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang
terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang
meliputi structure (struktur), culture (kultur) dan substance (substansi) sebagaimana
dikatakan oleh Lawrence W. Friedman.
Teori Hukum Pembangunan
pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar
fungsi hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” (law
as a tool social engeneering) dan hukum sebagai suatu sistem
sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang
sedang berkembang.
Lanjutan....
Ada sisi menarik dari teori yang disampaikan Laswell dan Mc Dougal
dimana diperlihatkan betapa pentingnya kerja sama antara pengemban
hukum teoritis dan penstudi pada umumnya (scholars) serta pengemban
hukum praktis (specialists in decision) dalam proses melahirkan suatu
kebijakan publik, yang di satu sisi efektif secara politis, namun di sisi
lainnya juga bersifat mencerahkan. Oleh karena itu maka Teori Hukum
Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M.
memperagakan pola kerja sama dengan melibatkan keseluruhan
stakeholders yang ada dalam komunitas sosial tersebut.
Lanjutan....

Mochtar Kusumaatmadja secara cemerlang mengubah pengertian


hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument)
untuk membangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi
konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha
pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu,
dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan
kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan
pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan
hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang
hidup dalam masyarakat.
Lanjutan....

Mochtar berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari
hukum sebagai alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih
menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menempatkan
yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court) pada tempat lebih penting.
2. Konsep hukkum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan pada zaman Hindia
Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk
menolak penerapan konsep seperti itu.
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum konsep ini
diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional.
Lanjutan....
Mochtar Kusumaatmadja juga mengemukakan bahwa
“hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum
itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi harus
pula mencakup lembaga (institution) dan proses (processes)
yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan”
Lanjutan....
Untuk memahami hukum secara holistik tidak hanya terdiri dari asas dan
kaidah, tetapi juga meliputi lembaga dan proses. Keempat komponen
hukum itu bekerja sama secara integral untuk mewujudkan kaidah dalam
kenyataannya dalam arti pembinaan hukum yang pertama dilakukan melalui
hukum tertulis berupa peraturan perundang-undangan. Sedangkan
keempat komponen hukum yang diperlukan untuk mewujudkan hukum
dalam kenyataan, berarti pembinaan hukum setelah melalui pembaharuan
hukum tertulis dilanjutkan pada hukum yang tidak tertulis, utamanya melalui
mekanisme yurisprudensi.
Tujuan dan fungsi

Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan tujuan pokok hukum bila direduksi


pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi adanya
masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah tercapainya keadilan yang
berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan jamannya.
Selanjutnya untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum
dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat
mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya
secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban. Fungsi hukum
dalam masyarakat Indonesia yang sedang membangun tidak cukup untuk
menjamin kepastian dan ketertiban.
Lanjutan....

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum diharapkan agar berfungsi lebih


daripada itu yakni sebagai “sarana pembaharuan masyarakat”/”law as a tool of
social engeneering” atau “sarana pembangunan”. Ada 2 (dua) dimensi sebagai inti
Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yaitu
:
1. Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau pembangunan
merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya;
2. Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat berfungsi
sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah
kegiatan manusia yang dikehendaki ke arah pembaharuan.
Lanjutan....
Konsep hukum pembangunan untuk lebih memberdayakan fungsi hukum dalam
masyarakat yang tengah membangun. dalam mendukung pembangunan nasional
, hukum pembangunan tidak saja berhenti pada penjelasan apa itu hukum dan
fungsinya , tetapi juga sampai pada tahap bagaimana proyeksinya. proyeksi itu
juga tidak sebatas pada pemilihan bidang hukum seperti apa yang sebaiknya
dilakukan pembaruan, melainkan pula penyiapan sumber daya yang
menjalankannya
Hambatan
Romli Atmasasmita menyebutkan beberapa hambatan Teori Hukum Pembangunan dalam praktik
pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia sebagai berikut:
1. Kebiasaan kurang terpuji selama 50 tahun Indonesia merdeka, yakni bahwa pembuat kebijakan
sering memanfaatkan celah untuk menggunakan hukum sebagai alat dengan tujuan
mendahulukan kepentingan kekuasaan ketimbang kepentingan masyarakat. Misalnya,
perampasan hak adat atas tanah dengan dalih pembangunan gedung pemerintah dan jalan
raya tanpa kompensasi yang proposional.
2. Sukarnya menentukan tujuan pembaharuan hukum.
3. Sedikitnya data empiris yang dapat digunakan untuk mengadakan suatu analisis deskriptif dan
prediktif.
4. Sukarnya mengadakan ukuran yang objektif untuk mengukur berhasil atau tidaknya usaha
pembaharuan hukum.
5. Para ahli hukum Indonesia menderita kebingungan soal corak hukum yang dipandang cocok
untuk dianut dan dipraktikan dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi seperti saat ini
Question Time
Th ank
You

Anda mungkin juga menyukai