Anda di halaman 1dari 9

BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN 2009 BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut

yang disebabkan olehSalmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella entericaserotype paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Demam tifoid ditandai antara lain den gan demam tinggi yang terus menerus bisa selama 3-4 minggu, toksemia, denyut nad i yang relatif lambat, kadang gangguan kesadaran seperti mengigau, perut kembung , splenomegali dan lekopeni. Di banyak negara berkembang, termasuk di Indonesia, demam tifoid masih tetap mer upakan masalah kesehatan masyarakat, berbagai upaya yang dilakukan untuk membera ntas penyakit ini tampaknya belum memuaskan. Sebaliknya di negara maju seperti A merika Serikat, Eropa dan Jepang misalnya, seiring dengan perbaikan lingkungan, pengelolaan sampah dan limbah yang memadai dan penyediaan air bersih yang cukup, mampu menurunkan insidensi penyakit ini secara dramatis. Di abad ke 19 demam ti foid masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian utama di Amerika, namun sek arang kasusnya sudah sangat berkurang. Tingginya jumlah penderita demam tifoid tentu menjadi beban ekonomi bagi kelurag a dan masyarakat. Besarnya beban ekonomi tersebut sulit dihitung dengan pasti me ngingat angka kejadian demam tifoid secara tepat tak dapat diperoleh. Insidensi demam tifoid secara tepat tidaklah diketahui mengingat tampilan klinik nya yang bervariasi sehingga bila tanpa konfirmasi laboratorium, terbaurkan deng an penyakit infeksi lainnya. Kultur darah sebagai pemeriksaan untuk mencari kuma n penyebab tidak selalu tersedia di setiap daerah dan setiap fasilitas kesehatan . Di negara maju kasus demam tifoid terjadi secara sporadik dan sering juga berupa kasus impor atau bila ditelusuri ternyata ada riwayat kontak dengan karier kron ik. Di negara berkembang kasus ini endemik. Diperkirakan sampai dengan 90 - 95 % penderita dikelola sebagai penderita rawat jalan. Jadi data penderita yang dira wat di rumahsakit dapat lebih rendah 15 25 kali dari keadaan yang sebenarnya. Diseluruh dunia diperkirakan antara 16 16, 6 juta kasus baru demam tifoid ditemu kan dan 600.000 diantaranya meninggal dunia. Di Asia diperkirakan sebanyak 13 ju ta kasus setiap tahunnya. Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat Vietnam khususnya di delta Sungai Me kong, diperoleh angka insidensi 198 per 100.000 penduduk7 dan di Delhi India seb esar 980 per 100.000 penduduk. Suatu laporan di Indonesia diperoleh sekitar 310 800 per 100.000 sehingga setiap tahun didapatkan antara 620.000 1.600.000 kasus. Di Jawa Barat menurut laporan tahun 2000 ditemukan 38.668 kasus baru yang terdi ri atas 18.949 kasus rawat jalan dan 19.719 kasus rawat inap. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Tifoid Abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik oleh Salmonella typhi yang s emula menyerang usus halus & klinis antara lain ditandai demam remitten, splenom egali, limfadenopati intestinal & roseola. 2.2. KRITERIA DIAGNOSIS Demam naik secara bertangga lalu menentap selama beberapa hari, demam terutama p ada sore/malam hari. Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala. Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegal i, atau splenomegali. Kriteria Zulkarnaen: o Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau kontinu a, disertai delirium/apatis, gangguan defekasi. o Terdapat 2 atau lebih : Lekopeni.

Malaria -. Kelainan urine -. o Terdapat 2 atau lebih : Penurunan kesadaran. Rangsang meningeal -. Perdarahan usus +. Bradikardi relatif. Splenomegali +. o Dengan pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 - 5 hari. o Temperatur turun, nadi naik : Toten creutz. Diagnosa ditegakkan dari : o Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap seba gai positif, 3 gejala kardinal curiga). 5 cardinal sign (Manson-Bahr (1985)) 1. Demam 2. Ratio frekuensi nadi = suhu yang rendah (bradikardi relatif). 3. Toxemia yang karakteristik. 4. Splenomegali 5. Rose spot Sign lainnya : 1. Distensi abdomen. 2. Pea soup stool. 3. Perdarahan intestinal o Biakkan Salmonella typhi + o Tes widal meningkat atau peninggian 4x pada 2 kali pemeriksaan. o Gall kultur+, Media SS agar. 2.3. PATOGENESIS Benda tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan => lambung, kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil, melakukan penetrasi & b erbiak di kelenjar limfoid mesenterik => masuk ductus thoracicus =>masuk ke pere daran darah (bakteriemi I) => ditangkap oleh RES (sampai disini disebebut silent period/masa tunas) => kemudian di RES akan bermultiplikasi intraseluler => masu k ke dalam peredaran darah (bakteriemi II) => beredar di seluruh tubuh => masuk ke dalam empedu & usus, di usus akan membuat luka di plaque payeri. Bila Salmone lla typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi relaps/carrier. Terjadinya febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida peny ebab leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang leukosit di jaring an. Inflamasi merangsang pengeluaran zat pirogen. Pada fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati, limpa , ginjal, sumsum tulang, kantung empedu => bermanifestasi di usus (plaque payeri ) dimana akan terjadi : Minggu I => membuat luka hiperemis pada plaque payeri. Minggu II => terjadi necrosis pada plaque payeri. Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi dimana dapat terja di perdarahan dan perforasi. Minggu IV => dapat sembuh dengan sendirinya. 2.4. GEJALA KLINIS 1. Masa inkubasi : 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21 ha ri) 2. Keluhan utama yang mencolok: 1. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila panas se ring disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat pula kontinua. Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC. 2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal. 3. Mual - anoreksia. 4. Gangguan defekasi : Obstipasi pada minggu I. Diare pada minggu II (peas soup diare). Karena peradangan kataral dari usus, ser ing disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama ileum.

5. Insomnia. 6. Muntah. 7. Nyeri perut. 8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi me ningismus (akhir minggu ke I). 9. Myalgi/atralgi. 10. Batuk. 3. Nadi terjadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat seba nyak 18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o C, pada demam typo id denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang seharusnya), hal ini dise babkan oleh karena efek endotoksin pada miokard. o Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan ujung dan tepi hiperemis dan terdapat tremor. o Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia, pada umumnya bersifat t idak produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III, yang disebabkan ol eh pneumococcus atau yang lainnya. o Abdomen, agak cembung dan meteorismus. 1. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai teraba pada ak hir minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat juga lunak dan nyeri tek an positif. 2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai dengan mas a konvalesens. 3. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh, dapat terjadi k holesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk. Karier sering terjadi pada penderita dengan kholesistitis kronik dan batu empedu. Meteorismus, kita harus hati-hati untuk tanda perforasi/adanya perdarahan pada usus. 4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri menunjukkan : Hiperplasti pada minggu ke I. Nekrose pada minggu ke II. Ulcerasi pada minggu ke III. Penyembuhan pada minggu ke IV. o Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir minggu ke I sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini terjadi karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang disebab kan oleh infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan terjadin ya proses radang, sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena permeab ilitas kapiler meningkat. o Ginjal, karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan Salmonella typhi dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka dianggap bahwa ginj al sering terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap jarang terjadi, sepert i juga jarangnya karier air kemih. o Sistim syaraf pusat, dapat timbul encephalopathy dengan ring haemorrhagic, tro mbus kapiler, demyelinasi perivaskuler, transverse myelitis dan Guillain Barre s yndrome. Meningitis purulenta telah dilaporkan. Penurunan pendengaran juga serin g ditemukan. o Lesi-lesi fokal, abses tifoid dapat terjadi dimana-mana: 1. Osteomyelitis. 2. Abses otak. 3. Abses limfa. 4. Eksudat pada kasus-kasus ini merupakan suatu PMN dan bukan mononuklear. o Status typhosa : 1. Toxic 2. Mengantuk 3. Apatis 4. Delirium 5. Incontinentia urine et alvi 6. Tremor halus: tangan dan lidah. 7. Gejala psikose sampai koma. 2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan darah rutin.

o Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila ada leukos itosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi sekunder. o Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih banyak dari normal). o Aneosinofilia. 2. Pemeriksaan bakteriologik o Biakan Gall, untuk diagnosa pasti! Biakan dapat diambil dari : Sumsum tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II. Darah pada minggu ke I dan minggu ke II (70% - 90%) minggu ke II sampai minggu k e III (30% - 40%). o Biakan pada agar SS bahan diambil dari : Tinja pada minggu ke II sampai minggu ke III. Urine pada minggu ke III sampai minggu ke IV. Jangan menggunakan Gall culture, Rose spot boleh di Gall kultur. o Bila Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila negatif belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi. 3. Pemeriksaan serologik o Test aglutinasi mikroskopik cepat, nilai positif bila terjadi penggumpalan, pe meriksaan ini berguna untuk identifiksai pendahuluan pada biakan kuman. o Test Widal (Aglutinasi pengenceran pada tabung) Yang diukur adalah aglutinasi antigen H (flagela, suatu protein yang spesies spe sifik), dan antigen O (somatik, suatu lipopolisakarida (endotoksin) group spesif ik) Interpretasi hasil pemeriksaan: Positif bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan > 4x pada penga mbilan serum yang berangkaian. Nilai O 1/80 menunjukkan suggestif tifoid. sedangkan untuk titer H nilai positif adalah > 1/800 semua hasil tersebut dengan syarat tidak menerima vaksinasi typh oid dalam 6 bulan terakhir. Peninggian titer H > 1/160 menunjukkan bahwa penderita pernah divaksinasi atau t erinfeksi Salmonella typhi. Titer Vi (antigen kapsul) meninggi pada pembawa kuman atau karier. 2.6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS 1. Paratiphoid. 2. Malaria. 3. TBC millier. 4. Influenza. 5. Dengue. 6. Rheumatic fever. 7. Sistemic lupus erimatosus. 8. Hepatitis. 2.7. KOMPLIKASI 1. Relaps, febris timbul kembali setelah 10 hari afebris atau setelah 3 minggu d iberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemuk an setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak adekuat (Manson-Bahr, 1985), limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari impending relaps. o Insidensi 10% - 20%. o Patogenesa : Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang bermanifesta si, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps disebabkan oleh kuman y ang tersembunyi. Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan antibodi, sehingga memu dahkan relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang tinggi hal ini dibukti kan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh karena kekebalan. Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh tersebut mati. 2. Perdarahan usus, biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan peny akit. Dapat berupa perdarahan yang minimal sampai perdarahan tersembunyi yang ma

sif. Yang ditandai dengan : o Penurunan suhu mendadak. o Tanda-tanda shock. Tensi turun mendadak sampai dibawah normal. Nadi cepat dan kecil. Sianosis. Tachypnoe. Kulit dingin dan lembab. o Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak. 3. Perforasi usus, biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di daerah sekitar 60cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita dapatkan ad alah: o KU buruk. o Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat. o Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut. o Muntah-muntah. o Suhu tiba-tiba turun. o Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal. o Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada lokasi ileum). o Pekak hati menghilang. o Perkusi menjadi tympani. o Bising usus menurun sampai hilang. o Foto R BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan pengumpulan exudat. 4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, b erupa : o Takikardia. o Nadi kecil dan lemah. o Bunyi jantung redup. o Gallop rhythm. o Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala dekompresi lain. 5. Cholecystitis 6. Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari disor ientasi, kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa munculn ya gejala neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan lain-lain nya. Thypoid toxic dapat dibagi menjadi : o Meningocerebral Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar. Selalu ada kaku kuduk. Tanda kernig dapat positif atau negatif. Refleks tendo menjadi meninggi terutama APR. Liquor cerebro spinal normal. Prognosa: dapat sembuh sempurna! o Encephalitis diffus Demam tinggi diikuti penurunan kesadaran. Refleks tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut negatif. Rangsang meningen negatif. Setelah berlangsung lebih dari 1 minggu akan sembuh sempurna. o Encephalitis akut Tiba-tiba hiperpireksia. Tidak sadar dan kejang umum 24 jam setelah onset. Bisa timbul kejang ulang. Prognosa : buruk! o Meningitis akut Liquor cerebro spinal : jernih dengan pleositosis ringan. Electro encephalograph : gambaran encephalopati. o Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan seseoran g.

o Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang histeris , akan lebih gampang jatuh ke dalam toxic typhoid. o Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco / berteriak-teriak dan mengalami agitasi. o Terdapat gerakan-gerakan seperti menarik-narik seprei. 7. Hepatitis typhosa 8. Pneumotyphoid 9. Pankreatitis typhosa 10. Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan masih tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan). 2.8. PENATALAKSANAAN 1. Terapi secara umum 1. Non medikamentosa Perawatan : Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya sampai akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan perforasi. Tujuannya untuk : Mempercepat penyembuhan. Mencegah perforasi usus. Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik meningkat, dengan penin gkatan peristaltik maka akan terjadi peningkatan dari aktifitas pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan kadar toksin yang masuk ke dalam darah, dapat menyebab kan peningatan dari suhu tubuh. Mobilisasi berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3 hari bebas demam. Dietetik : Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit. Mudah dicerna dan halus. Kebutuhan 2500 kkal, 100 gr protein, 2 - 3 liter cairan. Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang demam tanpa ko mplikasi. Typhoid diet II : Bubur saring. Typhoid diet III : Bubur biasa. Typhoid diet IV : Nasi tim. Prinsip pengelolaan dietetik pada typhoid padat dini, rendah serat/rendah selulo sa. Typoid diet biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas demam menjadi TD I II, sampai 3 hari kemudian dapat diganti kembali menjadi TD IV. Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka di ileum te rminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan peningkatan kerja usus, hal i ni menyebabkan luka makin hebat. 2. Medika mentosa: Antibiotik Drug of Choice adalah Chloramfenicol dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 7 hari afebris atau sampai 1 minggu bebas demam. Kontra indikasi : Tidak boleh diberikan pada wanita hamil trisemester 3. Grey baby syndrome. Partus premature. Kematian intrauterine (IUFD). Jangan berikan pada pasien yang leukositnya kurang dari 2000. Pengobatan dianggap gagal (chloramfenicol resisten) bila dalam 10 hari pemberian pasien tetap demam, gunakan antibiotik yang lain. Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7 hari afebris. RSHS 2 x 3 tablet. Waktu yang diperlukan untuk penurunan suhu sama dengan chloramfenicol. Tidak terjadi krisis toksik. Gejala lebih cepat hilang. Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium. Lebih unggul dalam mencegah relaps. Efek samping yang perlu diperhatikan adalah trombositopenia, untuk menghindarkan

nya kita berikan asam folic. Amphicillin, dosis 3 - 4 x (0.5 - 1 gram)/hari selama 15 hari (RSHS) Digunakan untuk tifoid abdominalis ringan dan untuk karier. Amoxicilin, dosis 4 x 1 gr(untuk ukuran kecil) - 6 gr (untuk ukuran besar)/hari. Untuk kasus karier 6 gr/hari selama 6 minggu Golongan Quinolon. Ciprofloksasin, dosis 2 x 750 mg sampai 4 minggu, untuk menanggulangi karier, ka rena pasien dapat menularkan secara fecal - oral (typhoid mary). Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15 tahun, karena bisa menyebabkan penutupan epifise tulang lebih cepat. Keuntungan dari Quinolon: Waktu yang diperlukan untuk terapi lebih pendek. Bersifat bakterisida. Hati-hati akan terjadi reaksi harxheimer reaction yang merupakan reaksi yang heba dari pemberian awal dari antibiotic pada perderita typhoid, oleh karena dilepas kannya secara mendadak dalam jumlah besar, antigen dari kuman typhoid.(reaksi se perti anafilaktik syok, dimana pasien dapat jatuh kedalam keadaan komatous) Simptomatik: Analgetik antipiretik (DOC : parasetamol) Jangan menggunakan asam salisilat, karena bisa menyebabkanhiperhidrosis. Jangan pada penderita hepatitis. Dapat merangsang mukosa usus. Efek anti piretik dapat berlebihan. Menghambat efek dari chloramfenicol. Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar. Hati-hati perdarahan dan perforasi. Muntah-muntah Prochlorperazine (Stemetil) dengan dosis 3 x 5mg atau 3 x 10 mg. Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg. Diare Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab Meteorismus Intake diganti dengan parenteral Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam. Supportif Kortikosteroid Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia berat dan hiperpireksi berat. Tidak boleh dipergunakan secara rutin. Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada perdarahan kita tidak tahu dari penyakit atau dari kortikosteroid. Memperpendek deman dan gejala cepat hilang. Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah untuk relaps. Dosis : Hari ke I : Hidrokortison 200 mg im Prednison 3 x 15 mg Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg. Roborantia Vitamin B dan vitamin C. Terapi untuk karier yang gagal pengobatan dengan medikamentosa kita lakukan chol ecystectomy. o Perforasi usus. 1. Cito operasi ! 2. Persiapan : Puasakan pasien. Infus dengan Ringer Lactat. Berikan Antibiotika dosis tinggi. Gunakan gastric suction untuk kompresi.

3. Prognosa : Mortalitas 20% - 50%, dimana hal ini dipengaruhi oleh: Umur. Keadaan umum sebelum pembedahan. Diagnosa yang lambat (>24 jam). Terdapat sepsis intraperitoneal. Perforasi ulang atau penyulit lainnya. o Toxic typhoid 1. Pasang maag slang (NGT) dan akan digunakan untuk pemberian nutrisi : Untuk keadaan yang berat sekali gunakan TD I. Untuk keadaan yang tidak berat kita gunakan TD II yang telah diblender dahulu. 2. Pasang infus, untuk pemberian kemicetin 3 - 4 x 1 gr/hari secara IV, bila sud ah membaik berikan peroral dengna dosis 4 x 2 tablet selama 2 minggu. 3. Kortikosteroid Berikan kalmethasone yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau dextran 5% atau Ringer Lactat. 1 mg kalmethasone dilarutkan dalam 2 cc larutan. 8 jam pertama berikan 3 mg/kgBB secara IV. 30 ml diberikan dalam infus pada 6 - 8 jam kedua dan selanjutnya diberikan 1 mg/ kgBB diberikan 6 x (1 ampul kalmethasone = 4 ml) dalam waktu 2 hari. Jangan diberikan pada akhir minggu ke II atau ke III karena bisa merangsang gast er menambah bahaya terjadinya perforasi. Minggu ke I boleh diberikan karena kalau ada melena pada minggu ke I pasti oleh kortikosteroid, sedangkan pada minggu ke II atau ke III, kita tidak tahu penyeba b dari melena karena bisa dari perforasi atau karena obat. Bila ada septik shock berikan dopamin 2 ampul (1 amp = 200 mg) larutkan dalam de xtrose 5% dengan kecepatan 8 tetes permenit sampai shock teratasi ganti dengan D extran saja 10 tetes per menit. 4. Prognosa, sangat bervariasi, dapat menjadi jelek dan angka kematian tinggi bi la terdapat gangguan SSP. BAB III KESIMPULAN Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatifSalm onella typhi. Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat lebih ringan dan lebih bervariasi. Demam adalah gejala yang paling konstan di antara semua penampakan klinis. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada u mumnya seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun, sakit per ut, diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat dan menetap. Suhu meningkat terutama sore dan ma lam hari. Setelah minggu ke dua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi terus me nerus, nafas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering, bibir kering pecah-p ecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor, pembesaran hati dan limpa dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut k embung. Anak nampak sakit berat, disertai gangguan kesadaran dari yang ringan le tak tidur pasif, acuh tak acuh (apatis) sampai berat (delirium, koma). DAFTAR PUSTAKA 1. Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeks i dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375 2. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediat rics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-46 3. http://www.sehatgroup.web.id/guidelines/isiGuide.asp?guideID=36 4. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&jd=Mutiara+Diagnosis+Dema m+Tifoid&dn=20080905020143 5. http://koaskamar13.wordpress.com/metode-diagnostik-demam-tifoid-pada-ana k/

6.

http://www.infopenyakit.com/2008/08/penyakit-dem

Anda mungkin juga menyukai