Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN BACAAN

“Pengertian Pendidikan Inklusi”

“laporan bacaan disusun untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Inklusif”

Dosen Pengampu :
Rumanti Regina Simbolon,S.Pd,M.Pd

Disusun Oleh :
Yesi Christia (2110007743016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

STKIP ABDI PENDIDIKAN

PAYAKUMBUH

2024
A. Pengertian Pendidikan Ingklusi
Sistem pendidikan yang di tujukan untuk anak anak istimewa sehingga mereka
mampu belajar bersama dengan anak anak lainnya dengan tujuan memberikan
lingkungan yang mendukug dan menerima anak anak yang istimewa denga sumber
daya khusus.
Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada
umumnya untuk belajar. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pendidikan
inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi
semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial emosional,
linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat,
berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal dari populasi terpencil atau
berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis minoritas, linguistik, atau
budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau
termarjinalisasi.
Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi peserta didik
yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di sekolah reguler (SD, SMP, SMA,
dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun
berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh Marthan, 2007:145) Menurut Staub dan
Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan
ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas.
Hal ini menunjukan kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi
anak-anak berkelainan, apapun jenis kelainanya. Dari beberapa pendapat, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk
peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual,
sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan
pelayanan pendidikan di sekolah reguler (SD, SMP, SMA, maupun SMK).
Sebelum berkembangnya pendidikan inklusi, telah dikenal beberapa konsep
yang mengarah menuju pendidikan inklusi. Konsep-konsep itu di antara lain :
1. Normalisasi
Konsep normalisasi jika diartikan dari struktur bahasa berarti "menormalkan",
atau membuat normal sesuatu yang tidak normal. Namun, dalam konteks isu
pendidikan, normalisasi berarti memandang setiap orang untuk hidup dari kacamata
kebutuhan hidup orang pada umumnya. Kebutuhan hidup orang pada umumnya
meliputi kebutuhan pendidikan, kesehatan, perlakuan adil di mata hukum, kualitas
hidup layak, dan lain-lain.
Dalam pengertian lain, normalisasi adalah melihat para penyandang cacat, di
dalamnya termasuk anak berkebutuhan khusus, dari perspektif masyarakat secara
umum. Normalisasi memandang bahwa penyandang cacat dan ABK merupakan
bagian dari masyarakat secara umum.Dulu kita mengenal kebijakan tentang
penanggulangan masalah-masalah penyandang cacat merupakan tanggung jawab
departemen sosial. Kini kebijakan itu sudah tidak relevan. Kebijakan penanggulangan
penyandang cacat dan anak-anak berkebutuhan khusus adalah tanggung jawab semua
pihak.

1
2. Integrasi (Pendidikan Terpadu)
Pendidikan terpadu merupakan istilah umum mengenai kehadiran seorang
anak di sekolah reguler. Istilah ini juga mengacu pada proses mentransfer siswa ke
wilayah yang kurang tersegregasi. Ada sistem integrasi seorang anak yang masuk
kelas reguler namun berada di unit khusus atau kelas terpisah, tetap dapat
dikategorikan terintegrasi. Ini karena ia lebih berkesempatan berinteraksi dengan
anggota komunitas sekolah umum daripada jika ia diisolasi dalam sekolah khusus.
Pada sistem integrasi kesempatan untuk berinteraksi dapat terjadi jika anak tersebut
diintegrasikan ke dalam sekolah reguler.

3. Mainstream
Istilah mainstream tidak jauh berbeda dengan integrasi mainstream merupakan
sistem pendidikan di mana seorang siswa terdaftar atau berpartisipasi di kelas reguler.

4. Pendidikan Inklusi
Definisi inklusi menurut new york city board of education adalah suatu
metode yang menyediakan layanan pendidikan khusus pada lingkungan yang hampir
tidak terbatas.
B. Pengertian pendidikan inklusi menurut para ahli
Pendidikan inklusi menurut beberapa ahli mempunyai pengertian yang
beragam, diantaranya:
1. Tarmansyah (2009:75) mengatakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang
menampung semua murid di kelas yang sama.
2. Tarmansyah (2009:76) mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang dan berat secara penuh di
kelas reguler.
3. L.K.M. Marentek (2007:145) mengemukakan pendidikan inklusif adalah
pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan
khusus di sekolah reguler (SD, SLTP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa
baik dalam arti berkelainan, lamban belajar (slow learner) maupun yang
berkesulitan belajar lainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan


yang menerima semua anak berkebutuhan khusus tanpa memandang perbedaan
karakteristik anak.

C. Kebijakan Pemerintah terhadap Pendidikan Inklusif


Kebijakan pemerintah sebagai komitmen untuk mewujudkan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di Indonesia, dapat ditandai dengan lahirnya Undang-undang
sebagai berikut:

2
1. UU No. 4 tahun 1997 tentang pernyandang anak cacat. Dalam UU ini terdapat
beberapa poin penting yang ingin mempertegas dalam hal pendidikan inklusif
yaitu; a. Landasan, asas, dan tujuan. Pasal yang berbunyi Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, Pasal 3, Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat
kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, keserasiandan keselarasan dalam
perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal
4, Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diselenggarakan melalui
pemberdayaan penyandang cacat bertujuan terwjudnya kemandirian dan
kesejahteraan.
2. Hak dan kewajiban yaitu; pada Pasal 5, Setiap peyandang cacat mempunyai hak
dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, Pasal
6, Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: (Pendidikan pada semua satuan,
jalur, jenis,dan jenjang pendidikan), (Pekerjaan dan penghidupan yang layak
sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya),
(Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-
hasilnya, Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya), (Rehabilitas, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial), dan (Hak yang sama untuk
menumbuhkembangkan bakat, kemampuan,dan kehidupan sosialnya, terutama
bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat). Pasal 7
menyatakan yang berkenaan kewajiban yaitu, Setiap penyandang cacat
mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya
disesuikan dengan jenis dan derajat kecacatan,pendidikan, dan kemampuannya.
3. Kesamaan kesempatan. Pada pasal 9 yang berbunyi, Setiap penyandang cacat
mempunyai kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan, begitupun dalam Pasal 10 sampai pasal 15. Mungkin tiga poin
penting ini cukup memperjelas kenapa pendidikan inklusif ini penting sekalipun
masih ada beberapa poin yang di jelaskan dalan UU No. 4 Tahun 1997 pasal 5
tentang pernyandang anak cacat. 3) UU No. 23 tahun 2002 pasal 48 dan 49
tentang perlindungan anak. Pasal 48 Pemerintah wajib menyelenggarakan
pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pasal 49 Negara,
pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Dalam UU ini pun semakin
memperjelas bagaimana seorang anak mendapatkan hak yang sama baik dalam
hak mendapatkan pelayanan kesehatan, jaminan sosial, mendapatkan
perlindungan seperti yang dalam pasal 1 sampai 2 maupun mendapatkan
pendidikan yang sesuai minat dan bakanya seperti yang terdapat pada Pasal 9. 4)
UU No. 20 tahun 2003 pasal 5, ayat 1.
4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.

3
5. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat. 5) Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Kemendiknas No. 380/C.C6/MN/2003, tanggal 20 Januari 2003.

D. Landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif


Landasan yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di
Indonesia yaitu landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan empiris. Secara
terperinci, landasanlandasan tersebut dijelaskan sebagai berikut: Landasan Filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai
berikut:

1. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara


Burung Garuda yang berarti Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman dalam etnik,
dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi dan budaya merupakan kekayaan
bangsa yang tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Pandangan Agama (khususnya Islam) antara lain ditegaskan bahwa: (a)
manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi (inklusif) dan
bahwa kemuliaan manusia di sisi Allah adalah ketaqwaannya. Hal tersebut
dinyatakan dalam Al Qur’an sebagai berikut: “Hai manusia, Sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengena”.(Q.S. Al-Hujurat: 13).
3. Pandangan universal hak asasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia
mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, dan hak
pekerjaan. b. Landasan Yuridis Secara yuridis, pendidikan inklusif
dilaksanakan berdasarkan atas: 1) UUD 1945. 2) UU Nomor 4 Tahun 1997
Tentang Penyandang Cacat.
4. UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 4) UU Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak.
5. UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
7. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003
Perihal Pendidikan Inklusif: Menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap
Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari SD, SMP,
SMA, dan SMK.
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Akan tetapi ada yang berbeda yaitu
khusus untuk DKI Jakarta, landasan yuridis yang berlaku yaitu: Peraturan Gubernur

4
Nomor 116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. c. Landasan
Empiris Landasan empiris yang dipakai dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.

DAFTAR PUSTAKA

ernawati harahap, d. (2022). pendidikan inklusi. jawa tengah: PT. Nasya Expanding Management.

Fitria, R. (2012). jurnal. proses pembelajaran dalam setting inklusi di seekolah dasar,
http//ejournal.unp.ac.id./index.php/jupekhu.

santi mulyah, q. k. (2023). journal. kebijakan pemerintah terhadappendidikan inklusif, 5, 8276-8279.

Anda mungkin juga menyukai