Anda di halaman 1dari 29

ETNOFARMAKOLOGI PAPUA

Oleh: Nur Hayati Dwi Handayani (2014)

Bab 1. Pendahuluan

Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau
Papua atau bagian paling timur West New Guinea (Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan
negara Papua Nugini atau East New Guinea. Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah
Papua bagian barat, namun sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi di mana bagian
timur tetap memakai nama Papua, sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat.
Papua memiliki luas 808.105 KM persegi dan termasuk pulau terbesar kedua di dunia
dan pulau terbesar pertama di Indonesia.
1.1. Batas wilayah.

Utara :Samudera Pasifik


Selatan :Samudera Hindia, Laut Arafuru, Teluk Carpentaria, Australia
Barat :Papua Barat, Kepulauan Maluku
Timur :Papua Nugini

1.2. Asal usul Nama Papua.

Perkembangan asal usul nama pulau Papua memiliki perjalanan yang panjang seiring
dengan sejarah interaksi antara bangsa-bangsa asing dengan masyarakat Papua, termasuk
pula dengan bahasa-bahasa lokal dalam memaknai nama Papua.
Provinsi Papua dulu mencakup seluruh wilayah Papua bagian barat. Pada masa
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, wilayah ini dikenal sebagai Nugini Belanda
(Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Setelah berada bergabung dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak
tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada
saat meresmikan tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan secara
resmi hingga tahun 2002.
UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua mengamanatkan nama
provinsi ini untuk diganti menjadi Papua. Pada tahun 2003, disertai oleh berbagai protes
(penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh
pemerintah Indonesia; bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya
menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur
inilah yang menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Nama Papua Barat (West Papua) masih sering digunakan oleh Organisasi Papua
Merdeka (OPM), suatu gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan
membentuk negara sendiri.
1.3. Demografi

• Suku bangsa
Papua (52%), Non Papua/Pendatang (48%) (2002)

Papua: Suku Aitinyo, Suku Aefak, Suku Asmat, Suku Agast, Suku Dani, Suku Ayamaru,
Suku Mandacan, Suku Biak, Suku Serui, Suku Mee, Suku Amungme, Suku
Kamoro

Non-Papua/Pendatang: Jawa, Bugis, Sunda, Makassar, Buton, Batak, Minahasa, Huli,


Tionghoa,

• Agama
Protestan (51,2%), Katolik (23,42%), Islam (22%), Hindu (3%), Budha (0,13%)

• Bahasa
Bahasa Indonesia dan 268 Bahasa Daerah
Bab 2. Pengobatan Tradisional Masyarakat Papua

2.1. Kategori Pengobatan Alternatif di Papua

Berdasarkan pemahaman kebudayaan orang papua secara mendalam dapat dianalisis


bagaimana cara-cara pengobatan secara tradisional. Oleh karena itu dapat diklasifikasikan
pengobatan tradisional orang papua kedalam 6 pola pengobatan yaitu :

1. Pola pengobatan jimat


Pola ini dikenal masyarakat didaerah kepala burung terutama masyarakat Meibrat dan
Aifat. Prinsip pengobtan ini menurut Elmberg yaitu menggunakan benda – benda kuat atau
jimat untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit. Jimat adalah segala sesuatu
yang telah diberi kekuatan gaib sering tumbuh-tumbuhan yang yang berbau kuat dan
berwarna tua.

2. Pola pengobatan kesurupan


Pola ini dikenal oleh suku bangsa didaerah sayap burung yaitu daerah telik arguni. Prinsip
pengobatn ini menurut Van Longhem yaitu seorang pengobat sering kemasukan roh/
mahlik halus pada waktu berusaha mengobati orang sakit. Dominasi kekuatan gaib dalam
pengobtan ini sangat kemtara seperti pada pengobtan jimat.

3. Pola pengobatan pengisapan darah


Pola ini dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang aliran sungai Tor didaerah
Sarmi,marind-anim, kimaaan dan Asmat. Prinsip pola pengobatn ini menurut Oosterwal
adalah bahwa penyakit ini terjadi karena darah kotor maka dengan mengisap darah kotor
itu maka penyakit dapat disembuhkan.

4. Pola pengobatan injak


Pola ini dikenal oleh suku bangsa yang tinggal disepanjang sungai Tor didaerah Sarmi.
Prinsip pengobatan inimenurut Oosterwal adalah bahwa penmyakit ini terjadi karena tubuh
kemasukan roh maka dengan menginjak-injak tubuh si sakit dimulai pada kedua tungkai
dilanjut ke tubuh sampai akhirnya kepala maka injakan tersebut akan mengeluarkan roh
jahat dari dalam tubuh.

5. Pola pengobatan pengurutan


Pola ini dikenal oleh suku bangsa yang tinggal didaerah selatan merauke yaitu bangsa
asmat serta selatan kabupaten jayapura yaitu suku bagnsa towe.Prinsip pengobatn ini
menurut van Amelsvoort adalah bahwa penyalit ini terjadi karena tubuh kemasukan roh
maka dengan mengurut seluruh tubuh si sakit akamn keluar roh jahat dari tubuhnya.

6. Pola pengobatan ukup


Dikenal oleh suku bangsa yang tinggal di selatan kabupaten Jayapura berbatasan dengan
kabupaten jayawijaya yaitu suku bangsa towe, ubrub. Prinsip pengobatan ini adalah bahwa
penyakit terjadi karena tubuh kemasukan roh, hilanh keseimbangn tubuh dan juwa, maka
dengan uap hasil dari ramuan daun-daun yang dipanaskan dapat mengeluarkan roh jahat
dan penyebab empiris penyakit.

Dari konsep sehat dan sakit menurut perspektif kebudayaan orang papua ada dua
kategori yang dikemukakan Anderson dan Foster berdasarkan lingkup hidupnya yaitu
kategori pertama, memandang konsep sehat-sakit bersifaat supranatural artinya melihat
sehat-sakit karena adanya gangguan dari suatu kekuatan yang bersifat gaib atau mahluk
halus atau kekuatan gaib yang berasal dari manusaia.

Sedangkan kategori yang kedua adalah rasionalistik yaitu melihat sehat-sakit karena
adanya intervensi dari alam, iklim, air, tanah,Dan lainya serta perilaku masyarakat itu sendiri
seperti hubungan sosial itu sendiri yang kurang baik, kondisi kejiwaan dan lainnya yang
berhubungan dengan perilaku manusia.
2.2. Tanaman Obat Tradisional Masyarakat Papua

2.2.1. Suku Asmat


• Suku Asmat adalah nama dari sebuah suku terbesar dan paling terkenal di antara
sekian banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya, Indonesia.
• Salah satu hal yang membuat suku asmat cukup dikenal adalah hasil ukiran kayu
tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang seringkali digunakan
dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung adalah mengambil tema
nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut mbis. seringkali juga ditemui
ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai
sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam
kematian. Seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam
melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya.
• Orang Asmat menggunakan lendir dari hidung sebagai minyak untuk pengurutan.
Sedangkan pada suku bangsa Towe penyebab penyakit adalah faktor empirik dan
magis. Dengan menggunakan daun-daun yang sudah dipilih, umumnya baunya
menyengat, dipanaskan kemudian diurutkan pada tubuh si sakit.

Salah satu patung hasil seni ukir suku asmat


2.2.2. Suku Dani.
 Suku dani adalah masyarakat tradisional yang tinggal di Lembah Baliem, Jaya Wijaya,
di sekitar Wamena dan Karulu.
 Suatu kelompok masyarakat yang mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
alam lingkungannya, dimana tidak hanya memandang alam sebagai hal yang magis
religius, tetapi juga sebagai sumber yang menguntungkan dan memberi hidup bagi
mereka.
 Pemanfaatan SDA, khususnya tumbuhan, terbatas untuk keperluan hidup mereka
sehari-hari, seperti untuk bahan sandang, pangan, papan/ bangunan, pewarna, obat
tradisional, dll
 Suku dani sangat tertutup dalam memberikan keterangan kepada masyarakat luar.
 Malaria: pepaya (Carica papaya L)
 Sakit perut: holowasi (Euodia elleryana F. v. Muell)

2.2.3. Suku Mooi.


 Suku mooi adalah sekelompok masyarakat yang bermukim di wilayah kepala burung
pulau Irian.
 Jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh suku mooi sebanyak 34 jenis tumbuhan dari
24 suku. Suku Fabaceae (3 jenis), verbenaceae (2 jenis), dan Ranungalaccae (2
jenis).
 Terdapat jenis tumbuhan yang dapat mengatasi lebih dari 1 macam penyakit, misalnya
Laportea Spp. (Fam. Urticaceae). Tumbuhan ini dikenal dengan nama lokal Semelas,
dan nama umumnya daun gatal. Tanaman ini telah umum digunakan sebagai obat.
Daun gatal digunakan untuk mengobati pegal, sakit kepala, sakit gigi dan sakit perut.
Caranya adalah dengan mengambil beberapa lembar daun lalu digosokkan pada
bagian tubuh yang sakit. Efek dari daun tersebut adalah memberikan rasa gatal pada
bagian tubuh yang dikenai daun tersebut.
 Terdapat tumbuhan yang dibuganakan untuk meracuni ikan di kali, yaitu akar bore
(Muuk) Derris elliptica (fam. Papilionaceae) dan kayu nuri (Ilik) Evodia bonwichii (fam.
Rutaceae).
 Untuk mendiagnosa penyakit, digunakan beberapa lembar daun Cordyline terminalia
(Kewin) fam. Liliaceae yang digabungkan dengan Abus (fam. Hydrocharitaceae). Cara
pemanfaatannya adalah dengan menggosokkan daun tersebut ke sekujur badan si
sakit disertai dengan pembacaan mantra oleh dukun. Jenis penyakit yang diderita
akan diketahui langsung oleh dukun segera setelah penggosokan.

Akar bore (Derris elliptica) Cordyline terminalia

2.2.4. Suku Arfak


Masyarakat Arfak sebagai suku asli yang mendiami Kawasan Cagar Alam
Pegunungan Arfak mempunyai pola hidup yang erat kaitannya dengan lingkungan
alam sekitarnya, terutama dalam hal pemanfaatan hasil hutan. Hutan bagi suku Arfak
merupakan tempat untuk memperoleh bahan makanan, obat-obatan, bahan bangunan
(rumah/kandang), dan memiliki nilai mistik. Kehidupan masyarakat suku Arfak
sebagian besar tergantung pada alam sekitarnya. Salah satu bentuk ketergantungan
tersebut adalah pemanfaatan tumbuhan yang berkhasiat obat dan magis. Hal ini
terlihat pada tumbuhan yang mereka ambil dari lingkungan sekitar tempat tinggal atau
hutan, diramu secara alamiah dan digunakan sebagai obat-obatan tradisional dalam
berbagai resep untuk mengobati berbagai jenis penyakit.
Masyarakat suku Arfak biasa menggunakan 59 jenis tumbuhan. Dari ke-59 jenis
tumbuhan tersebut, sebanyak 52 jenis biasa dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat,
sebanyak 5 jenis sebagai pestisida nabati dan 2 jenis sebagai magis. Bagian tumbuhan
yang paling banyak digunakan untuk ke-3 pemanfaatan tersebut adalah daun
sebanyak 40 jenis, kemudian kulit sebanyak 20 jenis, akar sebanyak 8 jenis, umbi/buah
sebanyak 5 jenis. Bagian tumbuhan yang jarang digunakan adalah getah dan bagian
batang, masing-masing sebanyak 4 jenis tumbuhan. Namun demikian ada satu jenis
tumbuhan yang seluruh bagiannya dapat digunakan yaitu Erectites valerianifolia, yang
berguna sebagai pestisida nabati.
Adapun pengambilan tumbuhan obat yang dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu :

1. Dipetik, dilakukan pada tumbuhan yang menggunakan daun, pada pohon yang
tinggi daun diambil dengan cara di panjat.

2. Dipatah, biasanya untuk pengambilan daun disertai tangkai (diambil bersama-


sama), lebih banyak di aplikasikan pada tumbuhan pestisida nabati. Namun secara
umum cara ini jarang dilakukan, karena daun bisa langsung dipetik.

3. Dicabut, cara ini diaplikasikan pada tumbuhan tipe gulma/ mudah dibawa, yaitu
dengan mencabut seluruh bagian tanaman.

4. Dikikis/Dikupas, cara ini biasanya dilakukan pada kulit batang pohon. Tumbuhan
yang dikikis biasanya diambil getahnya, selain getah kambium juga biasa diambil
dengan cara mengupas.

Suku Arfak juga mempunyai cara tersendiri dalam mengolah tanaman obat.
Cara membuat ramuan yang diketahui oleh masyarakat suku Arfak sebagai berikut :

1. Tanpa Diramu (pemanfaatan langsung)

Cara ini merupakan pemanfaatan secara langsung bagian-bagian tumbuhan, tanpa


proses peramuan (tanpa diolah). Bagian tanaman yang diambil di alam baik akar,
daun, batang, dan kulit langsung digunakan untuk mengobati penyakit tertentu.

Sebagai contoh cara ini biasanya di gunakan untuk jenis Nothofagus pullei
sp.Sebagai pestisida alami, yang secara langsung daun maupun batang di
sebarkan di tanah.

2. Ramuan

- Bentuk tunggal, Meramunya dengan cara ditumbuk kemudian diambil getahnya


dan diletakan pada bagian yang sakit stsu diseduh dan langsung diminum.
- Bentuk majemuk (Ada Campuran), Cara ini dilakukan dengan menambahkan
campuran tertentu ke dalam ramuan yang dibuat, dengan harapan akan
memberikan efek penyembuhan yang lebih manjur/berkhasiat tinggi.

Jumlah paling besar adalah pemanfaatan jenis sebagai obat untuk


menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Pengetahuan tentang jenis dan tata cara
penggunannya diketahui secara turun temurun dari generasi ke generasi dan tercatat
sebagai salah satu pengetahuan tradisional. Pemanfaatan jenis tumbuhan sebagai
pestisida nabati, dimanfaatkan di untuk membasmi hama-penyakit tanaman pertanian
mereka. Bau yang dihasilkan dari ramuan yang dibuat sangat menyengat, sehingga
tikus/hama tidak berani untuk mendekati tanaman pertanian mereka. Penggunaan
jenis tumbuhan untuk keperluan magis digunakan sebagai obat swanggi. Berkaitan
dengan hal ini beberapa jenis tumbuhan dapat digunakan untuk menyembuahkan
penyakit, membangkitkan orang yang sudah mati, maupun untuk mempertahankan diri
dari serangan musuh, penggunaan untuk keprluan jahat seperti, membunuh orang dari
jarak jauh.

Khasiat dari tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Arfak sangat
beragam dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik penyakit dalam
maupun penyakit luar, dan ada pula jenis yang dapat mengobati kedua macam
penyakit tersebut. Secara kuantitatif, terdapat 36 jenis tumbuhan yang dapat
digunakan untuk mengobati penyakit dalam seperti, Paspalum conjugatum digunakan
untuk mengobati TBC, Amylotheca digunakan untuk mengobati kanker. Terdapat 13
jenis tumbuhan yang dapat mengobati penyakit luar, Dichroa cyanitis (Mayanji) untuk
mengobati kadas. Terdapat 3 jenis tumbuhan sebagai obat penyakit dalam dan luar,
seperti Medinila pachyhylla (hauera) digunakan untuk mengobati muntaber dan borok.
Di daerah ini Rumput Kebar atau Biophitum petersianum klotzschsebagai obat
penyubur wanita dan kayu Akway atau Drymis anthon sebagai pemulih stamina
tumbuh subur.

Terdapat juga tumbuhan Sesbou yang memiliki bermacam-macam khasiat yang


baik untuk kesehatan kita. Sesuai dengan penjelasannya, Akar atau umbi dari
tanaman ini bisa membunuh cacing yang mendiami perut manusia terutama pada
anak-anak. Sebelum digunakan, tanaman sesbou tersebut perlu dibersihkan terlebih
dahulu dengan air bersih. Setelah itu umbi atau akarnya diambil lalu ditumbuk atau
diparut hingga halus. Jus yang dihasilkan kemudian dicampur dengan air hangat.
Tidak semua extrak Sesbou diminum. Untuk anak-anak, jumlah yang
direkomendasikan hanyalah satu sendok teh. Jumlah itu sudah cukup untuk
membunuh cacing yang mendiami perut mereka. Daun tanaman Sesbou tersebut
digunakan pula oleh masyarakat Suku Arfak untuk mempercepat keluarnya nanah dari
bisul. Cara penggunaannya dengan menutup daerah yang terserang bisul dengan
daun Sesbou. Dalam beberapa hari saja, nanah akan keluar dan luka yang
ditimbulkannya akan cepat mengering.

2.2.5. Masyarakat Kampung Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori.


Nansfori merupakan salah satu Kampung yang terletak di Distrik Supiori Utara
Kabupaten Supiori memiliki sumber daya hayati yang masih alami. Tumbuhan obat
yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kampung Nansfori, diketahui sebanyak 48 jenis
tumbuhan dari 32 famili (tabel 1). Tabel 1 menunjukkan bagaimana pengetahuan
masyarakat Kampung Nansfori dalam memanfaatkan tumbuhan yang berkhasiat obat
untuk mengobati penyakit. Sebagai tanaman obat, masyarakat telah lama mengenal
dan memanfaatkan berbagai keanekaragaman sumber daya alam (SDA) yang berada
di sekitar mereka. Penggunaan tumbuhan dalam pengobatan tradisional cukup
beragam baik dari satu bagian atau lebih bagian tumbuhan. Dari 48 jenis yang didapat,
sebagian besar merupakan tumbuhan introduksi. Tingginya jumlah tumbuhan obat
introduksi juga menunjukkan tingginya interaksi masyarakat Kampung Nansfori
dengan masyarakat luar.
Bagian tumbuhan yang sering digunakan adalah daunnya (52,08%), sedangkan
bagian yang lain jumlahnya lebih sedikit (Tabel 2). Bagian organ tertentu ternyata juga
digunakan dengan kombinasi dengan organ lain dalam satu atau lebih jenis tumbuhan.
Bahkan ditemukan sekitar 11 jenis tumbuhan yang memanfaatkan lebih dari 1 bagian
tumbuhan sebagai obat. Hal ini dapat disebabkan karena bagian daun merupakan
bagian yang sangat mudah dijumpai dan selalu tersedia, pengambilan dan
pemanfaatannya tergolong mudah dan sederhana. Selain itu kemungkinan lain karena
khasiat daun diketahui secara turun temurun lebih banyak dalam segi
penyembuhannya dibandingkan dengan bagian yang lain.
Dalam pengolahan tumbuhan obat, umumnya dilakukan dengan cara yang
cukup sederhana. Beberapa cara pengolahan tumbuhan obat yang sering digunakan
oleh masyarakat Kampung Nansfori yaitu dengan cara direbus secara langsung atau
tanpa diolah dan dengan cara dirauh. Tumbuhan obat yang akan digunakan adalah
tanaman yang diyakini dan telah terbukti berkhasiat untuk mengobati suatu penyakit
tertentu. Masyarakat Kampung Nansfori lebih sering memanfaatkan dan mengolah
tumbuhan obat dengan cara direbus. Hal ini disebabkan karena cara ini paling mudah
dilakukan jika dibandingkan dengan cara pengolahan secara langsung atau dirauh,
karena kedua cara tersebut harus melewati beberapa tahap dalam pengolahannya.
Menurut Simbala (1997) dan Rafra (2007), pengolahan dengan cara direbus juga
merupakan cara yang paling banyak digunakan di beberapa daerah lain di Papua.
2.2.6. Masyarakat di Pulau Mansinam, Kabupaten Manokwari.
Masyarakat di Pulau Mansinam sejak dahulu telah banyak mengetahui dan
memanfaatkan tumbuh-tumbuhan sebagai obat dalam melakukan pencegahan dan
pengobatan terhadap beberapa penyakit yang kerap diderita. Terdapat sebanyak 25 jenis
tumbuhan dari 20 famili yang digunakan oleh masyarakat Pulau Mansinam sebagai bahan
baku obat tradisional (Hamzah, et al., 2003).
Tumbuh-tumbuhan tersebut memiliki khasiat dan kegunaan untuk mengobati manusia.
Ramuan yang digunakan sebagai racun dapat menyebabkan kematian juga dimiliki oleh
masyarakat pulau Mansinam yang pemakaiannya berhubungan dengan magis (supranatural).
Namun hanya diberikan/ diturunkan kepada keluarga laki-laki. Dalam penggunaan ramuan
obat untuk penyakit yang tidak berhubungan dengan medis (Suanggi), tidak dijumpai
pantangan/ larangan dalam penyajiannya.
Cara pengambilan bahan baku yang dilakukan oleh masyarakat pulau Mansinam
terdiri dari beberapa cara, yaitu dengan dipetik, dicabut, dan dikikis. Sedangkan cara
peramuannya dilakukan dengan direbus, ditumbuk, diperas, dipanaskan/ dibakar, dan dikikis/
diparut. Adapun cara pengobatan dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan penyakit luar dan
penyakit dalam. Penyakit luar seperti penyakit kulit, luka bakar, sakit perut, dll yang biasanya
diobati dengan cara dioles, ditempel, atau dengan cara mandi. Sedangkan untuk penyakit
dalam seperti sakit dada, malaria, keracunan, dll dilakukan pengobatan dengan cara
diminum.
Bab 3. Tanaman Obat Papua

3.1. Buah Merah

Buah Merah adalah sejenis buah tradisional dari Papua. Oleh masyarakat Wamena, Papua,
buah ini disebut kuansu. Buah ini banyak terdapat di Jayapura, Manokwari, Nabire,
dan Wamena. Bagi masyarakat di Wamena, Buah Merah disajikan untuk makanan pada
pesta adat bakar batu. Namun, banyak pula yang memanfaatkannya sebagai obat. Secara
tradisional, Buah Merah dari zaman dahulu secara turun temurun sudah dikonsumsi karena
berkhasiat banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti mencegah
penyakit mata, cacingan, kulit, dan meningkatkan stamina.

a. Deskripsi Tanaman
Buah merah termasuk tanaman keluarga pandan-pandanan dengan pohon
menyerupai pandan, namun tinggi tanaman dapat mencapai 16 meter dengan tinggi
batang bebas cabang sendiri setinggi 5-8 m yang diperkokoh akar-akar tunjang pada
batang sebelah bawah. Buah berbentuk lonjong dengan kuncup tertutup daun buah. Buah
Merah sendiri panjang buahnya mencapai 55 cm, diameter 10-15 cm, dan bobot 2-3 kg.
Warnanya saat matang berwarna merah marun terang, walau sebenarnya ada jenis
tanaman ini yang berbuah berwarna coklat dan coklat kekuningan.

Gambar 1. Pohon buah merah Gambar 2. Buah merah

b. Kandungan Senyawa Kimia


Sari Buah Merah banyak mengandung antioksidan
Komposisi gizi:
• Karoten (12.000 ppm)
• Betakaroten (700 ppm)
• Tokoferol (11.000 ppm)
Senyawa aktif:
• Dalam sari buah merah: asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, dekanoat,
Omega 3 dan Omega 9 yang semuanya merupakan senyawa aktif penangkal
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh.
• Dalam minyak buah merah: Asam oleat, asam palmitat, minyak atsiri

c. Penggunaan secara Tradisional


 Meningkatkan daya tahan tubuh, dengan cara mengkonsumsi sari buah merah.
 Adapun penelitian tentang khasiat pengobatan Buah Merah pertama kali dilakukan
oleh peneliti dosen Universitas Cendrawasih (UNCEN) di Jayapura yaitu Drs. I
Made Budi M.S. sebagai ahli gizi dan dosen Universitas Cendrawasih (UNCEN)
sempat mengamati secara seksama kebiasaan masyarakat tradisional di Wamena,
Timika dan desa-desa kawasan pegunungan Jayawijaya yang mengonsumsi Buah
Merah. Pengamatan atas masyarakat lokal berbadan lebih kekar dan berstamina
tinggi, padahal hidup sehari-hari secara asli tradisional yang serba terbatas dan
terbuka dalam berbusana dalam kondisi alam yang keras serta kadang-kadang
bercuaca cukup dingin di ketinggian pegunungan. Keistimewaan fisik penduduk lain
yakni jarang yang terkena penyakit degeneratif seperti: hipertensi, diabetes,
penyakit jantung dan kanker,dll.

d. Aktifitas Farmakologi
1. Ekstrak air P. Conoideues pada dosis 0,21 ml/ 200 gram dapat menghambat
pertumbuhan kanker paru tikus galur Sprague-Dawley yang diinduksi dengan 7,12-
dimetilbenzen(a)antrasen(DMBA) (Mun im et al, 2006).
2. Ekstrak dan fraksi etil asetat buah merah memiliki aktifitas sebagai antioksidan
(Rahman etal, 2010).
3. Minyak buah merah meningkatkan skor klinis dan menghambat ekspresi COX-2
pada model mencit ca. Kolorektal (Khiong, 2012).
4. Fraksi buah merah (5 dan 1 ul/ml) menghambat pertumbuhan kanker cervix secara
in-vitro (kultur sel HeLa) (Ratnawati et al, 2008).
5. Fraksi etil asetat buah merah menginduksi apoptosis sel kanker serviks manusia
(kultur sel CaSki) (Achadiani, 2013).

e. Toksisitas
1. Toksisitas akut
- Uji toksisitas akut ekstrak etanol buah merah: LD50 7,687 g/ kg BB (Ramdhini,
2012).
- Uji toksisitas akut minyak buah merah: LD50 5 ml/ 200 gram tikus Wistar
(Widowati, 2009).
- Uji toksisitas khusus: efek teratogenik: ekstrak buah P. Conoideues var. Yellow
fruit menyebabkan terjadinya lordosis pada embrio tikus Rattus norvegicus pada
dosis 0,16 ml (Muna, 2010).
f. Sediaan yang telah beredar

Sediaan Minyak Buah Merah

3.2. Daun Gatal

Daun gatal yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional dan dipasarkan di pasar
tradisional Manokwari adalah daun dari tanaman perdu famili Urticaceae yang terdiri atas
beberapa spesies. Daun gatal yang umumnya dijual di pasar tradisional Kota Manokwari
berasal dari spesies Laportea decumana (roxb.) chew.

a. Deskripsi tanaman
Terdapat tiga jenis daun gatal berdasarkan tempat tumbuh, di dataran tinggi dan
dataran rendah. Daun gatal yang tumbuh di dataran tinggi daunnya relatif sangat lebar
dan biasanya sensasi rasa gatalnya pun lebih menggigit dibandingkan dengan daun
gatal yang tumbuh di dataran rendah. Daun gatal yang tumbuh di dataran rendah lebih
pendek dan daunnya agak kecil dan memanjang bentuk daunnya.

Gambar 1. Daun gatal yang tumbuh Gambar 2. Daun gatal yang tumbuh di
di dataran rendah dataran tinggi

b. Nama lain atau sinonim:


Laportea indica, Afa ati(suku maybrat), meciwi (suku meyah).

c. Kandungan Senyawa Kimia


Daun gatal mengandung monoridin, tryptophan, histidine, alkaloid, flavonoid, asam formiat
dan antrakinon. Asam semut terkandung di dalam kelenjar duri pada permukaan daun.
Saat duri tersebut mengenai tubuh, asam semut dalam kelenjar itu terlepaskan dan
mempengaruhi terjadinya pelebaran pori – pori tubuh. Pelebaran pori – pori ini merangsang
peredaran darah.
d. Penggunaan tradisional
Daun gatal sebagai pereda nyeri dan penghilang pegal digunakan oleh Suku
Meyah di distrik Masni, Manokwari (Johanis Paulus Kilmaskossu) dan suku Maybrat di
distrik Mare, Sorong (Frengki Hara). Setelah daun gatal ditempelkan ke badan yang
nyeri, pegal dan lelah, timbul rasa gatal sekitar 3 – 4 menit. Tak lama kemudian hilang,
hanya ada bentol–bentol merah seperti terkena ulat bulu dan rasa hangat yang menjalar
di bagian tubuh yang digosok.
Bahkan pada suku Meyah, Daun gatal yang disebut meciwi ini dapat digunakan
dalam proses persalinan sebagai obat penghilang nyeri pada ibu yang akan melahirkan.
Daun gatal ditumbuk halus dan membalurkan pada beberapa bagian tubuh.
Daun gatal sebagai obat sakit kepala digunakan dengan cara membungkuskannya
di kening dan kepala. Daun akan dilepas jika sakit kepala terasa lebih ringan.
Daun gatal spesies Dendronicde Sp dimanfaatkan oleh suku Hatam di Manokwari
sebagai tumbuhan untuk melatih peningkatan penciuman anjing berburu. Batang tengah
daun gatal dipotong menjadi potongan kecil dan memasukannya ke hidung anjing yang
hendak dijadikan anjing berburu, diusahakan hingga anjing tersebut bersin ataupun
hidungnya berdarah. Setelah itu, anjing diciumkan dengan bau daging ataupun buruan
tertentu. Hidung anjing berburu menjadi sangat peka dengan bau mangsa buruan (M.J.
Sadsoeitoeboen)
Daun gatal juga digunakan sebagai medium baca alias ritual magis terkait
kepercayaan lokal.

e. Efek tidak diinginkan


Penggunaan daun gatal yang salah, dapat menimbulkan demam dan merasakan
gatal yang panas dan menyiksa. Penanganannya segera ambil tanah dan gosok ke bagian
tubuh yang terkena daun gatal. Tanah yang diambil jangan terlalu kering ataupun terlalu
basah.

f. Aktifitas farmakologi.
Belum ditemukan jurnal penelitian yang menjelaskan tentang aktifitas farmakologi daun
gatal.
3.3. Kayu Akway

a. Deskripsi tanaman
Kayu akway (Drymis sp) tumbuh di hutan Pegunungan Arfak - Papua, Australia,
Philippina, Afrika dan Amerika Latin, herbal ini sering digunakan oleh masyarakat Papua,
terutama mereka masyarakat Moile yang berdomisili di kampung Anggra dan Smerbei di
pedalaman distrik Miyambouw sebelah Selatan Manokwari (Papua). Tanaman Drymis juga
digunakan oleh suku Arfak, sebagai obat dan afrodisiak.
Drymis tumbuh pada ketinggian 1200 m, 1600 m, 2000 m, 2400 m di atas permukaan
laut. Terfapat 3 jenis Drymis yaitu Drymis winterii. Forst, Drymis piperita. Hook, dan Drymis
beccariana. Gibbs.
b. Kandungan Senyawa Kimia
• Bagian daunnya memiliki kandungan flavonoid sebanyak 0.3680%, saponin sebanyak
0.1220 %, dan tanin sebanyak 10.33 % (Parubak 2007).
• Bagian daunnya memiliki aktivitas bioaktif paling kuat
• Bagian akar dan batangnya juga mengandung flavonoid, saponin, dan tanin.

c. Penggunaan secara Tradisional


Masyarakat papua biasa memanfaatkan kayu akway sebagai penambah stamina (pada
laki-laki) dan pengatur jarak kelahiran (pada wanita).
Cara penggunaan:
• Penggunaan kayu akway dapat dilakukan dengan merebus langsung batangnya atau
bisa juga dengan mengikis kulit batang kemudian dicampur air segelas kemudian
rebus.dosisnya 2 sendok makan diminum seminggu 2 kali.
• Biasanya masyarakat lokal (papua) merebus batangnya dan diminum selagi masih
hangat. Untuk stamina baik diminum sekali dalam 2 hari, tetapi jika untuk
penyembuhan 3 kali 1 hari.

Selain itu, masyarakat papua dalam kehidupan sehari-hari biasa menggunakan kayu
akway ini untuk mengobati sakit pada persendian (reumatik), sebagai obat kulit alami (baik
untuk kudis), KB alami (digunakan untuk mengatur jarak kelahiran) bisa juga untuk
mengurangi nyeri haid, asma, TBC, Bronchitis, Penumonia serta ampuh mengobati
demam yang disebabkan malaria.

d. Aktifitas farmakologi
• Dimanfaatkan sbg afrodisiak (sebagai obat kuat laki-laki) dan kontrasepsi untuk
wanita.
• Bagian kayunya mampu menyembuhkan sakit di persendian serta meningkatkan
vitalitas dan daya tahan tubuh seseorang sehingga dapat berjalan jauh dengan medan
yang cukup menantang (Mayu 2007)
• Bagian daunnya memiliki aktivitas antibakteri sedang sampai kuat (Parubak 2007).
• Bagian kulit kayu dari tanaman akway juga banyak mengandung flavonoid, saponin,
dan tanin (Santoso et al, 2004).
e. Sediaan yang telah beredar

Tabel 3.1. Pemanfaatan Tanaman Obat Papua


No Nama Kandungan Bagian Penggunaan Aktifitas Farmakologi yang telah
Tanaman Senyawa Kimia tanaman Tradisional diteliti
yang
digunakan
1 Buah Merah Komposisi gizi: Buah Meningkatkan 1. Ekstrak air P. Conoideues
(Pandanus • Karoten (12.000 daya tahan pada dosis 0,21 ml/ 200 gram
coroideus Lam) ppm) tubuh dapat menghambat
• Betakaroten (700 pertumbuhan kanker paru
ppm) tikus galur Sprague-Dawley
• Tokoferol (11.000 yang diinduksi dengan 7,12-
ppm) dimetilbenzen(a)antrasen(DM
BA) (Mun im et al, 2006).
Senyawa aktif: 2. Ekstrak dan fraksi etil asetat
• Dalam sari buah buah merah memiliki aktifitas
merah: asam sebagai antioksidan
oleat, asam (Rahman etal, 2010).
linoleat, asam 3. Minyak buah merah
linolenat, dekano meningkatkan skor klinis dan
at, Omega 3 dan menghambat ekspresi COX-2
Omega 9 yang pada model mencit ca.
semuanya Kolorektal (Khiong, 2012).
merupakan 4. Fraksi buah merah (5 dan 1
senyawa aktif ul/ml) menghambat
penangkal pertumbuhan kanker cervix
terbentuknya secara in-vitro (kultur sel
radikal bebas HeLa) (Ratnawati et al,
dalam tubuh. 2008).
• Dalam minyak 5. Fraksi etil asetat buah merah
buah merah: menginduksi apoptosis sel
Asam oleat, kanker serviks manusia
asam palmitat, (kultur sel CaSki) (Achadiani,
minyak atsiri 2013).
2. Daun Gatal monoridin, Daun - Pereda nyeri Belum ditemukan jurnal
tryptophan, dan pegal penelitian tentang aktifitas
histidine, alkaloid, - Mengatasi farmakologi daun gatal.
flavonoid, asam nyeri
formiat dan persalinan
antrakinon. - Mengatasi
sakit kepala
- Medium baca
mantra
3. Kayu akway • Bagian daun Daun - Afrodisiak 1. afrodisiak (sebagai obat kuat
memiliki Batang - Meningkatkan laki-laki)
kandungan Kulit batang stamina 2. kontrasepsi untuk wanita.
flavonoid - Menjarangkan 3. Bagian kayu untuk
sebanyak kelahiran mengatasi sakit di
0.3680%, saponin - Mengatassi persendian serta
sebanyak 0.1220 nyeri haid meningkatkan vitalitas dan
%, dan tanin - Sakit pada daya tahan tubuh seseorang
sebanyak 10.33 % persendian sehingga dapat berjalan jauh
(Parubak 2007). (reumatik) dengan medan yang cukup
•Bagian batang dan - obat kulit menantang (Mayu 2007)
akar juga memiliki alami (baik 4. Bagian daunnya memiliki
kandungan untuk kudis) aktivitas antibakteri sedang
serupa, namun - asma, TBC, sampai kuat (Parubak 2007).
lebih kecil Bronchitis, 5. Bagian kulit kayu dari
Penumonia tanaman akway juga banyak
- demam yang mengandung flavonoid,
disebabkan saponin, dan tanin (Santoso
malaria. et al, 2004).
Daftar Pustaka

1. Argyo Demartoto. 2007. Sosiologi Kesehatan. http://argyo.staff.uns.ac.idfiles/2010/08/


sosiologi-kesehatan1.pdf
2. Ellyn K. Damayanti. 2011. Etnofitomedika. http://ellynk.damayanti.staff.ipb.ac.id/files/
2011/10/ETNOFITOMEDIKA_Nov2011.pdf
3. Fauzi Attamimi. 1997. Pengetahuan masyarakat suku Mooi tentang pemanfaatan
sumber daya nabati di dusun Maibo, desa Aimas, Kabupaten Sorong.
http://www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/attamimi-fauzi/s1.PDF
4. A.E. Dumatubun. 2002. Kebudayaan dan kesehatan orang papua dalam perspektif
antropologi kesehatan. Antropologi Papua (Volume 1. No. 1, Agustus 2002).
http://www.papuaweb.org/uncen/dlib/jr/antropologi/01-01/jurnal.pdf
5. Jullen P.S Cotesea, Mappeaty Nyorong, Indra Fajarwati Ibnu. __. PERILAKU
PENCARIAN PENGOBATAN MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT MALARIA DI
KELURAHAN REMU UTARA, DISTRIK SORONG, KOTA SORONG PAPUA BARAT.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9010/Jurnal%20K11109114.
pdf?sequence=1
6. Dalimarta, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 2. Jakarta : Trubus Agriwidya.
7. Haperi, Robert. 2002. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Oleh Masyarakat Desa Marau
Kecamatan Biak Timur Kabupaten Biak Numfor. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih Jayapura.
8. Kawengian, L. dan B.T. Rumahorbo. 2009. Potensi Vegetasi Non Kayu yang
Dimanfaatkan oleh Masyarakat di Distrik Unurum. Jurnal Biologi Papua. 1(1): 20 – 28.
9. Guay, Kabupaten Jayapura
10. Muller, Kal. 2005. Keragaman Hayati Tanah Papua. Universitas Negeri Papua.
Manokwari.
11. Rafra, T. Y. 2007. Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Kampung Maribu Tua Distrik
Sentani Barat Kabupaten Jayapura. Skripsi. Universitas Cenderawasih. Jayapura.
12. Simbala, H. 1997. Inventarisasi Tumbuhan Obat Pada Masyarakat Suku Heibebulu
dan Suku Moi Kabupaten Jayapura Irian Jaya. Direktorat Pembinaan Penelitan dan
Pengabdian Pada Masyarakat.
13. Siswoyo, P. 2004. Tumbuhan Berkhasiat Obat. Penerbit Absolut. Yogyakarta.
14. Van Steenis. C.G.G.J. 2006. Flora. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
15. Wijayakusuma, H.M.H. 2008. Ramuan Lengkap Herbal Taklukan Penyakit. Jakarta:
Pustaka Bunda.
16. Kusuma, F. R. dan B.M. Zakky. 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. PT. AgroMedia
Pustaka.
17. JANE T. SADA & ROSYE H.R. TANJUNG. Keragaman Tumbuhan Obat Tradisional di
Kampung Nansfori Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori–Papua. JURNAL
BIOLOGI PAPUA, Oktober 2010, Volume 2, Nomor 2: 39-46.
18. Pahra Hamzah, EM Kesaulija, & Yohanes Y. Rahawaren. 2003. Pemanfaatan
tumbuhan obat tradisional masyarakat pulau mansinam kabupaten manokwari.
Beccariana (september, 2003), vol. 5, no. 2: 52-116)
19. Paisey & Elda Kristiani. 2008. Kajian morfologi dan kimia kayu akway (Drymis sp)
sebagai afrodisiak endemik papua. Http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/9076.
20. Mun im, A., Andrajati, R. and Susilowati, H. 2006. Tumorigenesis inhibition of water
extract of red fruit (Pandanus conoideus Lam.) on Sprague-Dawley rat female induced
by 7,12-dimetilbenz(a)antrasen (DMBA). Indonesia Journal of Pharmaceutical Science
3: 153 – 161.
21. LintalMuna, Okid Parama Astirin, Sugiyarto. 2010. Teratogenic test of Pandanus
conoideus var. Yellow fruit extract to development of rat embryo (Rattus norvegicus).
Nusantara Bioscience (vol. 2), No. 3 (126-134)
22. Lucie Widowati, Pudjiastuti, Harfia Mudahar. 2009. Karakteristik dan toksisitas akut
pada minyak buah merah (Pandanus coroideus Lam). Jurnal Kefarmasian Indonesia
(Vol.1), No.1.
23. Achadiani, Sastramihardja, I.B. Akbar, B.S. Hernowo, A. Faried, K. Kuwano. 2013.
Buah Merah (Pandanus coroideus Lam) from Indonesian Herbal medicine induced
apoptosis on human cervical cancer cell lines. Obesity research & clinical practice (Vo.
7), Sup. 1 (31-32).
24. Hana Ratnawati, Wahyu Widowati, Diana K. Jasaputra, Sylvia Soeng. 2008. Cytotoxic
activity of Buah Merah fractions (Pandanus coroideus Lam) towards cervical cancer
cell in HeLa Cells Culture. Proceeding of The International Seminar on Chemistry 2008
(317-329)

Anda mungkin juga menyukai