Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Batubara merupakan salah satu sumber energi primer yang memiliki riwayat pemanfaatan yang sangat panjang. Penyediaan BBM mulai kritis karena cadangannya terbatas sedangkan sumber kayu bakar juga kritis karena luas kawasan hutan (terutama jawa) sudah kurang dari persyaratan ideal. Jadi salah satu sumber energi alternatif adalah batubara. Akhir-akhir ini harga bahan bakar minyak dunia meningkat pesat yang berdampak pada meningkatnya harga jual bahan bakar minyak termasuk Minyak Tanah di Indonesia. Minyak Tanah di Indonesia yang selama ini di subsidi menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai subsidinya meningkat pesat menjadi lebih dari 49 trilun rupiah per tahun dengan penggunaan lebih kurang 10 juta kilo liter per tahun. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut maka pemerintah berusaha mengurangi subsidi yang ada dialihkan menjadi subsidi langsung kepada masyarakat miskin. Namun untuk mengantisipasi kenaikan harga BBM dalam hal ini Minyak Tanah diperlukan bahan bakar alternatif yang murah dan mudah didapat.Briket batubara merupakan salah satu bahan bakar padat alternatif yang terbuat dari batubara, bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah yang mempunyai kelayakan teknis untuk digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga, industri kecil ataupun menengah. Briket juga mempunyai keuntungan ekonomis karena dapat diproduksi secara sederhana, memiliki nilai kalor yang tinggi, dan ketersediaan batubara cukup banyak di Indonesia sehingga dapat bersaing dengan bahan bakar lain.

1.2 Rumusan Masalah Mengoptimalkan pemakaian energi batubara sehingga perlu dikaji sejauh mana pengaruh hubungan ukuran partikel, komposisi briket terhadap kualitas brikaet batubara, serta bentuk briket yang dihasilkan. 1.3 Tujuan Percobaan Tujuan percobaan ini adalah mengkaji pengaruh hubungan ukuran partikel dan komposisi briket terhadap kualitas briket batubara yang dihasilkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Teknik Kimia Institut Teknologi Medan (ITM) dengan menggunakan tungku briket batubara dan bahan bakunya adalah batubara dari kalimantan. Variabel proses : A. Variabel tetap ; a. Temperatur lingkungan, T b. Tekanan lingkungan, P c. Bentuk briket batubara B. Variabel berubah ; a. Ukuran partikel b. Perbandingan komposisi bahan No 1 2 3 4 Batubara (%) Jerami (%) Ampas tebu (%) Molases (%) : 50, 70, 90 mesh : 28 :1
o

atm

: bola, kubus

1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi

Sebagai bahan rujukan untuk penelitianpenelitian selanjutnya di kalangan mahasiswa. 2. Bagi Industri Sebagai bahan masukan untuk memanfaatkan briket batubara dalam penggunaan energi alternatif pengganti BBM. 3. Bagi Pemerintah Sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam optimalisasi produksi briket batubara sebagai energi alternatif pengganti BBM.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batubara Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Proses mengubah tumbuhan menjadi batubara disebut dengan pembatubaraan (coalification). Batubara terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal dari material organik yaitu selulosa, batubara tergolong mineral organik. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut: 5(C6H10O5) ---> C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO ... (2.1) C20H22O4 adalah batubara, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus, atau antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi unsur C akan semakin tinggi seiring dengan tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut. Sedangkan gas-gas yang terbentuk yaitu metan, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas lain yang menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar lapisan batubara. 2.1.1 Komponen-Komponen dalam Batubara Komponen-komponen yang terdapat dalam batubara. A. Air Air dalam batubara dibagi menjadi dua bagian yaitu air bebas (free moisture), air yang terikat secara mekanik dengan batubara dan mempunyai tekanan uap normal dimana kadarnya dipengaruhi oleh pengeringan dan pembasahan selama penambangan, transportasi, penyimpanan, dan lain-lain. Air lembab (moisture in air dried) yaitu air yang terikat secara fisika dalam batubara dan mempunyai tekanan uap di bawah normal. B. Karbon, Hidrogen, dan Oksigen

Karbon, hidrogen, dan oksigen merupakan unsur pertama pembentuk batubara. Dari ketiga unsur ini dapat memberikan gambaran mengenai umur, jenis, dan sifatsifat batubara. C. Nitrogen Kandungan nitrogen dalam batubara umumnya tidak lebih dari 2%. Nitrogen dalam batubara terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada ikatan karbon. D. Sulfur Sulfur dalam batubara terdiri dari sulfur besi dan sering disebut pirit sulfur, sulfur sulfat dalam bentuk kalsium sulfat dan besi sulfat, serta sulfur organik. E. Abu Abu tang terbentuk pada pembakaran batubara berasal dari mineral-mineral yang terikat kuat pada batubara seperti silika, titan, dan oksida alkali. Mineralmineral ini tidak menyublim pada pembakaran di bawah 925C. Abu yang terbentuk ini diharapkan akan keluar sebagai sisa pembakaran batubara tersebut. F. Kalor Pada umumnya logam-logam alkali seperti natrium, kalium, dan litium terikat sebagai garam klorida, sedangkan kadarnya antara 0,3-0,4%. (Setiawan, 2005) 2.1.2 Jenis Batubara Batubara merupakan suatu campuran padatan yang heterogen dan terdapat di alam dalam tingkat (grade) yang berbeda mulai dari lignite, sub-bituminous, bituminous, dan anthrasite. Tabel 2.1 Jenis Batubara No Jenis Nyala (menit) Nilai Kalor (kal/gr) 7.222-7.778 5.100-7.237 4.444-8.333 4.444-6.111 3.056-4.611

1 Antrasit 5-10 2 Semi Antrasit 9-10 3 Bituminus 10-15 4 Sub-bituminus 10-20 5 Lignit 15-20 (sumber: Sukandarrumidi, 1995) Klasifikasi batubara berdasarkan sifat fisiknya. a. Sifat batubara jenis antrasit

Berwarna hitam sangat mengkilat, kompak, nilai kalor sangat tinggi, kandungan karbon sangat tinggi, dan kandungan sulfur sangat tinggi. b. Sifat batubara jenis semi antrasit Berwarna hitam mengkilat, kompak, nilai kalor tinggi, kandungan karbon tinggi, dan kandungan sulfur tinggi. c. Sifat batubara jenis bituminus Berwarna hitam mengkilat, kurang kompak, nilai kalor tinggi, kandungan karbon relatif tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, dan kandungan sulfur sedikit. d. Sifat batubara jenis lignit Berwarna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi, dan kandungan sulfur juga tinggi. 2.2 Briket Batubara Briket batubara adalah bahan bakar padat yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran seperti jerami, ampas tebu, dan molases. Briket Batubara mampu menggantikan sebagian dari kegunaan Minyak tanah seperti untuk pengolahan makanan, pengeringan, pembakaran, dan pemanasan. Bahan baku utama briket batubara adalah batubara yang sumbernya berlimpah di Indonesia dan mempunyai cadangan untuk selama lebih kurang 150 tahun. Teknologi pembuatan briket tidaklah terlalu rumit dan dapat dikembangkan oleh masyarakat maupun pihak swasta dalam waktu singkat. Briket batubara dipilih oleh masyarakat sebagai bahan bakar alternatif karena dilihat dari segi keunggulannya. Adapun keunggulan briket batubara adalah: a. lebih murah; b. nilai kalor yang tinggi dan kontinyu sehingga sangat baik untuk pembakaran yang lama; c. tidak beresiko meledak/terbakar; d. tidak mengeluarkan suara bising serta tidak berjelaga; e. sumber batubara melimpah. Briket batubara memiliki keterbatasan yaitu waktu penyalaan awal memakan waktu 5 10 menit dan diperlukan sedikit penyiraman minyak tanah sebagai

penyalaan awal, briket batubara hanya efisien jika digunakan untuk jangka waktu di atas 2 jam. Tabel 2.2 Perbandingan Pemakaian Minyak Tanah dengan Briket (Nilai Ekonomi) No 1 2 3 4 Penggunaan Rumah tangga 3 ltr/hari Warung makan 10 ltr/hari Industri kecil 25 ltr/hari Industri menengah 1000 ltr/hari Minyak Tanah Rp 9000/hari Rp 30.000/hari Rp 75.000/hari Rp 2.000.000/hari Briket Rp 5400/hari Rp 18000/hari Rp 45000/hari Rp1.502.450/hari Penghematan Rp 3600/hari Rp 3600/hari Rp 3600/hari Rp 3600/hari

(sumber ; pt. ba, bppt) Tabel 2.3 Perbandingan antara Minyak Tanah dan Briket No 1 2 3 Parameter Nilai kalor Ekivalen Biaya Minyak Tanah 9000 kkal/ltr 1 ltr Rp 2.800 Briket 5.400 kkal/kg 1,60 kg Rp 1.300

(sumber ; pt. ba, bppt)

2.2.1

Proses Pembuatan Briket Batubara Jenis proses pembuatan briket batubara dapat dibagi menjadi 2, yaitu: jenis

berkarbonisasi dan jenis non karbonisasi. A. Karbonisasi (super) Jenis ini mengalami terlebih dahulu proses dikarbonisasi sebelum menjadi Briket. Dengan proses karbonisasi zat-zat terbang yang terkandung dalam briket batubara tersebut diturunkan serendah mungkin sehingga produk akhirnya tidak berbau dan berasap, namun biaya produksi menjadi meningkat karena pada batubara tersebut terjadi rendemen sebesar 50%. Briket ini cocok untuk digunakan untuk keperluan rumah tangga serta lebih aman dalam penggunaannya. Pembuatan briket batubara berkarbonisasi dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Flow chart pembuatan briket batubara berkarbonisasi (super) B. Non Karbonisasi (biasa) Jenis yang ini tidak mengalamai dikarbonisasi sebelum diproses menjadi briket dan harganya pun lebih murah. Karena zat terbangnya masih terkandung dalam briket batubara maka pada penggunaannya lebih baik menggunakan tungku (bukan kompor) sehingga akan menghasilkan pembakaran yang sempurna dimana seluruh zat terbang yang muncul dari briket akan habis terbakar oleh lidah api dipermukaan tungku. Briket ini umumnya digunakan untuk industri kecil. Pembuatan briket batubara berkarbonisasi dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini.

Gambar 2.2 Flow chart pembuatan briket batubara non karbonisasi (biasa) Produsen terbesar briket batubara di Indonesia saat ini adalah PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero), atau PT. BA yang mempunyai 3 pabrik yaitu di Tanjung Enim Sumatera Selatan, Bandar Lampung dan Gresik Jawa Timur dengan kapasitas terpasang 115.000 ton per tahun. Disamping PT. BA terdapat beberpa perusahaan swasta lain yang meproduksi Briket Batubara namun jumlahnya jauh lebih kecil dibanding PT. BA dan belum berproduksi secara kontinyu. Kenaikan BBM khususnya minyak tanah dan solar, tentunya penggunaan briket batubara oleh kalangan rumah tangga maupun industri kecil/menengah akan lebih ekonomis dan menguntungkan, namun demikian kemampuan produksi dari PT. BA. masih sangat kecil, untuk mengatasi kekurangan tersebut diharapkan partisipasi serta keikutsertaan pihak swasta untuk memproduksi dan mensosialisasikan penggunaan briket batubara disetiap daerah. (K.D Maison, 2006)

10

Tabel 2.4 Standart Bahan Baku Briket Batubara No Jenis Bahan Baku Kadar Abu (% Berat) 1 Terkarbonisasi <5 Nilai kalor (Kkl/kg) > 3500 Total Sulfur (% Berat) <1 Keterangan

Karbonisasi akan menaikkan nilai kalor dan abu Penambahan binder akan menaikkan abu dan menurunkan nilai kalor

Tanpa Karbonisasi

< 10

> 5100

<1

(sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2006) Tabel 2.5 Standart Kualitas Briket Batubara No Jenis Briket Batubara Briket batubara terkarbonisasi Jenis batubara muda Briket batubara terkarbonisasi Jenis batubara bukan batubara muda Briket batubara tanpa karbonisasi Tipe telur Briket batubara tanpa karbonisasi Tipe sarang tawon Briket biobatubara Air Lembab (%) Maks 20 Zat Terbang (%) Maks 15 Nilai Total Kalor Sulfur (Kkal/kg) (%) Min 4000 Maks 1 Beban Pecah (kg/cm2) Min 60

Maks 7,5

Maks 15

Min 5500

Maks 1

Min 60

Sesuai batubara asal 4 Maks 12 Sesuai batubara asal 5 Maks 15 Sesuai dengan bahan baku (sumber: Badan Standarisasi Nasional, 1998)

Maks 12

Min 4400 Min 4400 Min 4400

Maks 1 Maks 1 Maks 1

Min 65 Min 10 Min 65

Spesifikasi briket batubara terkarbonisasi mengacu pada SNI 13-4931-1998.

11

2.2.2 Pemilihan Metode Proses Salah satu masalah dalam pengembangan industri briket di Indonesia adalah perlunya karbonisasi dalam proses pembuatannya. Hal ini terutama karena batubara yang digunakan termasuk dalam peringkat (rank) rendah dengan kadar zat terbang rata-rata diatas 35%, sehingga dalam pembakarannya menimbulkan asap dan bau. Sedangkan di Korea, Cina, dan Vietnam batubara yang digunakan untuk briket adalah dari jenis antrasit sehingga tidak perlu dilakukan proses karbonisasi karena kadar zat terbangnya rata-rata dibawah 15%. Proses yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan proses non karbonisasi. Briket batubara non karbonisasi memungkinkan untuk digunakan atau dibakar tanpa menimbulkan asap atau bau dengan bahan baku batubara semi antrasit dan bahan pembantu seperti jerami, ampas tebu, serta molases. 2.2.3 Komposisi Briket Batubara Proses pembriketan batubara dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengolahan batubara, dimana briket yang dihasilkan mempunyai bentuk, ukuran fisik, sifat kimia tertentu dengan menggunakan teknik yang tepat. A. Batubara Briket batubara dapat dibuat dari bermacam-macam rank batubara, tergantung pada jenis batubara yang ada, misalnya: lignite, sub-bituminous, bituminous, semi antrasit dan anthrasite. Kualitas briket batubara dapat dipengaruhi oleh kualitas batubara yang digunakan. Batubara yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung mengeluarkan asap hitam dan berbau tidak sedap. Batubara yang digunakan pada penelitian ini adalah batubara jenis semi antrasit. B. Jerami Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang mempunyai potensi yag cukup besar sebagai sumber bahan bakar. Ketersediaan limbah ini biasanya pada saat musim kering dimana persediaan hijauan telah berkurang baik kualitas maupun kuantitasnya. C. Ampas Tebu Ampas tebu merupakan Iimbah pabrik gula yang banyak ditemukan di berbagai daerah seperti Medan, Jakarta, dan kota-kota lainnya dan sangat mengganggu apabila

12

tidak dimanfaatkan. Saat ini belum banyak peternak menggunakan ampas tebu tersebut untuk bahan pakan ternak, hal ini mungkin karena ampas tebu memiliki serat kasar dengan kandungan lignin sangat tinggi ( 19.7%) dengan kadar protein kasar rendah (28%). Namun limbah ini sangat potensi sebagai bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatn briket. D. Tetes (Molasses) Molases diperoleh dari proses kristalisasi larutan tebu yang tidak dapat menghasilkan gula lagi. Molases merupakan larutan kental berwarna coklat kehitaman yang dapat digunakan sebagai bahan perekat untuk batubara dan bahan campurannya. Pemilihan perekat berdasarkan pada: a. perekat harus memiliki daya adhesi yang baik bila dicampur dengan semikokas; b. perekat harus mudah didapat dalam jumlah banyak dan harganya murah; c. perekat tidak boleh beracun dan berbahaya. (Subroto, 2006) 2.2.4 Bentuk-Bentuk Briket Batubara Berikut ini gambar yang menunjukkan bentuk dari ketiga briket batubara.

Gambar 2.3 Bentuk Briket Batubara

13

Keterangan: a. Bentuk seperti telur b. Bentuk kubus c. Bentuk silinder : sebesar telur ayam : 12,5 x 12,5 x 5 cm : 7 cm (tinggi) x 12 cm garis tengah

Briket bentuk telur cocok untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan, sedangkan bentuk kubus dan silinder digunakan untuk kalangan industri kecil/menengah. (K.D Maison, 2006) 2.2.5 Tungku Briket Batubara Penggunaan briket batubara harus dibarengi serta disiapkan kompor atau tungku, jenis dan ukuran harus disesuaikan dengan kebutuhan. Pada prinsipnya tungku terdiri atas 2 jenis. A. Tungku Portabel, umumnya memuat briket antara 1 s/d 8 kg serta dapat dipindahpindahkan. Jenis ini digunakan untuk keperluan rumah tangga atau rumah makan. B. Tungku Permanen, memuat lebih dari 8 kg briket dibuat secara permanen. Jenis ini dipergunakan untuk industri kecil/menengah. Persyaratan tungku harus memiliki: a. ada ruang bakar untuk briket b. adanya aliran udara (oksigen) dari lubang bawah menuju lubang atas dengan melewati ruang bakar briket yang terdiri dari aliran udara primer dan sekunder c. ada ruang untuk menampung abu briket yang terletak di bawah ruang bakar briket.

Tungku Rumah Tangga (Portabel)

Tungku Industri Kecil/Menengah (Portabel)

Tungku Industri Kecil/Menengah (Permanen)

Gambar 2.4 Tungku Briket

14

Rancangan tungku pada dasarnya dibuat untuk mencapai efisiensi pembakaran yang tinggi. Jenis tungku sangat bergantung pada sektor penggunaannya. Tungku untuk industri ukurannya lebih besar dari pada tungku rumah tangga. Rata-rata tungku untuk industri memiliki kapasitas briket batubara 5-10 kg, sedangkan untuk rumah tangga hanya 1-2 kg. Jenis tungku yang sudah banyak di pasaran saat ini terbuat dari bahan tembikar (tanah liat), selain murah juga sudah terbukti keandalannya, terutama dalam menekan laju emisi. Jenis tungku ini dilengkapi dengan penutup untuk memperoleh suhu yang sesuai dengan kebutuhan oroduksi, tungku untuk industri biasanya dilengkapi dengan blower. Kinerja (performance) dalah karakteristik pembakaran yang ditentukan oleh faktor waktu, suhu, dan kualitas udara. Pembakaran briket batubara dipengaruhi oleh jumlah briket batubara yang dibakar dan jenis tungku yang digunakan. (K.D Maison, 2006) 2.2.6 Dampak Lingkungan Pembakar Briket Nilai strategis dan ekonomis pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar sering terkendala oleh dampak lingkungan yang berasal dari emisi dan sisa pembakaran, yang langsung maupun tidak langsung berpengaruh kepada kesehatan manusia. Selain itu, pembakaran batubara dengan jumlah yang sangat banyak akan mempengaruhi kondisi lingkungan, antara lain berupa gas rumah kaca seperti CO 2 dan lain-lain. Secara umum polutan yang timbul akibat pembakaran batubara antara lain partikel halus, belerang, NOx, dan trace element (seperti flourin, selenium, dan arsen) serta bahan-bahan organik yang tidak terbakar secara sempurna. Unsur-unsur ini terbentuk pada saat pembentukan sebagai proses alam. Dengan demikian sederhana untuk mendapatkan kondisi pembakaran yang bersih, semua zat pengotor tersebut harus ditiadakan paling tidak dicegah agar tidak merebak menjadi polutan yang teremisikan. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lingkungan akibat dari pembakaran briket batubara.

15

A. Jenis bahan baku (batubara) Jenis bahan baku dan bahan pembantu yang digunakan harus menggunakan bahan yang bersih dari polutan. Semakin baik bahan yang digunakan, semakin sedikit emisi yang ditimbulkan. Emisi berbahaya, seperti gas SOx dan NOx pada dasarnya ditimbulkan dari batubara yang memiliki kadar pengotor yang tinggi. Bahan pengikat yang berasal dari lempung yang tidak mengandung zat-zat yang berbahaya, B. Tungku Tungku yang digunakan hendaknya mampu memfasilitasi pembakaran yang sempurna, artinya dapat menyeimbangkan aliran udara (oksigen) dengan baik. Tungku dengan penutup pengurang emisi yang dikembangkan oleh tekMIRA ternyata sangat membantu mengurangi emisi secara signifikan. C. Ruangan (dapur) tempat memasak Ruangan tempat memasak hendaknya memiliki ventilasi yang baik, artinya udara segar dapat bersirkulasi dengan cepat. Kondisi ini akan sangat membantu menghindari dampak langsung dari polusi kepada kesehatan pemasak. Dengan memperhatikan ketiga faktor diatas, secara teoritis dapat dihindari berbagai dampak negatif atas penggunaan briket batubara dari pengukuran emisi (SOx, NOx, dan CO) yang dilakukan tekMIRA, diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan briket batubara secara umum masih aman dengan kadar emisi masih jauh dibawah ambang batas yang diperkenankan oleh kementrian lingkungan hidup. Pembakaran briket batubara pada menit pertama diawali pembakaran biasa yang memiliki kadar CO yang mencapai 1000 ppm, SOx 250 ppm dan NOx mencapai 100 ppm. Selang 10 menit kemudian terutama jika pembakaran sempurna emisi ini boleh dikatakan sudah tidak terdeteksi. Kondisi yang terbaik jika menggunakan tungku dengan penutup pengurang emisi (PPE) dan dapur mempunyai ventilasi yang baik.

16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian mengenai briket batubara ini yaitu mencari titik optimalisasi briket batubara sebagai energi alternatif dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Medan (ITM) Jalan Gedung Arca No. 52 Medan Sumatera Utara. Analisis untuk menentukan kualitas briket batubara dilakukan di Laboratorium yang memiliki instrument analisis tersebut (ditentukan kemudian). 3.2 Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode non karbonisasi, dimana sample briket yang telah divariasikan ukuran partikel dan komposisi penyusun bahan yang berbeda diuji terhadap variable waktu pembakaran, temperatur pembakaran, waktu nyala, kadar air, kadar abu, dan nilai kalor. 3.3 Populasi Bahan baku (batubara) penelitian diperoleh dari PT. MUSIM MAS MedanIndonesia yang berasal dari pertambangan Kalimantan Timur. Bahan campuran yang lain yaitu jerami berasal dari area persawahan yang terletak di Desa Percut Sei Tuan, ampas tebu berasal dari area tanaman warga yang terletak di Deli Tua, dan molasis berasal dari pabrik gula Kwalamadu yang berada di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. 3.4 Teknik Pengumpulan Data Data diperoleh dengan melakukan pengamatan secara langsung dalam penelitian di Laboratorium, dimana data yang diperlukan adalah waktu pembakaran, temperature pembakaran, waktu nyala, kadar air, kadar abu, dan nilai kalor.

17

3.5 Rancangan Penelitian 3.5.1 Studi Literatur Secara teoritis peneliti mempelajari hal-hal yang bersangkutan mengenai briket batubara khususnya yang berhubungan dengan penelitian ini, hal itu diperoleh dari: 1. Bambang Setiawan, Artikel Kebijakan Umum Pemanfaatan Batubara dan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara , Jakarta, 2005 Membahas tentang pengolahan sumber daya batubara dan ketersediaan batubara yang berlimpah di Sumatera dan Kalimantan serta standart bahan baku briket batubara. 2. http://www.Berita@Iptek.com, Iptek Indonesia Bidang Energi dan Sumber Daya Alam, Jakarta, 2005 Artikel tentang briket batubara sebagai pengganti minyak tanah yang paling murah yang dikembangkan dengan teknologi dan peralatan yang relatif sederhana. 3. http://www.Kompas.com, Artikel Kementrian Negara Riset dan Teknologi, Jakarta, 2007 Membahas tentang bentuk-bentuk briket batubara dan jenis tungku briket batubara yang digunakan bergantung pada sektor penggunaannya serta dampak lingkungan pembakaran briket batubara. 4. http://www.Indeni.org, Maison KD. Briket Batubara Sebagai alternatif Pengganti Minyak Tanah, 2006 Membahas tentang briket batubara sebagai bahan bakar alternatif yang dibuat dengan komposisi dan jenis briket yang berbeda-beda. 5. Sobroto, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara, Ampas Tebu, dan Jerami, Surakarta, 2006 Penelitian Subroto tentang komposisi pembuatan briket batubara dari campuran batubara dan biomassa (ampas tebu dan jerami) dengan perbandingan 10%:90%,:33,3%:66,6% dan 50%:50%. 6. Maydin Sipayung, Industri Briket Batubara Nasional, Bandung, 2005 Membahas tentang bentuk briket batubara yaitu silinder, kubus, dan telur.

18

Berdasarkan studi literatur di atas dapat dilakukan penelitian dengan menguji atau mengkaji beberapa variabel (ukuran partikel dan komposisi bahan) terhadap nilai kalor. 3.5.2 Penyiapan Bahan Bahan bahan yang harus dipersiapkan dalam penelitian ini yaitu: a. Menyiapkan batubara yang telah di ayak dengan ukuran 40 mesh dan 60 mesh sebagai bahan baku b. Menyiapkan ampas tebu, jerami, dan molasis sebagai bahan perekat 3.5.3 Variabel dan Kondisi Proses Variabel dan kondisi proses yang di gunakan adalah: A. Variabel tetap ; a. Temperatur lingkungan, T b. Tekanan lingkungan, P c. Bentuk briket batubara B. Variabel berubah ; a. Ukuran partikel b. Perbandingan komposisi bahan Batubara Jerami Ampas tebu Molases : 67%; 75%; 75%; 67% : 5%; 5%; 3,3%; 3,3% : 5%; 3,3%; 6,7%; 5% : 23%; 16,7%; 15%; 24,7% : 40 dan 60 mesh : : 28 oC : 1 atm : silinder

3.5.4 Parameter Analisa Parameter analisa yang di kerjakan adalah: a. Waktu pembakaran, t (jam) b. Kadar air (%) c. Kadar abu (%) d.Temperatur pembakaran, T (0C) e. Waktu nyala, t (jam) f. Nilai kalor (kal/gr)

19

Tabel 3.1 Parameter Analisa Variabel Proses Waktu Pembakara n (menit) S1M1B1 S1M2B1 S1M3B1 S1M4B1 S2M1B1 S2M2B1 S2M3B1 S2M4B1 dimana: S1 = Ukuran 40 mesh S2 = Ukuran 60 mesh M1 = Komposisi bahan 1 M2 = Komposisi bahan 2 M3 = Komposisi bahan 3 M4 = Komposisi bahan 4 B1 = Bentuk briket silinder 3.6 Tahap Pelaksanaan Penelitian 3.6.1 Bahan Penelitian Bahan bahan yang digunakan dalam pembuatan briket batubara adalah: a. Batubara b. Ampas tebu c. Jerami d. Bahan perekat molases Parameter Analisa Temperatur Waktu Kadar Pembakara n (0C) Nyala (menit) Air (%) Kadar Abu (%) Nilai Kalor (kal/gr)

3.6.2 Alat Penelitian Peralatan yang digunakan dalam pembuatan briket batubara ini adalah: a. Tungku pembakaran

20

Fungsinya : alat untuk pembakaran briket batubara b. Ayakan (40 dan 60 mesh) Fungsinya : alat untuk menghomogenkan ukuran partikel batubara c. Neraca analitik Fungsinya : alat untuk menimbang berat partikel batubara d. Termokopel Fungsinya : alat untuk mengukur temperatur saat pembakaran briket e. Furnace Fungsinya : alat untuk menentukan kadar abu f. Alat press hidrolitik manual Fungsinya : alat untuk mencetak briket batubara g. Rod mill Fungsinya : alat untuk menghaluskan ampas tebu dan jerami h. Oven Fungsinya : alat untuk menentukan kadar air 3.6.3 Rangkaian Alat Penelitian

Gambar 3.1 Alat percobaan uji kadar abu

21

Gambar 3.2 Alat press hidrolik manual 3.6.4 Prosedur Penelitian Prosedur yang dilakukan dalam pembuatan briket batubara ini adalah: A. Penyiapan Bahan Baku Batubara Sampel batubara yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari pertambangan yang ada di Indonesia. Batubara ini kemudian dihaluskan dan diayak dengan ukuran ayak 40 dan 60 mesh. B. Pengolahan Briket Batubara a. Batubara yang telah diayak menurut mesh masing-masing dicampurkan dengan jerami, ampas tebu, dan molasis dengan perbandingan komposisi bahan: 67%:5%:5%:23%; 75%:5%:3,3%:16,7%; 75%:3,3%:6,7%:15%; 67%:3,3%:5%: 24,7%. b. Bahan baku yang telah tercampur rata dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder. c. Kemudian melakukan pengepresan dengan menggunakan alat press hidrolik manual. d. Setelah itu mengeluarkan briket dari cetakan dan mengeringkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung selama 3 hari.

3.6.5 Prosedur Analisa

22

Percobaan analisa yang dilakukan dalam penelitian adalah: A. Proses Pembakaran Selama proses pembakaran berlangsung,mengukur temperatur pembakaran yang di hasilkan briket. Kondisi operasinya adalah pada temperatur 280C dan tekanan 1 atm.

B. Proses Finishing Briket batubara yang telah dibakar kemudian diperlakukan dengan beberapa pengujian untuk mendapat kondisi optimum yaitu : lamanya waktu pembakaran, lamanya waktu nyala, temperatur pembakaran, uji kadar air, uji kadar abu, dan nilai kalor.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

23

Berdasarkan hasil penelitian pengaruh ukuran partikel dan komposisi briket batubara terhadap nilai kalor, maka diperoleh data hasil pembakaran briket batubara dan hasil analisa briket batubara adalah seperti berikut ini. 4.1 Hasil 4.1.1 Berat Briket yang Diperoleh Setelah Proses Pembakaran Tabel 4.1 Data hasil pembakaran briket batubara ukuran 40 mesh No Komposisi Bahan 1 2 3 4 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7 % 75%:3,3%:6,7%:15 % 67%:3,3%:5%:24,7 % Tabel 4.2 Data hasil pembakaran briket batubara ukuran 60 mesh No Komposisi Bahan 1 2 3 4 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7 % 75%:3,3%:6,7%:15 % 67%:3,3%:5%:24,7 Berat Briket Batubara (gram) Sebelum Setelah Pembakaran 30 30 30 30 Pembakaran 5,4203 6,0347 5,6835 5,1269 Berat Briket Batubara (gram) Sebelum Setelah Pembakaran 30 30 30 30 Pembakaran 5,2412 6,3387 5,7645 4,9876

% Ketetangan : Perbandingan komposisi bahan yaitu batubara : jerami : ampas tebu : molasis

4.1.2 Hasil Analisa Briket Batubara

24

Tabel 4.3 Data hasil analisa briket batubara Variabel Proses S1M1B1 S1M2B1 S1M3B1 S1M4B1 S2M1B1 S2M2B1 S2M3B1 S2M4B1 Waktu Pembakaran (menit) 146 195 226 153 130 137 150 128 Parameter Analisa Temperatur Waktu Kadar Pembakara n (oC) 210 280 300 225 200 225 230 210 Nyala (menit) 8 10 13 9 10 15 17 14 Air (%) 10,813 2 11,232 9 11,342 9 8,0047 9,5896 10,339 5 11,667 9 9,1701 Kadar Abu (%) 6,7122 7,5511 8,5633 6,3476 7,5562 8,7244 8,8431 7,2612 Nilai Kalor (kal/gr) 6502,378 7029,598 7908,298 6853,858 5447,939 5975,159 6150,899 5623,679

No. 1 2 3 4 5 6 7 8

25

4.2 Pembahasan 4.2.1 Pembuatan Briket Batubara Batubara yang digunakan sebagai sampel pada pembuatan briket batubara diperoleh dari PT. MUSIM MAS, Medan Indonesia yang berasal dari pertambangan batubara di Kalimantan. Keadaan batubara sebelum dibuat menjadi briket masih dalam keadaan berbentuk bongkahan, maka batubara dihaluskan terlebih dahulu, kemudian diayak dengan ukuran ayak 40 dan 60 mesh. Batubara yang telah diayak dicampur dengan bahan lain (jerami dan ampas tebu) dan menggunakan molasis sebagai bahan pengikat dengan perbandingan komposisi bahan 67%:5%:5%:23%; 75%:5%:3,3%:16,7%; 75%:3,3%:6,7%:15%; 67%:3,3%:5%:24,7%. Bahan-bahan yang telah dicampur tersebut dicetak berbentuk silinder dengan menggunakan alat press hidrolik manual yang telah dirancang seperti pada gambar 3.1. Briket batubara yang berbentuk silinder dengan perbandingan komposisi dikarakterisasi dengan uji kadar air, kadar abu, waktu pembakaran, waktu nyala, temperatur pembakaran, dan uji nilai kalor pembakaran. Selanjutnya disesuaikan dengan standart mutu briket batubara berdasarkan Direktorat Pembinaan Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departement Energi dan Sumber Daya Mineral (22 Maret 2006) dan SNI 13 4931 1998 dari Badan Standarisasi Nasional. 4.2.2 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Waktu Pembakaran Grafik di bawah ini diperoleh dengan memplot waktu pembakaran (menit) terhadap komposisi bahan (%).
Waktu Pembakaran 250 (menit) 200 150 100 50 0 0 1 2 3 4 5 N Sampel K o. omposisi B ahan (% )
60 m esh 40 m esh

Gambar 4.1 Grafik Hubungan antara Komposis Bahan (% i ) terhadap Waktu Pembakaran (menit)

26

Gambar 4.1 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap waktu pembakaran (menit) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi waktu pembakaran. Untuk ukuran 40 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% lama waktu pembakaran 146 menit, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu pembakaran 195 menit, pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% lama waktu pembakaran 226 menit, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% lama waktu pembakaran 153 menit. Sedangkan untuk ukuran 60 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% lama waktu pembakaran 130 menit, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu pembakaran 137 menit, pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% lama waktu pembakaran 150 menit, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% lama waktu pembakaran 128 menit. Sehingga dapat dilihat dari grafik waktu pembakaran optimum berada pada komposisi bahan No.3 untuk ukuran 40 mesh dan 60 mesh dengan perbandingan komposisi batubara (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%). Hal ini disebabkan oleh komposisi batubara yang digunakan lebih banyak dari pada komposisi yang lain sehingga membutuhkan waktu pembakaran yang lebih lama dimana batubara merupakan bahan yang memerlukan temperatur yang tinggi untuk terjadinya proses pembakaran. Berdasarkan grafik di atas, waktu pembakaran pada ukuran 40 mesh lebih besar dari pada ukuran 60 mesh. Hal ini disebabkan karena luas permukaan pada ukuran 40 mesh lebih besar dari pada ukuran 60 mesh sehingga menyebabkan mudahnya terjadi pembakaran pada briket dan waktu berlangsungnya pembakaran lebih lama serta nilai kalor yang dihasilkan pun lebih besar. 4.2.3 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Temperatur Pembakaran Grafik di bawah ini diperoleh dengan memplot temperatur pembakaran ( 0C) terhadap komposisi bahan (%).

27

350 300 250 200 150 100 50 0 0 1 2 3 4 5 No. Sam pel Kom posisi Bahan (%)

Temperatur Pembakaran ('C)

40 mesh 60 mesh

Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara Komposisi Bahan (%) terhadap Temperatur Pembakaran ('C)

Gambar 4.2 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap temperatur pembakaran (0C) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi temperatur pembakaran. Untuk ukuran 40 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% mencapai temperatur pembakaran sebesar 2100C, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% mencapai temperatur pembakaran sebesar 280 0C, pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% mencapai temperatur pembakaran sebesar 300
0

C, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7%

mencapai temperatur pembakaran sebesar 225 0C. Sedangkan untuk ukuran 60 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% mencapai temperatur pembakaran sebesar 200 0C, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% mencapai temperatur pembakaran sebesar 225
0

C, pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15%

mencapai temperatur pembakaran sebesar 230 0C, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% mencapai temperatur pembakaran sebesar 210 0C. Sehingga dapat dilihat dari grafik temperatur pembakaran optimum berada pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan komposisi batubara (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu sebesar 300 0C untuk ukuran 40 mesh dan 230 0C untuk ukuran 60 mesh. Hal ini disebabkan oleh komposisi batubara yang digunakan lebih banyak dari pada komposisi yang lain sehingga membutuhkan temperatur pembakaran yang tinggi. Berdasarkan grafik di atas, temperatur pembakaran pada ukuran 40 mesh lebih besar dari pada ukuran 60 mesh. Hal ini disebabkan karena luas permukaan pada 40 mesh lebih besar dari pada ukuran 60 mesh sehingga menyebabkan mudahnya terjadi

28

pembakaran pada briket dan waktu berlangsungnya pembakaran lebih lama serta temperatur pembakarannya pun lebih tinggi. Dengan demikian ukuran partikel mempengaruhi niali kalor dimana semakin besar ukuran partikelnya maka nilai kalornya akan semakin besar. 4.2.4 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Waktu Nyala Grafik di bawah ini diperoleh dengan memplot waktu nyala (menit) terhadap komposisi bahan (%).
Waktu Nyala (menit) 30 25 20 15 10 5 0 0 1 2 3 4 5 No. Sam pel Kom posisi Bahan (%)
40 mesh 60 mesh

Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Komposisi Bahan (%) terhadap Waktu Nyala (menit)

Gambar 4.3 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap waktu nyala (menit) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi waktu nyala. Untuk ukuran 40 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% lama waktu nyala 8 menit, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu nyala 10 menit , pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% lama waktu nyala 13 menit, dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% lama waktu nyala 9 menit. Sedangkan untuk ukuran 60 mesh pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% lama waktu nyala 10 menit, pada komposisi bahan No.2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% lama waktu nyala 15 menit, pada komposisi bahan No.3 dengan perbandingan75%:3,3%:6,7%:15% lama waktu nyala 17 menit dan pada komposisi bahan No.4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% lama waktu nyala 14 menit. Sehingga dapat dilihat dari grafik waktu nyala optimum berada pada komposisi bahan No.1 dengan perbandingan komposisi batubara (67%), jerami (5%), ampas tebu (5%), dan molasis (23%) yaitu

29

selama 8 menit untuk ukuran 40 mesh dan 10 menit untuk ukuran 60 mesh. Hal ini disebabkan oleh komposisi batubara yang digunakan lebih banyak dari pada komposisi yang lain sehingga membutuhkan waktu nyala yang lama untuk terjadinya proses pembakaran. Sedangkan kondisi waktu nyala terendah berada pada komposisi bahan No.1 dengan komposisi batubara sebanyak (67%), jerami (5%), ampas tebu (5%), molasis (23%) yaitu selama 8 menit untuk ukuran 40 mesh dan 10 menit untuk ukuran 60 mesh. Serta kondisi waktu nyala tertinggi berada pada komposisi bahan No.3 dengan komposisi batubara sebanyak (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu selama 13 menit untuk ukuran 40 mesh dan 17 menit untuk ukuran 60 mesh. Berdasarkan grafik di atas, waktu nyala pada ukuran 60 mesh lebih besar dari pada ukuran 40 mesh. Hal ini disebabkan karena ukuran pori pada 60 mesh lebih kecil dari pada ukuran 40 mesh. Sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk menyalakan briket. 4.2.5 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Kadar Air Grafik di bawah ini diperoleh dengan memplot kadar air (%) terhadap komposisi bahan (%).

12 Kadar Air (%) 10 8 6 4 2 0 0 1 2 3 4 5 No. Sam pel Kom pos isi Bahan (%)
40 mesh 60 mesh

Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Komposisi Bahan (%) terhadap Kadar air (%)

Gambar 4.4 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap kadar air (%) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi persentase kadar air, dimana semakin banyak komposisi batubara maka akan semakin tinggi kadar airnya. Pada komposisi bahan No. 1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% untuk ukuran ayak

30

40 mesh diperoleh kadar air sebesar 10,8132% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar 9,5896%; pada komposisi bahan No. 2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar air sebesar 11,2329% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar 10,3395%; pada komposisi bahan No. 3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar air sebesar 11,3429% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar 11,6679%; pada komposisi bahan No. 4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar air sebesar 8,0047% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar 9,1701%. Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk kadar air briket batubara tanpa karbonisasi adalah maksimal 12 %, maka dari hasil pembuatan briket batubara dengan perbandingan komposisi bahan tersebut di atas telah sesuai dengan SNI 134931-1998 karena berada pada nilai <12%. Grafik di atas menunjukkan bahwa pada komposisi bahan 67%:3,3%:5%:24,7% memiliki kadar air yang optimum yaitu untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar air sebesar 8,0047% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar air sebesar 9,1701%. Hal ini disebabkan karena komposisi batubara lebih sedikit digunakan sebesar 67% sehingga mengandung air lebih sedikit.

4.2.6 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Kadar Abu Grafik di bawah ini diperoleh dengan memplot kadar abu (%) terhadap komposisi bahan (%).
12 Kadar Abu(%) 10 8 6 4 2 0 0 1 2 3 4 5 No. Sam pel Kom pos isi Bahan (%)
40 mesh 60 mesh

Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara Komposisi Bahan (%) terhadap Kadar abu (%)

31

Gambar 4.5 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap kadar abu (%) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi persentase kadar abu, dimana semakin banyak komposisi bahan pengikat maka akan semakin tinggi kadar abunya. Pada komposisi bahan No. 1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu sebesar 6,7122 % dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar 7,5562%; pada komposisi bahan No. 2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu sebesar 7,5511% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar 8,7244%; pada komposisi bahan No. 3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu sebesar 8,5633% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar 8,8431%; pada komposisi bahan No. 4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu sebesar 6,3476% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar 7,2612%. Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk kadar abu briket batubara tanpa karbonisasi adalah maksimal 10 %, sehingga hasil pembuatan briket batubara dengan perbandingan komposisi bahan tersebut di atas telah sesuai dengan SNI 134931-1998 dan sesuai dengan Standart mutu briket batubara berdasarkan Direktorat Pembinaan Mineral, Batubara dan Panas Bumi; Departement Energi dan Sumber Daya Mineral (22 Maret 2006) karena berada pada nilai <10%. Grafik di atas menunjukkan bahwa pada komposisi bahan 67%:3,3%:5%:24,7% memiliki kadar abu yang optimum yaitu untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh kadar abu sebesar 6,3476% dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh kadar abu sebesar 7,2612%. Hal ini disebabkan karena komposisi bahan batubara lebih sedikit sebesar 67% yang merupakan bahan organik sehingga pada saat pembakaran lebih cepat terurai menjadi abu. 4.2.7 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Nilai Kalor Grafik di bawah ini diperoleh dengan memplot nilai kalor (kal/gr) terhadap komposisi bahan (%).

32

8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 1 2 3 4 5 No. Sam pel Kom posisi Bahan (%)

Nilai kalor (kal/gr)

40 mesh 60 mesh

Gambar 4.6 Grafik Hubungan antara Komposisi Bahan (%) terhadap Nilai Kalor (kal/gr)

Gambar 4.6 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap nilai kalor (kal/gr) menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi persentase kadar abu, dimana semakin banyak komposisi batubara maka akan semakin tinggi nilai kalornya. Pada komposisi bahan No. 1 dengan perbandingan 67%:5%:5%:23% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 6502,378 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 5447,939 kal/gr; pada komposisi bahan No. 2 dengan perbandingan 75%:5%:3,3%:16,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 7029,598 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 5975,159 kal/gr; pada komposisi bahan No. 3 dengan perbandingan 75%:3,3%:6,7%:15% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 7908,298 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 6150,899 kal/gr; pada komposisi bahan No. 4 dengan perbandingan 67%:3,3%:5%:24,7% untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 6853,858 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 5623,679 kal/gr. Standart Nasional Indonesia (SNI) untuk nilai kalor briket batubara tanpa karbonisasi adalah lebih besar dari 5000 kal/gr, sehingga hasil pembuatan briket batubara dengan perbandingan komposisi bahan tersebut di atas telah sesuai dengan Standart mutu briket batubara berdasarkan Direktorat Pembinaan Mineral, Batubara dan Panas Bumi; Departement Energi dan Sumber Daya Mineral (22 Maret 2006). Grafik di atas menunjukkan bahwa pada komposisi bahan 75%:3,3%:6,7%:15% menghasilkan nilai kalor yang optimum yaitu untuk ukuran ayak 40 mesh diperoleh

33

nilai kalor sebesar 7908,298 kal/gr dan untuk ukuran ayak 60 mesh diperoleh nilai kalor sebesar 6150,899 kal/gr. Hal ini disebabkan karena komposisi batubara lebih banyak sebesar 75% sehingga nilai kalornya juga semakin tinggi. 4.2 8 Pengaruh Komposisi Bahan Terhadap Beberapa Parameter Grafik di bawah ini diperoleh dengan memplot beberapa parameter analisa terhadap komposisi bahan (%).
9000 Gabungan Beberapa Variabel 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 1 2 3 4 5 No. Sam pel Kom posisi Bahan
Waktu pembakaran (menit) Temperatur pembakaran ('C) Waktu nyala (menit) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Nilai Kalor (kal/g r)

Gambar 4.7 Grafik Hubungan antara Komposisi Bahan (%) terhadap Beberapa Variabel pada Ukuran 40 mesh

9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 1 2 3 4 5 No. Sam pel Kom posis i Bahan

Gabungan Beberapa Variabel

Watu pembakaran (menit) Temperatur pembakaran ('C) Waktu nyala (menit) Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Nilai Kalor (kal/gr)

Gambar 4.8 Grafik Hubungan antara Komposisi Bahan (%) terhadap Beberapa Variabel pada Ukuran 60 mesh

Gambar 4.7 dan 4.8 grafik hubungan antara komposisi bahan (%) terhadap beberapa parameter menunjukkan bahwa komposisi bahan mempengaruhi waktu

34

pembakaran, temperatur pembakaran, waktu nyala, kadar air, kadar abu, dan nilai kalor. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai kalor yang diperoleh pada ukuran 40 mesh lebih besar dibandingkan ukuran 60 mesh untuk semua komposisi. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi dan ukuran partikel sangat mempengaruhi nilai kalor, dimana semakin banyak komposisi batubara dan semakijn besar ukuran partikel maka proses pembakarannya pun akan semakin cepat sehingga nilai kalor yang dihasilkan juga besar.

35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan memvariasi komposisi pada pembuatan briket batubara dapat mempengaruhi waktu pembakaran, temperatur pembakaran, waktu nyala, kadar air, kadar abu, dan nilai kalor. 1. Hubungan komposisi briket terhadap waktu pembakaran yaitu waktu pembakaran optimum berada pada komposisi bahan No.3 dengan komposisi batubara sebanyak (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu sebesar 226 menit untuk ukuran 40 mesh dan 150 menit untuk ukuran 60 mesh. 2. Hubungan komposisi briket terhadap temperatur pembakaran yaitu temperatur pembakaran optimum berada pada komposisi bahan No.3 dengan komposisi batubara sebanyak (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu sebesar 300 0C untuk ukuran 40 mesh dan 230 0C untuk ukuran 60 mesh. 3. Hubungan komposisi briket terhadap waktu nyala yaitu waktu nyala optimum berada pada komposisi bahan No.1 dengan komposisi batubara sebanyak (67%), jerami (5%), ampas tebu (5%), dan molasis (23%) yaitu sebesar 8 menit untuk ukuran 40 mesh dan 10 menit untuk ukuran 60 mesh. 4. Hubungan komposisi briket terhadap kadar air yaitu kadar air optimum berada pada komposisi No.4 dengan perbandingan bahan batubara sebanyak (67%), jerami (3,3%), ampas tebu (5%), dan molasis (24,7%) yaitu sebesar 8,0047 % untuk ukuran 40 mesh dan 9,1701 % untuk ukuran 60 mesh. 5. Hubungan komposisi briket terhadap kadar abu yaitu kadar abu optimum berada pada komposisi No.1 dengan perbandingan bahan batubara sebanyak (67%), jerami (5%), ampas tebu (5%), dan molasis (23%) yaitu sebesar 6,3476 % untuk ukuran 40 mesh dan 7,2612 % untuk ukuran 60 mesh. 6. Hubungan komposisi briket terhadap nilai kalor yaitu nilai kalor optimum berada pada komposisi No.3 dengan perbandingan bahan batubara sebanyak (75%), jerami (3,3%), ampas tebu (6,7%), dan molasis (15%) yaitu sebesar 7908,298 kal/gr untuk ukuran 40 mesh dan 6150,899 kal/gr untuk ukuran 60 mesh.

36

7. Berdasarkan variabel proses yang divariasikan dan parameter analisa yang diamati maka komposisi optimum terjadi pada komposisi no.3 dengan perbandingan komposisi bahan 75%:3,3%:6,7%:15% dengan waktu pembakaran yaitu 226 menit untuk ukuran 40 mesh dan 150 menit untuk ukuran 60 mesh. Dimana kondisi waktu pembakaran juga dipengaruhi oleh kandungan kalori dalam briket batubara. Dari hasil penelitian yang diperoleh dan dibandingkan dengan Standart Nasional Indonesia dapat disimpulkan bahwa pengaruh ukuran partikel dan komposisi briket batubara terhadap nilai kalor sesuai dengan SNI 134931-1998 dan Standart mutu briket batubara berdasarkan Direktorat Pembinaan Mineral, Batubara dan Panas Bumi; Departement Energi dan Sumber Daya Mineral (22 Maret 2006). Dengan rincian hasil penelitian sebagai berikut: Tabel 5.1 Jenis Briket Batubara Tanpa Karbonisasi Tipe Silinder Parameter Analisa Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Nilai Kalor (kal/gr) 5.2 Saran Agar memperoleh mutu briket batubara yang baik maka diharapkan penelitian selanjutnya dengan menambahkan variabel baru seperti ukuran mesh, bentuk briket, tekanan, temperatur, dan penggunaan bahan baku yang lain sehingga memperoleh mutu briket yang lebih baik. Standar Nasional Indonesia (SNI) max.12 <10 > 5100 Hasil Penelitian 40 Mesh 60 Mesh 8,0047 9,1701 6,3476 7,2612 7908,298 6150,899

37

DAFTAR PUSTAKA
K.D Maison, 2006, Briket Batubara Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah, Bandung, http://www.Indeni.org, Nn, 2005, Iptek Indonesia Bidang Energi dan Sumber Daya http://www.Berita@Iptek.com Nn, 2007, Kementrian Negara http://www.Kompas.com Riset dan Alam, Jakarta, Jakarta,

Teknologi,

Setiawan Bambang, 2005, Kebijakan Umum Pemanfaatan Batubara dan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara, Jakarta, http://www.google.com. Sipayung Maydin, 2005, Industri Briket Batubara Nasional, Bandung. Sobroto, 2006, Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Batubara, Ampas Tebu, dan Jerami, Surakarta.

38

LAMPIRAN A DATA HASIL PERCOBAAN L.A.1 Hasil Analisa Pengujian Kualitas Briket Batubara Tabel L.A.1 Hasil Analisa Pengujian Kualitas Briket Batubara
Ukuran Partikel (mesh) Komposisi Bahan (%) 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7% 75%:3,3%:6,7%:15% 67%:3,3%:5%:24,7% 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7% 75%:3,3%:6,7%:15% 67%:3,3%:5%:24,7% Waktu Pembakaran (menit) 146 195 226 153 130 137 150 128 Temperatur Pembakaran (C) 210 280 300 225 200 225 230 210 Waktu Nyala (menit) 8 10 13 9 10 15 17 14 Nilai Kalor (kal/gr) 6502,378 7029,598 7908,298 6853,858 5447,939 5975,159 6150,899 5623,679

40 60

L.A.2 Hasil Analisa Pengujian Kadar Air Briket Batubara Tabel L.A.2 Analisa Pengujian Kadar Air Briket Batubara
Ukuran Partikel (mesh) Komposisi Bahan (%) 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7% 75%:3,3%:6,7%:15% 67%:3,3%:5%:24,7% 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7% 75%:3,3%:6,7%:15% 67%:3,3%:5%:24,7% Berat Cawan Kosong (gr) 62,4721 50,1974 60,4353 62,6441 67,2219 66,2196 63,2269 51,7971 Brt cawan + sampel sblm pemanasan (gr) 67,5039 55,2166 65,5345 67,6924 72,3097 71,2334 68,2535 56,8025 Brt cawan + sampel stlh pemanasan (gr) 66,9598 54,6528 64,9561 67,2883 71,8218 70,7150 67,6670 56,3435 Kadar Air (%) 10,8132 11,2329 11,3429 8,0047 9,5896 10,3395 11,6679 9,1701

40 60

L.A.3 Hasil Analisa Pengujian Kadar Abu Briket Batubara Tabel L.A.3 Analisa Pengujian Kadar Abu Briket Batubara
Ukuran Partikel (mesh) Komposisi Bahan (%) 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7% 75%:3,3%:6,7%:15% 67%:3,3%:5%:24,7% 67%:5%:5%:23% 75%:5%:3,3%:16,7% 75%:3,3%:6,7%:15% 67%:3,3%:5%:24,7% Berat Cawan Kosong (gr) 64,1512 67,3172 46,4787 50,6390 54,5333 58,8398 49,1205 50,8348 Brt cawan + sampel sblm pemanasan (gr) 69,5563 72,5628 51,5293 55,7039 59,7171 63,8923 54,2273 55,8367 Brt cawan + sampel stlh pemanasan (gr) 64,5140 67,7133 46,9112 50,9605 54,9250 59,2806 49,5721 51,1980 Kadar Abu (%) 6,7122 7,5511 8,5633 6,3476 7,5562 8,7244 8,8431 7,2612

40

60

LAMPIRAN B

39

PROSEDUR ANALISA L.B.1 Penentuan Waktu Pembakaran Briket yang telah dibentuk selinder menurut komposisinya masing-masing, lalu dibakar di atas tungku pembakaran batubara, lalu dihidupkan stopwatch dan diamati berapa lama waktu yang diperlukan sampai batubara terbakar habis menjadi abu. L.B.2 Penentuan Temperatur Pembakaran Briket yang telah dibentuk silinder menurut komposisinya masing-masing, lalu dibakar di atas tungku pembakaran batubara, dan diamati temperatur yang dihasilkan pada termokopel yang terdapat pada tungku pembakaran tersebut. L.B.3 Penentuan Waktu Nyala Briket yang telah dibentuk silinder menurut komposisinya masing-masing, lalu dibakar di atas tungku pembakaran batubara, lalu dihidupkan stopwatch dan diamati berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyalakan briket tersebut. L.B.4 Uji Kadar Air Briket Batubara Menimbang briket batubara sebanyak 5 gram lalu dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya, masukkan kedalam oven dengan suhu 1300C selama 90 menit. Setelah itu dimasukkan kedalam desikator, lalu ditimbang kembali untuk ditentukan kadar air briket batubara tersebut.
A B x 100% C

Kadar air =

Dimana : A = Berat cawan + sampel sebelum dipanaskan B = Berat cawan + sampel setelah dipanaskan C = Berat sampel sebelum dipanaskan

L.B.5 Uji Kadar Abu Briket Batubara

40

Cawan dipanaskan pada furnace pada temperatur 550 0C selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kemudian menimbang briket batubara 5 gram lalu dimasukkan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya, masukkan kedalam furnace dengan suhu 5500C selama 120 menit sampai seluruh sampel menjadi abu. Setelah itu dimasukkan kedalam desikator, lalu ditimbang kembali untuk ditentukan kadar abu briket batubara tersebut.
A B x 100% C

Kadar abu =

Dimana : A = Berat cawan + sampel setelah dipanaskan B = Berat cawan kosong C = Berat sampel sebelum dipanaskan L.B.6 Penentuan Nilai Kalor Menimbang briket batubara sebanyak 0,05 gr kemudian masukkan kedalam cawan dan pasangkan kawat penyala lalu masukkan kedalam tabung bom kalorimeter. Menambahkan oksigen pada tabung bom kalorimeter dengan tekanan 30 bar kemudian menutup tabung bom kalorimeter dan menghidupkan penyalaan pengaduk selama 5 menit. Mengukur temperatur dengan termokopel kemudian menghidupkan penyalaan bom dan membaca kembali temperatur kedua. Melakukan percobaan sebanyak tiga kali untuk setiap sampel.

LAMPIRAN C PERHITUNGAN

41

L.C.1 Menentukan Nilai Kadar Air Untuk 40 Mesh Kadar Air =


AB x100 % C

Dimana : A = Berat cawan + sample sebelum dipanaskan B = Berat cawan + sample setelah dipanaskan C = Berat sample sebelum dipanaskan Kadar Air = =
AB x100 % C
55 ,2166 54 ,6528 x100 % 5,0192

= 11,2329% L.C.2 Menentukan Nilai Kadar Air Untuk 60 Mesh


AB x100 % C
71,2334 70 ,7150 x100 % 5,0138

Kadar Air = =

= 10,3395% L.C.3 Menentukan Nilai Kadar Abu Untuk 40 Mesh Kadar Abu =
AB x100 % C

Dimana : A = Berat cawan + sample setelah dipanaskan B = Berat cawan kosong C = Berat sample sebelum dipanaskan Kadar Abu = =
AB x100 % C

67 ,7133 67 ,3172 x100 % 5.2456

42

= 7,5511% L.C.4 Menentukan Nilai Kadar Abu Untuk 60 Mesh Kadar Abu = =
AB x100 % C
59 ,2806 58 ,8398 x100 % 5,0525

= 8,7244% L.C.5 Menentukan Nilai Kalor Jenis Untuk 40 Mesh Nilai HHV = (T2 - T1 - 0,05) x cv Dimana: HHV= High Heat Value (J/gr) T2 = suhu air setelah pengujian pada bomb calorimeter (C) T1 = suhu air sebelum pengujian pada bomb calorimeter (C) Cv = kapasitas volume (J/gr.C) Nilai HHV = (T2 - T1 - 0,05) x cv = (28,85C 28,4C 0,05) x 73529,6 J/grC = 29411,84 J/gr = 7029 kal/gr L.C.6 Menentukan Nilai Kalor jenis Untuk 60 Mesh Nilai HHV = (T2 - T1 - 0,05) x cv = ( 29,1C 28,71C 0,05) x 73529,6 J/grC = 25000,064 J/gr = 5975,159 kal/gr

43

Anda mungkin juga menyukai