Anda di halaman 1dari 37

PAPER I-O DAMPAK INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR KECUALI SEPEDA MOTOR TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL (ANALISIS TABEL I-O

INDONESIA 2005)

OLEH : KELOMPOK 4 KELAS 3SE2 MEUTIA RAHMAH YANI H. MUHAMMAD SOBARI RINI AMELIA 09.6045 09.6055 09.6108

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK JAKARTA 2011/2012

DAMPAK INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR KECUALI SEPEDA MOTOR TERHADAP PEREKONOMIAN NASIONAL (ANALISIS TABEL I-O INDOESIA 2005) RINGKASAN

Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor khususnya industri otomotif merupakan salah satu industri yang pesat perkembangannya di Indonesia. Terbukti dari peningkatan penjualan mobil sejak tahun 2005 sampai dengan 2010. Secara umum saat ini industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor telah memberikan sumbangan yang cukup besar bagi perkembangan ekonomi nasional dan juga banyak menyerap tenaga kerja. Minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor kendaraan bermotor khususnya roda empat di Indonesia cukup tinggi. Sejak tahun 2011 sudah banyak investor asing terutama investor dai Amerika Serikat berminat untuk mengembangkan usaha di bidang perakitan kendaraan bermotor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel variabel faktor produksi terhadap produktivitas industry kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dampak ekonomi industry kendaraan bermotor kecuali sepeda motor terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya melalui multiplier yang dihasilkannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstanta regresi, variabel bahan baku (X1) dan variabel upah tenaga kerja (X2) berpengaruh signifikan terhadap peningkatan produksi industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. Variabel sewa gedung (X3) tidak menunjukkan pengaruh signifikan. Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor menunjukkan keterkaitan ke belakang (backward linkages) tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi

lainnya. Sementara itu sektor-sektor ekonomi yang mengalami perkembangan paling pesat akibat adanya peningkatan output industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor antara lain antara lain sektor industri logam, mesin dan peralatannya; sektor perdagangan; sektor jasa; dan sektor pengangkutan dan transportasi. Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor juga memperlihatkan keterkaitan ke depan (forward linkages) yang rendah. Kata kunci : Nilai Tambah Bruto, Multiplier, Backward Linkages, Forward Linkage

ABSTRAK

Motor vehicles industry except motorcycles, especially the automotive industry is one of rapid industrial development in Indonesia.Since 2005 up to 2010, the car sales in Indonesia has increase. In general, the the current motor development vehicles industry except motorcycle has a lot of

contributed enough to

of national economy and also absorb

manpower. The Interest of investors to invest in this sector, especially four-wheel motor vehicles in Indonesia is quite high. Since the year 2011 there has been a lot of foreign investors, especially investors from United States interested in developing business in the field of motor vehicle assembly. This study aims to determine the effect of variable factors of production on the productivity of motor vehicles industry except motorcycles. This study also aims to determine the economic impact of

motor vehicle industry except motorcycles to other economic sectors through its multiplier. The results showed that the regression constants, variables of raw materials (X1) and variable labor costs (X2) significantly influence the increase in industrial production of motor vehicles except motorcycles. Variable lease the building (X3) showed no significant effect. Motor vehicles industry except motorcycles showed the medium backward linkages when compared with other economic sectors. Meanwhile economic sectors experiencing the most rapid growth due to an increase in output of motor vehicles industry except motorcycles, among others are metals industry; machinery and equipment; trade; service sector; and transport. Motor vehicles industry except motorcycles also showed lower forward linkages. Keywords: Gross Value Added, Multiplier, Backward Linkages, Forward Linkages

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan industri kendaraan bermotor selain sepeda motor merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang. Industri kendaraan bermotor selain sepeda motor berpotensi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi karena memiliki peluang pasar dan nilai tambah yang besar. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan penjualan mobil nasional hingga akhir 2011 mencapai 870 ribu unit, sedangkan pada tahun 2012 diproyeksikan akan naik 10% menjadi 950 ribu unit di 2012. Permintaan terhadap kendaraan bermotor selain sepeda motor tetap akan tumbuh karena kontribusi konsumsi domestik yang kuat pada perekonomian Indonesia, yakni sekitar 55%-60% dari pendapatan domestik bruto. Secara kumulatif pertumbuhan PDB indonesia hingga triwulan III tahun 2009 dibandingkan triwulan yang sama tahun 2007 mengalami pertmbuhan sebesar 4,23 persen, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai sektor pengangkutan dan komunikasi yaitu sebesar 17.62 persen.

Berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh Herwanto Sidik Prabowo yang berjudul Analisis pengaruh kebijakan deregulasi industri kendaraan bermotor Indonesia pada struktur, kinerja dan persaingan usaha diperoleh bahwa bila penjualan, total asset dan nilai kapitalisasi industri kendaraan bermotor roda 4 atau lebih terus mengalami peningkatan dalam rentang waktu 2003 2007, sesuai dengan tabel berikut: PERKEMBANGAN PENJUALAN , TOTAL ASSET DAN NILAI KAPITALISASI PERUSAHAAN OTOMOTIF DAN KOMPONEN PERIODE 2003 2007 ( Dalam Jutaan Rupiah ) NO Tahun lan 1 2003 ,360 2 2004 ,714 3 2005 2,362 4 2006 ,779 5 2007 6,829 120,53 2,698 94,133 ,653 107,68 5,892 103,93 5,826 96,945 ,793 152,62 81,409 ,596 100,50 ,995 91,499 59,148 ,694 72,306 ,796 61,214 Penjua Asset 62,929 ,330 53,571 Total Nilai Kapitalisasi 28,690

Sektor otomotif (automotive & autoparts), elektrikal & elektronik (electrical/electronics & parts), dan alat berat (construction machineries) merupakan sektor penggerak utama (drivers) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi negara. Dalam bidang investasi, semakin

meningkatnya investasi negara lain di berbagai sektor industri, utamanya dalam pengembangan industri industri komponen penunjang industri drivers (seperti otomotif, elektrikal/elektronik dan construction machineries) dan industri industri baja, nonferrous, tekstil dan produk tekstil, oleochemical, diharapkan akan membuka lapangan kerja serta meningkatkan kesejahteraan dan daya beli masyarakat Indonesia.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja itu sendiri, industri manufaktur diproyeksi telah menyerap 300 ribu tenaga kerja selama periode Januari-Juli 2011. Penyerapan tenaga kerja di industri manufaktur didorong peningkatan pertumbuhan industri manufaktur yang mencapai 6,61% di kuartal II 2011, seiring dengan meningkatnya investasi dan ekspansi yang dilakukan pelaku industri senilai Rp 70 triliun. Investasi manufaktur terutama berasal dari kontribusi sektor makanan dan minuman, otomotif, dan tekstil.

Dari grafik terlihat bahwa sektor alat angkut, mesin, dan peralatannnya memiliki target penyerapan tenaga kerja pada tahun 2011 sebanyak 242.274 orang atau naik 38% dibanding penyerapan tenaga kerja pada tahun 2010. Target pertumbuhan sektor ini sebesar 6,4% dan target investasi senilai Rp 41,3 triliun. Menurut Departemen Riset IFT, sektor industri yang memiliki rasio penyerapan tenaga kerja tertinggi adalah sektor alat angkut, mesin, dan peralatannya. Sebab setiap 1% pertumbuhan industri sektor ini akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja 6,35%. Meskipun memiliki tren yang turun, industri alat angkut, mesin, dan peralatannya mendominasi di setiap tahunnya.

Publikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan bahwa sektor transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan memberikan sumbangan terendah terhadap inflasi Nasional selama tahun 2011, yakni sebesar 0,34 %. Angka ini relatif kecil jika dibandingkan dengan sektor bahan makanan yang menduduki peringkat pertama penyumbang inflasi terbesar dengan 3,79%.

Sumbangan Industri kendaraan bermotor terhadap impor non-migas juga tidak dapat dikesampingkan. Industri kendaraan bermotor menduduki peringkat ke empat dengan peran terhadap total impor non-migas terhitung Januari November 2011 sebesar 5,68 %.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja dan jumlah modal terhadap output atau produksi dari sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. Hipotesis yang diajukan adalah :
0

: Variabel bebas berupa bahan baku, upah tenaga kerja dan sewa gedung tidak berpengaruh signifikan terhadap output sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor : Variabel bebas berupa baku, upah tenaga kerja dan sewa gedung berpengaruh signifikan terhadap ouput sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor Untuk mengetahui dampak ekonomi sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor,

dalam penelitian ini digunakan analisis Tabel Input-Output. Tabel Input-Output pada dasarnya

merupakan suatu sistem pencatatan ganda (double entry system) dari neraca transaksi yang terjadi antar produsen dalam suatu perekonomian. Dengan menggunakan asumsi sederhana, dari Tabel I-O dapat disusun suatu model ekonomi yang cukup handal. Kenyataan ini menjadikan Tabel I-O diperhitungkan sebagai salah satu bagian dari sistem neraca nasional yang dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan suatu analisis ekonomi secara komprehensif.

TINJAUAN PUSTAKA 1. Output produksi Produksi adalah suatu kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi suatu output. Produsen dalam melakukan kegiatan produksi mempunyai landasan teknis yang didalam teori ekonomi disebut sebagai fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan suatu hubungan ketergantungan (fungsional) antara tingkat ouput yang dihasilkan. Konsep fungsi produksi berkaitan dengan hubungan fisik antara input (masukan) dengan output (keluaran) yang dapat dihasilkan. Hubungan ini dapat ditunjukkan secara matematis sebagai berikut: X = f (a, b, c) Dimana X adalah output yang dihasilkan, sedangkan a, b, c adalah input output yang digunakan. Pengusaha biasanya dapat melakukan perubahan ataupun variasi dalam menggunakan proporsi input untuk menghasilkan suatu output tertentu. Keluwesan (fleksibitas) ini mengakibatkan adanya berbagai kemungkinan macam hubungan antara input dan output, antara input dengan input serta di antara ouput. Dimana input-output dapat saling mengganti (substitusi) dalam memproduksi suatu output tertentu. Dengan meningkatkan ataupun mengurangi penggunaan inputnya produsen dapat meningkatkan atau mengurangi outputnya, dimana hubungan antara input dengan output, input dengan output, dan output dengano output yang menjadi karakteristik fungsi produksi suatu perusahaan tergantung pada teknik produksi yang digunakan. 2. Bahan Baku Menurut Mulyadi (1986 : 118) bahan baku adalah bahan yang membentuk bagian integral produk jadi. Bahan baku yang diolah dalam perusahaan manufaktur dapat diperoleh dari pembelian lokal, pembelian import atau dari pengolahan sendiri. Adapun jenis-jenis bahan baku menurut Gunawan Adisaputro dan Marwan Asri (1982 : 185) terdiri dari: a. Bahan baku langsung (direct material) Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang merupakan bagian daripada barang jadi yang dihasilkan. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan mentah langsung ini mempunyai hubungan yang erat dan sebanding dengan jumlah barang jadi yang dihasilkan. b. Bahan baku tak langsung (indirect material)

Bahan baku tak langsung adalah bahan baku yang ikut berperanan dalam proses produksi, tetapi tidak secara langsung tamapak pada barang jadi yang dihasilkan. Material adalah sebuah masukan dalam produksi, seringkali adalah barang yang belum diproses, tetapi kadang kala telah diproses sebelum digunakan untuk proses produksi lebih lanjut. Umumnya, dalam masyarakat teknologi maju, material adalah bahan konsumen yang belum selesai. Material teknik adalah jenis material yang banyak dipakai dalam proses rekayasa dan industri. Material teknik dikelompokkan menjadi 6 golongan, antara lain: a. b. c. d. e. f. Logam : baja, besi cor, titanium, logam paduan, dll Polimer : polietilan, polipropilen, polikarbonat, dll Karet : isopren, neopren, karet alam, dll Gelas : gelas soda, gelas silika, gelas borosilikat Keramik : alumina, karbida silikon, nitrida silikon dll Hibrida : komposit, sandwich, foam

Unsur harga pokok bahan yang dibeli adalah semua biaya untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkan dalam keadaan siap pakai. Harga beli dan biaya angkut merupakan unsur yang mudah diperhitungkan sebagai harga pokok bahan baku sedangkan biaya pesan, biaya penerimaan, pembongkaran, pemeriksaan, asuransi, pergudangan dan biaya akuntansi biaya merupakan unsur yang sulit diperhitungkan sehingga pada prakteknya harga pokok bahan baku yang dicatat sebesar harga beli menurut faktur dari pemasok sebagai akibatnya biaya penyiapan bahan baku diperhitungkan dalam biaya overhead pabrik.

Harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi dalam ditentukan melalui beberapa metode pendekatan. a. Metode pencatatan bahan baku, terdiri dari: i. Metode Fisik (Fhysical Inventory Method ) Dalam metode ini hanya tambahan persediaan bahan saja yang dicatat sedang mutasi berkurangnya bahan tidak dicatat untuk mengetahui bahan baku yang diperoleh , harus menghitung persediaan bahan baku digudang pada akhir periode akuntansi. Harga pokok persediaan awal ditambah Harga pokok pembelian dikurang Harga pokok persediaan akhir yang ada digudang merupakan biaya bahan baku yang dipakai selama periode akuntansi. ii. Metode Mutasi Persediaan ( Perpetual Inventory Method) Dalam metode ini setiap mutasi dicatat dalam kartu persediaan . Pembelian dicatat dalam kolom Beli di kartu persediaan ,pemakaian dicatat dalam kolom pakai di kartu persediaan dan jumlah bahan yang tersedian digudang dapat dilihat dalam kolom sisa di kartu persediaan. b. Metode Penilaian Bahan Baku, terdiri dari: i. Pertama Masuk Pertama Keluar (Fifo) Metode ini didasarkan anggapan bahwa bahan yang pertama kali dipakai dibebani dengan harga perolehan persatuan dari bahan yang pertama kali masuk kegudang bahan,atau harga perolehan bahan persatuan yang pertama kali masuk kegudang bahan akan digunakan untuk menentukan harga perolehan persatuan bahan yang pertama kali disusul harga perolehan per satuan bahan yang dipakai pertama kali ,disusul harga perolehan persatuan yang masuk berikutnya. ii. Metode Rata-Rata (Weighted Average Method) Pada metode ini dengan pencatatan fisik menghitung rata-rata harga perolehan persatuan bahan. iii. Metode Terakhir Masuk , Pertama Keluar (Lifo) Metode ini berdasarkan anggapaan bahwa bahan yang pertama kali dipakai dibebani dengan harga perolehan persatuan bahan dari yang terakhir masuk ,disusul dengan harga perolehan bahan persatuan yang masuk sebelumnya dan seterusnya. iv. Metode Persediaan Dasar Metode ini didasarkan atas anggapan bahwa persediaan minimum atas bahan harus dimiliki perusahaan pada setiap saat agar kegiatan kontinyu. Pada umumnya metode persediaan dasar menggunakan metode Lifo. 3. Upah Tenaga Kerja Sesuai dengan UU NO: 13 TAHUN 2003 Tentang ketenagakerjaan: BAB I, Pasal I:

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengusaha adalah: a. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri; b. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pasal 88 1) Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. 2) Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

3) Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi : a. upah minimum; b. upah kerja lembur; c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; f. bentuk dan cara pembayaran upah; g. denda dan potongan upah; h. hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; i. struktur dan skala pengupahan yang proporsional; j. upah untuk pembayaran pesangon; dan k. upah untuk perhitungan pajak penghasilan. 4) Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan mem-perhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Pasal 89 1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas: a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. 3) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. 4) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 91 1) Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2) Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 92 1) Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi.

2) Pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas. 3) Ketentuan mengenai struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri. Pasal 93 1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan. 2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila : a. pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; b. pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan; c. pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara; e. pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalan-kan ibadah yang diperintahkan agamanya; f. pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g. pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; h. pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan i. pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. Pasal 94 Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap. Pasal 95 1) Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda. 2) Pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja/buruh.

3) Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah. 4) Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pem-bayarannya. 4. Modal Kerja Terdapat beberapa definisi modal kerja yang lazim dipergunakan, yaitu: Modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap utang lancar. Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (berikutNet Working Capital). Kelebiahan ini merupakan jumlah aktiva lancer yang berasal dari utang jangka panjang dan modal sendiri. Definisi bersifat kualitatif karena menunjukkan kemungkinan tersediannya aktiva lancer yang lebih besar daripada utang jangka pendek dan menunjukkan tingkat keamanan bagi kreditur jangka pendek serta menjamin kelangsungan usaha dimasa mendatang. Modal kerja adalah jumlah aktiva lancer. Jumlah ini merupakan modal kerja bruto (gross working Capital). Definisi ini bersifat kuantitatif karena menunjukkan jumlah dana yang digunakan untuk maksud-maksud operasi jangka pendek. Waktu tersedianya modal kerja akan tergantung pada macam dan tingkat likuiditas dan unsur-unsur aktiva lancer misalnya kas, surat-surat berharga, piutang , dan persediaan. Modal kerja adalah jumlah dana yang digunakan selama periode akuntansi yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan jangka pendek (Current income) yang sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan tersebut. Definisi ini berdasarkan konsep fungsional yaitu fungsi dana tersebut dalam menghasilkan pendapatan. Modal kerja sebaiknya tersedia dalam jumlah yang cukup agar memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan, misalnya dapat menutup kerugian dan mengatasi keadaan krisis atau darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan perusahaan. Manfaat lain dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah sebagai berikut: a. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot. b. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya. c. Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat mendapatkan keuntungan berupa potongan harga.

d. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran, pencurian, dan sebagainya. e. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya. f. Memungkinkan perusahaan dapat memberikan syarat kredit yang menguntungkan kepada pelanggan. g. Memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa, dan suplai yang dibutuhkan. h. Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi. Penyebab Kekurangan Modal Kerja Penyebab timbulnya kekurangan modal kerja adalah sebagai berikut: a. Adanya kerugian usaha. Penyebab adanya kerugian usaha adalah volume penjualan yang tidak efisien relative dibandingkan dengan harga pokok penjualan, tekanan terhadap harga jual akibat ketatnya persaingan tanpa diikuti penurunan harga pokok penjualandan biaya usaha, banyaknya kerugian karena adanya piutang yang tidak kembali, kenaikan biaya tanpa diikuti kenaikan penjualan/penghasilan, biaya naik sementara penjualan menurun. Kerugian usaha tidak selalu akan mengurangi modal kerja karena ada sementara biaya yang tidak bersifat pengeluaran kas (noncash expense) seperti beban penyusutan, depresi, dan amortisasi. Yang jelas kerugian usaha itu mengurangi laba yang di tahan (retained earnings). b. Adanya kerugian insidensil seperti turunnya harga pasar dan persediaan barang, karena pencurian, kebakaran, dan lain-lain yang tidak ditutup dengan asuransi. c. Kegagalan mendapatkan tambahan modal kerja pada waktu mengadakan perluasan usaha atau ekspansi seperti perluasan daerah penjualan, penjualan produk baru, penerapan metode produksi baru strategi penjualan baru, dan sebagainya. d. Menggunakan modal kerja untuk aktiva tidak lancar seperti membali aktiva tetap baru, membeli saham dari perusahaan lain (investasi jangka panjang). e. Kebijaksanaan pembayaran dividen yang tidak tepat. Karena harapan keuangan terus membaik pimpinan perusahaan masih terus melanjutkan kebijaksanaan pembayaran dividen seperti tahun-tahun sebelumnya. f. Kenaikan tingkat harga. Karena naiknya harga-harga, perusahaan mengeluarkan jumlah rupiah lebih banyak untuk mempertahankan volume fisik persedian barang dan aktiva tetap serta membelanjai penjualan kredit dalam volume fisik yang sama. g. Pelunasan utang yang sudah jauh tempo. Manajemen tidak menyisihkan sebagai pendapatan bersih untuk cadangan pelunasan utang jangka panjang. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Modal Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah modal kerja adalah sebagai berikut. a. Sifat umum atau tipe perusahaan. Modal kerja yang dibutuhkan perusahaan jasa (public utility) relatif rendah karena investasi dalam persediaan dan piutang pencairannya menjadikan relatif cepat. Untuk beberapa perusahaan jasa tertentu malahan langganan membayar di muka sebelum jasa dinikmati, misalnya jasa transport, kereta api, bus malam, pesawat udara, dan kapal laut. Proporsi modal kerja dari total aktiva, pada perusahaan jasa relatif kecil. Berbeda dengan perusahaan industri, investasi dalam aktiva lancar cukup besar dengan tingkat perputaran persediaan dan piutang yang relatif rendah. Perusahaan industri memerlukan modal kerja yang cukup besar, yakni untuk melakukan investasi dalam bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Fluktuasi dalam pendapatan bersih dan perusahaan jasa juga relatif kecil bila dibandingkan dengan perusahaan industri dan perusahaan keuangan. b. Waktu yang diperlukan untuk memproduksi atau mendapatkan barang dan ongkos produksi per unit atau harga beli per unit barang. Jumlah modal kerja bukan langsung dengan waktu yang dibutuhkan mulai dari bahan baku atau barang jadi dibeli sampai barang-barang dijual kepada langganan. Makin panjang waktu yang diperlukan untuk memproduksi barang atau untuk memperoleh barang makin besar kebutuhan akan modal kerja. Modal kerja bervariasi tergantung pada volume pembelian dan harga beli per unit dari barang yang di jual. Misalnya suatu perusahaan yang memproduksi lokomotif kereta api, di samping membutuhkan waktu lama dalam proses produksinya juga membutuhkan modal kerja yang besar (bila dibandingkan dengan perusahaan yang memproduksi mebel rumah tangga). Juga perusahaan yang membutuhkan sistem pendinginan (ikan laut) dan perusahaan yang membutuhkan proses pengeringan (tembakau, kayu) akan memerlukan modal kerja yang lebih besar. c. Syarat pembelian dan penjualan Syarat kredit pembelian barang dagangan atau bahan baku akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja. Syarat kredit pembelian yang menguntungkan akan memperkecil kebutuhan uang kas yang harus ditanamkan dalam persediaan, sebaliknya bila pembayaran harus dilakukan segera setelah barang diterima maka kebutuhan uang kas untuk membelanjai volume perdagangan menjadi lebih besar. Di samping itu, modal kerja juaga dipengaruhi oleh syarat kredit penjualan barang. Semakin lunak kredit (jangka kredit lebih panjang) yang diberikan kepada langganan akan semakin besar kebutuhan modal kerja yang harus ditanamkan kepada piutang. Untuk mengurangi kebutuhan modal kerja dan mengurangi risiko kerugian karena adanya piutang yang tidak terbayar, biasanya perusahaan memberikan rangsangan potongan tunai (cash discount). d. Tingkat perputaran persediaan.

Semakin sering persediaan diganti (dibeli dan dijual kembali) maka kebutuhan modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan (barang) akan semakin rendah. Untuk mencapai tingkat perputaran persediaan yang tinggi diperlukan perencanaan dan pengawasan persediaan yang efisien. Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan mengurangi risiko kerugian karena penurunan harga, perubahan pemintaan atau perubahan mode, juga menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan (carrying cost) dari persediaan. e. Tingkat perputaran piutang Kebutuhan modal kerja juga tergantung pada periode waktu yang diperlukan untuk mengubah piutang menjadi uang kas. Apa bila piutang terkumpul dalam waktu pendek berarti kebutuhan akan modal kerja menjadi semakin rendah atau kecil. Untuk mencapai tingkat perputaran piutang yang tinggi diperlukan pengawasan piutang yang efektif dan kebijaksanaan yang tepat sehubung dengan perluasan kredit, syarat kredit penjualan, maksimum kredit bagi langganan, serta penagihan piutang. f. Pengaruh konjungtur (business cycle) Pada periode makmur (prosperity) aktivitas perusahaan meningkat dan perusahaan cenderung membeli barang lebih memanfaatkan harga yang masih rendah. Ini berarti perusahaan memperbesar tingkat persediaan. Peningkatan jumlah persediaan membutuhkan modal kerja yang lebih banyak. Sebaiknya dalam periode depresi volume perdagangan menurun, perusahaan cepat-cepat berusaha menjual barangnya dan menarik piutangnya. Uang yang di peroleh digunakan untuk membeli surat-surat berharga, melunasi utang, atau untuk menutupi kerugian. Derajat risiko kemungkinan menurunya harga jual aktiva jangka pendek menurunya nilai riil dibanding dengan harga buku dari surat-surat berharga, persediaan barang, dan piutang akan menurunkan modal kerja. Apabila risiko kerugian ini semakin besar berarti diperlukan tambahan modal kerja untuk membayar bunga atau melunasi utang jangka pendek yang sudah jatuh tempo. Untuk melindungi diri dari hal yang tidak terduga dibutuhkan modal kerja yang relatif besar dalam bentuk kas atau surat-surat berharga. g. Pengaruh musim Banyak perusahan yang penjualannya hanya terpusat pada beberapa bulan saja. Perusahaan yang di pengaruhi oleh musim membutuhkan jumlah maksimum modal kerja untuk periode yang relatif pendek. Modal kerja yang ditanamkan dalam bentuk persediaan barang berangsur-angsur meningkat dalam bulan-bulan menjelang puncak penjualan.

METODOLOGI

Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Data dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas yang penyelesaiannya menggunakan regresi linear berganda, dengan periode waktu antara tahun 1998 sampai 2009. Sementara itu, untuk mengetahui dampak ekonomi sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor , digunakan data Tabel Input-Output Indonesia tahun 2005.

Metode Analisis a. Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis statistik yang menggambarkan atau

mendeskripsikan data menjadi informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami. Penyajian tabeltabel, grafik atau diagram, ukuran-ukuran dan deskripsi data dari hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini, akan disajikan untuk pelengkap analisis. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penggambaran indikator sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor yang sudah dipublikasikan.

b. Analisis Regresi Berganda dengan Fungsi Produksi Cobb Douglass Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variable dependen (Y) dan yang lain disebut variable independen (X) Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi linear berganda dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan seperti persamaan berikut : Y = aX1b1X2b2. Xnbneu Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka: Y = f(X1, X2,..,Xn) Dimana: Y X = variable yang dijelaskan = variable yang menjelaskan

a,b u e

= besaran yang akan diduga = kesalahan = logaritma natural, e= 2,718

Jika memasukan variable dalam penelitian, maka diperoleh persamaan sebagai berikut : Y = f (X1,X2) Maka model fungsi produksi Cobb-Douglas dalam penelitian ini adalah: Y = bo X1b1. X2b2 Keterangan : Y b0 X1 X2 X3 b1,b2 = produksi = intersept = bahan baku = upah tenaga kerja = sewa gedung = elastisitas masing-masing faktor produksi

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut, maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Pendugaan parameter dapat dilakukan dengan menggunakan analisis data metode kuadrat terkecil yang diperoleh melalui fungsi logaritma fungsi asal sebagai berikut : Ln Y = ln bo + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 Jika Y= ln Y; b0 = ln bo; bk= bk; ln Xi = Xi, maka model estimasi regresi sebagai berikut : Y = b0 + b1X1+ b2X1+ b3X3 Persamaan diatas dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda. Pada

persamaan tersebut terlihat bahwa b1,b2, b3 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritma natural kan. Hal ini dapat dimengerti karena b1,b2,b3 pada fungsi Cobb-Douglas adalah menunjukkan elastisitas X terhadap Y. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS (Statistical packages for the social sciences) 17.0 for windows.

c. Analisis Tabel Input-Output

Tabel input-output disajikan dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian data yang menggunakan dua dimensi: baris dan kolom. Isian sepanjang baris tabel input-output menunjukkan pengalokasian/pendistribusian dari output yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya. Tabel1. Ilustrasi Tabel Input-Output Untuk 3 Sektor Produksi Alokasi Output Permintaan Antara Permintaan Struktur Input 1 Input Antara 2 3 Input Primer 1 X11 X21 X31 V1 V3 Jumlah Input X1 X3 Keterangan: 1, 2 dan 3: kode sektor produksi. Isian sepanjang baris pada Tabel 1 di atas, memperlihatkan komposisi penyediaan dan permintaan pada suatu sektor. Penyediaan dapat berasal dari output domestik (Xi) dan impor untuk produk sejenis (Mi). Sedangkan permintaannya terdiri dari permintaan antara (xij) dan permintaan akhir (Fi). Isian sepanjang kolom pada Tabel 3 tersebut menunjukkan susunan input yang digunakan dalam proses produksi oleh suatu sektor. Input tersebut dapat berupa input antara (xij) dan input primer (Vi). Sesuai dengan cara pengisian angka-angka dalam sistem matriks, maka angka-angka setiap sel pada tabel tersebut bermakna ganda. Angka pada sel di kuadran I (transaksi antara), misalnya x12, dari sisi baris angka ini menunjukkan besarnya penyediaan di sektor 1 yang digunakan untuk memenuhi permintaan antara oleh sektor 2. Sedangkan dari sisi kolom, angka tersebut menunjukkan besarnya input sektor 2 yang diperoleh dari penyediaan sektor 1. X2 2 X12 X22 X32 V2 3 X13 X23 X33 Akhir F1 F2 F3 M1 M2 M3 Penyediaan Impor Jumlah Output X1 X2 X3

Berdasarkan cara membaca angka di setiap sel tersebut, terlihat bahwa penyajian informasi dalam Tabel Input-Output menunjukkan suatu jalinan yang saling berhubungan dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh setiap sektor. Sebagai contoh untuk sektor 1, jumlah penyediaannya adalah sebesar X1 + M1 dan dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara oleh sektor 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar x11, x12 dan x13; sedangkan sisanya sebesar F1 digunakan untuk memenuhi permintaan akhir. Cara pengamatan yang sama berlaku juga untuk sektor 2 dan 3. Selanjutnya, untuk mengetahui dampak ekonomi suatu sektor, dapat dilakukan dengan perhitungan secara aljabar berupa multiplier effect. Untuk mempermudah perhitungan, dilakukan operasi secara matematis dengan menggunakan kaidah matriks. Secara sederhana, total output yang dihasilkan oleh setiap sektor produksi merupakan penjumlahan permintaan antara dan total permintaan akhir (final demand). Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : Xi = A Xi + F dengan uraian : Xi : adalah total output sektor i A : matriks proporsi output sektor produksi i yang digunakan sektor industri lainnya F : final demand Variabel A sering disebut sebagai koefisien input yang dapat pula diterjemahkan sebagai aij yakni jumlah input yang digunakan untuk memproduksi satu unit output sektor j yang berasal dari sektor i. Untuk mengetahui tingkat multiplier effect suatu sektor, dapat dilihat dari persamaan di bawah ini : (I A) Xi = F Xi = F/(I A) = (I A)-1 F Matriks (I A)-1 merupakan multiplier effect suatu sektor produksi terhadap sektor lainnya atau biasa disebut sebagai matriks pengganda. Penelitian ini menggunakan data Tabel Input-Output 2005 dengan klasifikasi 175 x 175 sektor berdasarkan harga produsen. Untuk optimalisasi, maka peneliti melakukan aggregasi menjadi 20 x 20 sektor dengan rincian sebagai berikut : 1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Makanan, Minuman, dan Tembakau

4. Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit 5. Industri Kayu dan Barang Dari Kayu 6. Industri Lainnya 7. Industri Karet, Barang Dari Karet dan Plastik 8. Industri Logam, Mesin dan Peralatannya 9. Industri Alat Angkut Lainnya 10. Industri Kendaraan Bermotor Kecuali Sepeda Motor 11. Industri Sepeda Motor 12. Listrik, Gas dan Air Bersih 13. Bangunan 14. Perdagangan 15. Restoran dan Hotel 16. Pengangkutan dan Transportasi 17. Komunikasi 18. Lembaga Keuangan 19. Jasa-jasa 20. Kegiatan yang tidak jelas batasannya

HASIL DAN PEMBAHASAN Kendaraan bermotor pada dasarnya terdiri dari kendaraan bermotor roda dua dan kendaraan bermotor roda empat/lebih untuk kendaraan bermotor roda empat/lebih, saat ini telah diproduksi oleh dua puluh perusahaan yang sebagian besar merupakan agen pemegang merek (APM) dari luar negeri yang didukung oleh sekitar 800 perusahaan industri komponen dan lebih dari 44.000 perusahaan pendukung seperti bengkel, outlet, jasa pendukung keuangan dengan total tenaga kerja yang terlibat sekitar 646.500 orang. Produk kendaraan bermotor roda empat/lebih yang diproduksi di dalam negeri saat ini komponen lokalnya ada yang telah mencapai sekitar 80% (khususnya untuk mobil jenis MPV), komponen yang telah dibuat antara lain engine, body parts, brake, suspension, sebagian parts transmisi dan axle dan komponen universal (aki, safety belt, jok, dll). Industri kendaraan bermotor roda empat di dalam negeri diawali dengan adanya agen tunggal pemegang merek (ATPM) yang menjual mobil import, melihat potensi pasar di dalam negeri maka kemudian secara bertahap ATPM melakukan perakitan dengan membuat beberapa komponen di dalam negeri yang diatur melalui kebijakan Departemen Perindustrian yaitu deletion program/program penanggalan pada tahun 1976 s/d 1999. Dalam perkembangan lebih lanjut, berbagai jenis mobil saat ini sudah dirakit/diproduksi di dalam negeri dengan menggunakan komponen buatan lokal. Saat ini pemerintah sedang mengembangkan program Low Cost and Green Car (LCGC) dan program Angkutan Umum Murah Pro Rakyat (sebagaimana Kepres No. 10 tahun 2011). Segmentasi pasar untuk produk LCGC adalah untuk jenis kendaraan MPV 1000-1200 cc dengan konsumsi bahan bakar 20-22 km/liter. Sedangkan program Angkutan Umum Murah Pro Rakyat dimaksudkan untuk mengembangkan kendaraan dengan merek lokal dengan segmen kendaraan berkapasitas mesin maksimum 700 cc. Usulan insentif untuk program LCGC sampai saat ini masih dalam proses di Kementerian Keuangan, adapun insentif tersebut berupa pembebasan bea masuk untuk impor mesin peralatan produksi, bahan baku dan komponen yang belum diproduksi di dalam negeri serta perpajakan. Beberapa tahun terakhir telah berkembang embrio mobil hasil karya anak bangsa dengan merek lokal seperti Esemka (SMK Surakarta), Komodo (PT. Fin Komodo), Tawon (PT. Sumber Gasindo Jaya), GEA (PT. INKA), ARINA (UNS Semarang), MOBIRA (PT. Sarimas Ahmadi

Pratama) dan Mahator (PT. Maha Era Motor).Kementerian Perindustrian mendukung inovasi engineering untuk pengembangan kendaraan dimaksud sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dukungan diberikan dalam bentuk promosi, uji coba kelaikan jalan dan pelatihan R&D. INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR (IKB) RODA EMPAT ATAU LEBIH Tabel 2 : Perkembangan Investasi, Kapasitas Terpasang, Produksi dan Tenaga Kerja

Catatan: a. Data Produksi sumber GAIKINDO; KNT= Kapasitas nasional Terpasang b. *) Data s/d November 2008 c. **) Data komulatif; Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Investasi dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 mengalami fluktuasi, terjadi peningkatan tajam dari tahun 2004 ke 2005 yaitu naik sekitar 39,68%, kemudian mengalami peningkatan lagi dari tahun 2005 ke 2006 sebesar 2,3% dari tahun 2006 ke 2007 mengalami penurunan sebesar 21,15% dan mengalami peningkatan dari tahun 2007 ke 2008 sebesar 9,22%. Kapasitas terpasang dari tahun 2004 ke tahun 2008 cenderung konstan yaitu berkisar 855.700 unit sampai dengan 900.000 unit. Begitu juga halnya dengan tenaga kerja yang

cenderung konstan yaitu berkisar 35.000 orang. Dari tahun 2005 ke 2006 produksi mengalami penurunan sebesar 41,5% dan dari tahun 2006 ke 2007 produksi mengalami peningkatan 28,09%. 1. Kebijakan yang mendukung IKB Roda Empat atau lebih. Kebijakan tariff bea masuk diterapkan dengan mempertimbangkan factor sbb: y Effective Rate of Protection y y y Penciptaan harga yang wajar Aspek global termasuk WTO dan kebijakan bea masuk Negara lain. Kesepakatan AFTA.

Tabel 3 : Kebijakan yang mendukung IKB Roda Empat atau lebih.

Berikut adalah grafik yang menunjukan perkembangan Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor dilihat dari pengeluaran upah untuk tenaga kerja.

1.2E+09 1E+09 800000000 600000000 400000000 200000000 0

Dilihat dari garfik, trend menunjukan upah tenaga kerja dari tahun 1990 sampai dengan 2009 mengalami kenaikan. Namun terdapat penurunan yang cukup besar yaitu dari tahun 2006 ke

2007 dan dari tahun 2008 ke 2009. Penurunannya untuk tahun 2006 ke 2007 yaitu sebesar 251.741.571 ribu rupiah atau sebesar 41,26% dan dari tahun 2008 ke tahun 2009 menagalami penurunan sebesar 749.459.176 ribu atau sekitar 67,64% Perkembangan Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor dilihat dari penggunaan bahan baku bisa dilihat pada di bawah ini.
25,000,000,000 20,000,000,000 15,000,000,000 10,000,000,000 5,000,000,000 0

sama halnya dengan pengeluaran upah untuk tenaga kerja, penggunaan bahan baku pun dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2009 mengalami fluktuasi, dari tahun 1990 sampai dengan 1999 cenderung konstan ketika memasuki tahun 2000, penggunaan bahan baku mengalami peningkatan, dan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 mengalami naik turun secara bergantian setiap tahunnya. Tahun 2005 sampai dengan 2007 penggunaan bahan baku mengalami konstan kembali, dan menagalami peningkatan yang cukup signifikan dari 2007 ke 2008 yaitu meningkat sebesar 13.283.276.781 ribu rupiah atau kiraira sebesar 215,7% dan mengalmi penurunan dari tahun 200 ke 2009 yang tidak terlalu besar.

Untuk melihat perkembangan pengeluaran untuk sewa gedung sektor industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2009, penulis menampilkan grafik berikut
200000000 180000000 160000000 140000000 120000000 100000000 80000000 60000000 40000000 20000000 0

dari tahun 1990 sampai dengan tahun 2001, biaya untuk sewa gedung tidak mengalami perubahan yang berarti. Namun ketika memasuki tahun 2002 biaya sewa gedung mengalami peningkatan dan fluktuasi sampai dengan tahun 2007. Dari 2007 sampai dengan tahun 2008, biaya sewa gedung mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 144.011.907 ribu rupiah atau sekitar 485,8%. Kemudian mengalami penurunan dari tahun 2008 ke tahun 2009.

Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara factor-faktor produksi terhadap produktivitas dari industri Kendaraan Bermotor kecuali Sepeda Motor, maka perlu dilakukan suatu analisis yang bisa menunjukkan pengaruh dari factor-faktor produksi tersebut terhadap produktivitas industri ini. Sebelum melakukan Analisis Linear Berganda, model harus memenuhi asumsi-asumsi klasik yang merupakan syarat agar model regresi berganda tersebut dikatakan baik. Asumsiasumsi klasik tersebut terdiri dari Uji Normalitas, Ujii Autokorelasi, Ujii Multikloinearitas, dan Uji Heteroskedastisitas. 1. Uji Normalitas

Cara yang digunakan dalam menentukan apakah suatu model berdistribusi normal yaitu dengan menggunakan rasio Skewness dan rasio Kurtosis. Rasio Skewness adalah nilai Skewness dibagi dengan Standard Error Skewness sedangkan Rasio Kurtosis adalah nilai Kurtosis dibagi dengan Standard Error Kurtosis. Bila nilai rasio Skewness dan rasio Kurtosis berada diantara -2 hingga +2 maka distribusi data adalah normal. Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS 17 diproleh nilai Rasio Skewness sebesar -0,568 dan nilai Rasio Kurtosis sebesar -0.367 sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. 2. Uji Autokorelasi Cara yang digunakan untuk menguji ada atau tidak adanya Autokorelasi dalam suatu model adalah dengan Uji Durbin-Watson. Bila nilai DW berada diantara DU sampai dengan 4DU maka koefisien Autokorelasi sama dengan nol artinya data tidak megalami autokorelasi. Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS 17 diproleh nilai DW sebesar 1,901 dari tabel Durbin-Watson dengan = 0,05 dan jumlah observasi 20 dan jumlah varibel bebas 3 diperoleh

nilai DL sebesar 0,9976 dan DU 1,6763. Karena nilai DW (1,901) berada diantara nilau DU (1,6763) dan 4-DU (2,3237) maka dapat disimpulkan bahwa data tidak megalami gejala autokorelasi. 3. Uji Multikolinieritas Cara yang digunakan untuk menguji ada atau tidak adanya gejala Multikolinieritas dalam suatu model adalah dengan VIF. Apabila nilai VIF untuk masing-masing variable bebas < 10 dan nilai tolerance > 0.1 maka data tersebut tidak memiliki gejala Multikolinieritas. Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS 17 diproleh nilai Tolerance 0,282 dan VIF 3,542 untuk variable bebas X1, nilai Tolerance 0,282 dan VIF 3,541 untuk variable bebas X2, dan nilai Tolerance 1,95 dan VIF 5,123 untuk variable bebas X3. Maka dapat disimpulkan bahwa data tidak megalami gejala Multikolinieritas. 4. Uji Heteroskedastisitas Cara yang digunakan untuk menguji ada atau tidak adanya gejala Heteroskedastisitas dalam suatu model adalah dengan melihat nilai Asymp sig. pada masing-masing variabel independen. Jika sig. > 0,05 maka data tidak mengalami gejala Heteroskedastisitas. Dari hasil pengujian dengan menggunakan SPSS 17 diproleh nilai sig. untuk variable X1, X2, X3 berturutturut masing-masing sebesar 0,383 ; 0,878 ; 0,512. Maka dapat disimpulkan bahwa data tidak megalami gejala Heteroskedastisitas.

Karena semua asumsi-asumsi klasik terpenuhi, dapat disimpulkan bahwa model regresi berganda tersebut dikatakan baik, sehingga bisa dilakukan analisis berganda.

Tabel 4 Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Tak Bebas Unstandardized Variabel Bebas Coefficient Std.Error (Constant) Ln Bahan Baku Ln Upah Tenaga Kerja Ln Sewa Gedung R R Square F Tabel Durbin Watson = 0,976 = 0,953 = 109,016 = 1,901 -0.545 0,473* 0,076* 0,048 2,042 0,113 0,123 0,080 0,426 0,544 0,073 Standardized Coefficient Beta -0,267 4,189 5,352 0,598 0,793 0,001 0,000 0,558 3,542 3,541 5,123 t Sig VIF

Variabel Tak Bebas : Ln Produksi *) Berpengaruh nyata pada taraf 5 % Dari hasil pengolahan terhadap data penelitian, diperoleh nilai r sebesar 0,976 yang menunjukkan bahwa hubungan linear antara variabel bebas dan variabel tak bebas dapat dikatakan erat. Selain itu, data pada Tabel.. memperlihatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,953, yang dapat diartikan bahwa variasi data variabel tak bebas berupa Produksi dijelaskan 95,3 persen oleh ketiga variabel bebas yang dimasukkan dalam penelitian ini dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara keseluruhan (bersama-sama). Dari hasil pengolahan SPSS 17.0 dapat diketahui nilai F hitung sebesar 109,016 dengan tingkat signifikansi 5%, sehingga variabel bebas signifikan mempengaruhi variabel tak bebas secara keseluruhan. Uji parsial terhadap koefisien regresi (t-tes) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara parsial dengan menganggap variabel lainnya konstan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa konstanta regresi, variable Bahan Baku X1 dan variable Upah X2 berpengaruh signifikan terhadap peningkatan Produksi Industri

Kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. Variabel Sewa Gedung tidak menunjukkan pengaruh signifikan. Melalui data yang tertera pada Tabel.. dapat diketahui bahwa apabila variable Bahan Baku X1 meningkat sebesar 1 persen, maka Nilai Produksi Industri Kendaraan Bermotor kecuali Sepeda Motor meningkat sebesar 47,3 persen. Variabel Upah X2 meningkat 1 persen maka Nilai Produksi Industri Kendaraan Bermotor kecuali Sepeda Motor meningkat sebesar 7,6 persen. Untuk mengetahui besarnya tambahan hasil produksi akibat bertambahnya factor produksi dapat kita ketahui dengan melakukan perhitungan Return to Scale. Nilai return to scale untuk periode 1990-2009 dapat ditentukan dengan cara menjumlahkan elastisitas masing-masing faktor produksi yang mempengaruhi produksi secara signifikan. Jika RTS > 1 maka berarti proses produksi menunjukan increasing RTS yang berarti bahwa proporsi penambahan input akan menghasilkan output yang proporsinya lebih besar . Sedangkan jika RTS < 1 maka berarti proses produksi menunjukan decreasing RTS yang berarti bahwa proporsi penambahan input melebihi proporsi penambahan produksinya. Dari perhitungan Return to Scale didapat nilai RTS sebesar 0,549%. Karena nilai RTS < 1 maka hal ini menunjiukan skala hasil produksi turun yang berarti penambahan input bahan baku dan upah tenaga kerja masing-masing sebesar 1% melebihi penambahan produksi sebesar 0,549%. Tabel 5 memperlihatkan multiplier (keterkaitan) masing-masing sektor ekonomi berdasarkan data Tabel Input-Output Nasional. Multiplier ini dapat digunakan untuk mengetahui dampak ekonomi suatu sektor terhadap sektor ekonomi lainnya. Pada rincian sektor di atas, kendaraan bermotor kecuali sepeda motor merupakan sektor 10. Apabila sektor 10 di baca menurut kolom, hal ini menunjukkan keterkaitan ke belakang (backward linkages). Dari hasil pengolahan data, dapat diketahui bahwa sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor memiliki backward linkages yang tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan sektor-sektor ekonomi lainnya yakni nomor empat paling rendah. Apabila terjadi permintaan investasi di sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor sebesar satu satuan, maka keseluruhan output sektor ekonomi akan meningkat menjadi 1,43 satuan. Kurang tingginya backward linkages industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor, mencerminkan bahwa industri ini tidak terlalu besar peranannya dalam memacu sektor-sektor ekonomi lainnya. Sektor-sektor ekonomi yang mengalami perkembangan paling pesat akibat adanya peningkatan output sektor kendaraan

bermotor kecuali sepeda motor, antara lain sektor industri logam, mesin dan peralatannya; sektor perdagangan; sektor jasa; dan sektor pengangkutan dan transportasi.

Tabel 5 Multiplier Masing-Masing Sektor Ekonomi Berdasarkan Tabel Input-Output


SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 TOTAL 1 1.0 9 0 .0 1 0 .0 5 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 6 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 2 0 .0 0 1.3 4 2 0 .0 0 1.0 8 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 0 1.2 1 3 0 .4 2 0 .0 1 1.2 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 6 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 9 0 .0 1 0 .0 4 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 4 0 .0 0 1.9 3 4 0 .0 3 0 .0 3 0 .0 3 1.3 8 0 .0 0 0 .11 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 5 0 .0 1 0 .0 7 0 .0 1 0 .0 4 0 .0 1 0 .0 4 0 .0 4 0 .0 0 1.9 0 5 0 .16 0 .0 2 0 .0 2 0 .0 1 1.16 0 .0 9 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 1 0 .10 0 .0 1 0 .0 7 0 .0 1 0 .0 4 0 .0 6 0 .0 0 1.8 2 6 0 .0 2 0 .19 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 1.11 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 3 0 .0 0 1.4 9 7 0 .17 0 .0 8 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .17 1.0 7 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 7 0 .0 1 0 .0 4 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 3 0 .0 0 1.77 8 0 .0 1 0 .10 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 9 0 .0 2 1.17 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 8 0 .0 1 0 .0 5 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 6 0 .0 0 1.6 7 9 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 6 0 .0 3 0 .0 8 1.10 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 6 0 .0 1 0 .0 4 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 3 0 .0 0 1.53 10 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 9 0 .0 0 1.10 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 6 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 4 0 .0 0 1.4 3 11 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 4 0 .0 2 0 .0 4 0 .0 0 0 .0 0 1.4 0 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 7 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 5 0 .0 0 1.74 12 0 .0 1 0 .2 3 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .3 0 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 1.19 0 .0 2 0 .0 6 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 4 0 .0 0 1.9 6 13 0 .0 3 0 .10 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 4 0 .17 0 .0 2 0 .16 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 1.0 1 0 .10 0 .0 1 0 .0 4 0 .0 1 0 .0 3 0 .0 6 0 .0 0 1.8 1 14 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 7 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 2 1.0 2 0 .0 2 0 .0 5 0 .0 3 0 .0 6 0 .11 0 .0 0 1.4 9 15 0 .2 6 0 .0 1 0 .2 9 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 4 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 1 0 .12 1.0 1 0 .0 4 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 4 0 .0 0 1.8 9 16 0 .0 2 0 .0 4 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 0 0 .19 0 .0 2 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 2 0 .0 5 0 .0 2 1.0 7 0 .0 2 0 .0 4 0 .16 0 .0 0 1.74 17 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 1 1.0 7 0 .0 3 0 .0 4 0 .0 0 1.2 7 18 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 2 1.2 4 0 .0 6 0 .0 0 1.4 6 19 0 .0 4 0 .0 2 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 8 0 .0 3 0 .0 3 0 .0 0 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 2 0 .0 3 0 .0 5 0 .0 2 0 .0 4 0 .0 1 0 .0 3 1.0 8 0 .0 0 1.56 20 0 .2 1 0 .0 2 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 7 0 .2 2 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 0 0 .0 1 0 .0 0 0 .0 7 0 .0 0 0 .0 3 0 .0 1 0 .0 1 0 .0 2 1.0 1 1.71 TOTAL 2 .50 2 .0 4 1.73 1.4 8 1.2 4 2 .8 2 1.50 1.8 2 1.12 1.14 1.4 2 1.52 1.2 4 2 .17 1.18 1.70 1.2 6 1.79 2 .0 4 1.0 3 3 2 .74

Sumber : Data Diolah Dari Tabel Input-Output Indonesia 2008

Apabila sektor 10 dibaca menurut baris, hal ini memperlihatkan keterkaitan ke depan (forward linkages) yang merupakan dampak yang terjadi terhadap output industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masingmasing sektor. Dari baris 10, terlihat bahwa nilai total forward linkages industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor sebesar 1,14 satuan. Hal ini mengandung pengertian bahwa apabila output pada masing-masing sektor meningkat sebesar satu satuan, output industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor akan meningkat sebesar 1,14 satuan. Forward linkages industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor merupakan nomor tiga paling rendah setelah sektor 20 yang memiliki nilai 1,03 dan sektor 9 yang memiliki nilai 1,12 .

Tabel 6 Multiplier Income Masing-Masing Sektor Ekonomi Berdasarkan Tabel Input-Output

SEKTOR

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 HH
JUM LAH koefisien Rasio

1 1.09 0.01 0.05 0.00 0.00 0.06 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.03 0.00 0.02 0.00 0.02 0.02 0.00 0.00 1.34 0.17 1.30

2 0.00 1.08 0.00 0.00 0.00 0.02 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.01 0.02 0.00 0.00 1.21 0.11 1.26

3 0.42 0.01 1.21 0.00 0.00 0.06 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.09 0.01 0.04 0.01 0.03 0.04 0.00 0.00 1.93 0.09 2.66

4 0.03 0.03 0.03 1.38 0.00 0.11 0.01 0.03 0.00 0.00 0.00 0.05 0.01 0.07 0.01 0.04 0.01 0.04 0.04 0.00 0.00 1.90 0.11 2.09

5 0.16 0.02 0.02 0.01 1.16 0.09 0.01 0.03 0.00 0.00 0.00 0.02 0.01 0.10 0.01 0.07 0.01 0.04 0.06 0.00 0.00 1.82 0.12 2.12

6 0.02 0.19 0.01 0.00 0.00 1.11 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.02 0.01 0.03 0.01 0.02 0.01 0.02 0.03 0.00 0.00 1.49 0.13 1.54

7 0.17 0.08 0.01 0.01 0.00 0.17 1.07 0.02 0.00 0.00 0.00 0.02 0.01 0.07 0.01 0.04 0.01 0.03 0.03 0.00 0.00 1.77 0.09 2.23

8 0.01 0.10 0.00 0.00 0.00 0.09 0.02 1.17 0.00 0.00 0.00 0.03 0.01 0.08 0.01 0.05 0.01 0.02 0.06 0.00 0.00 1.67 0.10 1.99

9 0.01 0.02 0.01 0.00 0.01 0.06 0.03 0.08 1.10 0.00 0.00 0.02 0.01 0.06 0.01 0.04 0.01 0.02 0.03 0.00 0.00 1.53 0.13 1.57

10 0.01 0.01 0.00 0.01 0.00 0.03 0.01 0.09 0.00 1.10 0.00 0.01 0.00 0.06 0.01 0.03 0.01 0.02 0.04 0.00 0.00 1.43 0.12 1.51

11 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.04 0.02 0.04 0.00 0.00 1.40 0.02 0.00 0.07 0.01 0.03 0.00 0.02 0.05 0.00 0.00 1.74 0.14 1.78

12 0.01 0.23 0.00 0.00 0.00 0.30 0.00 0.03 0.00 0.00 0.00 1.19 0.02 0.06 0.00 0.03 0.01 0.03 0.04 0.00 0.00 1.96 0.10 2.28

13 0.03 0.10 0.01 0.00 0.04 0.17 0.02 0.16 0.00 0.00 0.00 0.01 1.01 0.10 0.01 0.04 0.01 0.03 0.06 0.00 0.00 1.81 0.13 1.87

14 0.01 0.02 0.01 0.01 0.00 0.07 0.01 0.01 0.00 0.00 0.00 0.03 0.02 1.02 0.02 0.05 0.03 0.06 0.11 0.00 0.00 1.49 0.19 1.46

15 0.26 0.01 0.29 0.02 0.00 0.04 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.12 1.01 0.04 0.01 0.02 0.04 0.00 0.00 1.89 0.16 0.80

16 0.02 0.04 0.02 0.00 0.00 0.19 0.02 0.02 0.01 0.00 0.00 0.02 0.02 0.05 0.02 1.07 0.02 0.04 0.16 0.00 0.00 1.74 0.16 1.78

17 0.00 0.01 0.00 0.00 0.00 0.03 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00 0.02 0.02 0.01 0.00 0.01 1.07 0.03 0.04 0.00 0.00 1.27 0.16 1.29

18 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 0.03 0.01 0.02 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 1.24 0.06 0.00 0.00 1.46 0.19 1.45

19 0.04 0.02 0.03 0.01 0.00 0.08 0.03 0.03 0.00 0.02 0.01 0.02 0.03 0.05 0.02 0.04 0.01 0.03 1.08 0.00 0.00 1.56 0.30 1.29

20 0.21 0.02 0.01 0.01 0.00 0.07 0.22 0.01 0.00 0.00 0.00 0.01 0.00 0.07 0.00 0.03 0.01 0.01 0.02 1.01 0.00 1.71 0.14 1.74

HH 0.22 0.14 0.23 0.24 0.25 0.20 0.20 0.19 0.20 0.19 0.25 0.22 0.25 0.27 0.13 0.29 0.20 0.28 0.39 0.24 0.00 4.58

Sumber : Data Diolah Dari Tabel Input-Output Indonesia 2008

Tabel 6 memperlihatkan multiplier (keterkaitan) pendapatan masing-masing sektor ekonomi berdasarkan data Tabel Input-Output Nasional. Multiplier ini dapat digunakan untuk melihat pengaruh dari permintaan akhir di dalam suatu sektor terhadap pendapatan di sektor tersebut di dalam perekonomian (yang tercermin dalam nilai tambah bruto pada Tabel I-O). Pengganda pendapatan adalah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat dari meningkatnya permintaan akhir output sektor tersebut sebesar satu unit (Rp). Apabila permintaan akhir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar satu satuan, maka pendapatan masyarakat yang bekerja pada sektor tersebut akan meningkat sebesar nilai pengganda pendapatan sektor yang bersangkutan. Pada rincian di atas, industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor memiliki multiplier pendapatan type 1 yang cukup besar diantara sektor-sektor lainnya. Hal ini berarti apabila permintaan akhir pada sektor ini meningkat maka pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor ini pun meningkat. Nilai simple household income multiplier pada sektor industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor adalah 0,19 yang artinya jika terdapat penambahan permintaan akhir sebesar 1 satuan di sektor tersebut maka pendapatan rumah tangga di sektor tersebut akan meningkat sebesar 1,51 satuan. Type I household Income Multiplier pada sektor ini sebesar 1,51 artinya untuk setiap tambahan 1 rupiah pendapatn pekerja sektor kendaraan bermotor kecuali sepeda motor, akan menciptakan pendapatan nasional sebesar 1,51 rupiah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : 1. Secara keseluruhan, variabel bebas berupa Bahan Baku, Upah Tenaga Kerja dan Sewa Gedung, berpengaruh signifikan terhadap produksi industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. Semua variabel bebas tersebut berkorelasi positif. 2. Bila diuji secara parsial, variabel Bahan Baku dan Upah Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap produksi industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. Sementara variabel sewa gedung, tidak berpengaruh signifikan pada produksi industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. 3. Dilihat dari penggunaan faktor produksi terhadap kegiatan produksi ternyata faktor produksi yang paling dominan adalah bahan baku, artinya penggunaan bahan baku lebih berpengaruh terhadap peningkatan produksi industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor dibandingkan variabel Upah Tenaga Kerja. 4. Skala hasil produksi industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor pereiode 19902009 menunjukan decreasing return to scale. Yang berarti bahwa penambahan input bahan baku dan upah tenaga kerja melebihi penambahan produksinya. 5. Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor tidak memiliki peranan besar dalam memacu sektor ekonomi lainnya. Akan tetapi untuk sektor industri logam, mesin dan peralatannya; sektor perdagangan; sektor jasa; dan sektor pengangkutan dan transportasi mengalami perkembangan paling pesat akibat adanya peningkatan output sektor Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor. Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Apabila Industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor menginginkan peningkatan produksi maka Perusahaan harus memperhatikan kualitas Bahan Baku secara kontinuitas dan konsisten, karena bahan baku merupakan faktor yang dominan untuk meningkatkan produksi suatu perusahaan. 2. Skala perusahaan dalam periode 20 tahun ini adalah Decreasing Return to Scale. Oleh sebab itu, industri kendaraan bermotor kecuali sepeda motor seharusnya melakukan inovasi agar bisa menjadi industri yang skalanya adalah Increasing Return to Scale.

DAFTAR PUSTAKA

Achdiat Atmawinjid, d.k.k. 2008. Kedalam Struktur Industri Yang Mempunyai Daya Saing di Pasar Global. Kajian Capacity Building Industri Manufaktur Melalui Implmentasi MIDECIJEPA. Kementrian Perindustrian. Jakarta. Ashby, Michael; Shercliff, Hugh; Cebon, David (2007), " Materials - Engineering, Science, Processing and Design", Elsevier ISBN 0-7506-8391-0 ,from http://id.wikipedia.org/wiki/Bahan Badan Pusat Statistik. 2008. Kerangka Teori dan Analisis Tabel Input-Output. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Herawati, Efi. 2008. Analisis pengaruh faktor produksi, modal, bahan baku, tenaga kerja dan mesin terhhadap produksi Glycerine pada PT. Flora Sawita Chemindo Medan. Ilmu Manajemen. Universitas Sumatera Utara. Medan. Herwanto Sidik Prabowo. Analisis Pengaruh Kebijakan Deregulasi Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Pada Struktur, Kinerja, dan Persaingan Usaha. Jakarta. http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2061544-pengertian-bahan-baku-danjenis/#ixzz1kEdS5Qn0 http://www.businessdictionary.com/definition/output.html#ixzz1kEvTn5tmhttp://www.bps.go.id http://www.kemenperin.go.id http://www.indonesiafinancetoday.com/read/12741/Manufaktur-Hingga-Juli-Serap-300-RibuTenaga-Kerja http://www.indonesiafinancetoday.com/read/19168/Penjualan-Mobil-Diproyeksi-Capai-870Ribu-Unit http://www.indonesiafinancetoday.com/read/20636/Produksi-Mobil-Nasional-Diproyeksi-Capai1.000-Unit http://www.solusimobil.com/nasional/mobil-baru/artikel/pasar-otomotif-nasional-di-2012diproyeksikan-tumbuh-10-15 Kemenperin (2009). Industri kendaraan bermotor (ikb) roda-4/lebih. From http://www.kemenperin.go.id/data-data/roda4.htm, 23 Januari 2012. Koestiono, Djoko dan Zasli Purwanto. 2008. Analisis fungsi keuntungan dan efisiensi ekonomi relatif pada usahatani padi sawah tadah hujan. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Tim Penyusun.Modul Kursus Financial Analisis Modal Kerja.Universitas Guna Darma. From elearning.gunadarma.ac.id Noviyanto (2012). Kementerian Perindustrian Dukung Inovasi Mobil Buatan Indonesia. From http://m.lensaindonesia.com/2012/01/05/kementerian-perindustrian-dukung-inovasi-mobilbuatan-indonesia.html, 23 Januari 2012. Ramadhani, Yuiastuti. AnalisisieEfisiensi,skala dan elastisitas Produksi dengan pendekatan cobb-douglas dan regresi berganda. Fakultas Teknologi Industri. Institut Sains & Teknologi AKPRIND. Riyadi. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung di kecamatan wirosari kabupaten grobogan. Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Universitas Diponegoro. Semarang. Rumanggor, Donny S. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cokelat di Kabupaten Dairi. Ilmu Ekonomi Pembangunan. Universitas Sumatera Utara. Medan. Setyadharma, Andryan. 2010. Uji asumsi klasik dengan SPSS 16.0. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Fakultas Ekonomi.

Triyanto, Joko. 2006. Analisis produksi padi di Jawa Tengah. Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Universitas Dipenogoro. Semarang. UU No: 13 Tahun 2003

Anda mungkin juga menyukai