Anda di halaman 1dari 9

REFLEKSI KASUS KONJUNGTIVITIS ALERGI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Bagian Ilmu Penyakit Mata

RSUD Tidar Magelang

Diajukan kepada Dr. Sri Yuni Hartati, Sp. M

Disusun oleh : Irma Yuliani 20070310040

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011

REFLEKSI KASUS A. KASUS PASIEN Seorang anak berusia 4,5 tahun datang ke poli mata bersama ibunya dengan keluhan kedua matanya yang awalnya kemerahan menjadi kecoklatan. Sebelumnya pasien tersebut kedua matanya terasa gatal dan kemerahan sebulan yang lalu dan sudah diberi obat oleh dokter Puskesmas. Pasien memiliki riwayat sering bersin-bersin saat terkena debu. Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Pasien didiagnosis konjungtivitis alergi. B. MASALAH YANG DIKAJI Bagaimana penegakan diagnosis dan terapi untuk pasien konjungtivitis alergi? C. PEMBAHASAN Penegakan diagnosis untuk konjungtivitis adalah berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan. Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever) Tanda dan gejala Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami (rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakanakan tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek matanya.

Laboratorium Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva Terapi Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatalgatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan. Konjungtivitis Vernalis Definisi Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim gugur. Insiden Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10 tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Tanda dan gejala Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berseratserat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior

sering memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler. Laboratorium Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Terapi Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh total. Konjungtivitis Atopik Tanda dan gejala Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan

vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun. Laboratorium Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. Terapi Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang nonsteroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat Phlyctenulosis Definisi Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel,

Staphylococcus spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3. Tanda dan Gejala Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus. Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet. Terapi Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin,

antibiotika spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi

papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan

menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.

D. DOKUMENTASI Identitas pasien


Nama : anak Y Umur : 4,5 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Pendidikan : TK Pekerjaan : Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Alamat : Magelang

Anamnesis Seorang anak berusia 4,5 tahun datang ke poli mata bersama ibunya dengan keluhan kedua matanya yang awalnya kemerahan menjadi kecoklatan. Sebelumnya pasien tersebut kedua matanya terasa gatal dan kemerahan sebulan yang lalu dan sudah diberi obat oleh dokter Puskesmas. Pasien memiliki riwayat sering bersin-bersin saat terkena debu. Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Pasien didiagnosis konjungtivitis alergi. Kesan

Kesadaran : compos mentis Keadaan umum : Baik OD : Sedikit kecokelatan OS : Sedikit kecokelatan

Pemeriksaan Fisik

Visus jauh : OD = 20/30

OS= 20/30

Pemeriksaan sekitar mata tidak ditemukan kelainan Pemeriksaan kelopak mata normal Pemeriksaan bola mata tidak ditemukan kelainan TIO normal Pemeriksaan konjungtiva terlihat kecokelatan Pemeriksaan kornea normal COA dalam Pemeriksaan iris tidak didapatkan kelainan Pupil dalam batas normal Reflex direct dan indirect positif Lensa tidak keruh Refleks fundus positif

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Hubungan Antara Konjungtivitis Verneralis dengan Riwayat

Penyakit

Atopik.

Diakses

dari

Media

Medika

http://eprints.undip.ac.id/1650/1/artikel_02_full_text_01.htm
2. Nurcahyo.

Konjungtivitis

Alergika.

Diakses

dari

Blog

http://blognyayoan.blogspot.com/2010/04/konjungtivitis.html
3. Ilyas S, 2008, Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3, Balai Penerbit FKUI,

Jakarta
4. Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P, 2002, Oftalmologi Umum, Edisi ke-

14, Widya Medika, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai