Anda di halaman 1dari 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas tinjauan pustaka yang berhubungan dengan penelitian m eliputi

konsep pengetahuan, konsep susu formula, konsep dasar diare dan kerangka konseptual. 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pe nginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni : indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh me lalui mata dan telinga (Notoatmodjo S, 2007). 2.1.2 Tingkatan Pengetahuan Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terh adap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling ren dah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari anta ra lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obje k yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Ora ng yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebut kan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelaja ri, misalnya menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelaj ari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan aplika si atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam kont eks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pe mecahan masalah (problem solving cycle) dalam pemecahan masalah kesehatan dari k asus yang diberikan. 4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedala m komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masi h ada kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan sebagainy a. 5. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu bagian-bagian di d alam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sistesis itu suatu kem ampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanya kan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. (Notoatmodjo S, 2003 : 128-130). 2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan men jadi dua berdasarkan cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran yaitu : 1. Cara tradisional atau non-ilmiah Cara ini dipakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematik dan logis. Cara-cara penemu an pengetahuan pada periode ini meliputi :

1) Cara coba-salah (trial and error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum a danya peradaban. Cara-cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam me mecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungk inan lain. Metode ini masih dipergunakan sampai sekarang terutama oleh mereka ya ng belum atau tidak mengetahui suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi. 2) Secara kebetulan Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh orang yang besangkutan. 3) Cara kekuasaan atau otoritas Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenerannya , baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. 4) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu me rupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengal aman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini di lakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. 5) Cara akal sehat (common sense) Akal sehat/common sense kadang dapat menemukan teori atau kebenaran. 6) Kebenaran melalui wahyu Suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melaui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama yang bersangkutan, terlepas dari apakah kebenaran tersebut rasional atau tidak. 7) Kebenaran secara intuitif Kebenaran ini diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses di luar kesad aran dan tanpa melalui proses penalaran atau berfikir serta hanya berdasarkan in tuisi atau suara hati atau bisikan hati. 8) Melalui jalan pikiran Manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh kebenaran pengetah uan telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. (No toatmodjo S, 2005 : 1-23). 9) Induksi Induksi adalah proses penarikan kesimpulan uang dimulai dari pernyataan-pernyata an khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini dalam berpikir induksi pebua tan kesimpulan berdasarkan pengalaman-pengalaman empiris yang ditangkap oleh ind era. 10) Deduksi Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan umum ke khusus. A ristteles (384-322 SM) mengembangkan cara berfikir deduksi ini ke dalam suatu ca ra yang disebut Silogisme 2. Cara modern Cara ini disebut Metode Penelitian Ilmiah atau lebih populer disebut metodologi peneli tian (Research Methodology). 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah : 1. Umur Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang d alam berfikir, belajar, bekerja sehingga pengetahuanpun akan bertambah. Dari seg i kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya (Nursalam & Siti Pariani, 2001 : 134 ). 2. Pendidikan

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehing ga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kuran g akan menghambat perkembangannya sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Nursalam & Siti Pariani, 2001 : 134). 3. Pekerjaan Pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupa nnya dan kehidupan keluarga. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita wak tu, bekerja mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Nursalam & Siti Pari ani, 2001 : 133). 4. Pengalaman Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengatahuan. Oleh karena itu pengalaman pribadipun d apat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal itu dilakukan dengan me ngulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan kembali yang dihadapi pada masa lalu (Notoatmodjo S, 2005 : 13). 5. Penghasilan Penghasilan yang rendah akan mengurangi kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutu han-kebutuhan keluarga terhadap gizi, pendidikan dan dkebutuhan-kebutuhan lainny a (Nursalam dan Siti Pariani, 2001 : 40). 2.2 Konsep Susu Formula 2.2.1 Pengertian Susu merupakan bahan pangan alami dengan nilai nutrisi yang lengkap dan telah di konsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Susu formula adalah susu yang dibuat dari susu sapi atau susu buatan yang diubah komposisinya hingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI. Alasan dipakainya susu sapai sebagai bahan dasar mungkin oleh banyaknya susu yang dapat dihasilkan ole h peternak (Pudjiadi, 2002). 2.2.2 Jenis-jenis susu formula Susu bayi yang umum diberikan kepada bayi biasanya disebut susu formula yakni pr oduk susu bayi yang berasal dari susu sapi yang telah diformulasikan sehingga ko mposisinya mendekati ASI. Secara garis besar susu formula yang beredar di pasara n dengan merek dagang sebagai berikut : 1. Susu formula dari susu sapi Susu sapi adalah susu pilihan untuk bayi yang tidak memiliki riwayat alergi dala m keluarga. Untuk bayi yang telah berusia diatas 6 bulan, susu formula yang disa rankan adalah yang telah mendapatkan fortifikasi zat besi karena antara usia 4-6 bulan persediaan zat besi pada tubuh bayi mulai berkurang sehingga perlu mendap atkan tambahan asupan dari luar (Raizah, 2008) 2. Susu hipoalergenik Bayi dengan alergi susu sapi formula biasa sebaliknya diberi susu sapi dengan fo rmula hipoalergenik (hipolisart) yakni susu sapi yang kandungan proteinnya telah dihidrolisis sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah diolah oleh pencernaan bayi. 3. Susu soya Susu yang berasal dari sari kedelai umumnya diperuntukkan bagi bayi yang memilik i alergi terhadap protein susu sapi tetapi tidak alergi terhadap protein soya. F ungsinya sama dengan susu sapi yang protein susunya telah terhidrolisis dengan s empurna. 4. Susu rendah laktosa Susu rendah laktosa adalah susu sapi yang bebas dari kandungan laktosa (low lact ose/free lactose) sebagai penggantinya susu formula jenis ini akan menambahkan k andungan gula jagung, susu ini cocok untuk bayi yang tidak mampu mencerna laktos a (intoleransi laktosa) karena gula darahnya tidak memiliki enzim untuk mengolah laktosa (Raizah, 2008). 5. Susu formula khusus Susu formula yang disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi. Komposisi susu ini hampir mendekati ASI sehingga sangat cocok untuk diberikan kepada bayi yang bar u lahir hingga berumur 4 bulan (Sunartyo, 2009). 6. Susu formula complete starting Komposisi zat gizi yang dikandung dalam susu formula jenis ini sangat lengkap se

hingga sangat baik diberikan kepada bayi sebagai formula permulaan. Kadar protei n dan mineral yang dikandung sangat tinggi dibandingkan susu formula adapted, ke untungannya susu formula diberikan setelah bayi berumur 4 bulan. 7. Susu formula lanjutan Adalah susu formula yang menggantikan kedua susu formula yang digunakan sebelumn ya. Susu formula ini diperuntukkan bagi bayi berumur 6 bulan ke atas, karena sus u formula ini disebut juga dengan susu formula lanjutan. Kandungan protein dan m ineralnya yang dikandung susu formula ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kedua susu formula adapted dan complete starting (Sunartyo, 2009). 2.2.3 Kandungan susu formula 1. Lemak Kadar lemak disarankan antara 2,7-4,1 g tiap 100 ml. komposisi asam lemaknya har us sedemikian hingga bayi umur 1 bulan dapat menyerap sedikitnya 85%. Disarankan juga bahwa 3-4% dari kandungan energi harus terdiri dari asam linoleik. 2. Protein Kadar protein harus berkisar antara 1,2 dan 1,9 g/100 ml dengan rasio lakalbumin atau kasein kurang lebih 60/40. Oleh karena kandungan protein dari pada formula ini relative rendah maka komposisi asam aminonya harus identik atau hampir iden tik dengan yang terdapat dalam protein ASI. Mead Johnson mengedarkan formula den gan nama Enfamil neonatal, khusus bagi bayi baru lahir sampai usia 1 bulan denga n 73% proteinnya sudah dihidrolisis. 3. Karbohidrat Kandungan karbohidrat antara 5,4 dan 8,2 g tiap 100 ml. dianjurkan supaya sebaga i karbohidrat hanya atau hampir seluruhnya memakai laktosa, selebihnya glukosa a tau destrin-maltase. Laktosa merupakan factor penting untuk menurunkan pH tinja. Ph yang rendah disertai kapasitas buffer yang rendah pula karena rendahnya kand ungan protein dan fosfat, memberi dampak yang baik untuk menekan pertumbuhan Esc herichia coli dan usus bayi yang mendapat ASI. 4. Mineral Sebagian besar mineral dalam susu sapi seperti natrium, kalium, kalsium, fosfor, magnesium, khlorida, lebih tinggi 3 sampai 4 kali dibandingkan dengan yang terd apat dalam ASI. Kandungan mineral dalam susu formula berkisar antara 0,25 dan 0 ,34 g tiap 100 ml. 5. Vitamin Biasanya berbagai vitamin ditambahkan pada pembuatan formula hingga dapat mencuk upi kebutuhan sehari-harinya. 6. Energi Banyaknya energi dalam formula demikian biasanya disesuaikan dengan jumlah energ i yang terdapat pada ASI. 2.2.4 Kandungan tambahan pada susu formula Semua kandungan gizi sebenarnya sudah ada dalam ASI. Namun untuk memenuhi kebutu han nutrisi anak, maka ditambahkan kandungan tambahan pada susu formula. Kandung an tambahan ini hanya akan efektif berfungsi di dalam tubuh apabila bersinergi d engan zat gizi lain. Menurut Rahayu (2010) kandungan tambahan tersebut yaitu: 1. AA (Asam Arakidonat) - DHA (Dokosaheksaenoat) Fungsinya adalah untuk tumbuh kembang dan perkembangan saraf di otak, zat gizi i ni juga membantu pembentukan jaringan lemak otak (milenisasi) dan menjaga interk oneksi sel-sel syaraf otak. Kekurangan kedua zat itu akan menyebabkan perkembang an fungsi mental dan intelektual anak terhambat. 2. Karoten Berfungsi meningkatkan kekebalan tubuh, memelihara sel-sel sehat dan melindungi si kecil dari bahaya radikal bebas. 3. Selenium Jenis mineral ini dapat meningkatkan system kekebalan tubuh sekaligus berfungsi sebagai antioksidan. 4. Sphingomyelin Merupakan komponen utama dalam proses pembentukan selubung myelin otak. Selubung myelin berperan penting untuk mempercepat rangsangan antara sel syaraf. 5. Nukleotida

Meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan hifidobakteria di usus, menurunkan ke jadian diare dan membantu absorsi zat besi. 6. Laktoferin Berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan bakteri berbahaya dengan m engikat zat besi yang dibutuhkan bakteri tersebut sebagai sumber makanan. 7. Laktutosa Membantu meningkatkan pertumbuhan bifidobakteria/bakteri menguntungkan dalam tub uh, membantu kesehatan system pencernaan dan memperbaiki penyerapan zat gizi. 8. Asam linoleat (Omega 6) dan asam linolenat (Omega 3) Membuat lentur pembuluh darah, menghindari terjadinya ulek/sumbatan pada pembulu h darah. 9. FOS (Fructo Oligo Saccharide) Berfungsi untuk membantu meningkatkan floura susu, menekan perkembangan bakteri pathogen dan meningkatkan daya tahan tubuh. 10. Zat besi Merupakan salah satu mineral yang berfungsi untuk pembentukan sel darah merah, s erta berperan dalam peningkatan daya konsentrasi. 11. Probiotik Membuat kondisi usus lebih sehat hingga proses pencernaan berjalan baik. 12. Prebiotik Serat makanan golongan karbohidrat yang dapat merangsang pertumbuhan bakteri pro biotik, terutama bifidobakteria dan taktobasilus yang bermanfaat, prebiotik juga dapat mencegah sembelit pada si kecil. Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi ASI, Susu Sapi, dan Susu Formula Komposisi/100 ml ASI Matur Susu Sapi Susu Formula Kabri 75 69 67 Protein 1,2 3,5 1,5 Lactalbumin (%) 80 18 60 Kasein (%) 20 82 40 Air (ml) 87,1 87,3 90 Lemak (gr) 4,5 3,5 3,8 Karbohidrat 7,1 4,9 6,9 Ash (gr) 0,21 0,72 0,34 Mineral Na 16 50 21 K 53 144 69 Ca 33 128 46 P 14 93 32 Mg 4 13 5,3 Fe 0,05 Trace 1,3 Zn 0,15 0,04 0,42 Vitamin A (iu) 182 140 210 C (mg) 5 1 5,3 D (iu) 2,2 42 42 E (iu) 0,08 0,04 0,04 Thiamin (mg) 0,01 0,04 0,04 Riboflavin (mg) 0,04 0,03 0,06 Niacin (mg) 0,2 0,17 0,7 Ph Alkaline Acid Acid Bacteria Iontent Steril Non-Steril Steril Sumber: kristiyansari, Weni. 2009. ASI, Menyusui Dan Sadari, Jogjakarta : NOHA M EDIKA 2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian susu formula

1. Kurang percaya diri Perasaan ini akan muncul kala ibu menghadapi bayi baru lahirnya yang menangis me ncari minum, sementara ASI belum keluar bayi pun diberi susu formula. Hal sama t erjadi pada bayi menangis karena belum kenyang, ibu tidak yakin ASI-nya mencukup i lalu buru-buru menambahkan susu formula. Yang tepat beri ASI lagi, meski cuma keluar sedikit ibu harus yakin benar ASI dapat mencukupi kebutuhan bayi. Keyakin an ini tentu ditunjang dengan makan makanan bergizi, banyak minum air dan pikira n yang tentram. 2. Sakit Karena harus mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang bisa meracuni ASI, ibu yang sakit harus berhenti menyusui bayinya sementara waktu. Kondisi kesehatan yang bu ruk dan fisik yang lemah mungkin juga membuat ibu tidak kuat lama menyusui. Mau tidak mau harus diselingi dengan susu formula. Gunakan sendok agar bayi tidak l angsung puting. 3. Harus kembali bekerja Masa cuti bersalin selama 3 bulan, sering membuat ibu bingung mengingat pemberia n ASI eksklusif bisa sampai 6 bulan. Alhasil anak diberi susu formula, padahal i bu bekerja tetap bisa memberi ASI dengan cara memetas dan menyimpan ASI dalam le mari pendingin untuk diberikan pada bayi selama ibu tidak ada di rumah. 4. Tergiur iming-iming Ada yang beranggapan susu formula mahal, sama atau mendekati mutu ASI/sekedar te rtarik dengan iming-iming hadiah dan kemasan yang menarik. 5. Ingin langsing Ini kerap jadi alasan ibu ingin cepat langsung kembali lewat diet ketat, mengura ngi porsi makanan secara drastis dan menghentikan ASI. Padahal seharusnya kepent ingan anak harus didahulukan. Untuk mengembalikan bentuk tubuh harus olahraga da n kurangi makanan berlemak. 2.2.6 Dampak pemberian susu formula Berbagai dampak negative yang terjadi pada bayi akibat ketidak cocokan dari pemb erian susu formula, antara lain: 1. Gangguan saluran pencernaan Sering muntah/gumoh, kembung, cegukan, sering buang angin, sering ngeden/mullet, sering rewel, gelisah/kolik terutama malam hari, sering buang air besar (lebih dari 3 kali perhari), tidak BAB tiap hari, feses berwarna hijau, hitam, berbau, sangat keras, cair/berdarah. Hernia umbilicalis (pusat menonjol), scrotalis, ing uinalis (benjolan di selakangan, daerah buah zakar/ pusat/turun beruk) karena se ring ngeden sehingga tekanan di dalam perut meningkat. 2. Meningkatkan resiko asma Penelitian pada 2.184 bayi yang dilakukan oleh Hospital For Sick Children di Tor onto, Kanada menunjukkan bahwa resiko asma dan gangguan pernapasan mencapai angk a 50% lebih tinggi pada bayi yang diberi susu formula dibandingkan dengan bayi y ang mendapatkan ASI sampai dengan usia 9 bulan/lebih. (Dell S, 2001 : 1261). 3. Meningkatkan resiko alergi Kulit sensitif, sering timbul bintik/bisul kemerahan terutama di pipi, telinga d an daerah yang tertutup popok. Kerak di daerah rambut, timbul bekas hitam sepert i tergigit nyamuk. Mata, telinga dan daerah sekitar rambut sering gatal disertai pembesaran kelenjar di kepala belakang. Kotoran telinga berlebihan kadang sedik it berbau. Bibir tampak kering/badan tengah berwarna lebih gelap (biru). Gusi ta mpak bengkak seperti tumbuh gigi. 4. Mengurangi/menghambat perkembangan kognitif Tidak mengeluarkan kata umur kurang dari 15 bulan, kemampuan bicara/ngoceh hilan g dari yang sebelumnya bisa. Bila tidak ada gangguan kontak mata, gangguan pende ngaran dan gangguan intelektual biasanya usia lebih 2 tahun membaik. Impulsive: banyak tersenyum dan tertawa berlebihan, lebih dominant berteriak dari pada meng oceh. Jangka panjang akan memperberat gangguan perilaku tertentu bila anak menga lami bakat genetic seperti ADHD (hiperaktif) dan autisme (hiperaktif, keterlamba tan bicara, gangguan sosialisasi). 5. Meningkatkan resiko oklusi gigi pada anak Salah satu keuntungan menyusui adalah membuat gigi anak tumbuh rapih dan teratur . Penelitian yang dilakukan pada 1.130 balita (untuk mengetahui dampak dari pemb

erian makanan dan aktivitas menghisap yang tidak tepat terhadap pertumbuhan gigi yang kurang baik. Aktivitas menghisap yang kurang baik (menghisap botol) member ikan dampak yang substansial pada kerusakan gigi/oklusi gigi pada anak. 6. Meningkatkan resiko infeksi dari susu formula yang terkontaminasi Di Amerika Serikat menyebutkan bahwa seorang bayi berusia 20 hari meninggal duni a karena menderita Panas-Tachyardia dan mengalami penurunan E-Sakazaki i di NICU (We ir E, 2002 : 166). 7. Meningkatkan resiko kurang gizi/gizi buruk Pada tahun 2003 ditemukan bayi yang mengkonsumsi susu formula berbahan dasar ked elai di Israil dua diantaranya meninggal akibat Cardiomyopathy. Bahwa tingkat ti amin pada susu formula tidak dapat diidentifikasikan. pada bayi yang mengkonsunm si susu formula berbasis kedelai sering ditemukan gejala kekurangan tiamin. 8. Meningkatkan resiko penyakit kronis Penyakit kronis dapat dipicu oleh respon auto-imun tubuh ketika mengkonsumsi mak anan yang mengandung protein gluten. Rasa terbakar pada saat BAB dan penyakit Cr otin adalah penyakit gastrointestinal kronis yang sering terjadi pada bayi susu formula (Klement E dkk, 2004 : 1342). 9. Meningkatkan resiko diabetes Bayi yang mengkonsumsi susu formula meningkatkan antibody betacasein yang bisa m enyebabkan diabetes type I dibandingkan dengan bayi yang mengkonsumsi ASI 2.3 Konsep Dasar Diare 2.3.1 Pengertian Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bay i dan lebih dari 3 kali sehari pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarn a hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. (Ngastiyah, 2005 : 223). 2.3.2 Faktor-faktor penyebab terjadinya diare 1. Faktor infeksi a. Infeksi laktosa b. Virus (virus echo, polio myelitis I, adeno virus, roto virus, astro viru s dll). c. Bakteri (vibrio E colli, salmonella shigella, campylo bacter, sakazaki, dsb). 2. Faktor malabsorbsi karbohidrat a. Monosakarida (glukosa, galaktosa, fruktosa) b. Disakarida (laktosa, sukrosa, maltosa) c. Polisakarida (glikogen, amilum, tepung) 2.3.3 Gambaran klinik diare Gejala yang muncul sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai yang berat da n mulai munculnya gejala dapat cepat terlihat setelah beberapa menit meminum dap at disertai sering buang air besar dengan tinja sangat encer yang dapat bercampu r darah, cengeng, gelisah, nafsu makan berkurang, panas dingin, disertai dengan mual dan muntah, kram, kolik (sakit perut), perut kembung dan sering buang gas. Gejala yang paling berat dan berbahaya dari alergi usus sapi adalah reaksi anafi laksis, biasanya reaksi anafilaksis mulai timbul 1 jam setelah minum dan gejala yang muncul awalnya berupa kemerahan pada kulit, urtikaria selanjutnya terjadi n yeri perut, diare, bronkustasme, hipotensi dan syok. 2.3.4 Penatalaksanaan 1. Infeksi laktose dapat diatasi dengan mengurangi atau menghilangkan lakto se dari makanan yang dikonsumsi oleh bayi. 2. Diberikan susu rendah laktose/free lactose milk formula selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. 3. Susu sapi diganti dengan susu formula kedelai karena mengandung tepung r antai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. 4. Tidak memberikan tambahan cairan bening atau larutan elektrolit encer be rlebihan untuk menghindari hiponatremia atau pengurasan kalori pascainfeksi yang bisa menyebabkan diarenya berkepanjangan. 5. Untuk mengatasi kekurangan gizi akibat pengenceran susu, sumber nutrisi lain seperti makanan padat, perlu diberikan.

2.3.5 Pencegahan 1. Pemberian ASI. 2. Cara pemberian susu formula yang benar. 3. Penggunaan air bersih. 4. Mencuci tangan. 5. Cara penyimpanan setelah pengenceran. 6. Cara membersihkan botol susu. 2.3.6 Akibat dari diare 1. Kehilangan air (dehidrasi) Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pada pemasuka n air (input merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. 2. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare sering terjadi gangguan gizi akibat terjadinya penu runan berat badan dalam waktu yang singkat. 3. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan atau disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkula si darah berupa renjatan (syok) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkuran g dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah hebat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokomateus) dan bila tidak segera ditolong p enderita dapat meninggal. 4. Gangguan pencernaan Laktosa yang tidak dapat dicerna usus merupakan makanan empuk bagi bakteri yang ada di dalam usus akibatnya bakteri akan berkembang biak. Pada saat memanfaatkan laktosa tersebut, bakteri tidak menghabiskan seluruhnya tetapi terdapat sisa-si sa berupa asam-asam organic yang bersifat dapat menambah kerusakan jonjot-jonjot usus. Penambahan bakteri yang berlipat ganda akan membahayakan usus yang telah rusak akibatnya diarepun akan berkepanjangan dan terjadi gangguan pencernaan ser ta penyerapan makanan pada akhirnya gangguan ini akan mempengaruhi tumbuh kemban g anak. 5. Kekurangan enzim laktose Kekurangan enzim laktose dapat terjadi primer yaitu dibawa sejak lahir, atau did apat setelah lahir seperti bayi yang lahir sebelum cukup umur (premature), setel ah diare mendadak yang disebabkan infeksi seperti infeksi firus yang menyebabkan rusaknya mukosa atau permukaan usus yang berperan memproduksi enzi laktose. Kek urangan enzim laktose terjadi melalui perantaraan reaksi emonologik tubuh (zat a nti dari sistem pertahanan tubuh terhadap protein susu.

Anda mungkin juga menyukai