Anda di halaman 1dari 37

Skenario 3 Ujud Kelainan Kulit

Seorang laki-laki, 35 tahun, pekerjaan petani, dating ke puskesmas dengan keluhan timbul benjolan-benjolan merah dan nyeri di kedua lengannya sejak tiga hari yang lalu, disertai demam ringan dan nyeri sendi. Kelainan tersebut diawali timbulnya bercak kemerahan sejak sembilan bulan yang lalu di punggung kemudia bertambah banyak serta meluas, telapak kai terasa baal dan kesemutan. Pada pemeriksaan didapatkan kelainan berupa plakat eritomatosa di wajah, lengan dan badan, sebagian berbatas tegas, berkilat, simetris dan tidak nyeri. Pada kedua lengan terdapat beberapa nodus eritomatosus yang nyeri bila disentuh. Kulit kedua tungkai sangat kering dan bersisik. Pada pemeriksaan syaraf ditemukan pembesaran syaraf Tibialis Posterior sinistra. Saat ini penderita sedang dalm pengobatan penyakitnya. Usulan pemeriksaan pada pasien ini untuk dilakukan pemeriksaan bakterioskopis. Sebagai seorang muslim dokter menyarankan pasien untuk menjaga kesehatan kulit menurut ajaran Islam.

SASARAN BELAJAR

LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopik Kulit LO 2. Memahami dan Menjelaskan Mikrobiologi Mycobacterium leprae LO 3. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Kusta LO 4. Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan Kulit Menurut Ajaran Islam

1.

Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikroskopik Kulit

Integumen atau kulit merupakan jaringan yang menutupi permukaan tubuh, yang terdiri atas 2 lapisan : 1. Epitel yang disebut epidermis 2. Jaringan pengikat yang disebut dermis atau corium

Epidermis berasal dari ectoderm dan dermis berasal dari mesoderm. Dibawah kulit terdapat lapisan jaringan pengikat yang lebih longgar disebut hypodermis yang pada beberapa tempat banyak mengandung jaringan lemak.

Pada beberapa tempat kulit melanjutkan menjadi tunica mucosa dengan suatu perbatasan kulit-mukosa (mucocutaneus junction). Perbatasan tersebut dapat ditemukan pada bibir, lubang hidung, vulva, preputium, dan anus.Kulit merupakan bagian dari tubuh yang meliputi daerah luas dengan berat sekitar 16% dari berat tubuh.

Fungsi kulit selain menutupi tubuh, sebagai pelindung sinar ultra violet, juga mempunyai beberapa fungsi lain seperti organ sensoris, organ sekresi dan kepentingan klinis. Maka selain struktur epitel dan jaringan pengikat tersebut masih dilengkapi bangunan tambahan yang disebut apendix kulit, dimana meliputi; glandula sudorifera (kelenjar keringat), glandula sebacea (kelenjar minyak), folikel rambut, dan kuku. Permukaan bebas kulit tidaklah halus, tetapi ditandai adanya alur alur halus yang membentuk pola tertentu yang berbeda pada berbagai tempat. Demikian pula permukaan antara epidermis dan dermis tidak rata karena adanya tonjolan tonjolan jaringan pengikat ke arah epidermis. Walaupun batas antara epidermis dengan jaringan pengikat /corium dibawahnya jelas, tetapi serabut jaringan pengikat tersebut akan bersatu dengan serabut jaringan pengikat di bawah kulit.

Ketebalan kulit tidaklah sama pada berbagai bagian tubuh. Tebalnya kulit tersebut dapat disebabkan karena ketebalan dua bagian kulit atau salah satu bagian kulit. Misalnya pada daerah intraskapuler kulitnya sangat tebal sampai lebih dari 0,5 cm, sedangkan di kelopak mata hanya setebal 0,5 mm. Rata rata tebal kulit adalah 1-2 mm.

Berdasarkan gambaran morfologis dan ketebalan epidermis, kulit dibagi menjadi: Kulit Tebal Kulit Tipis

KULIT TEBAL

Kulit tebal ini terdapat pada vola manus dan planta pedis yang tidak memiliki folikel rambut. Pada permukaan kulit tampak garis yang menonjol dinamakan crista cutis yang dipisahkan oleh alur alur dinamakan sulcus cutis.

Pada mulanya cutis tadi mengikuti tonjolan corium di bawahnya tetapi kemudian dari epidermis sendiri terjadi tonjolan ke bawah sehingga terbentuklah papilla corii yang dipisahkan oleh tonjolan epidermis. Pada tonjolan epidermis antara dua papilla corii akan berjalan ductus excretorius glandula sudorifera untuk menembus epidermis.

Epidermis

Dalam epidermis terdapat dua sistem : 1. Sistem malpighi, bagian epidermis yang sel selnya akan mengalami keratinisasi. 2. Sistem pigmentasi, yang berasal dari crista neuralis dan akan memberikan melanosit untuk sintesa melanin.

Struktur histologis Pada epidermis dapat dibedakan 5 stratum, yaitu:

Gambar 1. Struktur epidermis

1.

Stratum basale Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum germinativum karena paling banyak tampak adanya mitosis sel sel. Sel sel lapisan ini berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk silindris atau kuboid. Di dalam sitoplasmanya terdapat butir butir pigmen.

2.

Stratum spinosum Lapisan ini bersama dengan stratum basale disebut pula stratum malpighi atau stratum germinativum karena sel selnya menunjukkan adanya mitosis sel. Sel sel dari stratum basale akan mendorong sel sel di atasnya dan berubah menjadi polihedral. Sratum spinosum ini terdiri atas beberapa lapisan sel sel yang berbentuk polihedral dan pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya pada tepi sel menunjukkan tonjolan tonjolan seperti duri duri. Semula tonjolan tonjolan tersebut disangka sebagai jembatan interseluler dengan di dalamnya terdapat tonofibril yang menghubungkan dari sel yang satu ke sel yang lain.

3.

Stratum granulosum Lapisan ini terdiri atas 2-4 sel yang tebalnya di atas stratum spinosum. Bentuk sel seperti belah ketupat yang memanjang sejajar permukaan. Sel yang terdalam berbentuk seperti sel pada strarum spinosum hanya didalamnya mengandung butir-butir. Butir butir yang terdapat sitoplasma lebih terwarna dengan hematoxylin (butir butir keratohialin) yang dapat dikelirukan dengan pigmen. Adanya butir butir keratohyalin semula diduga berhubungan dengan proses keratinisasi, tetapi tidak selalu dijumpai dalam proses tersebut, misalnya pada kuku. Makin ke arah permukaan butir butir keratin makin bertambah disertai inti sel pecah atau larut sama sekali, sehingga sel sel pada stratum granulosum sudah dalam keadaan mati.

4.

Stratum lucidum Tampak sebagai garis bergelombang yang jernih antara stratum granulosum dan stratum corneum. Terdiri atas beberapa lapisan sel yang telah gepeng tersusun sangat padat. Bagian yang jernih ini mengandung zat eleidin yang diduga merupakan hasil dari keratohialin.

5.

Stratum Corneum Pada vola manus dan planta pedis, lapisan ini sangat tebal yang terdiri atas banyak sekali lapisan sel sel gepeng yang telah mengalami kornifikasi atau keratinisasi.

Hubungan antara sel sebagai duri duri pada stratum spinosum sudah tidak tampak lagi. Pada permukaan, lapisan tersebut akan mengelupas (desquamatio) kadang kadang disebut sebagai stratum disjunctivum.

Dermis

Gambar 2. Struktur dermis

Terdiri atas 2 lapisan yang tidak begitu jelas batasnya, yaitu : 1. Stratum papilare Merupakan lapisan tipis jaringan pengikat di bawah epidermis yang membentuk papilla corii. Jaringan tersebut terdiri atas sel sel yang terdapat pada jaringan pengikat longgar dengan serabut kolagen halus. 2. Stratum reticulare Lapisan ini terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung serabut serabut kolagen kasar yang jalannya simpang siur tetapi selalu sejajar dengan permukaan. Di dalamnya selain terdapat sel sel jaringan pengikat terdapat pula sel khromatofor yang di dalamnya mangandung butir butir pigmen. Di bawah stratum reticulare terdapat subcutis yang mengandung glandula sudorifera yang akan bermuara pada epidermis.

KULIT TIPIS

Menutupi seluruh bagian tubuh kecuali vola manus dan planta pedis yang merupakan kulit tebal. Epidermisnya tipis, sedangkan ketebalan kulitnya tergantung dari daerah di tubuh.

Pada dasarnya memiliki susunan yang sama dengan kulit tebal,hanya terdapat beberapa perbedaan: 1. Epidermis sangat tipis,terutama stratum spinosum menipis. 2. Stratum granulosum tidak merupakan lapisan yang kontinyu. 3. Tidak terdapat stratum lucidium. 4. Stratum corneum sangat tipis. 5. Papila corii tidak teratur susunannya. 6. Lebih sedikit adanya glandula sudorifera. 7. Terdapat folikel rambut dan glandula sebacea.

Subcutis atau Hypodermis Merupakan jaringan pengikat longgar sebagai lanjutan dari dermis. Demikian pula serabut-serabut kolagen dan elastisnya melanjutkan ke dalam dermis. Pada daerahdaerah tertentu terdapat jaringan lemak yang tebal sampai mencapai 3 cm atau lebih,misalnya pada perut. Di dalam subcutis terdapat anyaman pembuluh dan syaraf.

Nutrisi Kulit Epidermis tidak mengandung pembuluh darah,hingga nutrisinya diduga berasal dari jaringat pengikat di bawahnya dengan jalan difusi melui cairan jaringan yang terdapat dalam celah-celah di antara sel-sel stratum Malphigi.

Struktur halus sel-sel epidermis dan proses keratinisasi Dengan M.E sel-sel dalam stratum Malphigi banyak mengandung ribosom bebas dan sedikit granular endoplasmic reticulum.Mitokhondria dan kompleks Golgi sangat jarang. Tonofilamen yang terhimpun dalam berkas sebagai tonofibril didalam sel daerah basal masih tidak begitu pada susunannya. Di dalam stratum spinosum lapisan teratas, terdapat butir-butir yang di sekresikan dan nembentuk lapisan yang menyelubungi membran sel yang dikenal sebagai butir-butir

selubung membran atau keratinosum dan mengandung enzim fosfatase asam di duga terlibat dalam pengelupasan stratum corneum. Sel-sel yang menyusun stratum granulosum berbeda dalam selain dalam bentuknya juga karena didalam sitoplasmanya terdapat butir-butir sebesar 1-5 mikron di antara berkas tonofilamen,yang sesuai dengan butir-butir keratohialin dalam sediaan dasar. Sel-sel dalam stratum lucidium tampak lebih panjang,inti dan organelanya sudah hilang, dan keratohialin sudah tidak tampak lagi. Sel-sel epidermis yang terdorong ke atas akan kehilangan bentuk tonjolan tetapi tetap memiliki desmosom.

Sistem pigmentasi atau melanosit Warna kulit sebagai hasil dari 3 komponen : a. Kuning disebabkan karena karoten b. Biru kemerah-merahan karena oksihemoglobin c. Coklat sampai hitam karena melanin. Hanya melanin yang dibentuk di kulit. Melanin mempunyai tonjolan-tonjolan yang terdapat di stratum Malphigi yang dinamakan melanosit. Melanosit terdapat pada perbatasan epidermis-epidermis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasmatis yang berisi butir-butir, melanin menjalar di antara sel Malphigi. Melanosit tidak mamiliki desmosom dengan sel-sel Malphigi. Jumlah melanosit pada beberapa tempat berlipat seperti misalnya di dapat pada genital, mulut, dan sebagainya. Warna kulit manusia tergantung dari jumlah pigmen yang dihasilkan oleh melanosit dan jumlah yang di pindahkan ke keratinosit. Butir-butir melanin dibentuk dalam bangunan khusus dalam sel yang dinamakan melanosom. Melanosom berbentuk ovoid dengan ukuran sekitar 0,2-0,6 mikron. Apabila dalam epidermis tidak ditemukan melanin akan menyebabkan albino. Melanin di duga berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap pengaruh sinar ultraviolet. Melanin juga dapat ditemukan pada retina dan dalam melanosit dan melanofor pada dermis. Sel Langerhans berbentuk bintang terutama ditemukan dalam stratum spinosum dari epidermis. Sel langerhans merupakan makrofag turunan sumsum tulang yang mampu mengikat, mengolah, dam menyajikan antigen kepada limfosit T, yang berperan dalam perangsangan sel limfosit T.

Sel Merkel bentuknya mirip dengan keratinosit yang juga memiliki desmosom biasanya terdapat dalam kulit tebal telapak tangan dan kaki.juga terdapat di daerah

dekat anyaman pembuluh darah dan serabut syaraf. Berfungsi sebagai penerima rangsang sensoris.

Hubungan antara Epidermis dan Dermis

Epidermis melekat erat pada dermis dibawahnya karena beberapa hal: Adanya papila corii Adanya tonjolan-tonjolan sel basal kedalam dermis Serabut-serabut kolagen dalam dermis yang berhubungan erat dengan sel basal epidermis.

1.

Memahami dan Menjelaskan Mikrobiologi Mycobacterium leprae Klasifikasi Ilmiah

Kingdom : Bacteria Filum Class Ordo Famili Genus Species : Actinobacteria : Actynomycetales : Corynobacterieae : Mycobactericeae : Mycobacterium : Mycobacterium leprae Gambar 3. Mycobacterium leprae

Mycobacterium leprae pertama kali diidentifikasi oleh Gerhard Armauer Hansen pada1873. Bakteri ini tidak terlalu mudah menular dan memiliki waktu inkubasi yang lama. Mycobacterium leprae, j u g a d i s e b u t Basillus Hansen, a d a l a h b a k t e r i ya n g menyebabkan penyakit kusta (penyakit Hansen) yaitu infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), k u l i t , s e l a p u t l e n d i r h i d u n g , b u a h z a k a r ( testis) d a n m a t a . Merupakan bakteri DNA Plasmid yang tahan asam juga merupakan bakteri aerobik, gram positif, berbentuk batang, dan dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium. Dan belum dapat dikultur di laboratorium. Bakteri ini mirip dengan Mycobacterium tuberculosis dalam besar dan bentuknya.

Mycobacterium leprae dapat menginfeksi sel syaraf manusia. Plasmid ini dapat hidup terpisah dari kromosom bakteri dan tubuh bakteri itu sendiri ketika menginvasi sel tubuh manusia. Seringkali dikelompokkan bersama sama seperti kumpulan cerutu atau dalam palisade. Paling mencolok adalah massa intraselular dan ekstra-selular yang dikenal sebagai globi, yang terdiri dari rumpun basil bahan kapsular.

Di bawah mikroskop elektron bacillus tampaknya memiliki berbagai macam bentuk. Bentuk paling umum adalah sedikit melengkung filamen panjang yang mengandung pengaturan yang tidak teratur dari bahan -bahan padat kadang-kadang dalam bentuk batang 3-10 m. (http://www.who.int/lep/microbiology/en/index.html)

Cara Penularan Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika seorang penderita lepra berat dan tidak diobati secara bersih, maka bakteri akan menyebar ke udara. Sekitar 5 0 % p e n d e r i t a m u n g k i n t e r t u l a r k a r e n a b e r h u b u n g a n d e k a t d e n g a n s e o r a n g y a n g terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo , kutu busuk dan nyamuk. Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra tuberkuloid ) atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Lebih dari 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi oleh kuman ini. Lepra paling banyak terdapat di Asia, Afrika, AmerikaLatin dan kepulauan Samudra Pasifik. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, palings e r i n g m u l a i d a r i u s i a 2 0 - a n d a n 3 0 - a n . D a n l e b i h s e r i n g ditemukan pada pria.

Gejala Bakteri penyebab lepra berkembang biak sangat lambat, sehingga

gejalanya baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7). G e j a l a d a n t a n d a ya n g m u n c u l t e r g a n t u n g k e p a d a r e s p o n k e k e b a l a n p e n d e r i t a . Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkinterjadi dan kebutuhan akan antibiotik.

Lepra tuberkuloid Ditandai dengan ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikrobakteri telah

merusak saraf-sarafnya. Lepra lepromatosa Ditandai dengan munculnya benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata. Lepra perbatasan Merupakan suatu keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua b e n t u k akan lepra. Jika lepra keadaannya Tuberkuloid, membaik, jika maka

menyerupai

keadaannya

memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa. Selama perjalanan penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi kekebalan tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata. Pengobatan yang diberikan tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi. Dapat diberikan kostikosteroid atau talidomid.

Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari

masuknya bakteri ke dalam saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis. Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga m e n ye b a b k a n kelemahan otot ya n g

m e n ye b a b k a n j a r i - j a r i t a n g a n s e p e r t i s e d a n g mencakar dan kaki terkulai. Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan. Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran u d a r a d i h i d u n g b i s a menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat

menyebabkan kebutaan. P e n d e r i t a l e p r a l e p r o m a t o s a d a p a t m e n j a d i i m p o t e n d a n m a n d u l , k a r e n a infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.

Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh

jaringan kulit yang terinfeksi.

2.

Memahami dan Menjelaskan Penyakit Kusta DEFINISI Penyakit kusta (Penyakit Hansen) adalah infeksi granulomatuosa kronik pada manusia yang menyerang jaringan superfisial, terutama kulit dan saraf perifer (Fauci, 2008). Istilah kusta berasal dari bahasa sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejalagejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman yaitu Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen (Zulkifli, 2:2003). Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan nasional. Penyakit kusta pada umumnya sering dijumpai di negara-negara yang sedang berkembang sebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam pemberian pelayanan kesehatan yang baik dan memadai kepada masyarakat. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya (Hiswani, 1:2001). KLASIFIKASI Klasifikasi Umum

Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953) Indeterminate (I) Tuberkuloid (T) Borderline-Dimorphous (B) Lepromatosa (L)

Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klaisfikasi Ridley-Jopling (1962) Tuberkuloid (TT) Borderline tuberkuloid (BT) Mid-borderline (BB) Borderline lepromatous (BL) Lepromatosa (LL)

Klasifikasi untuk kepentingan program kusta: Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) Pausibasiler (PB) hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan pemeriksaan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid Multibasiler (MB) termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan pemeriksaan BTA positif

Gambar 4. Klasifikasi lepra berdasarkan WHO ETIOLOGI Mikobakteriae merupakan kelompok bakteri berbentuk basil, bersifat aerob yang tidak membentuk spora. Meskipun mereka tidak terwarnai dengan baik, segera setelah diwarnai mereka mempertahankan dekolorisasi oleh asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan basil cepat asam (Brooks, 453:2005). Mycobacterium leprae merupakan

agen causal pada lepra. Kuman ini berbentuk batang tahan asam yang termasuk familia Mycobacteriaeceae atas dasar morfologik, biokimia, antigenik, dan kemiripan genetik dengan mikobakterium lainnya (Isselbacher, 808: 1999). Bentuk bentuk kusta yang dapat kita lihat dibawah mikroskop adalah bentuk utuh, bentuk pecah pecah ( fragmented ), bentuk granular ( granulated ), bentuk globus dan bentuk clumps. Bentuk utuh , diman dinding selnya masih utuh, mengambil zat warna merata, dan panjangnya biasanya empat kali lebarnya. Bentuk pecah pecah, dimana dinding selnya terputus sebagian atau seluruhnya dan pengambilan zat warna tidak merata. Bentuk granular, dimana kelihatan seperti titik titik tersusun seperti garis lurus atau berkelompok. Bentuk globus, dimana beberapa bentuk utuh atau fragmented atau granulated mengandung ikatan atau berkelompok kelompok. Kelompok kecil adalah kelompok yang terdiri dari 40 60 BTA sedangkan kelompok besar adalah kelompok yang terdiri dari 200 300 BTA. Bentuk clumps, dimana beberapa bentuk granular membentuk pulau pulau tersendiri dan biasanya lebih dari 500 BTA (Wahyuni, 4-5:2009). PATOFISIOLOGI

Gambar 5.1 Patogenesis penyakit kusta Masuknya M. leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama

adalah tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF dan IL 12 akan membantu differensiasi To menjadi Th1 (Wahyuni, 6:2009). Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan meningkatkan fagositosis makrofag( fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan dengan C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+.Di dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida dan radikal hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut dengan sel epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma (Wahyuni, 6-7: 2009). Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast (Wahyuni, 7: 2009). Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2. Pada Tuberkoloid Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkan denganTh2 sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1(Wahyuni, 7: 2009). APC pada kulit adalah sel dendritik dimana sel ini berasal dari sum sum tulang dan melalui darah didistribusikan ke jaringan non limfoid. Sel dendritik merupakan APC yang paling efektif karena letaknya yang strategis yaitu di tempat tempat mikroba dan antigen asing masuk tubuh serta organ organ yang mungkin dikolonisasi mikroba. Sel denritik dalam hal untuk bekerja harus terlebih dulu diaktifkan dari IDC

menjadi DC. Idc akan diaktifkan oleh adanya peptida dari MHC pada permukaan sel, selain itu dengan adanya molekul kostimulator CD86/B72, CD80/B7.1, CD38 dan CD40. Setelah DC matang, DC akan pindah dari jaringan yang inflamasi ke sirkulasi limfatik karena adanya ekspresi dari CCR7 ( reseptor kemokin satu satunya yang diekspresikan oleh DC matang). M. Leprae mengaktivasi DC melalui TLR 2 TLR 1 heterodimer dan diasumsikan melalui triacylated lipoprotein seperti 19 kda lipoprotein. TLR 2 polimorfisme dikaitkan dengan meningkatnya kerentanan terhadap leprosy (Wahyuni, 8: 2009). Cara Penularan Penyakit Kusta

Kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe Multi basiller (MB) kepada orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan dan kulit. Timbulnya kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu ditakuti tergantung dari beberapa faktor antara lain: a. Faktor Sumber Penularan Sumber penulatan adalah penderita kusta tipe MB. Penderita MB inipun tidak akanmenularkan kusta, apabila berobat teratur. b. Faktor Kuman Kusta Kuman kusta dapat hidup diluar tubuh manusia antara 1 9 hari tergantung pada suhu atau cuaca, dan diketahui hanya kuamn kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulka penularan. c. Faktor Daya Tahan Tubuh Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%). Dari hasil penelitian menunjukkan gambaran sebagai berikut: Dari 100 orang yang terpapar : 95 orang tidak menjadi sakit. 3 orang sembuh sendiri tanpa obat. 2 orang menjadi sakit, hal ini belum lagi memperhitungkan pengaruh pengobatan.

Gambar 5.2 Patogenesis lepra

Melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. bergantung pada faktor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae. terdapat pada sel makrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag (berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear, histiosit) untuk memfagositnya.

Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan sistem-imunitas, dengan demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman dapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak jaringan. Pada kusta tipe TT kemarnpuan fungsi sistem imunitas selular tinggi, sehingga makrofag sanggup menghancurkan kuman.. Sayangnya setelah sernua kuman di fagositosis, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang tidak bergerak

aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatasi akan terjadi reaksi berlebinan dan masa epiteloid akan

menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan di sekitarnya.

Sel Schwann merupakan sel target untuk pertumbuhan M. leprae, di samping itu sel Schwann berfungsi sebagai demielinisasi dan hanya sedikit fungsinya sebagai fagositosis. Jadi, bila terjadi gangguan imunitas tubuh dalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif.

MANIFESTASI KLINIS Keluhan utama biasanya sebagai akibat kelainan saraf tepi, yang dalam hal ini dapat berupa bercak pada kulit yang mati rasa, rasa tebal, kesemutan, kelemahan otot-otot dan kulit kering akibat gangguan pengeluaran kelenjar keringat. Gejala klinis yang terjadi dapat berupa kelainan pada saraf tepi, kulit, rambut, otot, tulang, mata, dan testis.

Gambar 6. Bercak eritematosa

Klasifikasi kusta menurut Ridley dan Jopling: 1. Tipe Tuberkuloid (TT) Lesi ini mengenai baik kulit maupun syaraf, jumlah lesi bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat yang berbatas jelas dan pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang regresi atau central healing. Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis atau tinea sirsinata. Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal. Tidak adanya kuman merupakan tanda terdapatnya respon imun pejamu yang adekuat terhadap kuman kusta. 2. Tipe Borderline Tuberkuloid (BT) Lesi pada tipe ini menyerupai tipe TT, yakni berupa makula atau plakat yang sering disertai lesi satelit di tepinya. Jumlah lesi dapat satu atau beberapa, tetapi gambaran hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skuama tidak sejelas tipe TT. Adanya gangguan saraf tidak seberat tipe TT dan biasanya asimetris. Lesi satelit biasanya ada dan terletak dekat saraf perifer yang menebal. 3. Tipe Mid Borderline (BB) Merupakan tipe yang paling tidak stabil, disebut juga sebagai bentuk dismorfik dan jarang dijumpai. Lesi sangat bervariasi, dapat berbentuk makula infiltratif,

permukaan lesi dapat mengkilap dan batas lesi kurang jelas. Ciri khasnya adalah lesi punched out, yaitu, suatu lesi hipopigmentasi dengan bagian tengah oval dan berbatas jelas. 4. Tipe Borderline Lepromatosus (BL) Secara klasik lesi dimulai dengan makula, awalnya sedikit dan dengan cepat menyebar ke seluruh badan. Walaupun masih kecil, papul dan nodul lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetris dan beberapa nodul nampaknya melekuk pada bagian tengah. Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan infiltrasi di pinggir dan beberapa tampak seperti punched out. Tanda-tanda kerusakan saraf lebih cepat muncul dibandingkan dengan tipe LL. 5. Tipe Lepromatous Leprosy Jumlah lesi pada tipe ini sangat banyak, simetris, permukaan halus, lebih eritematus, berkilap, berbatas tidak tegas, dan pada stadium dini tidak ditemukan anestesi dan anhidrosis. Distribusi lesi khas, yakni di daerah wajah, mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga; sedangkan di badan mengenai bagian badan yang dingin, seperti lengan, punggung tangan, dan ekstensor tungkai. Pada stadium lanjut, tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, facies leonina, madarosis, iritis, keratitis, deformitas pada hidung, pembesaran kelenjar limfe, dan orkitis yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.Kerusakan saraf yang luas menyebabkan gejala stocking and glove anesthesia dan pada stadium lanjut serabut-serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin atau fibrosis yang menyebabkan anastesi dan pengecilan otot tangan dan kaki.

Klasifikasi menurut Ridley dan Jopling Gejala yang lain : 1. 2. Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama- kelamaan semakin melebar dan banyak 3. 4. 5. 6. 7. Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus Adanya bintil-bintil kemerahan (Leproma, Nodul) yang tersebar pada kulit Alis rambut rontok Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut Facies Leomina (muka singa) Memperlihatkan gejala 5A (Akromia, Anestesi, Anhidrosis, Alopesia, Atrofi)

DIAGNOSIS

Penyakit kusta dapat menunjukan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya banyak penyakit lain dapat menujukan gejala yang mirip dengan penyakit kusta. Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan membedakannya dengan berbagai penyakit yang lain agar tidak membuat kesalahan yang merugikan pasien. Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada penemuan (tanda cardinal atau tanda utama) yaitu : 1. Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (macula) atau meninggi (plak), mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa (raba, suhu, dan nyeri). 2. Penebalan saraf tepi disertai rasa nyeri dan juga disertai atau tanpa gangguan fungsi sarah yang terkena, yaitu : - Gangguan fungsi sensoris (mati rasa) - Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis - Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu 3. Ditemukan kuman tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsy saraf atau kulit

Untuk menentukan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda cardinal bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau disingkirkan

Bagan Diagnosis menurut WHO

PB

MB

1. Lesi kulit (macula datar, papul yang Meninggi, nodus)

- 1-5 lesi - Hipopigmentasi/eritema - Distribusi tidak simetris - Hilangnya sensasi yang jelas

- >5 lesi

- Distribusi lebih simetris Hilangnya sensasi

kurang Jelas

2. Kerusakan Saraf

- Hanya 1 cabang saraf

- Banyak cabang saraf

(Menyebabkan hilangnya Sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena)

Baru : Bila ditemukan BTA walaupun hanya 1 + MB

mis : BT (MB) Lama : 3 + baru diobati sebagai MB

Pemeriksaan Saraf

Gejala-gejala kerusakan saraf : N. Ulnaris : Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis clawing kelingking da jari manis atropi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial

N. medianus : anestesia pada ujung pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah tidak mamp aduksi ibu jari

clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah ibu jari kontraktur atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

N. radialis : anesthesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk tangan gantung (wirst drop) tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

N. poplitea lateralis : anesthesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis kaki gantung -kelemahan otot peroneus

N. tibialis posterior : anesthesia telapak kaki clow toes paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedis

N. facialis : - cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus - cabang bukal, menyebabnkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir

N. trigeminus : - anesthesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

Pemeriksaan saraf, termaksud meraba dengan teliti : N. Aurikularis magnus, N. ulnaris, dan N. peroneus. Petugas harus mencatat adanya nyeri tekan dan penebalan saraf. Harus diperhatikan raut wajah pasien, apakah kesakitan atau tidak pada waktu saraf diraba. - Bandingkan saraf bagian kiri dan kana membesar atau tidak - Pembesaran regular (smooth) atau irregular, bergumpal - Perabaan keras atau kenyal - Nyeri atau tidak

Cara pemeriksaan saraf tepi : a. N. auricularis magnus : Pasien disuruh menoleh ke samping semaksimal mungkin, maka saraf yang terlibat akan terdorong oleh otot di bawahnya sehingga acapkali sudah bisa terlihat bila saraf membesar. Dua jari pemeriksa diletakkan diatas persilangan jalannya saraf tersebut dengan arah otot. Bila ada penebalan, maka pada perabaan secara seksama akan menemukan jaringan seperti kabel atau kawat. b. N. ulnaris : - Tangan yang diperiksa harus santai, sedikit fleksi dan sebaiknya diletakkan di atas tangan penderita - Tangan pemeriksa yang lain meraba lekukan dibawah siku (sulkus nervi ulnaris) dan merasakan, apakah ada penebalan atau tidak c. Paroneus lateralis : Pasien duduk dengan kedua kaki menggantung, diraba di sebelah lateral dari capitclumfibulae, biasanya sedikit kea rah posterior Bila saraf yang dicari tersentuh oleh jari pemeriksa, sering pasien merasakan seperti terkena setrum pada daerah yang dipersarafi saraf tersebut Pada keadaab Neuritis akut, sedikit sentuhan sudah memberikan rasa nyeri yang hebat

Pemeriksaan bakterioskopik

Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam antara lain dengan ZIEHLNEELSEN. Bakterioskopik negatif bukan berarti seseorang tidak mengandung M. leprae. Untuk riset di periksa 10 tempat dan untuk rutin minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah tanpa melihat ada tidaknya lesi di tempat tersebut, dan 24 tempat lain yang paling aktif, yang paling eritromatosa dan paling infiltratif. Tempat yang paling sering diambil untuk sediaan hapus bagi pemeriksaan M. Leprae adalah :
a. b. c.

Cuping Telinga Lengan Punggung

d. e.

Bokong Paha

Jumlah pengambilan sediaan apus jaringan kulit harus minimum dilaksanakan di 3 tempat :
a. b. c.

Cuping telinga kiri Cuping telinga kanan Bercak yang paling aktif

Pengambilan sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindarikan, karena :


a. b. c.

Tidak menyenagkan bagi pasien Positif palsu karena micobacterium lain Tidak pernah ditemukan M. Leprae pada selaput lendir hidung, apabila sediaan hapus kulit negatif

d.

Pada pengobatan pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung negatif lebih dahulu daripada kulit

M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA), akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan untuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). Bentuk solid adalah basil hidup dan berbahaya karena dapat berkembang biak dan menular ke orang lain, sedangkan fragmented dan granular adalah bentuk mati. Kuman kusta pada mikroskop :
1. Bentuk utuh atau solit a. Dinding sel tidak putus b. Mengambil zat warna secara merata 2. Bentuk fragmented a. Dinding sel terputus sebagian atau seluruhnya b. Mengamibl zat warna tidak merata 3. Bentuk granular

Kelihatan seperti titik tersusun seperti garis lurus 1 berkelompok


4. Bentuk globus

Kelompok fragmented atau utuh


5. Bentuk clumps

Bentuk

granular

membentuk

pulau-pulau

(lebih

dari

500

BTA)

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan Indeks Bakteri (IB) dengan nilai 0 sampai 6+ menurut Ridley. ) bila tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP).

1+ bila 2+ bila 3+ bila 4+ bila 5+ bila 6+ bila

1-10 1-10 1-10 11-100 101-1000 >1000

BTA BTA BTA BTA BTA BTA

dalam dalam rata-rata dalam rata-rata dalam rata-rata dalam rata-rata dalam

100 10 1 1 1 1

LP LP LP LP LP LP

Indeks Morfologi (IM) adalah persentase bentuk solid dibandingkan dengan jumlah solid dan non solid.

Pemeriksaan Histopatologik

Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan nonsolid. Pada tipe lepramatosa terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu daerah langsung dibawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran unsur-unsur tersebut.

Tes Lepromin Tes lepromin adalah tes nonspesifik untuk klasifikasi dan prognosis kusta, tapi tidak untuk diagnosis, berguna untuk menunjukkan sistim imun penderita terhadap M. leprae. 0,1 ml lepromin disiapkan dari ekstrak basil organisme, disuntikkan intradermal, kemudian dibaca setelah 48 jam/ 2 hari (reaksi fernandez), atau 3- minggu (reaksi Matsuda). Reaksi Fernandez positif bila terdapat indurasi dan eritem yang menunjukkan kalau penderita bereaksi terhadap M. leprae yaitu respon imun tipe lambat, ini seperti Mantoux test pada M. tuberculosis. Reaksi Matsuda bernilai: 0 : papul berdiameter 3 mm atau kurang +1 : papul berdiameter 4-6 mm

+2 : papul berdiameter 7-10 mm +3 : papul berdiameter > 10 mm atau papul dengan ulserasi

Pemeriksaan Serologi

Pemeriksaan serologik ini dapat membantu apabila gejala klinis dan bakteriologik tidak tidak jelas. Pemeriksaan serologi kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi M. leprae. Macamnya adalah:

Uji MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination). Uji ELISA (Enzymed Linked Immunosorbent Assay). ML dipstick (Mycobacterium Leprae Dipstick).

DIAGNOSIS BANDING

Pada lesi makula, differensial diagnosisnya adalah vitiligo, Ptiriasis versikolor,Ptiriasis alba, Tinea korporis , dll. Pada lesi papul, Granuloma annulare, lichen planus dll. Pada lesi plak, Tinea korporis, Ptiriasis rosea, psoriasis dll. Pada lesi nodul, Acne vulgaris, neurofibromatosis dll. Pada lesi saraf, Amyloidosis, diabetes, trachoma dll. Vitiligo, makula putih berbatas tegas dan mengenai seluruh tubuh yang mengandung sel melanosit. Vitiligo merupakan hipomelanosis idiopatik yang ditandai dengan makula putih yang dapat meluas. Patogenesis vitiligo ada beberapa yaitu hipotesis autoimun, hipotesis neurohumoral, hipotesis autotoksik dan pajanan terhadap bahan kimia.

Hipotesis autoimun, ada hubungan dengan hipotiroid Hashimoto, anemia pernisiosa dan hipoparatiroid. Hipotesis neurohumeral, karena melanosit terbentuk dari neural crest maka diduga faktor neural berpengaruh. Hasil metabolisme tirosin adalah melanin dan katekol. Kemungkinan ada produk intermediate dari katekol yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat, dan pembuluh darah, terhadap respon transmitter saraf misalnya setilkolin. Hipotesis autotoksik,hasil metabolisme tirosin adalah DOPA lalu akan diubah menjadi dopaquinon. Produk produk dari DOPA bersifat toksik terhadap melanin. Pajanan terhadap bahan kimia, adanya monobenzil eter hidrokuinon pada sarung tangan dan fenol pada detergen.

Gejala klinis vitiligo adalah terdapat repigmentasi perifolikuler. Daerah yang paling sering terkena adalah bagian ekstensor tulang terutama bagian atas jari, periofisial pada mata, mulut dan hidung, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian fleksor.Lesi bilateral atau simetris. Mukosa jarang terkena, kadang kadang mengenai genitalia eksterna, puting susu, bibir dan ginggiva.

Vitiligo dapat dibagi atas dua yaitu lokal dan generalisata. Vitiligo lokal dapat dibagi tiga yaitu vitiligo fokal adalah makula satu atau lebih tetapi tidak segmental, vitiligo segmental adalah makula satu atau lebih yang distribusinya sesuai dengan dermatom, dan mukosal yang hanya terdapat pada mukosa. Vitiligo generalisata juga dapat dibagi tiga yaitu vitiligo acrofasial adalah depigmentasi hanya pada bagian distal ekstremitas dan muka serta merupakan stadium awal vitiligo generalisata, vitiligo vulgaris adalah makula yang luas tetapi tidak membentuk satu pola, dan vitiligo campuran adalah makula yang menyeluruh atau hampir menyeluruh merupakan vitiligo total.

Ptiriasis versikolor, disebabkan oleh Malaize furfur. Patogenesisnya adalah terdpat flora normal yang berhubungan denganPtiriasis versikolor yaitu Pitysporum orbiculare bulat atau Pitysporum oval. Malaize furfur merupakan fase spora dan miselium. Faktor predisposisi ada dua yaitu faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor endogen adalah akibat rendahnya imun penderita dsedangkan faktor eksogen adalah suhu, kelembapan udara dan keringat. Hipopigmentasi dapat disebabkan oleh terjadinya asam dekarbosilat yang diprosuksi oleh Malaize furfur yang bersifat inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan mempunyai efek sitotoksik terhadap melanin. Gejala klinis Ptiriasis versikolor, kelainannya sangat superfisialis, bercak berwarna warni, bentuk tidak teratur sampai teratur, batas jelas sampai difus, fluoresensi dengan menggunakan lampu wood akan berwarna kuning muda, papulovesikular dapat ada tetapi jarang, dan gatal ringan. Secara mikroskopik akan kita peroleh hifa dan spora ( spaghetti and meat ball).

Tinea korporis, dermatiofitosis pada kulit tubuh tidak berambut (glabrous skin) . Gejala klinisnya adalah lesi bulat atau lonjong, eritema, skuama, kadang papul dan vesikel di pinggir, daerah lebih terang, terkadang erosi dan krusta karena kerokan, lesi

umumnya bercak bercak terpisah satu dengan yang lain, dapat polisiklik, dan ada center healing. Lichen Planus, ditandai dengan adanya papul papul yang mempunyai warna dan konfigurasi yang khas. Papul papul berwarna merah, biru, berskuama, dan berbentuk siku siku. Lokasinya diekstremitas bagian fleksor, selaput lendir, dan alat kelamin. Rasanya sangat gatal, umumnya membaik 1 2 tahun. Hipotesis mengatakan liken planus merupakan infeksi virus.

Psoriasis, penyebabnya autoimun bersifat kronik dan residitif. Ditandai dengaadanya bercak bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar, berlapis lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, Koebner. Gejala klinisnya adalah tidak ada pengaru terhadap keadaan umum, gatal ringan, kelainan pada kulit terdiri bercak bercak eritema yang meninggi atau plak dengan skuama diatasnya, eritema sirkumskrip dan merata tapi pada akhir di bagian tengah tidak merata. Kelainan bervariasi yaitu numuler, plakat, lentikulerdan dapat konfluen.

Akne Vulgaris, penyakit peradangan menahun folikel pilosebaseayang umumnya pada remaja dan dapat sembuh sendiri. Gejala klinisnya adalah sering polimorf yang terdiri dari berbagai kelainan kulit, berupa komedo, papul, pustul, nodus dan jaringan parut akibat aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotropik maupun yang hipertopik.

Neuropatik pada diabetes, gejalanyatergantung pada jenis neuropatik dan saraf yang terkena. Beberapa orang dengan kerusakan saraf tidak menunjukkan gejala apapun. Gejala ringan muncul lebih awal dan kerusakan saraf terjadi setelah beberapa tahun. Gejala kerusakan saraf dapat berupa kebas atau nyeri pada kaki, tangan , pergelangan tangan, dan jari jari tangan, maldigestion, diare, konstipasi, masalah pada urinasi, lemas, disfungsi ereksi dan lain-lain.

Defisiensi vitamin B6,gejala klinis termasuk seboroik dermatitis, cheilotis, glossitis, mual, muntah, dan lemah. Pemeriksaan neurologis menunjukka penurunan propiosepsi dan vibrasi dengan rasa sakit dan sensasi temperatur, refleks achilles menurun atau tidak ada.

Defisiensi folat, gejala klinisnya tidak dapat dipisahkan dengan defisiensi kobalamin ( vitamin B12) walaupun demensia lebih dominan. Pasien mengalami sensorimotor poly neuropathy dan demensia.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, untuk mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan pengobatan penderita.

Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu mengahalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri. Dapson merupakan antagonis kompetitif dari paraaminobezoic acid (PABA) dan mencegah penggunaan PABA untuk sintesis folat oleh bakteri. Efek samping dari dapson adlah anemia hemolitik, skin rash, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, dan vertigo.

Lamprene atau Clofazimin, merupakan bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta. Clofazimin bekerja dengan menghambat siklus sel dan transpor dari NA/K ATPase.Efek sampingnya adalah warna kulit bisa menjadi berwarna ungu kehitaman,warna kulit akan kembali normal bila obat tersebut dihentikan, diare, nyeri lambung.

Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin bekerja dengan cara menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada subunit beta. Efek sampingnya adalah hepatotoksik, dan nefrotoksik.

Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta. Sulfas Ferrosus untuk penderita kusta dgn anemia berat. VitaminA, untuk penderita kusta dgn kekeringan kulit dan bersisisk (ichtyosis). Ofloxacin dan Minosiklin untuk penderita kusta tipe PB Obat-obat yang biasanya dipergunakan adalah: Dapsone (DDS), singkatan dari Diamino Diphenyl Sulfone. Bentuk obat berupa tablet warna putih dengan takaran 50 mg/tab dan 100mg/tablet. Sifat bakteriostatik yaitu menghalangi/menghambat pertumbuhan kuman kusta. Efek samping dari obat ini jarang terjadi hanya kadang-

kadang terjadi anemia hemolitik, alergi kulit seperti halnya obat lain. Apabila hal ini terjadi harus diperiksa kedokter untuk mempertimbangkan apakah obat harus distop.

Selain dapsone ada obat lain yang bernama lamprene (B663) juga disebut Clofazimine. Bentuk obat ini kapsul berwarna coklat. Ada takara 50 mg/kapsul dan 100mg/kapsul. Sifat dari obat ini Bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan kuman kusta dan menekan reaksi. Efek samping dari obat lamprene adalah terjadi perubahan warna kulit terutama pada infiltrat berwarna ungu sampai kehitaman yang dapat hilang bila pemberian obat lamprene distop. Selain itu juga terjadi gangguan saluran pencernaan berura diare, nyeri pada lambung.

Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI (1981). Untuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi: 1. Pausi Basiler (PB) 2. Multi Basiler (MB) Dengan memakai regimen pengobatan MDT/= multi drug treatment. Kegunaan MDT untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengatasi

ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat pada pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. Regimen Pengobatan Kusta tersebut (WHO/DEPKES RI). PB dengan lesi tunggal diberikan ROM (Rifampicin Ofloxacin Minocyclin). Pemberian obat sekali saja langsung RFT/=Release From Treatment. Obat diminum di depan petugas. Anak-anak Ibu hamil tidak di berikan ROM. Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas diobati dengan regimen pengobatan PB lesi (2-5). Bila lesi tunggal dgn pembesaran saraf diberikan: regimen pengobatan PB lesi (2-5). Rifampicin Dewasa (50-70 kg) Anak (5-14 th) 300 mg 200 mg 50 mg 600 mg Ofloxacin 400 mg Minocyclin 100 mg

PB dengan lesi 2 5.Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9) bulan. Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu berhenti minum obat. Rifampicin Dewasa 600 mg/bulan Diminum di depan petugas kesehatan Anak-anak (10-14 th) 450 mg/bulan Diminum di depan petugas kesehatan 50 mg/hari diminum di rumah Dapson 100 mg/hr diminum di rumah

MB dengan lesi >5. Lama pengobatan 12 dosis ini bisa diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum dua belas dosis obat ini, dinyatakan RFT/=Realease From Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif untuktipe PB selama 2 tahun dan tipe MB selama 5 tahun. Rifampicin Dewasa 600 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan Dapson 100 mg/hari diminum di rumah Lamprene 300 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan dilanjutkan dgn 50 mg/hari diminum di rumah Anakanak (10-14 th) 450 mg/bulan diminum di depan petugas 50 mg/hari diminum di rumah 150 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan dilanjutkan dg 50 mg selang sehari diminum di rumah

Pengobatan reaksi kusta. Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen seperticlaw hand , drop foot , claw toes, dan kontraktur. Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan Prinsip pengobatan Reaksi Kusta yaitu immobilisasi / istirahat, pemberian analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat anti reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak diubah. Pada reaksi ringan, istirahat di rumah, berobat jalan, pemberian analgetik dan obat-obat penenang bila perlu, dapat diberikan Chloroquine 150 mg 31 selama 3-5 hari, dan MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis yang tidak diubah. Reaksi berat, immobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian analgesik dan sedative, MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis tidak diubah, pemberian obat-obat anti reaksi dan pemberian obat-obat kortikosteroid misalnya prednison.Obat-obat anti reaksi,Aspirin dengan dosis 600-1200 mg setiap 4 jam (4 6x/hari ) , Klorokuin dengan dosis 3 x 150 mg/hari, Antimon yaitu stibophen (8,5 mg antimon per ml ) yang diberikan 2-3 ml secara selang-seling dan dosis total tidak melebihi 30 ml. Antimon jarang dipakai oleh karena toksik. Thalidomide juga jarang dipakai,terutama padawanita (teratogenik ).Dosis 400 mg/hari kemudian diturunkan sampai mencapai 50 mg/hari. Pemberian Kortikosteroid,dimulai dengan dosis tinggi atau sedang.Digunakan prednison atau prednisolon.Gunakan sebagai dosis tunggal pada pagi hari lebih baik walaupun dapat juga diberikan dosis berbagi. Dosis diturunkan perlahan-lahan (tapering off) setelah terjadi respon maksimal. Pengobatan Kusta Untuk Situasi Khusus

Jika MDT-WHO tidak dapat dilaksanakan karena berbagai alasan, WHO expert committe pada tahun 1997 mempunyai regimen untuk situasi khusus, yaitu: a. Penderita tidak dapat diobati dengan rifampisin Penyebabnya mungkin alergi, gangguan pada fungsi hepar, ada penyakit penyerta atau resisten terhadap obat ini. Regimen untuk penderita ini, adalah: Lama Pengobatan 6 Bulan Jenis Obat Klofazimin Dosis 50 mg/hari

Ofloksasin Minosiklin Diikuti dengan 18 bulan Klofazimin dengan Ofloksasin atau Minosiklin

400 mg/hari 100 mg.hari 50 mg/hari 400 mg/hari 100 mg/hari

Pada tahun 1994 WHO Study Group on Chemotherapy of Leprosy menyatakan klaritromisisn 500 mg/hari dapat menggantikan ofloksasin atau minosiklin pada regimen di atas. b. Penderita yang menolak kofazimin Biasanya penderita menolak obat ini karena adanya pewarnaan kulit. Untuk itu klofazimin pada MDT_MB dapat diganti dengan ofloksasin 400 mg/hari selama 12 bulan atau minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan. Pada tahun 1997, WHO Expert of Committe on Leprosy merekomendasikan juga regimen MDT-MB alternatis selama 24 bulan: Rifampisin 600 mg/bulan selama 24 bulan, Ofloksasin 400 mg/bulan selama 24 bulan, dan Minosiklin 100 mg/bulan selama 24 bulan. c. Penderita yang tidak dapat diobati dengan DDS Bila DDS menyebabkan terjadinya efek samping berat pada penderita PB maupun MB, obat ini harus dihentikan.

Regimen pengganti DDS berikut diberikan selama 6 bulan dengan cara: Rifampisin Dewasa Anak-anak 600 mg/bln 450 mg/bln Klofazimin 50 mg/hari dan 300 mg/bulan 50 mg/hari dan 150 mg/bulan

Dalam hal pengobatan pada penderita penyakit kusta, adalah tujuan yang harus dicapai untuk menyembuhkan penderita kusta dan mencegah timbulnya cacat. Pada penderita tipe pausi basiler yang berobat dini danteratur akan cepat sembuh tampa menimbulkan cacat. Akan tetapi bagi penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen pengobatan hanya dapat mencegah cacat yang lebih lanjut. Bila penderita kusta tidak

makan obat secara teratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada kulit dan syaraf yang dapat memperburuk keadaan.

Dalam pengobatan penyakit kusta ini perlu juga diperhatikan memutuskan mata rantai penularan dari penderita kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain. Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta sehingga tidak berdaya merusak jaringan tubuh, dan tanda-tanda penyakit menjadi kurang aktif dan akhirnya hilang. Dengan hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita terutama tipe MB keorang lain terputus.

KOMPLIKASI

Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan tangan. Trauma dan infeksi kronik sekunderdapat menyebabkan hilangnya jari jemari ataupun ekstremitas bagian distal. Juga sering terjadi kebutaan. Fenomena lucio yang ditandai dengan artitis, terbatas pada pasien lepromatosus difus, infiltratif dan non noduler. Kasus klinik yang berat lainnya adalah vaskulitis nekrotikus dan menyebabkan meningkatnya mortalitas. Amiloidos sekunder merupakan penyulit pada penyakit leprosa berat terutama ENL kronik.

PROGNOSIS

Setelah program terapi obat biasanya prognosis baik, yang paling sulit adalah manajemen dari gejala neurologis, kontraktur dan perubahan pada tangan dan kaki. Ini membutuhkan tenaga ahli seperti neurologis, ortopedik, ahli bedah, prodratis, oftalmologis, physical medicine, dan rehabilitasi. Yang tidak umum adalah secondary amyloidosis dengan gagal ginjal dapat mejadi komplikasi.

PENCEGAHAN

Cara yang paling baik untuk mencegah penyakit kusta yakni dengan diagnosa dan pengobatan dini pada orang terinfeksi. Peralatan pribadi seperti piring, sendok, handuk, baju dll yang pernah digunakan oleh orang yang terinfeksi kusta harus dengan segera

dihindari dan diperhatikan, dapat juga dengan penyuluhan tentang penyakit kusta serta peningkatan hygiene sanitasi baik sanitasi perorangan maupun sanitasi lingkungan. (http://www.departmentofhealth/leprosy/healthcare,2004).

3.

Memahami dan Menjelaskan Menjaga Kesehatan Kulit Menurut Ajaran Islam

Kulit merupakan sesuatu yang penting baik bagi wanita dan pria dalam penampilan. Islam memberikan cara yang mudah dalam merawat kulit dan wajah agar tetap bersih, berseri dan indah dipandang. Kulit terdiri dari beberapa lapisan yang kalau dilihat dalam potongan melintang terdiri dari pembuluh darah, syaraf. Kulit juga menerima rangsangan berupa nyeri, panas, debu, dan banyak paparan. Setiap hari kita tidak mungkin menghindari paparan tersebut biarpun dalam ruangan steril. Karena kuman, polusi, debu dan bakteri, virus terus berterbangan kemana-mana. Nabi Muhammad selalu dalam keadaan suci karena selalu berwudhu. Berwudhu dapat menjaga kulit kita, rongga hidung, mata, telinga, tangan, rambut, kaki yang terbuka dan sering terkena paparan dapat dibersihkan dengan air yang merupakan pembersih dan juga dapat menjaga kulit tetap bersih dan bisa menghindari dari penyakit kulit, sakit mata, sakit telinga, ketombe, jerawat karena paparan jika mengenai kulit akan langsung dibersihkan dengan air wudhu. Jika demikian jika anda ingin tetap kulit anda tetap lembut, bersih, dan jauh dari penyakit-penyakit kulit dan lainnya, banyaklah berwudhu. Karena selain anda mendapatkan kesucian anda juga mendapatkan kesehatan.

ASAS AURAT

Islam telah menggariskan batasan aurat pada lelaki dan wanita. Aurat asas pada lelaki adalah menutup antara pusat dan lutut. Sedangakan aurat wanita adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan. Aurat lelaki bila sedang bersama siapa saja batas auratnya tetap sama yaitu antara pusat dan lutut. Tetapi bagi wanita terdapat perbedaan dalam beberapa keadaan diantaranya: 1. Aurat Ketika Sembahyang Aurat wanita ketika sembahyang adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. 2. Aurat Ketika Sendirian

Aurat wanita ketika mereka sendirian adalah bagian anggota pusat dan lutut. Yang artinya bagian tubuh yang tidak boleh dilihat adalah antara pusat dan lutut. 3. Aurat Ketika Bersama Mahram Pada asasnya aurat seseorang wanita dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut. Walau begitu wanita dituntut agar tetap menutup auratnya agar terhindar dari syahwat lelaki walaupun mahramnya sendiri. Syarat seorang mahram bagi seorang perempuan yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Suami Ayah, termasuk kakek dari pihak ibu maupun ayah. Ayah mertua Anak-anak lelaki termasuk cucu aki-laki atau perempuan. Anak-anak suami

6. Saudara laki-laki kandung atau seibu atau seayah 7. Anak saudara lelaki kerana mereka ini tidak boleh dinikahi selama-lamanya 8. Anak saudara dari saudara perempuan 9. Sesama wanita sama ada kaitan keturunan atau seagama 10. Hamba sahaya 11. Pelayan yang tidak ada nafsu syahwat 12. Anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap wanita. Walaupun begitu, bagi kanak-kanak yang telah mempunyai syahwat tetapi belum baligh, wanita dilarang menampakkan aurat terhadap mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Kosasih A., dkk. Kusta dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi kelima cetakan kedua. 2007.FKUI. Jakarta. hal 73. Siregar R.S, Atlas Bewarna Saripati Penyakit Kulit,EGC, 1996 Mansjoer A, Suprahaita, dkk. Kapita Selekta Kedokteran edisi III. Jakarta.FKUI. 2005 Harahap, M. 1997. Diagnosis and Treatment of Skin Infection, Blackwell Science, Australia Adhi, N. Dkk, 1997. Kusta, Diagnosis dan Penatalaksanaan, FK UI, Jakarta. Brooks, G.F., Janet, S.B., Stephen, A.M., 2004. Jawetz, Melnick, & Adelbergs Medical Microbiology: Twenty-third Edition ed. USA: McGraw Hill. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara. Pelczar dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/i-wayan-arditayasa-078114135.pdf http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/mahendra-agil-kusuma-o781141334.pdf http://www.departmentofhealth/leprosy/healthcare,2004 http://www.who.int/lep/microbiology/en/index.html http://www.mediamedika.net/archives/339

Anda mungkin juga menyukai