Anda di halaman 1dari 19

MAYOR DEPRESSIF DISORDER (MDD)

I.

PENDAHULUAN Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah

masyarakat. Berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri.1 Depresi tersebar luas, tetapi jumlah dan rata-rata dari gejala fisik dan kognitif berhubungan dengan gangguan depresi mayor atau major depressive disorder (MDD) yang berarti banyak orang tidak menunjukkan gejala emosional. Satu dari tujuh orang akan menderita gangguan psikososial dari MDD, beberapa tidak terdiagnosis kecuali dengan kunjungan ke dokter yang berulang. Dan, tidak hanya dokter keluarga, psikiatri, dan klinisi kesehatan mental juga harus dapat mendiagnosis depresi. Tingginya prevalensi dari MDD dengan penyakit medis lainnya menunjukkan bahwa professional kesehatan dan dokter, ataupun internis atau onkologis atau ahli bedah atau kardiologis atau neurologis atau spesialis lainnya, juga harus mengenali dan memberikan tatalaksana depresi klinis pada pasien.1 II. DEFENISI Depresi merupakan salah satu gangguan mood (mood disorder). Depresi sendiri adalah gangguan unipolar, yaitu gangguan yang mengacu pada satu kutub (arah) atau tunggal, yang terdapat perubahan pada kondisi emosional, perubahan dalam motivasi, perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik, dan perubahan kognitif. Terdapat gangguan penyesuaian diri (gangguan dalam perkembangan emosi jangka pendek atau masalah-masalah perilaku, dimana dalam kasus ini, perasaan sedih yang mendalam dan perasaan kehilangan harapan atau merasa siasia, sebagai reaksi terhadap stressor) dengan kondisi mood yang menurun. 2,3

Depresi Mayor merupakan gangguan yang lebih berat, membutuhkan lima atau lebih simptom-simptom selama dua minggu, salah satunya harus ada gangguan mood, atau ketidaksenangan pada anak-anak. Sedangkan episode depresi berat menurut kriteria DSM-IV-TR, adalah suasana perasaan ekstrem yang berlangsung paling tidak dua minggu dan meliputi gejala-gejala kognitif (seperti perasaan tidak berharga dan tidak pasti) dan fungsi fisik yang terganggu (seperti perubahan pola tidur, perubahan nafsu makan dan berat badan yang signifikan, atau kehilangan banyak energi) sampai titik dimana aktivitas atau gerakan yang paling ringan sekalipun membutuhkan usaha yang luar biasa besar.2,4,5

III. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi dari MDD adalah 1,6-3,1 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan insiden yang besar di Amerika dan Eropa Barat. Episode depresi meningkat karena perbedaan hormonal pada saat haid dan menopause, stress psikososial, dan kelahiran anak.1,5 Berdasarkan usia, Populasi dunia 18-64 tahun, onset depresi antara 24-35 tahun dengan rata-rata usia 27 tahun. Terdapat beberapa perkembangan yang menyatakan bahwa usia yang lebih muda onset depresi meningkat. Sebagai contoh, 40% individu dengan depresi memiliki episode depresi pertama kali pada usia 20 tahun, 50 % episode pertama antara usia 20 sampai 50 tahun, dan 10% setelah usia 50 tahun.1,5

IV. PATOFISIOLOGI Patofisiologi MDD belum diketahui secara pasti, tetapi etiologi selalu diasumsikan oleh banyak faktor sebagai diagnosis MDD dengan melihat beberapa sindrom yang ada dengan gejala yang berhubungan. Faktor biologis, psikologis,

dan sosial berkaitan dengan MDD, tetapi penemuan terbaru menyatakan genetic, gambaran neurologis, dan biologi molekuler sudah menjelaskan beberapa hubungan dengan tekanan yang besar ini, terutama pada modulasi dari kehidupan pada proses genetic dan neurobiology.1,2,5 Genetik Penemuan keluarga, kembar, dan adaptasi Studi keluarga menunjukkan risiko relatif bahwa setidaknya dua atau tiga kali lebih besar untuk MDD dalam keluarga garis pertama dengn MDD, dengan onset umur dan depresi berulang memberikan resiko yang lebih besar. Studi adopsi, kebanyakan dari mereka di Skandinavia, menemukan bahwa depresi jauh lebih mungkin dengan adanya kekerabatan biologis dibandingkan dengan orang tua asuh untuk menderita depresi. Studi anak kembar yang membandingkan kembar monozigot dan dizygot, memperlihatkan pada pembedahan genetik dari pengaruh lingkungan terhadap risiko penyakit. Perkiraan dari studi anak kembar kapasitas depresi diturunkan secara genetik antara 33 dan 70%, tanpa memandang jenis kelamin. hasil yang konsisten dari berbagai penelitian menunjukkan dasar genetik untuk MDD.1 Neurobiologi Monoamin Hipotesis monoamina telah menjadi dasar teori neurobiologis depresi selama 50 tahun terakhir. Berdasarkan pengamatan dari mekanisme kerja antidepresan, hipotesis ini menyatakan bahwa depresi merupkan hasil dari defisit serotonin (5-HT) di otak atau neurotransmisi norepinefrin pada sinaps. Antidepresan bertindak dengan menghalangi transpor serotonin (SERT), yang meningkatkan ketersediaan neurotransmiter ke dalam celah sinaps. Namun, teori ini tidak sesuai dengan penundaan onset efek terapi antidepresan karena kenaikan neurotransmiter sinapsi terjadi segera penghambatan pengambilan kembali. Studi

tryptophan deplesi dan katekolamin juga belum menghasilkan bukti untuk defisit sederhana di tingkat neurotransmitter atau fungsi pada MDD.1,2,5 Axis hipotalamus-hipofisis-adrenal Perubahan dalam sumbu hipothalamic-hipofisis-adrenal telah lama diakui dikaitkan dengan MDD. Efek stes biologis dimediasi oleh sekresi faktor pelepasan kortikotropin / hormon (CRF / CRH) meningkatkan sekresi hormon

adrenocortitrophic (ACTH) dan melepaskan glukokortikoid. Glukokortikoid mengubah sensitivitas reseptor noradrenergik melalui peraturan adrenoceptors beta-dengan adenilat siklase di otak. Hasil stres kronis pada hipersensitivitas sumbu hipotalamus hipofisis adrenal dan MDD dikaitkan dengan

immunoreactivity CRF meningkat dan ekspresi gen dari CRF dalam nukleus hipotalamus paraventrikular, dan turun-regulasi reseptor CRF-R1 di korteks frontal. sekresi glukokortikoid lama menyebabkan efek neurotoksik, terutama pada neurogenesis di hippocampus1 Tidur Keluhan tidur (insomnia, hipersomnia) telah lama dianggap sebagai fitur utama dari depresi klinis sehingga tidak mengherankan bahwa studi biologi telah difokuskan pada disregulasi tidur pada MDD. polysomnography digunakan untuk mendeteksi gangguan tidur di MDD, dan memperlihatkan beberapa dari tandatanda biologis yang paling kuat di depresi. Masih ada kontroversi tentang apakah depresi menyebabkan perubahan dalam tidur adalah penanda karakteristik, mendahului onset depresi, dan memprediksi relaps pada pasien yang dilaporkan, sehingga menunjukkan peran pathoogenetic untuk gangguan tidur diMDD.1,5 Kotak 1. Abnormalitas Tidur Polisomnografi pada gangguan depresi mayor 1 Onset awal REM (Rapid Eye Movement) Peningkatan tidur REM Peningkatan lamanya REM

Penurunan tidur gelombang lambat/slow wave sleep (SWS) Perubahan SWS yang terjadi pada awal saat malam Gangguan pada slow wave activity (SWA)

Neuropsikologi Kognitif dan Daya Ingat Pasien depresi memperlihatkan gangguan pada fungsi kognitif dan daya ingat, terutama pada perhatian-perhatian tertentu dan daya ingat yang tersamar. Sebagai tambahan, ada beberapa defisit ingatan dalam jangka panjang pemilihan strategi dan pemantauan performa.1 Hipokampus adalah yang terpenting dalam proses daya ingat, sebagai jalur neuron dalam memproses informasi dan membenntuk emosi dan menjabarkan ingatan. Volume hipokampus menurun pada pasien depresi, terutama dengan episode yang berulang atau kronis atau trauma masa lalu.1 Lingkungan dan kejadian kehidupan Depresi selalu diikuti oleh stres psikososial yang berat, terutama pada episode depresi pertama atau kedua. Pengalaman masa kanak yang berat seperti kekerasan pada anak, kehilangan orang tua, dan dukungan sosial yang buruk adalah stres yang paling umum yang terjadi pada pasien depresi. Peningkatan bukti yang menyatakan bahwa stres dan trauma dapat mengakibatkan gangguan sistem biologik pada depresi.1,2,5 Studi kembar memperlihatkan innteraksi antara resiko genetik dan kejadian saat hidup dalam berkembangya depresi. Kehidupan yang penuh dengan stres tidak terdapat resiko dalam menghasilkan depresi pada wanita dengan faktor dan

pengambilan daya ingat yang diucapkan, dan fungsi kognitif khusus seperti

genetik yang rendah., tetapi kejadian saat hidup dapat meningkatkan resiko depresi dengan adanya peningkatan faktor genetik pada depresi.1

V.

GEJALA

Mood yang rendah. Selama orang depresi memperlihatkan suasana perasaannya dengan mood yang rendah, pengalaman emosional yang buruk selama depresi berbeda secara kualitatif dengan orang yang mengalami kesedihan dalam batas normal atau rasa kehilangan yang dialami oleh orang pada umumnya. Beberapa menyampaikannya dengan menangis, atau merasa seperti ingin menangis, lainnya memperlihatkan respon emosional yang buruk.1 Minat. Kehilangan minat pada aktivitas atau interaksi sosial yang biasanya ada merupakan salah satu tanda penting pada depresi. Anhedonia juga

memperlihatkan sebagai pembedanya, dan tetap ada walaupun penderita tidak memperlihatkan mood yang turun. Kehilangan minat seksual, keinginan, atau fungsi juga umum terjadi, dimana dapat menyebabkan masalah dalam hubungan terdekat atau konflik rumah tangga.1,6 Tidur. Kebanyakan pasien depresi mengalami kesulitan tidur. Hal yang klasik adalah terbangun dari tidur pada pagi buta dan tidak dapat tidur lagi (terminal insomnia), tetapi tidur dengan kelelahan dan frekuensi terbangun pada tengah malam (insomnia pertengahan) juga umum terjadi. Kesulitan tertidur pada malam hari (insomnia awal atau permulaan) biasanya terlihat saat cemas menyertai. Tetapi, hipersomnia atau tidur yang berlebihan juga bisa menjadi gejala yang umum terjadi pada pasien depresi.1 Tenaga. Kelelahan adalah keluhan yang sering disampaikan pada depresi, seperti sulit untuk memulai suatu pekerjaan. Kelelahan dapat bersifat mental atau fisik, dan bisa berhubungan dengan kurangnya tidur dan nafsu makan, pada kasus yang berat, aktivitas rutin seperti kebersihan sehari-hari atau makan kemungkinan terganggu. Pada bentuk yang ekstrem dari kelelahan adalah kelumpuhan yang

dibuat, dimana pasien menggambarkan bahwa tubuhnya yang membuat hal ini atau mereka seperti berjalan di air.1 Rasa bersalah. Perasaan tidak berguna dan merasa bersalah dapat menjadi hal yang umum dipikirkan oleh pasien yang dalam episode depresi. Pasien depresi sering salah menginterpretasikan kejadian sehari-hari dan mengambil tanggung jawab kejadian negative diluar kemampuan mereka, ini dapat menjadi suatu porsi delusi. Rasa cemas yang berlebihan dapat menyertai dan rasa bersalah yang muncul kembali.1 Konsentrasi. Kesulitan dalam berkonsentrasi dan mengambil keputusan adalah hal yang sering dialami oleh pasien depresi. Keluhan tentang daya ingat biasanya menyebabkan permasalahan pada perhatian. Pada pasien lanjut usia, keluhan kognitif bisa salah didiagnosis sebagai dementia onset dini.1 Nafsu makan/berat badan. Kehilangan nafsu makan, rasa, dan nikmat dalam makan akan menyebabkan kehilangan berat badan yang signifikan dan beberapa pasien harus memaksa dirinya sendiri untuk makan. Bagaimanapun, pasien lainnya harus mendapatkan karbohidrat dan glukosa ketika depresi, atau perlakuan sendiri dalam mendapatkan kenyamanan dalam makan. Tetapi, berkurangnya aktifitas dan olahraga akan menyebabkan peningkatan berat badan dan sindrom metabolic. Perubahan berat badan juga dapat berdampak pada gambaran diri dan harga diri.1 Aktivitas psikomotor. Perubahan psikomotor, dimana terjadi perubahan pada fungsi motorik tanpa adanya kelainan pada tes secara objektif, sering terlihat pada depresi. Kemunduran psikomotor meliputi sebuah perlambatan (melambatnya gerakan badan, buruknya ekspresi wajah, respon pembicaraan yang lama) dimana pada keadaan yang ekstrem dapat menjadi mutisme atau katatonik. Kecemasan juga dapat bersamaan dengan agitasi psikomotorik (berbicara cepat, sangat berenergi, tidak dapat duduk diam).1,6

Bunuh diri. Beberapa ide bunuh diri, dimulai dari pemikiran bahwa dengan bunuh diri diharapkan semuanya akan selesai bersamaan dengan rencana bunuh diri tersebut, terjadi pada 2/3 orang dengan depresi. Walaupun ide bunuh diri merupakan hal yang serius, pasien depresi sering kekurangan tenaga dan motivasi untuk melaksanakan bunuh diri. Tetapi, bunuh diri merupakan hal yang menjadi pusat perhatian karena 10-15% pasien yang dirawat inap adalah pasien yang matinya karena bunuh diri. Waktu resiko tinggi untuk terjadinya bunuh diri adalah saat awalan pengobatan, ketika tenaga dan motivasinya mulai berkembang baik selain gejala kognitif (keputusasaan), membuat pasien depresi mungkin bertindak seperti apa yang mereka pikirkan dan rencanakan untuk bunuh diri.1 Gejala lain. Kecemasan, dengan berbagai manifestasi klinis, adalah hal yang umum pada depresi. Mudah marah dan perubahan mood yang cepat, berlebihan dalam kemarahan dan kesedihan, dan frustasi juga mudah terganggu untuk hal kecil adalah yang sering terlihat. Variasi diurnal mood, dengan kekhawatiran pada pagi hari, dapat muncul. Depresi sering menyebabkan berkurangnya kepercayaan diri dan harga diri dengan pemikiran bahwa dirinya tidak berguna didukung dengan keputusasaan. Depresi juga berhubungan dengan peningkatan frekuensi sakit fisik, seperti sakit kepala, sakit punggung, dan kondisi nyeri kronis lainnya.1,6 VI. DIAGNOSIS DSM-IV-TR, membagi depresi menjadi tiga bagian besar : gangguan depresi mayor/ major depressive disorder (MDD), distimia, dan depresi yang tidak terklasifikasikan.1 MDD memiliki karakteristik dengan adanya satu atau lebih episode depresi mayor (Kotak 2). kriteria diagnosis menunjukkan beberapa gejala yang harus ada pada waktu yang sering, sekurang-kurangnya dalam 2 minggu, walaupun durasinya terkadang lebih lama dari waktu yang terlihat. Gejala yang muncul juga harus memperlihatkan perubahan fungsi yang signifikan. Akhirnya, bereavement dan beberapa penyebab gejala depresi harus dapat disingkirkan.1,5
8

Episode depresi berdasarkan ICD-10 6 Kriteria Umum 1. Episode depresi harus bertahan setidaknya 2 minggu 2. Tidak ada hypomanic atau manik gejala cukup untuk memenuhi kriteria untuk episode hypomanic atau manik pada setiap saat dalam kehidupan individu 3. Tidak disebabkan penggunaan zat psikoaktif atau gangguan mental organik Gejala Utama 1. Perasaan depresi untuk tingkat yang pasti tidak normal bagi individu, hadir untuk hampir sepanjang hari dan hampir setiap hari, sebagian besar tidak responsif terhadap keadaan, dan bertahan selama minimal 2 minggu 2. Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang biasanya

menyenangkan 3. Penurunan energi atau kelelahan meningkat Gejala Lainnya 1. Kehilangan percaya diri atau harga diri 2. Tidak masuk akal perasaan diri atau rasa bersalah yang berlebihan dan tidak tepat 3. Berpikiran tentang kematian atau bunuh diri, atau perilaku bunuh diri 4. Keluhan atau bukti kemampuan berkurang untuk berpikir atau berkonsentrasi, seperti keraguan atau kebimbangan 5. Pandangan masa depan yang suram dan pesimis 6. Gangguan tidur 7. Perubahan nafsu makan (penurunan atau kenaikan) dengan perubahan berat badan yang sesuai Kotak 2. DSM-IV-TR kriteria diagnosis episode depresi mayor 1,5 A. Lima (atau lebih) gejala yang ada berlangsung selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi, paling tidak satu atau lainnya (1)mood depresi (2)kehilangan minat

1.

Mood depresi terjadi sepanjang hari atau bahkan setiap hari, diindikasikan dengan laporan yang subjektif (merasa sedih atau kosong) atau yang dilihat oleh orang sekitar. Note : pada anak dan remaja, dapat mudah marah

2. 3.

Ditandai dengan hilangnya minat disemua hal, atau hampir semua hal Penurunan berat badan yang signifikan ketika tidak diet, atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hamper setiap hari. Note : pada anakanak, berat badan yang tidak naik

4. 5.

Insomnia atau hipersomnia hamper setiap hari Agitasi psikomotor atau retardasi hampir setiap hari (dilihat oleh orang lain, bukan perasaan yang dirasakan secara subjektif dengan kelelahan atau lamban)

6. 7.

Cepat lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari Merasa tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan (bisa terjadi delusi) hampir setiap hari

8. 9.

Tidak dapat berkonsentrasi atau berpikir hampir setiap hari Pemikiran untuk mati yang berulang, ide bunuh diri yang berulang tanpa perencanaan yang jelas, atau ide bunuh diri dengan perencanaan.

B. Gejala-gejalanya tidak memenuhi episode campuran C. Gejala yang ada menyebabkan distress atau kerusakan yang signifikan secara klinis D. Gejala tidak disebabkan langsung oleh sebuah zat (penyalahgunaan obat, obat-obatan) atau kondisi medis umum (hipotiroid) E. Gejala yang muncul lebih baik tidak masuk dalam kriteria bereavement

MDD dapat ditemukan sebagai penyakit yang baru pertama kali diderita atau saat kambuh, setidaknya sudah pernah mengalami 2 kali episode depresi mayor dengan jarak penyembuhan paling tidak 2 bulan. MDD juga dapat juga memiliki beberapa sub tipe yang memiliki perbedaan pada beberapa spesifikasi dan derajat keparahan.1

10

Sub tipe MDD dikelompokkan berdasarkan gejala klinis yang muncul dan pola dari episode depresi. DSM-IV-TR memberikan spesifikasi depresi dengan maksud agar pemilihan terapi yang diberikan lebih baik dan memprediksikan prognosisnya. Tabel 3 memperlihatkan kriteria-kriteria depresi dengan beberapa kunci-kuncinya.1 Tabel 3. DSM-IV-TR sub tipe dan spesifikasi MDD1,2,6 Sub tipe Spesifikasi DSM-IVTR Depresi melankolis Dengan melankolis gambaran Mood anhedonia, nonreaktif, kehilangan Kunci

berat badan, rasa bersalah, agitasi dan retardasi

psikomotorik, mood yang memburuk pada pagi hari, terbangun di pagi buta Depresi atipikal Dengan atipikal gambaran Mood banyak reaktif, tidur, terlalu makan

berlebihan, paralisis yang dibuat, sensitive pada

penolakan interpersonal Depresi (waham) Depresi katatonik psikotik Dengan psikotik Dengan katatonik gambaran Katalepsi, negativism, mannerism, echopraxia katatonik, mutisme, echolalia, (tidak lazim gambaran Halusinasi atau waham

pada klinis sehari-hari) Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan

11

kriteria MDD Gangguan musiman afektif Musiman Onset yang seperti biasa dan kambuh pada saat

musim tertentu (biasanya musim gugur/dingin) Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4 minggu postpartum

DSM-IV-TR dan ICD-10, keduanya mengkategorikan tingkat keparahan MDD menjadi tiga : ringan, sedang, dan berat (Tabel 4). DSM-IV-TR membagi tngkat keparahannya berdasarkan efek yang dihasilkan depresi dalam hal sosial/pekerjaan dan tanggung jawab individu dan ada atau tidaknya gejala psikotik. ICD-10, sebaliknya, membedakan tingkat keparahan depresi berdasarkan jumlah dan jenis gejala yang diperlihatkan saat seseorang menderita depresi. Penggunaan skala depresi sangat dianjurkan untuk menentukan derajat keparahan.1,7 Tabel 4. Derajat keparahan depresi 1 Keparahan depresi Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 gejala depresi lainnya 2. Gangguan minor sosial/ pekerjaan Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya 2. Gangguan sosial/pekerjaan yang 1. 2 gejala tipikal 2. 3 atau lebih gejala inti lainnya 1. 2 gejala tipikal 2. 2 gejala inti lainnya Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10

12

bervariasi Berat 1. Mood depresi atau kehilangan minat + 4 atau lebih gejala depresi lainnya 2. Gangguan sosial atau pekerjaan yang berat atau ada gambaran psikotik 1. 3 gejala tipikal 2. 4 atau lebih gejala inti lainnya Juga dapat dengan atau tanpa gejala psikotik

VII. DIAGNOSIS BANDING

1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian) Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor. Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.1 Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1 Gejala Bereavement Episode depresi mayor Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan Ada

Perasaan tidak berguna/tidak Tidak ada pantas Ide bunuh diri Rasa bersalah, dll Perubahan psikomotor Gangguan fungsi Tidak ada Tidak ada Agitasi ringan Ringan

Kebanyakan ada Mungkin ada Melambat Sedang Berat

13

2.

Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis

khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD. The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya. MDD sama banyaknya dengan penyakit kronis (Tabel 5), tetapi lebih umum diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple sklerosis).1

3.

Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan

gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding MDD (Kotak 6). Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan untuk dapat menentukan adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan,

intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis akan menyebabkan suatu episode depresi. Selama gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung selama beberapa bulan.1 Kotak 6. Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan gangguan mood yang dipengaruhi zat1 Alcohol Amfetamin Anxiolitik

14

Kokain Zat-zat halusinogen Hipnotik Inhalant Opioid Phencycline Sedative

4.

Gangguan Bipolar Sejarah adanya mania atau hipomania mengidentifikasikan adanya

gangguan bipolar, tetapi semenjak (1) gangguan bipolar sering berawal dengan episode depresi, dan (2) pasien bipolar mengalami episode depresi lebih lama dibandingkan dengan hipomania/mania, hal ini penting untuk untuk mengeluarkan diagnosis bipolar ketika sedang mendiagnosis MDD. Pada kenyataannya, 5-10% individu yang mengalami episode depresi mayor akan memiliki episode hipomanik atau manik didalam kehidupannya. Gejala depresi yang

memperlihatkan suatu gangguan bipolar termasuk didalamnya pemikiran yang kacau, gejala psikotik, gambaran atipikal (pipersomnia, makan berlebihan), onset usia dini, dan episode kekambuhan. Gangguan Bipolar II (dengan hipomania) sulit untuk dikenali karena pasien tidak mengenali hipomania sebagai suatu kondisi yang abnormal mereka menerima itu sebagai perasaan yang baik. Informasi yang mendukung dari pasangan hidup, teman terdekat, dan keluarga sering menjadi hal yang penting untuk dapat mendiagnosis.1

VIII. PROGNOSIS Beberapa pasien, MDD dapat menjadi kronis, penyakit yang berulang. Relaps terjadi pada enam bulan pertama dari masa penyembuhan terjadi pada 25% pasien, 58% akan relaps setelah lima tahun, dan 85% akan relaps setelah 15 tahun setelah penyembuhan yang terdahulu. Individu yang mengalami dua episode

15

depresi terdahulu memiliki 70% kemungkinan untuk menjadi ke tiga kalinya, dan yang sudah mengalami episode ke tiga memiliki kemungkinan 90% untuk relaps. Berdasarkan prodres dari penyakitnya, interval antara episode depresi menjadi lebih pendek dan lebih berat untuk setiap episodenya menjadi lebih luas. Lebih dari 20 tahun, kekambuhan terjadi sekitar lima sampai enam kali.1,8 Proporsi yang signifikan dari individu dengan depresi kronis meunjukkan gejala yang bervariasi. Sekitar dua per tiga dari pasien dengan episode depresi mayor akan sembuh dengan sempurna, dimana satu per tiga pasien dengan depresi hanya sembuh sementara atau menjadi kronis. Pada penelitian, pasien dengan satu tahun terdiagnosis post MDD, 40% mengalami penyembuhan tanpa ada gejala depresi, 20% mengalami gejala berulang tetapi tidak memenuhi kriteria MDD, dan 40% tetap menjadi menalami episode depresi mayor. Individu dengan gejala depresi residual yang menetap memiliki resiko tinggi untuk kambuh, bunuh diri, fungsi psikososial yang buruk, dan tingkat mortalitas yang tinggi dari kondisi medis lainnya. Sebagai tambahan, 5-10% individu depresi yang memiliki pengalaman dari episode depresi mayor akan sangat memungkinkan terjadinya manic atau episode campuran yang mengindikasikan kepada gangguan bipolar. Beberapa penemuan sudah difokuskan kepada indicator prognosis yang dapat memprediksikan kemungkinan nilai dalam penyembuhan dan kemungkinan dalam tingkat kekambuhan pada individu dengan depresi.1,2

IX. TERAPI Memilih pengobatan harus mencakup evaluasi seberapa parah episode depresif telah terjadi, ketersediaan sumber daya pengobatan, dan keinginan pribadi pasien. Untuk depresi ringan sampai berat, psikoterapi berbasis bukti sama efektifnya dengan farmakoterapi. Terdapat sedikit bukti bahwa kombinasi antara farmakoterapi dan psikoterapi untuk pengobatan dini lebih unggul daripada pengobatan lainnya untuk depresi tanpa komplikasi. Oleh karena itu, pengobatan kombinasi harus dipertimbangkan ketika terjadi depresi berat, komorbiditas dengan kondisi lain, atau tidak adanya respon yang memadai pada monoterapi.1

16

Farmakoterapi Anti depresi Golongan Trisiklik : Amytriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine Golongan Tetrasiklik : Maprotiline, Mianserin, Amoxapine. Golongan MAOI_Reversible ( REVERSIBLE INHIBITOR OF MONOAMIN OXYDASE-A-(RIMA) : Moclobemide Golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) : Sertraline, Paroxentine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine, citalopram. Golongan Atipical : Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine.4,7,9

Psikologi Terapi 2,4,7,9 Behaviour therapy Interpersonal Therapy Problem solving

X. KESIMPULAN Ketika seseorang mengalami gangguan mood atau lebih khususnya mengalami gangguan depresi yang mana terjadi perubahan dalam kondisi emosional, fungsi motorik, kogintif serta motivasinya dan jika tidak segera diberi penanganan maka akan memicu timbulnya gangguan depresi mayor satu episode dan depresi mayor barulang. Apabila hal tersebut terjadi maka itu akan lebih susah untuk ditangani dan akan berujung pada bunuh diri. Insiden tinggi pada perempuan dan bersarkan usia rata-rata pada usia 27 tahun. Ada beberapa sebab-sebab yang dapat menimbulkan depresi yaitu dari sisi biologis karena adanya ketidakseimbangan otak yaitu berkurangnya

neurotransmitter, dari sisi psikologis yaitu karena adanya kepribadian-kepribadian yang rentan terhadap timbulnya depresi, dari sisi sosial karena keadaan lingkungan-lingkungan sekitar yang tidak mendukung berlangsungnya kehidupan yang baik dan dari sisi spiritual adalah kurangnya keimanan dan ketakwaan.
17

DAFTAR PUSTAKA

1.

W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes. 2000. p. 1-57.

2.

Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [13 Maret 2012]: Available from : http://www.Major_depressive_disorder.htm

3.

Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [13 Maret 2012]: Available from : http://www.All About Depression.com

4.

Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R, Sharpe M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003. p. 10-3.

5.

Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams & Wilkins. 2007. p. 1-89.

6.

Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and experience in psychiatry. 2002. p. 8-12.

7.

W. Long P. Mayor depressive Disorder, Treatment. [online]. Updated on Feb. 9, 1998. Cited on [18 Maret 2012]. p 1-31. Available from : http://www.mentalhealth.com

8.

W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Cited on [13 Maret 2012]. p 1-6. Available from : http://www.mentalhealth.com

9.

Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon general. [online]. Update 0n 2012. Cited on [14 Maret 2012]: Available from : http://www.Mental Health.com

18

Moeller HJ. Department of Psychiatry, Ludwig-Maxmillians University, Munich, Germany. 2008. [online]. Update 0n 1997. Cited on [31 Januari 2012] : Vol 9(2). p. 102-14. Available from : file:///D:/18428079.htm Alexopoulos GS, Katz IR, et al. The Expert Consensus Guidelines: Pharmacotherapy of Depressive Disorders in Older Patients. A Postgraduate Medicine Special Report. The McGraw-Hill Companies, Inc. October 2001. [online]. Update 0n 1997. Cited on [31 Januari 2012]. Available from : file:///D:/depression.htm Altshuler LL, Cohen LS, Moline ML, Kahn DA, Carpenter D, Docherty JP. The Expert Consensus Guidelines: Treatment of Depression in Women. A Postgraduate Medicine Special Report. The McGraw-Hill Companies, Inc. March 2001. [online]. Update 0n 1997. Cited on [31 Januari 2012]. Available from : file:///D:/depression_women.htm N. Henrndon J. Personalized Depression Therapy (PDT). Vallis Solaris press. 2001. p. 4,19-20.

19

Anda mungkin juga menyukai