Anda di halaman 1dari 17

19

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Puskesmas Kartasura 1. Keadaan Umum Puskesmas Kartasura mempunyai wilayah kerja yang meliputi satu wilayah kecamatan. Puskesmas memiliki tanggung jawab terhadap wilayahnya berarti bahwa puskesmas memiliki wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan di wilayah kerjanya. Wilayah kerja Puskesmas Kartasura terdiri dari 12 desa yaitu desa Ngemplak, Pucangan, Kartasura, Ngabeyan, Wirogunan, Kertonatan, Makamhaji, Gumpang, Ngadirejo, Pabelan, Gonilan, Singopuran yang memiliki jumlah rumah tangga sebanyak 28484. Desa yang memilki jumlah rumah tangga terbanyak yaitu desa Makamhaji yaitu sebanyak 4756 dan desa yang memiliki jumlah rumah tangga paling sedikit yaitu desa Kertonatan yaitu sebanyak 899. Terdapat dua gedung puskesmas induk yang berada di desa Pucangan dan desa Pabelan Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Empat gedung puskesmas pembantu di desa Makamhaji, desa Ngemplak, desa Wirogunan dan desa Pabelan. Dua puskesmas keliling yang ada di desa Kartasura dan pasar Kartasura. Sebelas unit poliklinik desa (PKD), dan 85 posyandu balita serta 56 posyandu lansia. Tenaga dan sumber daya manusia yang dimilki Puskesmas Kartasura adalah 7 dokter umum, 4 dokter gigi, 29 bidan, 28 perawat, 3 perawat gigi, 4 asisten apoteker, 2 tenaga gizi, serta 22 tenaga pendukung lainnya seperti staf/TU, fisioterapi (magang), rekam medis, pranata laboratorium kesehatan, dan petugas sanitarian. 2. Fungsi Puskesmas Fungsi puskesmas adalah: a. Sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan

19

20

b. Sebagai pusat pemberdayaan kesehatan masyarakat c. Sebagai pusat pelayanan kesehatan srata pertama 3. Pelayanan Puskesmas Pelayanan puskesmas meliputi program dasar (basic six) ditambah 1 program pengembangan puskesmas, meliputi : a. Promosi kesehatan / program penyuluhan kesehatan b. Program kesehatan lingkungan c. Program kesehatan Ibu, Anak, dan KB d. Program penanggulangan dan pencegahan penyakit e. Penanggulan atau program gizi f. Program pelayanan kesehatan g. Program pelayanan pengembangan 4. Sistem Pelayanan Puskesmas Pelayanan puskesmas memiliki empat pilar sifat dasar, yaitu : a. Promotif b. Preventif c. Kuratif d. Rehabilitasi

B. Kejadian TB di Kecamatan Kartasura 1. Cakupan TB di Kecamatan Kartasura

21

Berdasarkan data Cakupan TB per desa tahun 2011 di Kecamatan Kartasura, 10 besar desa yang mempunyai penderita TB paling banyak yaitu desa Kartasura, Pucangan, Gumpang, Singopuran, Pabelan, Makamhaji, Ngadirejo, Gonilan, Kertonatan, Ngabean, Wirogunan, Ngemplak.

22

2. Program kegiatan di Kecamatan Kartasura

Setiap desa di Kecamatan Kartasura dibina oleh bidan desa yang bertangung jawab terhadap masalah kesehatan di desanya melalui Pos Kesehatan Desa (PKD), dan memiliki tim PHBS atau kader pokja (kelompok kerja desa), disini mereka semua ikut membantu kegiatan bagian pengendalian penyakit, khususnya P2ML. Bagian P2ML di kecamatan Kartasura memiliki program dalam mengendalikan penyakit menular khususnya TB yaitu: Penjaringan aktif, pemeriksaan kontak, pelacakan kasus rujukan. Program ini sangat penting dalam usaha mengendalikan penularan TB yang tingkat penularannya sangat tinggi. 3. Pembahasan Tabel 10. Cakupan TB per desa tahun 2011 di Kecamatan Kartasura
NO DESA JML PDDK 3426 12972 15579 4530 4526 3865 17754 9634 10405 6833 6306 6538 102368 TARGET SUSPEK 26 98 119 35 35 28 133 77 77 49 49 49 784 HASIL SUSPEK 1 36 59 4 3 8 18 31 14 19 12 29 234 TARGET BTA (+) 3 10 12 4 4 3 13 8 8 5 5 5 78 HASIL BTA (+) 2 2 2 1 3 10 %

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Ngemplak Pucangan Kartasura Ngabean Wirogunan Kertonatan Makamhaji Gumpang Ngadirejo Pabelan Gonilan Singopuran Jumlah

23

Berdasarkan tabel di atas pada tahun 2011 jumlah target suspek TB keseluruhan di Puskesmas Kartasura adalah 784, hasil penemuan suspek di lapangan sebesar 234, dari hasil suspek tersebut target BTA positif sebesar 78, dan hasil BTA positif sebesar 10 orang. Hasil BTA positif dilapangan hanya sebesar 10 , kenyataan ini jauh dari perhitungan yaitu berdasarkan rumus sejumlah 109 (kurang dari 70%) berarti masih ada hambatan-hambatan dalam penemuan kasus TB. perlu dilakukan analisa dalam penemuan CDR yang masih rendah ini. Proporsi Pasien TB BTA Positif diantara Suspek kurang dari 5 % hal ini kemungkinan disebabkan oleh penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhikriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( negatif palsu ). Penentuan perkiraan jumlah pasien BTA positif yang ada di suatu wilayah yaitu dengan rumus : 107/100.000 x jumlah penduduk. Untuk target suspek adalah 10 x dari target BTA positif. Sedangkan hasil suspek dan hasil BTA positif sesuai di lapangan. Tabel 11. Evaluasi Koordinator P2ML khususnya TB
MAN INPUT Beban kerja petugas P2M tinggi sehingga kinerjanya kurang optimal dalam menangani penyakit menular APBD Sarana penyuluhan dan alat alat laboratorium tersedia seperti reagen ZN, mikroskop, serta analis yang berkompeten. Sudah ada desa siaga sehat Penjaringan aktiv Pemeriksaan kontak PROSES Kinerja petugas belum maksimal karena cakupan wilayah yang luas serta beban kerja yang tinggi APBD Tersedia Sarana penyuluhan belum termanfaatkan dengan baik Desa siaga sehat belum optimal Aktivitas sehari hari di puskesmas melalui BP, OUTPUT Kinerja petugas belum maksimal karena cakupan wilayah yang luas serta beban kerja yang tinggi APBD tersedia Sarana penyuluhan belum termanfaatkan dengan baik Desa siaga yang benar benar siap jumlahnya sedikit Kenyataan di lapangan menggambarkan

Maka

MONEY MATERIAL

METODHE

24

Pelacakan Rujukan

Kasus

MARKET

Lingkungan di sekitar masyarakat mendukung

KIA dll Kunjungan rutin setiap 1 bulan sekali Penyuluhan mengenai TB melalui posyandu, PKK, desa sehat. Lingkungan di sekitar masyarakat mendukung

banyakna program yang belum optimal.

Lingkungan di sekitar masyarakat mendukung

Unit Puskesmas yang mengatasi masalah TB adalah Bidang P2M. Bidang P2M di Puskesmas Kecamatan Kartasura khususnya kasus TB antara lain : a. Penjaringan aktif Cara penjaringan suspek TB dilakukan dengan dua metode yaitu: penjaringan di unit pelayanan kesehatan untuk setiap suspek TB dan lalu dilakukan kunjungan rumah, promosi aktif dengan penyuluhan. Penjaringan aktiv dapat dilakukan di balai pengobatan, setelah memperoleh pasien suspek TB dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan sputum. Sputum yang diambil adalah sputum SPS (Sewaktu- Pagi- Sewaktu). Pengadaan alat alat laboratorium yang berkaitan dengan TB dapat menunjang angka penemuan kasus TB BTA (+). Untuk puskesmas Kecamatan Kartasura sudah memiliki sarana laboratoruim yang cukup baik khususnya spesifik untuk kasus TB. Untuk penemuan TB BTA (+) positiv puskesmas Kecamatan Kartasura menggunakan metode antara lain pewarnaan Ziehl Nilsen. Reagen reagen yang diperlukan juga sudah tersedia dan Gudang reagen berada di Puskesmas Kartasura II di Pabelan. Reagen reagen untuk pengecatan sputum BTA antara lain Fuchsin Karbol, Methylen Blue, serta Alkohol, untuk alat alat yang digunakan antara lain deckglass, api spirtus, rak reagen dan mikroskop. Namun tentunya agar lebih menunjang perlu membenahi dari beberpa hal, antara lain : Melengkapi dengan Alat Perlindungan Diri seperti masker, baju pelindung, kemudian sirkulasi

25

laboratorium, kebersihan laboratorium termasuk alat alat di dalamnya, penambahan mikroskop , kecukupan jumlah reagen, serta memeriksa tanggal kadaluarsa dari produk tersebut karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Untu mendukung petugas kesehatan puskesmas guna menjaga mutu dan pelayanan yang berkualitas khususnya pelayanan di laboratorium sederhana puskesmas maka diperlukan pedoman atau petunjuk pemeriksaan laboratorium puskesmas yang disebut SOP laboratorium. Kemudian dilakukan kunjungan rumah rutin 1 bulan sekali untuk menilai perkembangan. Untuk promosi aktiv adalah dengan kerjasama kader yang dapat dilakukan dengan promotif dan penyuluhan dengan cara membudayakan hidup sehat dan memberi informasi mengenai mencegah penularan TB pada khususnya dan menemukan suspek TB. Penjaringan aktiv juga dipengaruhi oleh ketersediaan dana untuk program penjaringan kasus TB. Dana diperoleh dari APBD pemerintah. Adapun penggunaan dana tersebut adalah untuk kegiatan sebagai berikut : 1. Kegiatan dengan dana APBD : Penjaringan suspek TB Pertemuan jejaring TB dengan pelayanan kesehatan swasta

tingkat kecamatan (+) 2. Kegiatan dengan dana BOK (Bantuan Operasional Biaya perjalanan dinas untuk petugas kesehatan dalam

wilayah kecamatan dalam rangka penemuan kasus TB paru BTA

Kesehatan)

26

Kunjungan rumah petugas P2ML untuk mengunjungi

penderita TB anak yang ditemukan, untuk mendapatkan suspek TB BTA (+) dari orang orang di sekitarnya. b. Pemeriksaan kontak Pemeriksaan kontak dilakukan dengan dasar untuk setiap satu orang pasien TB BTA positif diperkirakan ada 10 suspek TB yang harus dilakukan pemeriksaan. Resiko terinfeksi M. tuberculosis berkorelasi dengan intensiti dan lama paparan dengan pasien yang menderita TB menular. Karena itu, kontak erat dengan pasien TB merupakan resiko tinggi terinfeksi. Investigasi kontak dianggap kegiatan yang penting, baik untuk menemukan orang dengan TB yang tidak terdeteksi sebelumnya maupun calon untuk pengobatan infeksi TB laten. Diantara kontak erat terdapat sub kelompok tertentu yang terutama beresiko tinggi mendapat infeksi M.tuberkulosis dan berkembang cepat menjadi penyakit aktif, yakni anak dan orang yang terinfeksi HIV. Anak (terutama balita) merupakan kelompok yang rentan, tidak hanya sangat mungkin berkembang dari infeksi laten menjadi penyakit aktif, tetapi karena mereka cenderung menjadi tuberkulosis yang tersebar dan bentuk-bentuk tuberkulosis yang serius, misalnya meningitis. Karena itu, IUATLD merekomendasikan bahwa anak usia balitayang tinggal serumah dengan pasien TB dengan dahak mikroskopis positif harus menjadi target terapi pencegahan (setelah dibuktikan bukan TB, untuk mencegah monoterapi TB). Demikian juga kontak yang menderita infeksi HIV mempunyai resiko tinggi berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Sayangnya kekurangan staf dan sumber daya di banyak daerah menyulitkan penyelenggaraan investigasi kontak. Ketidakmampuan melakukan investigasi kontak yang ditargetkan menghilangkan kesempatan mencegah penambahan kasus TB, terutama pada anak.

27

Oleh karena itu usaha yang lebih giat sangat penting untuk menghadapi hambatan pengenalan TB yang optimal. Dalam hal ini kinerja pelayan kesehatan perlu dioptimalkan. Koordinasi pelayan kesehatan dengan pihak pelayanan kesehatan swasta dirasa masih kurang. Petugas kurang aktiv dalam penemuan suspek TB BTA(+). Kurangnya pengetahuan semua petugas puskesmas mengenai Tb juga merupakan kendla dalam upaya pemeriksaan kontak dalam rangka upaya peningkatan angka penemuan TB di Kecamatan Kartasura. Hal itu dapat diatasi dengan meningkatkan keaktivan petugas dalam penemuan TB, serta meningkatkan pengetahuan seluruh tenaga puskesmas mengenai penyakit menular khususnya TB dengan cara melakukan bimbingan teknis medis secara rutin. c. Pelacakan kasus rujukan. Pelacakan kasus rujukan harus diperhatikan juga supaya pasien ini tetap diawasi dalam masa pengobatan, selain itu juga diperhatikan resiko untuk menularkannya terhadap orang disekitarnya. Melaporkan kasus TB kepada program pengendalian TB setempat merupakan fungsi kesehatan masyarakat yang penting dan di banayk negara hal ini merupakan suatu kewajiban hukum. Idealnya rancangan sistem pelaporan, didukung oleh kerangka perangkat hukum, harus mampu menerima dan mempersatukan data dari berbagai sumber, termasuk laboratorium dan institusi pelayanan kesehatan, serta para praktisi individual. Suatu sistem pelaporan yang efektif memungkinkan penentuan efektifiti umum program TB, kebutuhan sumber daya dan distribusi sebenarnya serta dinamika penyakit secara keseluruhan dalam populasi, bukan hanya populasi yang dilayani oleh program TB pemerintah. Suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi mengenai kasus TB dan hasil pengobatannya merupakan elemen kunci strategi DOTS.

28

Sistem sperti ini tidak hanya berguna untuk memonitor kemajuan dan hasil pengobatan pasien individu tapi juga untuk mengevaluasi hasil kerja program pengendalian TB secara keseluruhan, pada tingkat lokal, nasional, global serta untuk mengindikasi berbagai kelemahan program. Sistem pencatatan dan pelaporan memungkinkan tindak lanjut terarah secara perseorangan untuk menolong pasien yang tidak cukup mengalami kemajuan (gagal terapi). Sistem ini juga memungkinkan mengevaluasi kerja praktisi, rumah sakit atau institusi, sistem kesehatan setempat dan negara sebagai satu keseluruhan. Akhirnya sistem pencatatan dan pelaporan menjamin pertanggungjawaban. Sedang terdapat upaya lain selain pencatan dan pelaporan yang terstandarisasi, antara lain dengan upaya peningkatan kerjasama lintas sektoral. Kerjasama lintas sektoral yang dimaksud : 1. Kerjasama antara puskesmas-RS-praktek dokter swasta dalam angka penemuan TB. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penemuan , pelaporan dan pengendalian penyakit TB di masyarakat. 2. Kerjasama kader dengan puskesmas sekitar. Adanya kader akan sangat membantu dalam angka penemuan TB. Kader kader puskesmas akan lebih dekat dengan warganya, sehingga apabila mereka mampu melaporkan suspek sehingga skrining awal dapat dilakukan tentunya akan lebih memudahkan dalam penemuan kasus TB BTA (+). 4. Analisis SWOT Analisis lingkungan baik internal maupun eksternal organisasi merupakan hal yang penting dalam menentukan faktor-faktor penentu keberhasilan bagi suatu organisasi. Dengan mengetahui konfisi internal maupun eksternal organisasi dengan memperhatikan kebutuhan

29

stakeholders, akan dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang menghadang organisasi. Analisis lingkungan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam merespon setiap perkembangan zaman. Lingkungan internal mencakup struktur organisasi, komunikasi antar bagian dalam organisasi, sumberdaya yang semuanya akan mendukung kelangsungan hidup organisasi. Pemahaman terhadap lingkungan internal akan memberikan pemahaman kepada organisasi akan kondisi dan kemampuan organisasi. Sedangkan lingkungan eksternal meliputi situasi dan kondisi di sekeliling organisasi yang berpengaruh pada kehidupan organisasi. Salah satu metode yang dipergunakan untuk melakukan analisis lingkungan internal dan eksternal adalah metode SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, dan Threats).

a. Identifikasi faktor internal dan eksternal


Faktor Internal Strength Weakness Jumlah tenaga pelayanan kesehatan Kurannya pengetahuan petugas bidang P2M, khususnya bisang TB kesehatan puskesmas tentang masalah sudah cukup TB Sarana dan prasarana di puskesmas Kedisiplinan dan kepatuhan pelayanan dalam menunjang program penemuan kesehatan di puskesmas mengenai SOP kasus TB sudah cukup lengkap kasus TB minimal Dana untuk operasional program Kurangnya koordinasi lintas program penemuan kasus TB tersedia dalam upaya program pnemuan kasus TB

30

Faktor Eksternal Opportunity Threats Adanya puskesmas keliling, puskesmas Partisipasi masyarakat dalam penemuan pembantu, posyandu, sangat membantu kasus TB cukup rendah dalam pemberian informasi dan edukasi Mobilitas penduduk yang mengenai TB baik dari masyarakat dan memungkinkan penularan penyakit TB. untuk masyarakat Budaya yang ada di sosial masyarakat. Kesadaran kader cukup tinggi untuk menginformasikan ke lingkungan sekitar mengenai TB Dukungan pemerintah dalam program penemuan dan penanganan TB di Indonesia

b. Strategi

31

SO (Strength Opportunity) ST (Strength Threat) Mengoptimalkan kekuatan untuk Memanfaatkan kekuatan untuk menangkap peluang menghadapi ancaman Memanfaatkan ketersediaan jumlah Menegaskan tugas dari pelayanan pelayanan kesehatan serta pusling, pustu, kesehatan dalam membantu bidang posyandu, dalam membantu kinerja P2M bidang P2M khususnya angka penemuan Memanfaatkan sarana dan prasarana kasus TB yang ada di puskesmas dalam Mengoptimalkan dukungan pemerintah meningkatkan angka penemuan kasus dalam melengkapi sarana dan prasarana TB di Kecamatan Kartasura puskesmas untuk meningkatkan angka penemuan TB di Kecamatan Kartasura WO (Weakness Opportunity) WT (Weakness Threat) Memanfaatkan peluang untuk Meminimalkan kelemahan untuk meminimalkan kelemahan menghindari ancaman Meningkatkan pengetahuan pelayanan Meningkatkan partisipasi masyarakat kesehatan dan kader mengenai TB dan petugas kesehatan puskesmas dalam program penemuan angka TB, Mengoptimalkan koordinasi lintas sehingga dapat lebih memudahkan program dengan adanya program DOTS programnya dari pemerintah terhadap penanggulangan kasus TB Meningkatkan kerjasama lintas program dalam upaya penemuan angka TB

32

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan


1.

Sudah ada upaya dalam meningkatkan angka penemuan kasus

(CDR) di puskesmas kecamatan kartasuradengan cara penjaringan aktiv, pemeriksaan kontak, serta pelacakan kasus rujukan. Namun upayatersebut kurang optimal dikarenakan beberapa hal antara lain kurangnya kerjasama lintas program maupun sektoral, kurangnya pengetahuan petugas puskesmas mengenai TB. 2. Sarana dan prasarana sudah cukup lengkap dalam menunjang pemeriksaan BTA mikroskopis. 3. Anggaran biaya sudah cukup untuk kegiatan program peningkatan

angka penemuan kasus TB

B. Saran
1.

Perlu adanya peningkatan pengetahuan pelayanan kesehatan dan

kader mengenai TB serta pelatihan pada petugas / pengelola program.


2.

Perlunya meningkatkan kerjasama lintas program di puskesmas. Perlu diadakannya pendidikan kesehatan / penyuluhan kepada

3.

masyarakat, terutama di wilayah resiko tinggi.


4.

Perlu memanfaatkan ketersediaan jumlah pelayanan kesehatan serta

pusling, pustu, posyandu, dalam membantu kinerja bidang P2M khususnya angka penemuan kasus TB
5.

Perlu meningkatkan partisipasi masyarakat dan petugas kesehatan

puskesmas dalam program penemuan angka TB, sehingga dapat lebih memudahkan programnya

33

30

34

DAFTAR PUSTAKA 1. Adithama, T.Y., Kamso S., Basri, C., Surya A. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan Pertama. Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2008. 2. Adithama, T.Y., Kamso S., Basri, C., Surya A. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan Pertama. Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2007. 3. Tjandra, Y.A., Soedarsono., Zubaedah T., Hadi S.W., Hilaludin S., Ida B.N.R., Palilingan JF., Manase L., Priyanti Z.S., Ida B., Slamet H., Teguh R.S., Edi S., Iswanto., Erlina B., Laksmi W., Faisal Y., Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaanya Di Indonesia. 2006. 4. Retno Asti Werdhani. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI. 2008.
5. Alcais Alexandre, Fieschi Claire, Abel Laurent, Casanova Jean Laurent.

2005. Tuberculosis in children and adults two distinct genetic diseases. http://jem.rupress.org/content/202/12/1617.full.
6. Hasan dan Alatas, 2007. Ilmu Kesehatan Anak 2. Cetakan kesebelas.

Jakarta: Infomedika.
7. Price,S.A dan Wilson,L.M.C.,2006. Tuberkulosis Paru dalam Patofisiologi

Konsep KlinisProses-ProsesPenyakit,bagian 1,edisi 2.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


8. Sudoyo W.A., Setiyohadi B., Alwi I., Setiadi S., 2007. Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid 2 Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI.
9. Rahajoe, N. R., Supriyatno,B., dan Setyanto,D.B. 2008. Buku Ajar

Respirologi anak, Cetakan pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.


10.

Malueka RG., 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka

Cendekia.

31

35

11.

Soepandi Priyanti Z. Diagnosis Dan Faktor Yang Mempengaruhi

Terjadinya Tb-Mdr. Departemen Pulmonologi & Ilmu kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan Jakarta. 2008.
12.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Penggunaan

Obat Antituberkulosis Fixed Dose Combination (OAT-FDC). Jakarta. 2004.

Anda mungkin juga menyukai