Poliuretane 1111

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Matematika dan Sains Vol. 8 No.

2, Juni 2003, hal 63 66

Pengaruh Variasi Berat Molekul Polietilen Glikol terhadap Sifat Mekanik Poliuretan
1)

Eli Rohaeti!) dan N.M. Surdia2) Jurdik Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta 2) Departemen Kimia FMIPA ITB

Diterima Oktober 2002, disetujui untuk dipublikasikan Mei 2003 Abstrak Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan menggunakan monomer diisosianat berupa MDI (metilen4,4-difenildiisosianat) dan monomer polieter berupa PEG (polietilen glikol). Sintesis poliuretan dilakukan dengan cara memvariasikan berat molekul PEG yang digunakan, kemudian diamati pengaruh variasi berat molekul PEG terhadap perubahan sifat mekanik produk poliuretan. Variasi berat molekul PEG yang dipilih, yaitu 200, 400, dan 1000. Reaksi polimerisasi dilakukan pada temperatur kamar dengan perbandingan mol MDI terhadap PEG sebesar 1,17. Sifat mekanik poliuretan dikarakterisasi menggunakan alat uji tarik AGS-500D dari Shimadzu dengan kecepatan tarik 50 mm/menit. Hasil uji tarik menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya berat molekul PEG yang digunakan dalam sintesis poliuretan, kuat putus poliuretan semakin menurun, sedangkan perpanjangan saat putus semakin meningkat. Modulus kelentingan untuk masing-masing produk poliuretan yang berasal dari PEG 200, PEG 400, dan PEG 1000 adalah berturut-turut 92,21; 8,96; dan 0,27 kPa. Kata kunci : poliuretan, kuat putus, perpanjangan saat putus, modulus kelentingan. Abstract Synthesis of polyurethane was carried out by using diisocyanate monomer, (methylene-4,4-diphenyldiisocyanate (MDI) and polyether monomer polyethylene glycol (PEG). The synthesis of polyurethane was undertaken by varying the molecular weight of PEG. The effect of molecular weight of PEG on the mechanical properties of polyurethane was observed. The variation of molecular weight of PEG was 200, 400, and 1000. Polymerization reaction was carried out at room temperature with a mol ratio of MDI to PEG was 1.17. The mechanical properties of polyurethane were characterized using AGS-500D Shimadzu tensile testing machine, with a cross head speed of 50 mm/minutes. The tensile test showed that increasing molecular weight of PEG used in the synthesis of polyurethane resulted in decreasing of the tensile strength at break of polyurethane, and increasing of elongation at break. The elasticity modulus was 92.21 kPa for polyurethane based on PEG 200; 8.96 kPa for polyurethane based on PEG 400; and 0.27 kPa for polyurethane based on PEG 1000. Keywords : polyurethane, strength at break, elongation at break, elasticity modulus. 1. Pendahuluan Poliuretan merupakan bahan polimer yang mengandung gugus fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utamanya. Gugus fungsi uretan terbentuk dari reaksi antara gugus isosianat dengan gugus hidroksil, seperti nampak dalam persamaan reaksi berikut
NCO + HO NHCO

Uretan
Pada awalnya banyak poliuretan yang dipatenkan adalah hasil reaksi diamin dan biskloroformat pada temperatur rendah. Setelah itu berkembang metoda polimerisasi lelehan (melt polymerization method) dan metoda larutan temperatur tinggi (high-temperature solution method) yang meliputi reaksi diisosianat dengan diol. Metoda yang meliputi reaksi diisosianat dengan diol berkembang lebih pesat melebihi metoda biskloroformat-diamin karena lebih sederhana dan tidak menghasilkan produk samping. 63

Ulrich1) dalam studinya mengenai poliol, melaporkan bahwa poliol polieter dan poliester dapat digunakan untuk sintesis poliuretan. Poliol polieter merupakan polimer dengan berat molekul rendah yang diperoleh dari reaksi pembukaan cincin pada polimerisasi alkilen oksida. Untuk menggolongkan kualitas mekanik polimer poliuretan biasanya digunakan parameter berupa kuat putus (strength at break), perpanjangan saat putus (elongation at break), dan modulus Young untuk poliuretan bentuk lembaran (film), sedangkan untuk poliuretan bentuk busa digunakan parameter berupa kekuatan tekan (compressive strength) dan modulus tekan (compressive modulus). Hirose (1989) melaporkan bahwa poliuretan yang berasal dari serbuk kayu-PEG400-MDI memiliki nilai kekuatan tekan paling tinggi sebesar 0,2 MPa dan modulus tekan paling tinggi sekitar 0,27 MPa. Kemudian Hatakeyama (1995) dalam penelitiannya mengenai poliuretan yang biodegradable berasal dari tumbuhan, menunjukkan bahwa penambahan molase dalam sintesis film poliuretan dapat memperbaiki sifat mekanik poliuretan.

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003 Dengan meninjau hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan dari PEG polietilen glikol (PEG) yang berat molekulnya divariasi dengan metilen-4,4-difenildiisosianat (MDI). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh variasi berat molekul PEG yang digunakan dalam sintesis poliuretan terhadap perubahan sifat mekanik poliuretan. Penelitian ini dilakukan berdasarkan anggapan dasar bahwa variasi berat molekul PEG yang digunakan dalam sintesis poliuretan akan mempengaruhi sifat mekanik produk poliuretan berupa kuat putus, perpanjangan saat putus, dan modulus kelentingan. 2. Percobaan 2.1 Reaksi Polimerisasi Pembentukan Poliuretan Bahan-bahan yang digunakan dalam sintesis poliuretan, yaitu : (i) metilen-4,4-difenildiisosianat (MDI) berupa cairan kental berwarna coklat dengan rumus struktur sebagai berikut : (ii) polietilen glikol (PEG) dengan berat molekul berturut-turut 200, 400, dan 1000 serta memiliki rumus struktur :

64

2.2 Karakterisasi Produk Polimerisasi Untuk melihat puncak serapan dari gugus fungsi produk polimer dilakukan karakterisasi dengan teknik spektroskopi inframerah (FTIR). Dalam karakterisasi ini sampel poliuretan yang berbentuk film tipis dan transparan dimasukkan ke dalam alat spektrofotometer FTIR Perkin Elmer dan selanjutnya diamati spektrum serapannya pada daerah bilangan gelombang 400 4000 cm-1. Sifat termal poliuretan dikarakterisasi menggunakan alat Differential Thermal Analyzer (DTA). Dalam karakterisasi ini sebanyak 10 mg sampel padatan poliuretan dimasukkan ke dalam krus tempat sampel dan diletakkan di dalam alat DTA. Kondisi alat diatur dan dioperasikan pada temperatur 25 500oC. Kurva yang dihasilkan diplot pada kertas. Sifat mekanik poliuretan dikarakterisasi menggunakan alat uji tarik AGS-500D dari Shimadzu dengan kecepatan tarik 50 mm/menit. Sampel yang sudah berbentuk dumbbell dijepitkan pada alat uji tarik, kemudian alat dijalankan dan data yang diperoleh dicatat. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Spektrum FTIR Hasil karakterisasi terhadap poliuretan hasil sintesis dengan teknik spektroskopi FTIR menunjukkan pita serapan pada 3330 cm-1 yang merupakan daerah ulur N-H, 1720 cm-1merupakan daerah serapan ulur C=O bebas, 1700 cm-1 merupakan daerah serapan ulur C=O berikatan hidrogen, dan 1542 cm-1 merupakan daerah serapan deformasi N-H. Spektrum FTIR poliuretan hasil sintesis dibandingkan dengan data referensi5 menunjukkan pita-pita serapan pada daerah yang hampir sama terutama pada daerah pita serapan karakteristik. Ketiga jenis poliuretan yang disintesis pada penelitian ini menunjukkan pita serapan yang sama terutama pada daerah pita serapan yang karakteristik untuk poliuretan. Dengan demikian variasi berat molekul PEG yang digunakan dalam mensintesis poliuretan ternyata tidak mempengaruhi hasil spektrum FTIR poliuretan. Hal ini dapat dijelaskan karena teknik karakterisasi secara spektroskopi inframerah merupakan teknik yang sesuai untuk identifikasi secara kualitatif material polimer melalui analisa gugus fungsi dengan cara melihat puncak serapan yang muncul dalam spektrum yang selanjutnya puncak serapan tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan tabel korelasi yang ada. Pada ketiga jenis poliuretan hasil sintesis ini semuanya merupakan hasil reaksi antara PEG dengan MDI. Walaupun PEG yang digunakan dalam proses sintesis ini memiliki berat molekul yang berbeda, namun gugus fungsi yang ada dalam PEG tersebut sama, yaitu adanya gugus fungsi -OH dan unit ulang -CH2-CH2O-. Dengan demikian ketika PEG direaksikan dengan MDI yang memiliki gugus fungsi -NCO maka akan dihasilkan poliuretan yang ditunjukkan oleh adanya gugus fungsi uretan

O =C = N

C H2

N =C =O

HO-(CH2CH2O)n-H Bahan-bahan tersebut berasal dari E-Merck dengan kualitas p.a. Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis poliuretan menggunakan monomer diisosianat berupa MDI dan monomer polieter berupa PEG. Dengan memvariasikan berat molekul PEG yang digunakan untuk mensintesis poliuretan selanjutnya diamati pengaruh variasi berat molekul PEG terhadap perubahan sifat mekanik produk poliuretan. Variasi berat molekul PEG yang dipilih, yaitu 200, 400, dan 1000. Reaksi polimerisasi pembentukan poliuretan dilakukan pada temperatur kamar dengan perbandingan mol MDI terhadap PEG sebesar 1,17. Masingmasing monomer PEG dan MDI dimasukkan ke dalam reaktor yang dilengkapi dengan termometer dan pengaduk. Selanjutnya dilakukan pengadukan terhadap campuran reaksi selama 20 menit sampai diperoleh padatan poliuretan. Padatan poliuretan ini selanjutnya ditekan panas dengan alat penekan panas pada suhu 180oC dan tekanan 250 kgf/cm2 sehingga diperoleh poliuretan bentuk film. Film poliuretan dimasukkan ke dalam vacum oven sebelum dikarakterisasi. Untuk poliuretan yang merupakan hasil reaksi antara PEG 200 dengan MDI, PEG 400 dengan MDI, dan PEG 1000 dengan MDI selanjutnya berturutturut diberi tanda PEG 200 MDI, PEG 400 MDI, dan PEG 1000 MDI.

65 (-NHCOO-) yang muncul sebagai pita serapan pada 1700 - 1720 cm-1 dan muncul dua buah pita serapan pada 3100 cm-1 dan 3400 cm-1 . Pada Gambar 1 tampak hasil spektrum FTIR poliuretan yang berasal PEG 1000 - MDI. Dari gambar tersebut nampak adanya pita serapan pada 3000 - 3400 cm-1 yang merupakan daerah ulur N-H, pada 2900 cm-1 merupakan daerah ulur C-H, pada 1720 cm-1 merupakan daerah serapan khas untuk gugus uretan (NHCOO-) dan daerah ulur C=O bebas, 1700 cm-1 merupakan daerah serapan ulur C=O berikatan hidrogen, 1540 cm-1 merupakan daerah serapan deformasi N-H, 1510 dan 1600 cm-1 merupakan daerah ulur cincin aromatik (berasal dari MDI), serta 1100 cm-1 merupakan daerah ulur C-O.

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003

3.2 Sifat Termal Berdasarkan analisis kurva hasil karakterisasi dengan teknik DTA (Differential Thermal Analysis) diperoleh hasil seperti yang tampak pada Gambar 2. Dengan memperhatikan kurva pada Gambar 2 nampak bahwa semakin bertambahnya berat molekul polietilen glikol yang digunakan dalam sintesis poliuretan, temperatur transisi gelas poliuretan semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya unit ulang CH2-CH2O yang merupakan gugus fleksibel dalam polietilen glikol, kekakuan rantai semakin berkurang. Dengan demikian polietilen glikol (PEG) merupakan pembentuk segmen lunak. Selanjutnya data temperatur dekomposisi untuk poliuretan yang berasal dari PEG 400 MDI dan PEG 1000 MDI berturut-turut 383,99oC dan 385,00oC. Data tersebut menunjukkan temperatur dekomposisi poliuretan yang relatif sama dengan semakin bertambahnya berat molekul PEG yang digunakan dalam sintesis poliuretan. Hal ini dapat dijelaskan sebagaimana yang diungkapkan oleh Rohaeti dkk (2000) bahwa poliuretan dapat terdekomposisi menjadi senyawa isosianat dan alkohol atau menjadi senyawa amina bebas, gas CO2, dan senyawa olefin. Produk dekomposisi termal dari poliuretan merupakan hasil pemutusan ikatan kovalen. Dengan demikian kekuatan ikatan antara berbagai produk poliuretan yang disintesis dari PEG dengan berat molekulnya berbeda relatif sama, atau kekuatan ikatan tidak dipengaruhi berat molekul PEG. Akibatnya temperatur dekomposisi poliuretan relatif sama.

Gambar 1. Spektrum FTIR poliuretan yang berasal dari PEG 1000 MDI

T/m ( C/mg)
o

100

200

300

400

500

Temperatur (oC) Gambar 2. (a) Kurva DTA poliuretan yang berasal dari PEG 200 - MDI (b) Kurva DTA poliuretan yang berasal dari PEG 400 MDI (c) Kurva DTA poliuretan yang berasal dari PEG 1000 - MDI

JMS Vol. 8 No. 2, Juni 2003

66 nilai modulus kelentingan poliuretan. Modulus kelentingan untuk masing-masing produk poliuretan adalah 92,21 kPa untuk poliuretan yang berasal dari PEG 200, 8,96 kPa poliuretan yang berasal dari PEG 400, dan 0,27 kPa untuk poliuretan yang berasal dari PEG 1000. Poliuretan yang berasal dari PEG 200 lebih lenting dibandingkan dengan poliuretan yang berasal dari PEG 400 dan PEG 1000. Kemudian poliuretan yang berasal dari PEG 400 lebih lenting dibandingkan dengan poliuretan yang berasal dari PEG 1000, tetapi lebih luwes dibandingkan dengan poliuretan yang berasal dari PEG 200. Dengan demikian poliuretan yang berasal dari PEG 200 MDI mengalami interaksi molekuler paling besar diikuti berturut-turut oleh poliuretan yang berasal dari PEG 400 MDI dan poliuretan yang berasal dari PEG 1000 MDI. 4. Kesimpulan 1. Dengan semakin bertambahnya berat molekul polietilen glikol yang digunakan dalam sintesis poliuretan, maka kuat putus poliuretan semakin menurun, perpanjangan saat putus poliuretan semakin meningkat dan modulus kelentingan poliuretan semakin menurun. 2. Polietilen glikol merupakan pembentuk segmen lunak yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya temperatur transisi gelas dan kuat putus, serta semakin meningkatnya perpanjangan saat putus poliuretan dengan semakin bertambahnya berat molekul polietilen glikol. Daftar Pustaka 1. 2. Ulrich, H. Polyurethane, dalam Introduction to Industrial Polymers, (Hanser Publishers; New York), 83 88 (1982). Hirose, S., Hatakeyama, H., Meadows, J. Preparation and mechanical Properties of polyurethane Foams from Lignocellulose Dissolved in Polyethylene Glycol, dalam Materials Science of Cellulosics (Ellis Horwood Ltd.; Chichester), 317 - 331 (1989). Nakamura, K., Hatakeyama, H., Meadows, J. Mechanical Properties of Polyurethane Foams Derived from Eucalyptus Kraft, dalam Materials Science of Cellulosics (Ellis Horwood Ltd.; Chichester), 333 - 340 (1989). Hatakeyama, H., Hirose, S., Hatakeyama, T., Nakamura, K.,Kobashigawa, K., Morohoshi, N. Biodegradable Polyurethanes from Plant Component, J. Pure Applied Chemistry, A32: 4, 743 (1995). Rohaeti, E., Surdia, N. M., Radiman, C.L., Ratnaningsih, E. Thermal Properties of Synthesized Polyurethane with Tapioca Starch, Proceedings of The Second International Workshop on Green Polymers, 313 (2000).

3.3 Sifat Mekanik Pada Tabel 1 nampak data hasil uji tarik berupa data kuat putus dan perpanjangan saat putus polimer poliuretan yang berasal dari polietilen glikol dengan berbagai variar berat molekul dan metilen4,4-difenildiisosianat. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin bertambahnya berat molekul PEG yang digunakan dalam sintesis poliuretan, kuat putus poliuretan semakin menurun, sedangkan perpanjangan saat putus semakin meningkat. Hasil tersebut mungkin dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam mensintesis poliuretan dengan sifat mekanik yang dikehendaki. Sebagai contoh untuk produk poliuretan dengan sifat perpanjangan saat putus besar dan kuat putus sangat rendah, dengan kata lain poliuretan tersebut sangat luwes (modulus kelentingannya sangat rendah) maka dapat disintesis dari PEG 1000 MDI. Namun, untuk produk poliuretan dengan sifat perpanjangan saat putus kecil dan kuat putus sangat besar, dengan kata lain produk tersebut sangat lenting (modulus kelentingannya sangat besar), maka poliuretan tersebut dapat disintesis dari PEG 200 MDI. Tabel 1. Pengaruh perbedaan berat molekul PEG terhadap kuat putus dan perpanjangan saat putus poliuretan
Jenis Poliuretan PEG 200 MDI PEG 400 MDI PEG 1000 - MDI Kuat Putus (MPa) 6,69 1,06 0,04 Perpanjangan Saat Putus (%) 72,58 118,09 128,31

Kuat putus poliuretan yang semakin menurun dan perpanjangan saat putus yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya berat molekul PEG yang digunakan, menunjukkan bahwa polietilen glikol merupakan pembentuk segmen lunak. Hasil ini didukung pula oleh hasil pengukuran temperatur transisi gelas. Polietilen glikol yang dapat berfungsi sebagai pembentuk segmen lunak dalam poliuretan. Segmen lunak yang berasal dari PEG ini akan menurunkan sifat kuat putus dan meningkatkan perpanjangan saat putus poliuretan. Dengan semakin bertambahnya berat molekul PEG yang digunakan, dengan kata lain dengan semakin bertambahnya unit ulang -CH2CH2O- yang merupakan gugus fleksibel, maka material tersebut akan merespon terhadap gaya yang diterapkan berupa perubahan panjang yang semakin besar. Hasil menyebabkan perpanjangan saat putus meningkat. Namun interaksi molekuler menjadi berkurang dengan semakin bertambahnya gugus fleksibel berupa unit ulang etilen oksida(-CH2CH2O-) akibatnya kuat putus menurun. Dengan membandingkan nilai kuat putus terhadap perpanjangan saat putus maka diperoleh

3.

4.

5.

Anda mungkin juga menyukai