1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam penbuatan makalah ini ialah sebagai prasyarat dalam Kepanitraan Klinik Senior di bagian Ilmu Forensik RSUD DR.RM. Djoelham Binjai pada umumnya dan menambah pengetahuan kami dalam memahami mekanisme trauma tumpul itu sendiri dalam aplikasinya menurut ilmu forensik sehingga bermanfaat dalam menambah pengetahuan kami nanti sebagai dokter di masyarakat jika bertemu dengan kasus tentang trauma tunpul.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Definisi Trauma
Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artiya orang yang sehat, tibatiba terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan kecelderaan. Aplikasinya dalam pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk membuat terang suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseoang.
Kekerasan tumpul dapat terjadi karena 2 sebab yaitu alat atau senjata yang mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan yang lain orang bergerak ke arah objek atau alat yang tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun terkadang sulit dipastikan. Luka karena kererasan tumpul dapat berebentuk salah satu atau kombinasi dari luka memar, luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka yakni:
1. Abrasi (luka lecet) 2. Laserasi (luka robek) 3. Kontusi/ruptur (luka memar)
2.4.1 Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda yang mengenainya. Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.
2.4.2 Kontusio
a. Kontusio Superfisial
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya. Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik. Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa. Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan
syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren. Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.
fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah. Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.
2.4.3 Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi. Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan. Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails. Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain. Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari. Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu tidak adanya perdarahan. Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.
2.4.5 Fraktur
Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit atau terbuka.
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan. Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos. Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur. Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan. Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan. Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya. Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya. Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga kematian.
2.4.6 Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran udara.
2.4.7 Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena. Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan
oleh perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.
2.5 Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang Terkena
Klasifikasi luka akibat benda tumpul meurut jaringan atau organ yang terkena adalah sebagai berikut : 1. Kulit 1. Luka Lecet 2. Luka Memar 3. Luka Robek 2. Kepala 1. Tengkorak 2. Jaringan Otak 3. Leher dan Tulang Belakang 4. Dada 1. Tulang 2. Organ dalam dada 5. Perut 1. Organ Parenchym 2. Organ berongga 6. Anggota Gerak
2.6 Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan bawah kulit
2.6.1 Luka Lecet (Abrasion)
Adalah luka akibat kekerasan benda yang memiliki permukaan yang kasar sehingga sebagian atau seluruh lapisan epidermis hilang..
Contohnya :
Benda kasar : terseret di jalan aspal Tali tampar : gantung diri Benda runcing : duri, kuku Meninggalkan bekas : ban mobil
Hari ke 1 3 : warna coklat kemerahan Hari ke 4 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram Hari ke 7 14 : pembentukan epidermis baru Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan Hari ke 2 3 : warna biru kehitaman Hari ke 4 6 : biru kehijauancoklat > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh
2. Tengkorak
3. Otak
4. Selaput Otak
Terdiri dari tulang melengkung dan tebalnya kurang lebih sama Ada bagian-bagian yang lemah, yaitu : Sutura, Os temporalis
Bentuk Fraktur : 1. Fracture Linear 2. Fracture Compositum 3. Fracture Berbentuk (depressed Fracture ) 4. Ring Fracture
Posisi kurang lebih mendatar Terdiri dari tulang-tulang yang tebalnya tidak sama Tulangnya tipis dan mudah patah
Berlubang-lubang
sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail. Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke. Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala, serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan perdarahan. Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal, pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah foam cone busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala.
Mekanisme Terjadinya Countre-Coup : Pada trauma tumpul kepala terdapat Acelerasi dan Decelerasi.,mekanismenya antara lain: 1.Pada waktu Acelerasi terjadi gerakan tengkorak ke arah impact dan gerakan otak berlawanan dengan arah impact 2.Pada waktu Decelerasi kepala bergerak tiba-tiba membentur benda tumpul. sedang otak bergerak ke arah berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan tadi, sehingga otak membentur bagian berlawanan dgn bagian kepala yang mengalami kekerasan langsung.
Permukaan gyri menjadi lebih rata Sulci menjadi lebih dangkal Otak bertambah berat Ventrikel-ventrikel mengecil Karena adanya kompresi maka terjadi bekas cetakan Foramen Magnum pada Cerebellum bagian bawah Mikroskopis terdapat timbunan cairan intra cellular, peri cellular, dan peri vascular
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik. Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu penting dalam bidang forensik. Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural. Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri. a. Perdarahan Epidural (Hematoma) Merupakan perdarahan di atas selaput tebal otak Penyebabnya : Fraktura tengkorak yang merobek P.Darah di luar duramater.
a. Meningica Media (tersering) a. Meningica anterior a. Meningica posterior (jarang) Sinus Lateralis (jarang)
Darah merembes di antara tulang dan duramater dan membeku. Timbul gejala kompresi otak. Jumlah yang mematikan kurang lebih 125 gram. Ada : PERIODE LATENT. Pada anak anak-anak/bayi : jarang dapat terjadi Epidural Haemorrhage. Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan
ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval b. Perdarahan Subdural (Hematoma) Merupakan perdarahan di bawah selaput tebal otak. Mekanisme terjadinya : 1. Laceratio jaringan otak dam arachnoid 2. Pecahnya pembuluh.darah di permukaan 3. Perlukaan kembali dari lacerasi lama 4. Fraktura daerah parietal dan temporal yang merobek duramater dan meningica media 5. Jumlah perdarahan yang mematikan 60 gram Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari. Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan perdarahan subdural yang fatal. Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus, perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak, sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain, memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak. Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar
tersebut rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu, tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri. Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan darah, dapat bersifat fatal. Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang subdural. c. Perdarahan Subarakhnoid Merupakan perdarahan di bawah selaput laba-laba otak. Dapat diakibatkan karena : 1. Trauma 2. Penyakit/spontan seperti pecahnya aneurysma circulus willisi Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara lain: 1. Nontraumatik: 1. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak 2. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid 2. Traumatik: 1. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan subarakhnoid
2. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang menyebabkan robeknya arteri vertebralis 3. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala. Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian. Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut. Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala. Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar yang terdapat di dasar otak. Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.
Patah tulang leher Robek P. darah, otot, oesophagus, trachea/larynx Kerusakan syaraf
Patah os costae, sternum, scapula, clavicula Robek organ jantung, paru, pericardium
Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro iliaca Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung seni
Berakibat :
1. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-fagmen kecil. Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk segiempat atau sudut. 2. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur tulang panjang kaki. Hal ini disebut bumper fractures. Adanya fraktur tersebut yang disertai luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa korban adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan bermotor nose dive ketika mengerem mendadak, pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat kecelakaan terjadi. 3. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka pada dan di bawah area hat band dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah. Dengan adanya pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul. 4. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun menimbulkan edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum pada bibir atas kadang rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering mendapat pukulan pada kepala Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma.
BAB 3 KESIMPULAN
Pengertian trauma (injury) dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Pengertian trauma tumpul adalah Trauma tumpul adalah ruda paksa akibat dari benda tumpul. Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Sebagai seorang dokter hendaknya dapat membantu pihak penegak hukum dalam kasus mengenai trauma. Jika di temui di masyarakat , seorang dokter mampu membedakan jenis trauma yang di temui. Jenis kekerasan/benda apa yang menyebabkan trauma. Dan bagaimana kualifikasi dari jenis trauma tersebut terkhusus trauma yang di akibatkan oleh benda tumpul. Sehingga seorang dokter dapat membuat Visum et Repertum mengenai kasus Trauma terutama trauma tumpul dengan sebaik-baiknya sesuai dengan keilmuannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Apuranto Hariadi. Luka Akibat Benda Tumpul. Diunduh dari
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen//LUKA %20TUMPUL.pdf
2. Traumatologi Forensik. Diunduh dari
http://www.freewebs.com/traumatologie2/index.htm
http:// www.klinikindonesia.com./trauma tumpul .htm
3. Amir Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. 1995. Medan : Percetakan Ramadhan. Hal 72-90 4. Jay Dix, calor Atlas of Forensic Patology, by CRP press LLC Florida 2000.