KELOMPOK 12
LOGO
LAPORAN KASUS
Seorang ibu membawa anaknya Doni, 6 tahun ke poliklinik rumah sakit di Jakarta dengan keluhan utama sering mimisan. Keluhan ini telah berlangsung 6 bulan, tanpa trauma dan demam. Pasien tidak pernah mengalami petechiae, purpura, ecchymosis, perdarahan abnormal lainnya.
TERMINOLOGI
Mimisan (Epistaksis) Perdarahan hidung ; perdarahan dari hidung biasanya akibat pecahnya pembuluh darah * Anterior e. : perdarahan dari bagian anterior rongga hidung, lebih sering ditemukan pada anak dibandingkan pada pasien dewasa. * Posterior e. : perdarahan dari bagian posterior rongga hidung, lebih sering ditemukan pada pasien yang lebih tua dibandingkan pada anak. Trauma Kerusakan psikologis atau emosional. Demam Peningkatan temperatur tubuh diatas normal Normal : 36,5 37,2 C Subnormal : 35 36,5 C Subfebris : 37 38 C Febris : >38 C Hiperpireksia : >41 c untuk waktu yang cukup lama Hipotermia : <35 C
TERMINOLOGI
Purpura Ekstravasasi sel darah merah(eritrosit) ke kulit dan selaput lendir (mukosa), dengan manifestasi berupa makula kemerahan yang tidak hilang pada penekanan Petekie Purpura superficial berukuran milier (sebesar kepala jarum pentul) atau berdiamaeter sekitar 3 mm, mula-mula berwarna merah lalu menjadi kecoklatan seperti karat besi Ekimosis Ukurannya lebih besar dan letaknya lebih dalam dari pada petekie, berwarna biru kehitaman
Perdarahan Abnormal
(Djuanda A, Hamzah M, aisah S. Purpura. In : Sularsito SA, Djuanda S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta : Badan Penerbit FK UI ; 2011; p. 284-5)
PURPURA
MASALAH
IDENTIFIKASI MASALAH Epistaksis/mimisan Anak usia 6 tahun faktor resiko secara epidemiologi EPISTAKSIS Patofisiologi : Perdarahan dapat terjadi apabila terjadi erosi pada mukosa sehingga terjadi kerusakan pembuluh darah.Lebih dari 90% kasus epistaksis terjadi pada bagian anterior dan bersumber pada Littles area dimana plexus Kiesselbach membentuk septum nasi. Plexus Kiesselbach merupakan persatuan antara ICA (arteri ethmoidalis anterior dan posterior) dan ECA (sfenopalatina dan cabang dari arteri maksilaris interna). Perdarahan posterior terjadi pada bagian posterior dari cavum nasi dimana resiko yang lebih berat dapat terjadi, seperti gangguan saluran napas, aspirasi darah, dan control perdarahan yang lebih sulit. Etiologi : Penyebab dari epistaksis dapat dibagi menjadi : Penyebab Lokal ; ex.trauma, iritasi mukosa, abnormalitas septum, penyakit inflamasi, tumor. Penyebab Sistemik ; ex.gangguan pembekuan darah, atherosclerosis, herediter hemmoragic telangiektasia Penyebab Idiopatik
HEMOSTASIS
Merupakan mekanisme tubuh dalam mengontrol respon terhadap perdarahan atau terjadinya trombosis yang berlebihan sehingga proses trombogenesis dan proses fibrinolisis dalam keadaan seimbang. Proses hemostasis pada keadaan normal membantu menghentikan perdarahan dan bila berlebihan akan menimbulkan oklusi trombotik dan infark sistemik. Proses hemostasis dimulai jika terjadi trauma, pembedahan, atau penyakit yang mengganggu lapisan endotel pembuluh darah yang terpajan pada jaringan ikat subendotel. Hemostasis primer adalah proses pembentukan sumbat trombosit pada tempat jejas. Hemostasis sekunder menggambarkan reaksi sistem koagulasi plasma yang menyebabkan pembentukan fibrin Hemostasis tersier adalah hemostasis yang bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas koagulasi tidak berlebihan.
HEMOSTASIS
HIPOTESIS
Sirosis Hati
Leukemia
Hemofilia
Etiologi Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik). Kemungkinan lain: Hipersplenisme. Infeksi virus. Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS), Fenil butazon, diamokkina, sedormid). Bahan kimia. Koagulasi intra vascular diseminata. Autoimun
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan EKG Pemeriksaan tinja Pemeriksaan CT kepala Pemeriksaan Serologi
Prognosis Kematian akibat DBD adalah 40-50% dari anak yang mengalami renjatan, tetapi dengan perawatan di ICU maka angka kematian dapat dikurangi menjadi 2%. Kadang-kadang terdapat sekuele berupa defek otak akibat dari renjatan dan perdarahan otak.
Sirosis Hati
Definisi Penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. Etiologi 1. Malnutrisi 2. Alkoholisme 3. Virus hepatitis 4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika 5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan) 6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi) 7. Zat toksik Patofisiologi
Sirosis Hati
Sirosis Hati
Penatalaksanaan
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya. 2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti : a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine. b. Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun. c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
Prognosis Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.
LEUKEMIA
Definisi: Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya akumulasi leukosit abnormal dalam sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini menyebabkan timbulnya gejala karena kegagalan sumsum tulang (yaitu anemia, leukopenia, leukositosis, trombositopenia) dan infiltrasi organ (misalnya hati,limpa, kelenjar getah bening, meningens, otak, kulit, atau testis)(4). Epidemiologi: Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) terbanyak pada anak-anak dan dewasa Leukemia Granulositik Kronik (LGK) pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa, Leukemia Granulositik Kronik pada semua usia tersering usia 40-60 tahun Leukemia Limfositik Kronik (LLK) terbanyak pada orang tua. Leukemia Mieoloblastik Akut lebih sering ditemukan pada usia dewasa (85%) daripada anak-anak (15%). Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibandingkan wanita dengan perbandingan 2 : 1(4).
LEUKEMIA
Etiologi: Terinfeksi Virus Faktor genetik Kelainan herediter Faktor lingkungan Radiasi Terekspos Benzene Merokok Kemoterapi Patofisiologi: Proses patofisiologi leukemia dimulai dari transformasi ganas sel induk hematologis dan turunannya. Proliferasi ganas sel induk ini menghasilkan sel leukemia dan mengakibatkan penekanan hematopoesis normal, sehingga terjadi bone marrow hipoaktivasi, infiltrasi sel leukemia ke dalam organ, sehingga menimbulkan organomegali, katabolisme sel meningkat, sehingga terjadi keadaan hiperkatabolisme.
HEMOFILIA
Definisi: Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked recessive, yaitu: Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defisiensi atau disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc). Hemofilia B (Christmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX (faktor Christmas) Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35. Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X serta bersifat resesif, maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan bermanifestasi klinis pada laki-laki (pasien XhY). Dapat pula bermanifestasi pada perempuan bila kedua kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh).
HEMOFILIA
Epidemiologi Penyakit ini bermanifestasi pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Kasus hemofilia A lebih sering terjadi dibandingkan hemofilia B, yaitu sekitar 80-85% dan 10-15% tanpa memandang ras, geografi, dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga. Klasifikasi Hemofilia Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII atau F IX) dalam plasma. Kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-150%).
HEMOFILIA
Gejala dan Tanda Klinis Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan sampai sedang. Manifestasi klinis tergantung pada beratnya hemofilia. Tanda perdarahan yang sering terjadi: Hemartrosis (85%). Lokasi berturut-turut sebagai berikut: sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, tangan, dan lainnya. Hematom subkutan/intramuskular. Hematom intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar (otot-otot betis, regio iliopsoas, dan lengan bawah). Perdarahan mukosa mulut Perdarahan intrakranial. Merupakan penyebab utama kematian, dapat terjadi spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoneal dan retrofaringeal. Dapat membahayakan jalan napas dan mengancam kehidupan. Epistaksis Hematuria. Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan kolik ginjal, tapi tidak mengancam kehidupan. Perdarahan yang berkelanjutan pasca operasi (sirkumsisi, ekstraksi gigi)
HEMOFILIA
Pemeriksaan Penunjang Laboratorium: - Masa pembekuan (CT) memanjang - Masa tromboplastin parsial aktivasi (aPTT) - Abnormalitas uji thromboplastin generation - Masa perdarahan dan masa protrombin (PT) dala batas normal Pemeriksaan Sitogenetik Dilakukan pemeriksaan petanda aktivitas gen F VIII/F IX. Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VIII/F IX. Nilai normal adalah 0,5-1,5 U/ml atau 50150% Diagnosis antenatal Dilakukan pada ibu hamil dengan risiko. Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F VIII dalam darah janin pada trimester kedua dapat membantu menentukan status janin terhadap kerentanan hemofilia A. Diagnosis hemofilia karier Dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan antigen FVIIIvW. Jika nilai kurang dari 1 memliki ketepatan dalam menentukan hemofilia karier sekitar 90%. Hati-hati pada keadaan hamil, pemakaian kontrasepsi hormonal, dan penyakit hati karena dapat meningkatkan aktivitas F VIIIc.
HEMOFILIA
Penatalaksanaan Terapi Suportif a. Menghindari luka/benturan b. Merencanakan suatu tindakan operasi c. Mengatasi perdarahan akut dengan RICE (rest, ice, compressio, elevation) pada lokasi perdarahan d. Kortikosteroid. Membantu untuk menghilangkan inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan hemartrosis. Pemberian prednison 0,5-1 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari. e. Analgetika. Diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat. Sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (hindari pemakaian aspirin dan antikoagulan). f. Rehabilitasi medik. Pemberian DDAVP (1-deamino 8-D Arginin Vasopresin) atau Desmopresin Hormon sintetik anti diuretik (DDAVP) merangsang peningkatan kadar aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara.
HEMOFILIA
Terapi Pengganti Faktor Pembekuan Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak. Terapi ini dilakukan dengan memberikan F VIII/F IX baik rekombinan, konsentrat, maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor pembekuan tersebut. Contoh: a. Pemberian Konsentrat F VIII/F IX b. Pemberian Kriopresipitasi AHF Kriopresipitat AHF mengandung F VIII, fibrinogen, faktor Von Willebrand. Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Antifibrinolitik Digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilkan fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Terapi Gen Menggunakan vektor retrovirus, adenovirus, dan adeno-associated virus memberikan harapan baru bagi pasien hemofilia.
KELOMPOK 12
LOGO