Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS Hari I Sesi I Seorang perempuan Ny A berumur 40 tahun datang kepada anda sebagai dokter keluarganya dengan

keluhan sudah 10 minggu tidak mendapat haid. Ny A mengira bahwa ia sudah menopause, tetapi beberapa akhir-akhir ini ia merasa mual-mual dan pusing. Sesi II Ny A sudah mempunyai 3 orang anak, 2 laki-laki dan 1 perempuan (G4P3A0) anak terkecil berumur 11 tahun, jarak kehamilan anak-anaknya sekitar 3-4 tahun, Ny A tidak pernah ikut keluarga berencana. BB 50 kg TB 156 cm. Keadaan sosial ekonomi cukup baik. Hasil test urine kehamilan positif. Ny A mulai merasa mual dan sering muntah-muntah. Ny A tidak ingin melahirkan anak ini dan minta digugurkan saja, mengingat umur sudah 40 tahun karena takut nanti anaknya cacat atau menderita mongoloid. Hari II Setelah Ny A dikonsultasikan ke dokter kebidanan, hasilnya adalah ternyata Ny A akhir-akhir ini tidak nafsu makan dan sering muntah-muntah setelah dirawat karena hyperemesis, sehariharinya makan hanya sedikit, sebelum kehamilan ini Ny A mempunyai nafsu makan yang baik, biasanya makan daging, sayur-sayuran, tahu, tempe, buah-buahan, dan minum susu sehari 1 gelas. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum baik, suhu 36,5oC, BB 48 kg, TB 156 cm, conjunctiva tidak pucat, paru-paru dan jantung tidak ada kelainan, hepar dan lien tidak teraba, kaki tidak oedema. Tensi 120/80 mmHg, nadi 80x/menit. Pada pemeriksaan laboratorium, Hb 12,5g/dL, leukosit 4500/m3, trombosit 220.000/m3, urin dan faeces tidak ada kelainan. Hasil amniocentesis tidak menunjukan bayi akan menderita tanda-tanda mongoloid.

PEMBAHASAN IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis kelamin Alamat Pekerjaan : Ny A : 40 tahun : Perempuan ::-

ANAMNESIS

Keluhan Utama Sudah 10 minggu tidak mendapat haid.

Keluhan Tambahan Disertai mual-mual dan pusing

Hipotesis HIPOTESIS Hamil KETERANGAN Tidak haid selama 10 minggu Merasa mual dan pusing Perimopause Usia dekade 4 merupakan faktor resiko. Tidak haid 10 minggu

Anamnesis Tambahan Riwayat Penyakit Sekarang 1. Kapan terakhir kali berhubungan dengan suami? 2. Apakah menggunakan KB? 3. Kapan haid terakhir? 4. Apakah mudah lelah? 5. Apakah ada keringat malam? 6. Apakah ada penurungan gairah seksual? 7. Apakah ada keluhan nyeri sendi?

Riwayat Penyakit Dahulu 1. Apakah pernah kemoterapi? 2. Bagaimana riwayat persalinan sebelumnya? Riwayat Kebiasaan 1. Apakah merokok? 2. Apakah minum alkohol? Interpretasi Hasil Anamnesis Tambahan Ny A sudah mempunyai 3 orang anak faktor resiko melahirkan BBLR Ny A tidak pernah ikut keluarga berencana kemungkinan hamil Keadaan sosial ekonomi cukup baik kemungkinan status gizi Ny A juga baik Sebelum kehamilan ini, Ny A mempunyai nafsu makan yang baik, biasanya makan daging, sayur-sayuran, tahu, tempe, buah-buahan, dan minum susu sehari 1 gelas. kemungkinan status gizi Ny A juga baik, dilihat dari kualitas jenis makanan yang biasa dikonsumsi. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum baik Tanda Vital Suhu Nadi : 36,5oC normal (nilai normal : 36,5 - 37,2oC) : 80x/menit normal (nilai normal : 60-100x/menit)

Tekanan darah : 120/80 mmHg normal (nilai normal : <120/<80 mmHg) Pernapasan :-

Status Antropometri BB : 48 kg TB : 156 cm BMI : 19,7 underweight (nilai normal : 19,9 25,9), tapi secara umum masih dalam batas normal.(1) Status Generalis

Kepala Mata Leher Kelenjar Getah Bening Cor / Pulmo Abdomen Urogenital

:: conjunctiva tidak pucat Ny A kemungkinan tidak menderita anemia ::: tidak ada kelainan : hepar dan lien tidak teraba normal :-

Ekstremitas atas dan bawah : kaki tidak oedema normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Hb 12,5g% normal (nilai normal : 12-16 g% ) Leukosit 4500/m3 leukopenia (nilai normal : 5000-10.000/m3 ) Trombosit 220.000/m3 normal (nilai normal : 150.000-450.000/m3) Urin : tidak ada kelainan Faeces : tidak ada kelainan

Pemeriksaan Amniocentesis : tidak menunjukan bayi akan menderita tanda-tanda mongoloid. DIAGNOSIS Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, kelompok kami menyimpulkan bahwa Ny A mengalami hyperemesis gravidarum. PENATALAKSANAAN(2,3) 1. Makan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. 2. Syarat makanan untuk pasien hiperemesis gravidarum : Karbohidrat tinggi Lemak rendah Protein sedang Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari

Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering dalam porsi kecil Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien 3. Terapi psikologis. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini. 4. Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang maka dapat diberikan obat-obatan antiemetik (metoklopramide, disiklomin hidrokhloride atau khlorpromazin) dan sedativa (phenobarbital). Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist, terapi lini pertama yang dianjurkan adalah vitamin B6 atau ditambah dengan doxylamine (antihistamin). 5. Mengedukasi pasien untuk meningkatkan berat badannya.

BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Hiperemesis Gravidarum(2,3,4) Definisi Mual dan muntah dengan intensitas sedang sering terjadi sampai gestasi sekitar 16 minggu. Apabila parah dan tidak responsif terhadap terapi, maka kelainannya disebut hiperemesis gravidarum, yang untungnya jarang terjadi. Sindrom ini secara longgar didefinisikan sebagai muntah-muntah yang cukup berat sehingga menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam hidroklorida dalam muntahan, dan hipokalemia. Etiologi Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, namun diperkirakan berhubungan dengan kehamilan pertama; peningkatan hormonal pada kehamilan, terutama pada kehamilan ganda dan hamil anggur; usia di bawah 24 tahun; perubahan metabolik dalam kehamilan; alergi; dan faktor psikososial. Wanita dengan riwayat mual pada kehamilan sebelumnya dan mereka yang mengalami obesitas juga mengalami peningkatan risiko hiperemesis gravidarum. Faktor resiko terjadinya hiperemesis gravidarum antara lain : Level hormon -hCG yang tinggi. Hormon ini meningkat cepat pada triwulan pertama kehamilan dan dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah Peningkatan level estrogen. Mempengaruhi bagian otak yang mengontrol mual dan muntah Perubahan saluran cerna. Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan ruang untuk perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asam (keluarnya asam dari lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan sehingga menyebabkan mual dan muntah Faktor psikologis. Stress dan kecemasan dapat memicu terjadinya morning sickness. Diet tinggi lemak. Risiko hiperemesis gravidarum meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15 gram lemak jenuh setiap harinya

Helicobacter pylori. Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan dengan hiperemesis gravidarum juga terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat menyebabkan luka pada lambung.

Tanda dan Gejala Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya dapat dibagi kedalam tiga tingkatan : Derajat 1 Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri epigastrium. Frekuensi nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit berkurang, lidah kering dan mata cekung. Derajat 2 Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang lidah mengering dan tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikteris. Berat badan turun dan mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Dapat pula tercium aseton dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing. Derajat 3 Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukkan adanya payah hati. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang khas dan jika perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.4Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus-menerus, sehingga mempengaruhi keadaan. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit gastritis, kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemah, apatis sampai koma, nadi meningkat sampai 100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun, atau ada tanda dehidrasi lain. Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar natrium dan klorida turun. Pada pemeriksaan urin kadar klorida turun dan dapat ditemukan keton. Kriteria Diagnosis: a. Sering muntah (lebih dari 10 kali per 24 jam) b. Tenggorokan terasa kering dan terus-menerus merasa haus c. Kulit menjadi keriput (dehidrasi) d. Berat badan mengalami penyusutan e. Pada keadaan yang berat dapat terjadi ikterus sampai dengan gangguan syaraf/kesadaran. Hiperemesis gravidarum yang terus-menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan. Pencegahan Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan informasi dan edukasi tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau`sangat dingin. Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula Penatalaksanaan 1. Obat-obatan. Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang maka diperlukan pengobatan. Tetapi perlu diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogen. Sedativa yang sering diberikan adalah

phenobarbital, vitamin yang dianjurkan yaitu vitamin B1 dan B6, antihistaminika juga dianjurkan seperti dramamin, avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan antiemetik seperti metoklopramide, disiklomin hidrokhloride atau khlorpromazin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit. 2. Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit. a. Yang menjadi pegangan untuk memasukkan pasien ke rumah sakit sebagai berikut: i. Semua yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi bila telah berlangsung lama ii. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berat badan normal iii. Dehidrasi, yang ditandai dengan turgor yang kurang dan lidah kering iv. Adanya aseton dalam urine. b. Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di rumah sakit saja telah banyak mengurangi mual muntahnya. c. Isolasi. Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah dan peredaran udara yang baik hanya dokter dan perawat yang boleh keluar masuk kamar sampai muntah berhenti dan pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan tidak diberikan makan dan minum dan selama 24 jam. Kadangkadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan. 3. Terapi psikologik. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini. Dengan diperbaikinya faktor-faktor psikologik ini, wanita yang bersangkutan biasanya mengalami perbaikan bermakna selagi di rawat inap namun biasanya kambuh setelah dipulangkan. Penanganan yang positif terhadap masalah psikologis dan sosial akan bermanfaat. 4. Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose 5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intra vena. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan dengan porsi wajar (lebih baik lagi bila telah dibuktikan hasil laboratorium telah normal) dan obat peroral telah diberikan

beberapa saat sebelum infus dilepas. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik. Jika pasien dengan usaha di atas tetap muntah, makanan diberikan melalui sonde hidung. 5. Penghentian kehamilan. Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk. Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital. Gejala-gejala untuk mempertimbangkan abortus terapeutikus, ialah: a. Ikterus b. Delirium atau koma c. Nadi yang naik berangsur-angsur sampai di atas 130 kali/menit d. Suhu meningkat di atas 38 oC e. Perdarahan dalam retina f. Uremia, proteinuria, silinder yang merupakan tanda-tanda intoksikasi. Diet Hiperemesis Gravidarum

Tujuan Diet pada hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti persediaan glikogen tubuh dan mengontrol asidosis secara berangsur memberikan makanan berenergi dan zat gizi yang cukup.

Syarat Karbohidrat tinggi Lemak rendah

Protein sedang Makanan diberikan dalam bentuk kering; pemberian cairan disesuaikan dengan keadaan pasien, yaitu 7-10 gelas per hari Makanan mudah cerna, tidak merangsang saluran pencernaan, dan diberikan sering dalam porsi kecil Bila makan pagi dan siang sulit diterima, pemberian dioptimalkan pada makan malam dan selingan malam Makanan secara berangsur ditingkatkan dalam porsi dan nilai gizi sesuai dengan keadaan dan kebutuhan gizi pasien

Macam - Macam Diet Diet hiperemesis I : Diet hiperemesis I diberikan kepada pasien dengan hiperemesis gravidarum berat. Makanan hanya terdiri dari roti kering, singkong bakar atau rebus, ubi bakar atau rebus, dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Karena pada diet ini zat gizi yang terkandung di dalamnya kurang, maka tidak diberikan dalam waktu lama. Diet hiperemesis II : Diet ini diberikan bila rasa mual dan muntah sudah berkurang. Diet diberikan secara berangsur dan dimulai dengan memberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersamaan dengan makanan. Pemilihan bahan makanan yang tepat pada tahap ini dapat memenuhi kebutuhan gizi kecuali kebutuhan energi. Diet hiperemesis III : Diet hiperemesis III diberikan kepada pasien hiperemesis gravidarum ringan. Diet diberikan sesuai kesanggupan pasien, dan minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan pada diet ini mencukupi kebutuhan energi dan semua zat gizi.

Makanan yang dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, dan III adalah roti panggang, biskuit, crackers, buah segar, sari buah, minuman botol ringan, sirup, kaldu tak berlemak, teh dan kopi encer.

Makanan yang tidak dianjurkan untuk diet hiperemesis I, II, III adalah makanan yang umumnya merangsang saluran pencernaan dan berbumbu tajam. Bahan makanan yang

mengandung alkohol, kopi, dan yang mengandung zat tambahan makanan (pengawet, pewarna, penyedap)

Kebutuhan Gizi Ibu Hamil(5,6) Untuk kesehatan ibu selama kehamilan maupun pertumbuhan dan aktivitas diferensiasi janin, maka ibu dalam keadaan hamil harus cukup mendapat makanan bagi dirinya sendiri maupun bagi janinnya. Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan dan pertumbuhan komposisi dan metabolisme tubuh ibu, sehingga kekurangan zat gizi tertentu saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi, protein, dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium. Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal, kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150kcal sehari pada trimester I, 350 kcal pada trimester II dan III. Sementara di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan. Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil. Sama halnya dengan energi, kebutuhan protein wanita hamil juga meningkat bahkan mencapai 68% dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 gram yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan. Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12% dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kgBB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kgBB/hari (di bawah 15

tahun). Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya pangan yang bernilai biologi tinggi seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu, dan hasil olahannya. Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau zat besi. Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg perhari. Sedangkan kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20 45 tahun).

Makanan yang Harus Dihindari oleh Ibu Hamil(7) Daging mentah. Makanan laut yang mentah dan daging atau hasil ternak yang belum matang harus dihindari karena mempunyai resiko terkontaminasi oleh bakteri coliform, toxoplasmosis, dan salmonella. Ikan yang mengandung merkuri. Ikan yang mengandung merkuri yang tinggi harus dihindari karena konsumsi merkuri pada kehamilan telah dikaitkan dengan pertumbuhan anak yang tertunda serta kerusakan otak.

Kerang-kerangan mentah. Mayoritas dari seafood-borne illness disebabkan oleh kerang-kerangan yang belum matang, yang juga meliputi tiram dan kepah. Telur mentah. Semua makanan yang mengandung telur mentah harus dihindari karena pajanan potensial terhadap salmonella. Keju. Beberapa tipe keju yang diimpor dapat mengandung bakteri yang disebut Listeria, dimana bakteri ini dapat menyebabkan keguguran. Listeria mempunyai kemampuan untuk menembus plasenta dan menginfeksi janin, dimana keadaan ini dapat berakibat fatal.

Susu yang tidak terpasteurisasi. Susu yang tidak terpasteurisasi dapat mengandung bakteri yang disebut Listeria, dimana bakteri ini dapat menyebabkan keguguran. Listeria mempunyai kemampuan untuk menembus plasenta dan menginfeksi janin, dimana keadaan ini dapat berakibat fatal.

Kafein. Meskipun banyak penelitian mengungkapkan bahwa konsumsi kafein dalam kadar sedang tidak berbahaya, namun ada beberapa penelitian yang menunjukan bahwa konsumsi kafein dapat direlasikan dengan keguguran, kelahiran prematur, bayi berat lahir rendah, dan sindroma withdrawal pada bayi. Menghindari kafein saat trimester pertama menurunkan kemungkinan keguguran. Secara umum, konsumsi kafein harus dibatasi kurang dari 200mg/hari.

Alkohol. Tidak diketahui jumlah alkohol yang dianggap aman untuk dikonsumsi selama kehamilan. Pajanan prenatal terhadap alkohol dapat mengganggu

perkembangan yang sehat dari bayi. Konsumsi alkohol juga dapat menyebabkan fetal alcohol syndrome. Sayur-sayuran yang belum dicuci. Sayur-sayuran aman untuk dikonsumsi. Namun, sangat penting untuk memastikan bahwa sayuran yang akan dimakan sudah dicuci hingga bersih untuk mencegah pajanan terhadap toxoplasmosis. Rekomendasi Penambahan Berat Badan untuk Wanita Hamil Berdasarkan BMI(1) 2nd and 3rd TRIMESTER WEEKLY GAIN (kg) 0,49 0,44 0,3

WEIGHT CATEGORY BASED ON BMI Underweight (BMI < 19,8) Normal Weight (BMI = 19,826) Overweight (BMI > 26-29) Obese (BMI > 29)

TOTAL WEIGHT GAIN (kg) 12,5 18 11,5 16 7 - 11,5 6

1st TRIMESTER GAIN (kg) 2,3 1,6 0,9

Dampak Status Gizi Ibu terhadap Bayi yang Dikandung(5) Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini. 1. Terhadap Ibu Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi. 2. Terhadap Persalinan Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. 3. Terhadap Janin Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), dan mengukur kadar Hb. Pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 12 kg, dimana pada trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg. Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemia gizi. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Anemia pada Ibu Hamil

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Di Indonesia Anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan Zat Besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester III. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar. Keluhan yang Sering Dialami Ibu Hamil dan Penatalaksanaannya(8,9) 1. Mual dan muntah. Keduanya merupakan keluhan yang sangat sering selama paruh pertama kehamilan. Biasanya mual dan muntah dimulai antara terlambat haid pertama dan kedua dan berlanjut sampai sekitar 14 minggu. Mual dan muntah biasanya lebih parah pada pagi hari. Penyebab mual dan muntah pada kehamilan belum jelas, walaupun kadar gonadotropin korionik yang tinggi diduga menjadi penyebabnya, namun mual mungkin sebenarnya dipicu oleh kadar estrogen yang mengimbangi kadar gonadotropin. Jarang ada terapi untuk mual muntah pada kehamilan yang dapat menyebabkan calon ibu benar-benar terbebas dari keluhan ini. Untungnya, rasa tidak nyaman biasanya dapat dimimalisasi. Makan dalam porsi kecil tapi sering dan berhenti sebelum kenyang mungkin bermanfaat. Selain itu, perlu juga menghindari makanan dengan aroma tertentu yang memperparah gejala. Bila perlu dapat diberikan antiemetik. 2. Konstipasi dan Hemoroid Wanita hamil dapat menderita konstipasi, terutama pada trimester ketiga kehamilan. Penyebabnya meliputi penurunan motilitas usus, penurunan aktivitas fisik, dan tekanan yang diterima usus karena uterus yang membesar. Berat dari janin dan tekanan pada pembuluh darah vena juga dapat menyebabkan terjadinya hemoroid pada periode ini.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk konstipasi antara lain mengkonsumsi cairan yang adekuat, makanan tinggi serat, buah-buahan kering, serta apabila dibutuhkan dapat diberikan pelunak tinja. Sedangkan untuk hemoroid, apabila nyeri dapat diatasi dengan anestetik topikal, kompres hangat, pelunak tinja. Trombosis di vena rektum dapat menimbulkan nyeri hebat, namun bekuan biasanya dapat dikeluarkan dengan melakukan insisi pada dinding vena yang terkena dengan skalpel di bawah anestesi topikal. 3. Heartburn Kebanyakan wanita akan mengalami heartburn selama kehamilan, terutama pada bulan-bulan terakhir kehamilannya karena efek dari progesteron yang menyebabkan relaksasi sphincter gastroesophageal dan penekanan lambung oleh uterus yang membesar. Keluhan ini menjadi lebih parah setelah makan atau ketika berbaring. Terapi yang dianjurkan adalah dengan menghindari makanan yang pedas, membatasi jumlah makanan yang dikonsumsi dalam waktu tertentu, minum air diantara jam makan, makan perlahan, dan duduk tegak minimal 3 jam setelah makan. 4. Edema dan kram kaki. Edema yang ringan dan fisiologis kadang-kadang terjadi pada trimester ketiga, dan harus dibedakan dari edema patologis yang disebabkan oleh preeklamsia. Pembengkakan ekstremitas bawah disebabkan oleh tekanan dari uterus yang membesar terhadap vena yang membawa aliran darah dari kaki. Tidak ada terapi spesifik yang dilakukan untuk edema ekstremitas karena merupakan kejadian yang fisiologis. Kejadian kram kaki selama kehamilan biasanya terjadi waktu malam hari dengan kontraksi tiba-tiba dari m. gastrocnemius. Hal ini diduga disebabkan karena penurunan kadar kalsium tiba-tiba sehubungan dengan ketidakseimbangan kalsium dan fosfor. Pencegahan yang dapat dilakukan meliputi pengurangan konsumsi susu yang tinggi fosfor dan kalsium dan suplementasi dengan garam kalsium non fosfat. Magnesium adalah mineral lain dengan potensi untuk meringankan kram kaki.

KESIMPULAN Berdasarkan data-data yang diterima kami menyimpulkan bahwa pasien mengalami hyperemis gravidarum. Pada pasien ini yang menjadi perhatian yaitu edukasi tentang asupan gizi untuk ibu hamil, apa saja yang tidak boleh dikonsumsi selama hamil dan penanganan pasien yang adekuat sehingga pasien dan bayinya dapat berkembang secara optimal sampai proses kelahiran bayi. Walaupun umur pasien sudah 40 tahun kehamilan pasien bisa dipertahankan dilihat dari keadaan pasien masih dalam batas normal dan hasil pemeriksaan amniocentesis tidak menunjukkan gejala mongoloid, bayi pasien ini dalam keadaan normal.

DAFTAR PUSTAKA 1. Mahan KL, Escott-Stump S. Krause's Food, Nutrition and Diet Therapy: 10th ed. New York, N.Y.: Saunders Elsevier; 2002. p.169. 2. Wibowo B, Soejoenoes A. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Cetakan ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. hal 275-279 3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC 3rd, Hauth JC, Wenstrom KD. Penyakit Saluran Cerna. In: Obstetri Williams. 21st ed. New York, N.Y.: McGrawHill; 2001. p. 1424-5. 4. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi. Edisi kedua. Jakarta: EGC. 2004. hal 64-67 5. Lubis A. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi yang Dilahirkan. 2003. Available at : http://www.journal.unair.ac.id. Accessed on : November 30, 2012. 6. Mahan KL, Escott-Stump S. Krause's Food, Nutrition and Diet Therapy: 10th ed. New York, N.Y.: Saunders Elsevier; 2002. p. 174 7. Foods To Avoid During Pregnancy. Available at : http://www.americanpregnancy.org/pregnancyhealth/foodstoavoid.html. Last updated June 2011. Accessed on : November 30, 2012. 8. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC 3rd, Hauth JC, Wenstrom KD. Asuhan Prenatal. In: Obstetri Williams. 21st ed. New York, N.Y.: McGraw-Hill; 2001. p. 264-6 9. Mahan KL, Escott-Stump S. Krause's Food, Nutrition and Diet Therapy: 10th ed. New York, N.Y.: Saunders Elsevier; 2002. p. 183-4

Anda mungkin juga menyukai