DISUSUN OLEH :
Kezia Marsilina
030. 10. 151
PEMBIMBING :
Dr. Gita Tarigan, MPH
Letak
Ketinggian
Batas Wilayah
Luas Wilayah
Jumlah
:
:
Kecamatan
Jumlah Desa
160
/Kelurahan
Kelembapan
Udara
Tekanan Udara
Temperatur
Musim kemarau
Musim hujan
Curah Hujan
:
:
:
:
:
Penguapan Panci :
Terbuka
Struktur Tanah
terdiri atas tanah aluvial, hasil endapan sungai dan pantai, di bagian barat
Topografi
Kecepatan Angin :
Arah Angin
:
Terbanyak
Secara umum wilayah Kota Surabaya merupakan daratan rendah dengan ketinggian 3 6
meter diataspermukaan air laut, kecuali di sebelah selatan dengan ketinggian 25 50 meter
diatas permukaan air laut.Kota Surabaya terbagi menjadi 31 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 326,36
km2. Luas wilayah antar kecamatan sangat bervariasi. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar ada di Kecamatan
Benowo luasnya sebesar 23,72 km2 dan luas wilayah terkecil ada di Kecamatan Simokerto yang luasnya sebesar
2,59 km2.
Sebagai kota besar, Surabaya telah memposisikan diri sebagai pusat konsentrasi industri.
Surabaya berpotensi, baik secara langsung, sebagai pusat pengembangan Indonesia Bagian
Timur di masa mendatang.
Kehadiran berbagai industri yang meliputi industri logam dasar, kimia dasar, tekstil, industri
makanan dan minuman, serta argo based industri lainnya, yaitu industri yang mengolah hasilhasil pertanian dalam arti luas, seperti halnya dari subsektor perikanan, peternakan, sayur-mayur,
buah-buahan dan lainnya.
Sedangkan jenis industri yang mencakup nilai investasi megaproyek lebih tertuju pada
bisnis/kegiatan pelayanan umum/masyarakat yang meliputi jalan tol, jembatan Suramadu, dll.
Di wilayah selatan Surabaya telah dibangun kawasan industri yang terdapat di Rungkut
atau Brebek Industri, SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut PT. Persero). Kawasan ini
dengan dinamis terus berdetak menjadi pusat industri terpadu. Sementara Di wilayah utara
Surabaya terdapat kawasan industri dan pergudangan Tambak Langon - Kalianak - Margamulyo.
Kawasan ini berdekatan dengan pelabuhan Tanjung Perak dan Jalan Tol dan Pusat Grosir
(Kembang Jepun dan Pasar Turi).
Ada beberapa industri khas yang dikenal berasal dari Surabaya, diantaranya adalah Rokok
Sampoerna, UBM Biskuit, Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, dan Bogasari. Untuk
melengkapi fasilitas industri dan pergudangan di Surabaya, juga terdapat terminal peti kemas
yang juga difungsikan untuk kegiatan ekspor impor. Peti kemas ini terletak di wilayah Perak,
dekat dengan pelabuhan bongkar muat di pantai utara Surabaya.
Selain industri besar, di kota ini juga terdapat beberapa industri kecil, sebut saja Sentra
Sepatu & Sandal Benowo. Perajin sepatu dan sandal di kawasan Tambak Osowilangun, di
kawasan Barat Surabaya ini sudah ada sejak tahun 1970 dan tetap eksis hingga sekarang. Kini
jumlah mereka mencapai 180 orang. Sepatu dan sandal itu dibuat semata berdasar pesanan. Total
produksi yang mampu mereka hasilkan bisa mencapai 200-300 kodi per bulan. Terlebih pada
bulan-bulan menjelang Puasa atau Lebaran. Daerah penyebaran atau pemasaran produk mereka
tidak hanya di Jawa Timur, tetapi sudah merambah hingga ke Pulau Kalimantan.
B. PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA
Sektor industri di Surabaya mengalami perkembangan pesat. Setidaknya dari tahun 2007
hingga 2012 mengalami kenaikan jumlah unit produksi. Dimulai dari yang tahun 2007 sebanyak
5.763 unit, di tahun 2012 menjadi 7.721 unit industri. Sub sektor industri baik industri kimia
agro dan hasil hutan maupun industri logam mesin elektronika dan aneka mengalami
penambahan unit produksi pertahunnya. Tidak hanya peningkatan unit produksi, di kedua sub
sektor industri juga terjadi kenaikan serapan tenaga kerja yang selalu meningkat setiap tahunnya.
Di tahun 2007, total tenaga kerja yang terserap di sektor industri berjumlah 227.382 orang dan di
tahun 2012 meningkat hingga 268.055 orang pekerja, Ini menunjukkan sektor industri juga
menjadi salah satu penolong untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada di Surabaya. Tak
hanya terjadi peningkatan unit produksi dan penyerapan tenaga kerja saja, di sektor industry
sejak tahun 2007 hingga 2012 juga terjadi peningkatan nilai investasi. Dimulai dari tahun 2007
yang memiliki jumlah investasi sebesar 71.432.960.478, di tahun 2012 nilai investasinya naik
menjadi 73.471.806.636.
C. ANALISIS KOMPONEN BENCANA
1. Hazard
Secara geografis Kota Surabaya tidak termasuk daerah rawan bencana karena letaknya
jauh dari gunung berapi aktif dan tidak dilalui oleh sungai-sungai besar. Kejadian bencana
yang umum terjadi di Kota Surabaya adalah banjir dan kebakaran. Beberapa wilayah di Kota
Surabaya mengalami genangan dengan ketinggian yang bervariasi mulai dari 1070 cm
dengan waktugenangan paling lama sekitar 6 jam.
Jenis bencana lainnya adalah kebakaran. Kejadian kebakaran adalah jenis bencana
yang tidak dapat diprediksi akan tetapi dapat dicegah. Penentuan daerah rawan kebakaran di
Kota Surabaya didasarkan atas kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, data kejadian
kebakaran, kondisi bangunan dan proporsi kegiatan terbangun dengan luas lahan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kecamatan yang tergolong tingkat
kerawanan sangat tinggi adalah Kecamatan Simokerto, Kecamatan Tambaksari, dan
Kecamatan Sawahan. Kecamatan yang tergolong tingkat kerawanan tinggi adalah
Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan,
Kecamatan Gubeng, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Sukomanunggal. Sedangkan
kecamatan lain yang tidak tergolong tingkat kerawanan sangat tinggi maupun tinggi
harus tetap diwaspadai dan diperhatikan.
Bencana kebakaran terutama terjadi di kawasan permukiman padat dan kawasan
industri. Kawasan rawan bencana kebakaran disebabkan oleh beberapa hal seperti kepadatan
penduduk, kondisi bangunan, tingkat kepadatan bangunan, kejadian kebakaran dan
proporsi kegiatan terbangun dengan luas lahan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka daerah dengan tingkat kerawanan sangat
tinggi yang memerlukan penanganan dan perhatian terdapat pada Kecamatan Simokerto,
Kecamatan Tambaksari, Kecamatan Sawahan, dan daerah dengan tingkat kerawanan tinggi
meliputi Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Semampir, Kecamatan
Krembangan, Kecamatan Gubeng, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Sukomanunggal.
Kawasan rawan bencana kebakaran tersebut dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
3. Capacity
Kapasitas Fisik
1. Jarak menuju tempat pengungsian
Jarak penduduk untuk mencapai tempat pengungsian ketika terjadi bencana.
2. Fasilitas kesehatan
Jumlah fasilitas kesehatan di suatu wilayah. Di Kota Surabaya terdapat total 62
puskesmas dan 58 rumah sakit.
Kapasitas Sosial
1. Keberadaan organisasi
Tingkat keberadaan organisasi kemasyarakatan yang berhubungan dengan
penanggulangan bencana di masyarakat.
2. Kekerabatan penduduk dalam upaya penanggulangan bencana
Tingkat kekerabatan penduduk dalam masyarakat sebagai upaya penanggulangan
bencana.
Kapasitas Sumber Daya Masyarakat
1. Keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi kebencanaan
Tingkat keterlibatan masyarakat didalam diskusi/sosialisasi kebencanaan.
2. Keterlibatan masyarakat dalam pelatihan persiapan sebelum terjadi bencana.
Intensitas warga dalam mengikuti pelatihan persiapan bencana.
Kapasitas Ekonomi
1. Rata-rata pendapatan masyarakat dalam waktu satu bulan
Tingkat pendapatan masyarakat dalam satu bulan.
D. BENCANA KEBAKARAN
Fenomena Kebakaran
Ada aktivasi manual alarm (manual break glass atau manual call point)
Ada aktivasi dari detektor panas maupun asap
Ada aktivasi dari panel/control room
Alarm akan dibunyikan sebanyak dua kali (tahap I dan tahap II), dimana alarm tahap I
merupakan pemberitahuan untuk siaga bagi seluruh masyarakat yang berada dalam
gedung dengan dua tahapan tindakan: pengecekan ke lokasi, dan konfirmasi apakah alarm
palsu atau kebakaran. Sedangkan alarm tahap II merupakan tanda dimulainya proses
evakuasi, setelah memperoleh konfirmasi akan kondisi kebakaran yang terjadi.
E. PENANGGULANGAN BENCANA
a. Siklus Bencana
bahan bangunan yang tidak mudah terbakar, jangan menempatkan bahan yang mudah terbakar
di dekat sumber dan sebagainya.
Mitigasi
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.Tindakan mitigasi disebut sebagai tindakan struktural dan non struktural.Tindakan
mitigasi yang bersifat struktural contohnya adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang
yang profesional, bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan
untuk kap rumah. Tindakan mitigasi yang bersifat non struktural misalnya pelatihan untuk
membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi, pelatihan dan
pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.
Tujuan pokok dari tindakan mitigasi adalah:
a. Mengurangi ancaman
Sebagian bencana tidak dapat dicegah agar tidak terjadi, tetapi ancamannya dapat dikurangi.
Misalnya: struktur bangunan yang tahan api.
b. Mengurangi kerentanan
Berbagai faktor seperti factor fisik, social, ekonomi maupun kondisi geografis dapat
menurunkan kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri maupun menanggulangi
dampak akibat bahaya kebakaran. Hal terpenting dalam kegiatan pengelolaan risiko bencana
kebakaran adalah menurunkan kerentanan sehingga masyarakat menjadi tahan terhadap
bencana kebakaran.
c. Meningkatkan kapasitas
Kapasitas merupakan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana pada semua
tahapannya, melalui berbagai sistem yang dikembangkannya. Contoh peningkatan kapasitas
adalah dalam menghadapi kebakaran yang bersifat musiman, kelompok masyarakat memiliki
posko kebakaran yang akan siap setiap kebakaran terjadi. Peningkatan kapasitas juga bisa
dilakukan dengan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran,
pelatihan tanggap darurat, dan sebagainya.
Kesiapsiagaan
lihat menunjukkan tingkat kerentanan ini misalnya persentase rumah tangga yang bekerja
pada sektor rentan (jasa dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin.
Beberapa kerentana fisik, sosial, dan ekonomi tersebut di atas`menunjukkan bahwa
kota-kota besar di Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi , sehingga hal ini menyebabkan
tingginya risiko terjadi bencana.
Tingginya risiko kebakaran gedung dan pemukinan pada berbagai fungsi atau
penggunaan bangunan dapat dinyatakan dengan analisis sebagai berikut:
1. Adanya risiko kebakaran karena hadirnya faktor-faktor penyebab kebakarana di setiap
tempat dalam kehidupan sehari-hari, seperti: listrik dan peralatan rumah tangga yang
menggunakan listrik, kompor (gas atau listrik), lampu tempel/lilin, rokok, obat nyamuk bakar,
membakar sampah, dan kembang api/petasan. Kondisi ini apabila dipicu oleh tindakan yang
salah atau lalai dapat memunculkan terjadinya kebakaran.
2. Ketiadaan sarana pemadan kebakaran pada suatu lingkungan atau bangunan. Atau
kurang terawatnya sarana peringatan dini (sistem alarm kebakaran) dan sarana pemadam
kebakaran; sehingga dalam banyak kasus ditemukan berbagai sarana pemadaman kebakaran
yang tidak berfungsi. Kondisi ini secara jelas berperan mengurangi atau melemahkan
kemampuan suatu lingkungan atau bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi
kebakaran apabila suatu saat terjadi.
3. Perilaku orang-orang pada suatu lingkungan atau yang menghuni bangunan yang
cenderung ceroboh/lalai, rendahnya kesadaran menjaga lingkungan, kurang pengetahuan
tentang bahaya api, pembiaran terhadap anak-anak yang bermain api, keterpaksaaan karena
keterbatasan ekonomi serta vandalisme. Kesemuanya ini merupakan faktor yang ikut
menyumbangkan tingkat kerawanan terhadap kebakaran pada suatu bangunan atau
lingkungan.Upaya pengurangan risiko kebakaran di lingkungan sekolah dapat dilakukan
melalui tindakan-tindakan sebagai berikut:
Melengkapi bangunan sekolah dengan sarana proteksi kebakaran dan sarana jalan
keluar/penyelamatan jiwa
Untuk Masyarakat
Jika sedang berada di dalam bangunan , kemudian melihat api, yang harus dilakukan
adalah:
1) Tetap tenang, jangan panik
2) Bunyikan alarm dengan menekan tombol manual call point, atau dengan
memecahkan manual break glass, kemudian menekan tombol alarm sambil
berteriak kebakaran
3) Segera hubungi nomor darurat, sampaikan informasi: identitas pelapor,
besarnya kebakaran, lokasi kejadian, ada/tidak orang yang terluka (jika ada
tindakan apa yang telah dilakukan)
4) Bila memungkinkan (jangan ambil resiko) padamkan api dengan
menggunakan alat pemadam api ringan (APAR) yang terdekat
5) Jika api tidak dapat diatasi segera lakukan evakuasi melalui pintu darurat
Jika mendengar alarm tahap I saat berada dalam gedung, yang harus dilakukan
adalah:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
berevakuasi bersama-sama
7) Bila terjebak dalam kepulan asap, tetap menuju pintu darurat sambil
mengambil napas pendek-pendek, upayakan merayap atau merangkak untuk
menghindari asap, jangan berbalik arah karena akan bertabrakan dengan
orang yang berada dibelakang
8) Bila terpaksa harus menerobos kepulan asap maka tahanlah napas dan dengan
cepat menuju pintu darurat
Saat pengungsian di luar gedung:
1) Pusat berkumpulnya pengungsi ditentukan ditempat
2) Setiap pengungsi diminta senantiasa tertib dan teratur
3) Petugas evakuasi dari setiap kantor diminta mencatat karyawan yang menjadi
tanggung jawabnya
4) Apabila terdapat orang yang terluka, laporkan pada petugas medis
5) Jangan kembali ke dalam gedung sebelum tanda aman diumumkan
Untuk Petugas Evakuasi
1) Mencari penghuni atau siapa saja, dimana pada saat terjadi kebakaran ada di
lantai tersebut, terutama di dalam ruangan tertutup, dan memberitahukan
untuk segera melakukan evakuasi
2) Memeriksa jalan, meyakinkan jalan aman, tidak ada bahaya/hambatan/jalan
tertutup
3) Memimpin para penghuni meninggalkan ruangan, mengatur dan memberi
petunjuk tentang rute dan arus evakuasi menuju assembly point melalui jalan
dan tangga darurat
4) Melaksanakan tugas evakuasi sesuai prosedur, yaitu:
Rehabilitatif
Fase rehabilitasi umumnya berlangsung selama 1 bulan dan diikuti fase rekontruksi
selama 6 bulan. Tahapan pada fase ini adalah:
a. inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber daya,
kerusakan lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;
b. merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa: rehabilitasi,
rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana sumber daya air; dan
memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, kejiwaan,
ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, prasarana transportasi,
penyusunan kebijakan dan pembaharuan struktur penanggulangan bencana di
pemerintahan.
Rekonstruksi
Fase ini meliputi pembangunan prasarana dan pelayanan dasar fisik, umum,
pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan,
pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan lainnya yang
memperhitungkan faktor risiko bencana.