Anda di halaman 1dari 38

DIFTERI

Pembimbing : dr. Sri Sulastri, Sp.A (K)


AMELIA FEBIANA H.
406138037

DEFINISI
Difteri adalah penyakit infeksi toksik akut yang

sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium


diphtheriae.
Ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit

dan/atau mukosa.

EPIDEMIOLOGI
Biasa terjadi pada daerah yang sosial ekonomi rendah,

pemukiman yang padat, nutrisi yang jelek, terbatasnya


fasilitas kesehatan.
80% kasus pada anak < umur 15 tahun.
Angka kesakitan dan kematian tahun 1992-1996 di

rumah sakit propinsi Jakarta, Semarang, Bandung,

Palembang dan Ujung Pandang ternyata masih tetap


tinggi.

TRANSMISI
Droplet : batuk, bersin, berbicara dengan pasien atau

karier penyakit difteri.


vehicles of transmission : melalui muntahan atau

debu.

ETIOLOGI
Corynebacterium

diphtheriae

Tahan keadaan beku dan

kering

Kuman batang gram +

Aerob

Tidak bergerak

Tumbuh dalam media yang

Pleomorfik
Tidak berkapsul
Tidak membentuk spora

Mati dalam pemanasan

600C

mengandung K-tellurit
atau media Loeffler

Patofisiologi

Kuman masuk
ke saluran
napas atas

Kuman
berkembang
biak

Eksotoksin
diurai

Nekrosis
jaringan

Pseudomembran

KLASIFIKASI

Dibagi berdasarkan lokasi


penyakit secara anatomis

Difteri hidung

Difteri tonsilfaring

Difteri laring

Difteri
mukokutan
(mata, telinga,
saluran
genital)

Difteri Hidung
Gejala awal menyerupai common cold : pilek ringan

tanpa atau disertai gejala sistemik ringan.


Sekret hidung : serosanguinus dan kemudian

mukopurulen lecet pada nares dan bibir atas.


Tampak membran putih pada daerah septum nasi.

Difteri Tonsil-Faring
Diawali sakit tenggorokan disfagia, bisa tanpa /

dengan keluhan sistemik.


Jika demam, biasa < 390C, malaise, disfagia, dan

sakit kepala yang tidak menonjol.


Hari ke 2 sampai 5 : pembentukan membran yang

melekat, putih-kelabu dapat menutup tonsil dan


dinding faring, meluas ke uvula dan palatum molle
atau ke bawah ke laring dan trakea.

Difteri Tonsil-Faring
Bila limfadenitis + edema jaringan lunak leher yang

luas bullneck pasien mendongakan leher ke


belakang untuk mengurangi tekanan pada
tenggorokan dan laring.
Dapat terjadi paralisis palatum molle baik uni

maupun bilateral, disertai kesukaran menelan dan


regurgitasi.

Difteri Laring
Merupakan perluasan difteria faring campuran

gejala obstruksi dan toksemia.


Nafas berbunyi, stridor inspirasi yang progresif,

suara parau dan batuk kering.


Pada obstruksi laring yang berat retraksi

suprasternal, interkostal dan supraklavikular.


Jika membran lepas menutup jalan nafas

kematian mendadak.

DIFTERI KULIT
Jarang terjadi

Difteria kulit dapat terjadi pada 1 tempat atau lebih,

biasanya terlokasi pada daerah bekas trauma ringan


atau memar, ekstremitas terkena lebih seing
dibandingkan batang tubuh atau kepala.
Nyeri, sakit, eritema, eksudat khas, hiperestesi lokal

atau hipestesia tidak lazim.

Difteri Mukokutan
telinga (otitis eksterna),
mata (konungtivitis purulenta dan ulseratif), dan
saluran genital (vulvovaginitis purulenta dan

ulseratif).
Wujud klinis, ulserasi, pembentukan membran dan

perdarahan submukosa membantu membedakan


difteri dari penyebab bakteri dan virus lain

DIAGNOSIS
Didapatkan dari gejala klinis.
Isolasi kuman Corynebacterium diphtheriae dengan

pembiakan pada media Loeffler tes toksinogenitas

secara in vivo (marmut) dan in vitro (tes Elek).

DIAGNOSA BANDING
Difteria hidung :
Rhinorrhea: common cold, sinusitis, adenoiditis.
Hidung tersumbat : benda asing dalam hidung.
Difteria faring :
Tonsilitis akut, tonsilitis folikularis atau lakunaris
mononukleosis infeksiosa, tonsilitis membranosa nonbakterial, tonsilitis herpetika primer, moniliasis, blood
dyscrasia, pasca tonsilektomi, Angina plaut vincent.
Difteria laring :
Laringitis,
infectious croups (spasmodic croup, angioneurotic edema
pada laring , dan benda asing dalam laring )

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan penderita difteria :

inaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya, mencegah dan

mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal,

mengeliminasi C. Diphtheriae untuk mencegah penularan


serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit difteria

PENATALAKSAAN (UMUM)
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui ( 2-3

minggu) dan biakan hapusan tenggorok negatif 2


kali berturut-turut.
Istirahat tirah baring 2-3 minggu,
pemberian cairan serta diet yang adekuat.
Khusus pada difteria laring harus dijaga

kelembaban udara dengan menggunakan humidifier.

PENATALAKSANAAN (KHUSUS)
Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)

Harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis difteri.

Berikan 40.000 unit ADS IM atau IV sesegera mungkin, jika

terlambat meningkatkan mortalitas.

Pemberian antitoksin pada hari I, angka kematian pada


penderita kurang dari 1%. Namun dengan penundaan sampai

lebih dari hari ke-6 angka kematian meningkat sampai 30%

Dosis diberikan berdasarkan ats luasnya membran


dan beratnya penyakit
Tipe Difteri

Dosis DS (KI)

Cara pemberian

Difteri hidung

20.000

IM

Difteri tonsil

40.000

IM atau IV

Difteri faring

40.000

IM atau IV

Difteri laring

40.000

IM atau IV

Kombinasi lokasi di atas

80.000

IV

Difteri + penyulit,
bullneck

80.000-120.000

IV

Terlambat berobat (>72


jam), lokasi dimana saja

80.000-120.000

IV

Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit

atau uji mata terlebih dahulu, karena pemberian


ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik.
Harus disediakan larutan Adrenalin 1:1000 dalam
semprit.
Uji kulit : penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan
garam fisiologis 1:10 secara intrakutan.

Hasil (+) : dalam 20 menit indurasi > 10mm.

Uji mata : meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10

dalam larutan garam fisiologis. Mata yang lain


diteteskan garam fisiologis.

Hasil (+) : dalam 20 menit gejala hiperemis pada


konjungtiva bulbi dan lakrimas

Bila uji kulit / mata (+) ADS diberikan dengan cara


desensitisasi, interval 20 menit (cara Besredka),
sebagai berikut:
0,05cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan
0,1cc dari pengenceran 1:20 secara subkutan
0,1cc dari pengenceran 1:10 secara subkutan
0,1cc tanpa pengenceran secara subkutan
0,3cc tanpa pengenceran secara subkutan
0,5cc tanpa pengenceran secara subkutan
1cc tanpa pengenceran secara subkutan
ADS yang diberikan secara drip IV. Bila ada tandatanda reaksi anafilaktik segera berikan Adrenalin
1:1000

Bila uji hipersensitivitas (-) ADS harus diberikan

sekaligus secara intravena.


Pemberian ADS intravena dalam larutan garam

fisiologis NaCl 0,9% 200 cc atau 100ml glukosa 5%


dalam 2 jam (sekitar 34 tetes/ menit).
Observasi selama pemberian antitoksin dan selama 2

jam berikutnya melihat kemungkinan efek


samping.
Perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas

lambat (serum sickness)

Antibiotik
Bukan sebagai pengganti antitoksin, melainkan

untuk membunuh bakteri dan menghentikan


produksi toksin.
Penisillin Prokain 50.000 100.000 IU/kgBB/hari
selama 10 hari.
Bila terdapat riwayat hipersensitivitas Penisillin, beri
Eritromisin 40mg/kgBB/hari.

Kortikosteroid
Diberikan pada kasus difteria yang disertai gejala :
Obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai

atau tidak bullneck )


Terdapat penyulit miokarditis. Pemberian

kortiksteroid bukan untuk mencegah miokarditis.


Dianjurkan pemberian kortikosteroid Prednison

2mg/kgBB/hari selama 2 minggu diturunkan


dosisnya secara bertahap.

Trakeostomi / Intubasi
Jika terjadi tanda obstruksi jalan napas disertai

gelisah harus dilakukan trakeostomi sesegera


mungkin.

Pengobatan Kontak

Anak yang kontak dengan


pasien

- Isolasi sampai dilakukan


biakan hidung dan tenggorok
- Observasi gejala klinis tiap hari
sampai melewati masa inkubasi
- Pemeriksaan serologi

Pengobatan Karier
Karier : Tidak menunjukkan keluhan, mempunyai

Uji Schick negatif tetapi mengandung basil difteria


dalam nasofaringnya.
Pengobatan yang dapat diberikan :

Penisillin 100mg/kgBB/hari secara oral/suntikan atau


Eritromisin 40mg/kgBB/hari selama satu minggu.

Biakan

Uji Shick

Tindakan

(-)

(-)

Bebas isolasi : anak yang


telah mendapat imunisasi
dapat diberikan booster
toksoid difteri

(+)

(-)

Pengobatan karier :
Penisilin 100
mg/kgBB/hari oral/IV
atau Eritromisin 40
mg/kgBB/hari selama 1
minggu

(+)

(+)

Penisilin 100
mg/kgBB/hari oral/IV
atau Eritromisin 40
mg/kgBB + ADS 20.000
KI

(-)

(+)

Toksoid difteri (imunisasi


aktif) sesuaikan dengan
status imunitas

KOMPLIKASI
Saluran pernapasan

Obstruksi jalan napas

Kardiovaskuler

Miokarditis

KOMPLIKASI
Saraf (pada 10% pasien difteri) terutama sistem

motorik dapat berupa:

Paralisis palatum molle

Paralisis otot-otot mata

Paralisis umum

PROGNOSIS
Prognosis difteri setelah ditemukannya ADS dan

antibiotik lebih baik daripada sebelumnya.


Menurut Krugman, kematian mendadak pada kasus

difteria dapat disebabkan oleh karena:

Obstruksi jalan nafas mendadak diakibatkan oleh terlepasnya


membran difteria,

Adanya miokarditis dan gagal jantung, dan

Paralisis diafragma sebagai akibat neuritis N. Phrenicus.

PENCEGAHAN
Menjaga kebersihan dan memberikan pengetahuan

tentang bahaya difteri bagi anak.


Pada umumnya setelah seorang anak menderita

difteria kekebalan terhadap penyakit ini sangat


rendah imunisasi.
Pencegahan secara khusus terdiri dari imunisasi

DPT dan pengobatan karier.

Imunisasi

Pasif

transplasental

aktif

Penderita
infeksi difteri

Imunisasi
toksoid difteri

IMUNISASI
Jadwal Imunisasi
Imunisasi dasar DTP (primary immunization)

diberikan 3 kali sejak umur

DTP-1 pada umur 2 bulan,

DTP-2 pada umur 4 bulan

DTP-3 pada umur 6 bulan.

Ulangan booster DTP selanjutnya (DTP-4) diberikan pada saat


umur 18-24 bulan.

DTP booster ke-2 (DTP-5) pada umur 5 tahun

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai