Anda di halaman 1dari 63

TUBERKULOSIS PARU

PADA ODHA
dr. Ega Bonar Bastari
Dokter internsip
RSUD Karel Sadsuitubun

DATA PASIEN

Nama
Jenis Kelamin
Umur
No RM
Alamat
Agama
Tgl MRS

: D. L. H
: Laki-laki
: 30 tahun
: 71.994
: Watdek
: Islam
: 03-Juli-2015

AUTOANAMNESA
Keluhan utama : batuk lendir
Riwayat penyakit sekarang:
Batuk lendir dirasakan sejak + 3 minggu yang lalu, lendir
dapat dikeluarkan warna putih, os sempat batuk darah + 2
minggu yang lalu dan berobat di poli umum RSUD Karel
Sadsuitubun tapi os menolak untuk dirawat inap karena
alasan keluarga. Saat ini os merasa sesak, demam (+), BB
menurun (+ 2 bulan yll 60 kg, saat MRS BB 55 kg), keringat
malam (+), rasa lemas (+), nafsu makan menurun, batuk
darah (-), nyeri dada (-). Os membawa hasil Ro Thorax PA
(27/06/2015) dengan kesan KP duplex aktif.

AUTOANAMNESA
Riwayat penyakit sebelumnya:

Riwayat batuk lama (-)


Riwayat minum OAT (-)
Riwayat demam tanpa sebab (+) + 4 bln terakhir
Riwayat diare berulang (+) + 4 bulan terakhir

AUTOANAMNESA

Riwayat sosial:

Os datang dari Jakarta + 1 tahun 7 bulan yll dan sampai sekarang bekerja
sebagai buruh angkut semen di pelabuhan motor Watdek. Os mempunyai
3 orang teman yang batuk-batuk lama (status TB tidak diketahui). Kakak
sepupu os saat ini sedang dalam pengobatan OAT (menurut pengakuan
kakak sepupu os sendiri) tinggal di dekat rumah os dan hampir setiap
malam nonton bersama di rumah
Os merokok (+) + 15 tahun, + 16 batang/hari, saat ini sudah berhenti (sejak +
3 minggu yll)
Os minum sopi (+) + 10 tahun, + 2 tahun belakangan os minum setiap hari +
500 cc/hari.
Riwayat penggunaan NAPZA (-)
Riwayat berganti-ganti pasangan (+)

PEMERIKSAAN FISIK
(03/07/2015)
Kesadaran
BB
TTV
BP
HR
RR
Temp

: Compos Mentis
: 55 kg
: 100/70 mmHg
: 98 bpm
: 30 x/min
: 38,8oC

PEMERIKSAAN FISIK
(03/07/2015)

Pernapasan cuping hidung (+)


Retraksi supraklavikular dan intercostal (-)
Conjunctiva anemis +/+
Lidah kotor (-)
Tato (+) pada lengan atas kiri dan kanan serta
pinggang
Kelenjar getah bening tidak teraba
Ronchi +/+ pada apex paru depan dan pada paru
belakang kiri atas, wheezing -/ Bunyi jantung I/II murni reguler

FOTO THORAX PA
(27/06/2015)

DIAGNOSA KERJA
susp. TB paru DD pneumonia
Susp B20

PENATALAKSANAAN

Pasang O2 2 lpm via nasal cannula


IVFD NaCl + neurobion I amp 20 tpm
Inj cefotaxime I gr/12 jam/IV (skin test)
Ambroxol 3 x 30 mg PO
Parasetamol 3 x 500 mg PO
SF 1 x 1 tab PO
Konsul VCT
Rencana LAB :
Sputum BTA (S P S)
Darah rutin, golongan darah, SGOT/SGPT, Ur/Cr

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb
Leukosit
Neutrofil
Limfosit

Eritrosit
Trombosit
Hematokrit
SGOT/SGPT
Ur/Cr

9,8
16.400
93
3

3,3
189.000
29%
60/70
44/1,5

FOLLOW UP
04/07/2015

05/07/2015

KU

Batuk (+) lendir (+)


mencret +6x

Hasil VCT reaktif

BP

90/50 mmHg

100/80 mmHg

HR

90 bpm

80 bpm

RR

26 x/menit

26 x/menit

38,4 C

Tx

IVFD NaCl + A:D (1:1) 20 tpm


Inj Cefotaxim I gr/12j/IV (H-2)
Inj Ranitidin I amp/12 jam/IV
PCT 4x500 mg PO
SF 1x1 tab PO
Ambroxol 3x30 mg PO
Cotrimoxazole 1x960 mg PO
Loperamid 3x2 mg PO

36,4 C

FOLLOW UP
06/07/2015

07/07/2015

KU

Jantung berdebar-debar

Sesak bila tidur

BP

100/60 mmHg

100/80 mmHg

HR

80 bpm

80 bpm

RR

24 x/menit

26 x/menit

36,5 C

Tx

IVFD NaCl 16 tpm


Inj Cefotaxim I gr/12j/IV (H-4)
Inj Ranitidin I amp/12 jam/IV
PCT 3x500 mg PO PRN
SF 1x1 tab PO
Ambroxol 3x30 mg PO
Cotrimoxazole 1x960 mg PO
Curcuma 1x1 tab PO

36,4 C

O2 2-3 Lpm bila sesak


IVFD NaCl 16 tpm
Inj Cefotaxim I gr/12j/IV (H-5)
Inj Ranitidin I amp/12 jam/IV
PCT 3x500 mg PO PRN
SF 1x1 tab PO
Ambroxol 3x30 mg PO
Cotrimoxazole 1x960 mg PO
Curcuma 1x1 tab PO
Konsul alih rawat dr Erni SpP

FOLLOW UP (dr. Erni, SpP.)


07/07/2015
S
O
A
P

: batuk kering, muntah (-)


: bronkovesikuler +/+, ronchi basah halus +/+
wheezing -/: - TB paru dengan BTA? Dengan lesi Kasus baru
- B20
: - boleh pulang
- OAT kategori I 1x4 tab (pagi sblm makan)
- curcuma 3x1 tab
- hepa-Q 2x1 tab
- cotrimoxazole 1x960 mg
- SF 2x1 tab
- cefixime 2x200 mg

TUBERKULOSIS PARU
PADA ODHA
(KOINFEKSI TB/HIV)
PEMBAHASAN

PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit
tertua di dunia yang diketahui dan juga salah
satu penyebab kematian terbanyak di dunia.
Merupakan
penyakit
yang
biasanya
menyerang paru, walaupun organ lainnya
dapat juga terkena pada 1/3 kasus.
Penyebarannya melalui udara (droplet yang
mengandung
bakteri
Mycobacterium
tuberculosis)

PENDAHULUAN
HIV (Human Immunodeficiency Virus)
merupakan virus dari genus lentivirus
golongan retrovirus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia.
AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome) adalah kumpulan gejala yang
muncul akibat dari lemahnya sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
HIV.

PENDAHULUAN
Millennium Development Goals (MDGs)
Goal 6
Memerangi HIV dan AIDS, Malaria Serta
Penyakit Lainnya
Goal 6B
Menghentikan dan mulai membalikkan
kecenderungan
persebaran malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya
pada 2015
TBC - prevalensi 262 per 100.000 atau setara dengan 582.000
kasus setiap tahunnya.
Deteksi kasus : 76%
Angka keberhasilan pengobatan DOTS >91%

Stalker P. Millennium Development Goals [internet]. Indonesia: PBB Indonesia; Oktober 2008. available from :
http://www.id.undp.org/content/dam/indonesia/docs/MDG/Let%20Speak%20Out%20for%20MDGs%20-%20ID.pdf//

ETIOLOGI
Disebabkan oleh kompleks Mycobacterium
tuberculosis dimana bakteri utama dan terpenting
adalah M. tuberculosis.
Bakteri lainnya

M. bovis
M. caprae
M. africanum
M. microti
M. pinnipedii
M. canettii

ETIOLOGI
Bakteri ini mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x
0,3-0,6 mikron berbentuk batang tipis, lurus
atau agak bengkok, bergranular dan
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari
lipoid.
Sifat istimewa yang dimiliki bakteri ini
biasanya netral dalam staining Gram namun
warna dari bacillus tidak luntur dengan asam
- alkohol (BTA/Batang Tahan Asam).

ETIOLOGI
HIV merupakan virus RNA dari golongan
family retrovirus sub-family lentivirus yang
mereplikasikan
diri
dengan
reverse
transcription menggunakan enzim reverse
transcriptase.

EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan WHO, pada tahun
2013 diseluruh dunia sekitar 9 juta orang
jatuh sakit karena TB dan sekitar 1,5 juta
meninggal.
Sekitar 95% kematian yang disebabkan
oleh TB terjadi pada negara dengan
pendapatan rendah-menengah.
TB merupakan pembunuh pertama pada
pasien dengan HIV positif (+ 25%)*
* WHO. Media Centre [internet]. WHO ; Mar 2015. available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en

EPIDEMIOLOGI
Di
Indonesia,
berdasarkan
Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) thn
1992, TB adlh penyebab kematian kedua.
TB
merupakan
penyakit
penyebab
kematian pertama dalam golongan infeksi.
Saat ini, Indonesia masih menduduki
urutan ke-3 di dunia untuk jumlah kasus
TB setelah India dan China.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.
Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB).

EPIDEMIOLOGI
Hanya sekitar 10% orang yang terinfeksi TB
tapi tidak terinfeksi HIV akan menjadi TB
aktif, sementara pada ODHA, sekitar 60%
akan menjadi TB aktif.
TB merupakan infeksi oportunistik yang
paling sering pada kasus HIV (+ 40%)
Berdasarkan WHO (2003) jumlah pasien koinfeksi TB-HIV diperkirakan + 14 juta orang
dan + 3 juta terdapat di Asia Tenggara.*
*Modul Pelatihan Kolaborasi TB-HIV. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan R.I. 2010.

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia (September 2011), tercatat
jumlah ODHA yang mendapatkan ARV
sebanyak 22.843 dari 33 provinsi dan 300
kab/kota
Rasio laki-laki dan perempuan 3:1
Persentase
tertinggi
berada
pada
kelompok usia 20-29 tahun.
Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan terapi Antiretroviral
pada orang dewasa.
Kementerian Kesehatan R.I. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan. 2011

PATOFISIOLOGI
Transmisi M. tuberculosis melalui droplet yang
dikeluarkan oleh pasien dengan infeksi TB paru saat
batuk, bersin atau berbicara.
Tingkat infeksius
Sputum BTA (+) >
sputum BTA (-) & kultur (+) >
kultur (-) atau TB ekstrapulmoner

Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada


anak <3 tahun, risiko rendah pada masa anak-anak,
dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda
dan usia lanjut.

PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis primer
Penyakit klinis yang muncul langsung setelah
infeksi.
Sering didapati pada anak s/d umur 4 tahun dan
orang dengan immunocompromised.
Tingkat transmisi yang rendah
Setelah infeksi primer, bakteri menjadi dorman
selama beberapa tahun sampai terjadi proses
reaktivasi yang menyebabkan tuberkulosis
sekunder (postprimer)

PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis primer
Sembuh tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas
(sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di
hilus)
Meneyebar dengan cara :
Menyebar ke sekitarnya (perkontinuitatum)
Penyebaran secara bronkogen (dpt ke usus)
Penyebaran secara hematogen dan limfogen (sangat
bergantung pada daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi
basil)

PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis sekunder / post-primer
Lebih infeksius dibandingkan TB primer karena
seringnya terjadi kavitasi.
Umur
Insiden tuberkulosis tertinggi pada akhir belasan tahun
dan awal dua puluhan tahun.
Insiden pada wanita mencapai puncak di umur 25-34
tahun (wanita > pria)
Umur yang lebih tua, pria > wanita
Risiko juga meningkat pada orang tua yang disebabkan
penurunan imunitas serta adanya penyakit komorbid

PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis sekunder / post-primer

GEJALA DAN TANDA


Gejala utama (cardinal symptom)

Batuk berdahak > 2 minggu


Batuk berdarah
Sesak napas
Nyeri dada

Berkeringat malam hari


Demam
Penurunan berat badan
Nafsu makan menurun
Malaise

Gejala Respiratorik

GEJALA DAN TANDA


Tuberkulosis paru

Suara napas bronkial/amforik


Suara napas melemah
Apex paru
Ronki basah
Tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum

Tuberkulosis pleura
Pekak pada perkusi
Suara nafas melemah/tidak terdengar

GEJALA DAN TANDA

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sputum BTA (S P S)
Sewaktu (dahak sewaktu kunjungan)
Pagi (keesokan harinya)
Sewaktu (saat mengantarkan dahak pagi)

2 kali (+), 1 kali (-) mikroskopik (+)


1 kali (+), 2 kali (-) mikroskopik (+)
3 kali (-)
TB paru klinis dengan Ro Thorax (+)
Bukan TB

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorax PA
Aktif
Bayangan berawan/nodular di segmen apikal
Kaviti (terutama > 1) dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura (unilateral/bilateral)

Lama
Kalsifikasi / fibrotik

Bila BTA (+) 1 kali dan (-) 2 kali, lalu Ro thorax PA (+),
tidak perlu ulang perika BTA

Suspek TB

Sputum BTA (S P S)

---

+++
++-

+-Antibiotik spektrum luas


perbaikan

Tidak ada
perbaikan

BTA ulang
--Ro Thorax (-)
Bukan TB

Ro Thorax PA (+)

BTA ulang
+++
+++--

TB paru

TIPE PENDERITA

Kasus baru
Kasus kambuh (relaps)
Kasus pindahan (transfer in)
Kasus putus berobat
Kasus gagal
Kasus kornik
Kasus bekas TB

PENATALAKSANAAN
Jenis OAT

Isoniazid

Sifat

Dosis yang
direkomendasikan (mg/kg)
Harian
5
(4-6)

3x seminggu
10
(8-10)

(H)

Bakteriosid

Rifampisin (R)

Bakteriosid

10
(8-12)

10
(8-12)

Pirazinamid (Z)

Bakteriosid

25
(20-30)

35
(30-40)

Bakteriostatik

15
(15-20)

30
(20-35)

Bakteriosid

15
(12-18)

Etambutol

(E)

Streptomisin (S)

EFEK SAMPING
Isoniazid
Kesemutan/rasa terbakar pada kaki dan nyeri otot (gejala
keracunan saraf tepi) piridoksin (vitamin B6) 50-75
mg/hari
Hepatitis/ikterik hentikan OAT

Rifampisin urin warna merah


Sindrom flu, perut & kulit simtomatik
Hepatitis/ikterik Stop OAT
Purpura, anemia hemolitik akut, syok & gagal ginjal
Stop rimfapisin &tdk diberikan lagi
Sindrom respirasi (sesak napas)

EFEK SAMPING
Pirazinamid
Hepatitis stop
Nyeri sendiri parasetamol atau NSAIDs

Etambutol
Gangguan
pengelihatan
(berkurangnya
ketajaman, buta warna merah dan hijau) yang
akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan

EFEK SAMPING
Streptomisin
Kerusakan saraf ke-8 (keseimbangan dan
pendengaran) hentikan obat atau dosis
dikurangi 25mg
Hipersensitivitas kurangi dosis 25 mg
Penurunan produksi urin hentikan
Tidak diberikan kepada wanita hamil karena
dapat menembus barrier plasenta.

FIXED DOSE COMBINATION


Metode directly observed treatment shortcourse
(DOTS)
Empat obat OAT

Isoniazid
Rifampisin
Pirazinamid
Etambutol

@ 75 mg
@ 150 mg
@ 400 mg
@ 275 mg

Dua obat OAT


Isoniazid
@ 150 mg
Rifampisin @ 150 mg

PENATALAKSANAAN
Kategori I
(2 HRZE/4 7 H3R3)
pasien TB baru atau extra paru
Kategori II (2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3)
pasien relaps/gagal/putus obat
Sisipan ditiadakan*

* Pada pelatihan tatalaksana TB bagi pengelola program TB di fasilitas kesehatan


oleh kementerian kesehatan RI Direktoran Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Jakarta revisi 2015

PENATALAKSANAAN
KATEGORI I
Berat
badan

Tahap awal
Setiap hari
RHZE

Tahap lanjutan
3x seminggu
RH

30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
> 71 kg

2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet

2 tablet
3 tablet
4 tablet
5 tablet

Pengobatan Pasien Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta; Revisi 2015

PENATALAKSANAAN
KATEGORI II
Berat
badan

Tahap awal
Setiap hari
RHZES

Tahap lanjutan
3x seminggu
RH + E

Selama 56 hari

Selama 28 hari

30 37 kg

2 tab + 500 mg
inj S

2 tablet

2 tablet + 2 tab
Etambutol

38 54 kg

3 tab + 750 mg
inj S

3 tablet

3 tablet + 3 tab
Etambutol

55 70 kg

4 tab + 1000 mg
inj S

4 tablet

4 tablet + 4 tab
Etambutol

> 71 kg Pasien
5 tab
+ 1000 mg
5 tablet
5 tablet
+ 5 2015
tab
Pengobatan
Tuberkulosis.
Kementerian
Kesehatan RI. Jakarta;
Revisi

PENATALAKSANAAN
KOINFEKSI TB-HIV
Prinsip pengobatan pasien koinfeksi TB-HIV
adalah mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV atau hasil CD4.
Pengobatan OAT tidak dapat dimulai pada
Pasien TB yang dalam pengobatan ARV. Pasien perlu
diperiksa oleh dokter terlatih TB-HIV sebelum
memulai pengobatan TB
Pasien dengan dahak BTA positif, yang juga kasus
kronik atau diduga MDR / XDR.
Modul Pelatihan Kolaborasi TB-HIV. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan R.I. 2010

PENATALAKSANAAN
KOINFEKSI TB-HIV
Segera
memberikan OAT
dan kotrimoksasol

ARV dimulai dalam


waktu 2 8 minggu
setelah pengobatan
TB dan dapat
ditoleransi baik

Apakah pasien
sedang dalam
pengobatan ARV?

Rujuk pasien ke
RS rujukan
pengobatan ARV

Kondisi pasien stabil


(tidak ada reaksi atau
efek samping obat),
OAT dapat dimulai

Profilaksis TB pada ODHA dengan INH 300


mg/hari + B6 25 mg/hari selama 6 (enam) bulan
Pengobatan Pasien Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta; Revisi 2015

PENATALAKSANAAN
KOINFEKSI TB-HIV
Status Klinis Pasien

Tatalaksana Pasien

TB paru tanpa memandang


hasil BTA (tidak ada tanda
stadium klinis 3 / 4)

Mulai pengobatan TB. Setelah tahap


awal selesai, stadium klinis HIV dinilai
kembali untuk menentukan apakah
pengobatan ARV perlu dimulai atau
ditunda setelah pengobatan TB

TB paru dengan stadium


klinis HIV 3 atau 4 atau bila
tidak ada perbaikan klinis

Mulai pengobatan TB. Rujuk ke dokter


yang telah dilatih TB-HIV karena
kemungkinan pengobatan ARV perlu
segera dimulai

TB extra paru

Mulai pengobatan TB. Rujuk ke dokter


yang telah dilatih TB-HIV karena
kemungkinan ARV perlu segera dimulai

Modul Pelatihan Kolaborasi TB-HIV. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan R.I. 2010

PENATALAKSANAAN
KOINFEKSI TB-HIV
CD4

Tatalaksana Pasien

CD4 >
3
350/mm

Mulai pengobatan TB. Tunda pengobatan


ARV; evaluasi kembali setelah selesai tahap
awal dan pada waktu selesai pengobatan TB
kecuali dijumpai tanda stadium klinis 4

CD4 antara
Mulai pengobatan TB. Rujuk ke dokter yang
3
200 350/mm telah dilatih TB-HIV setelah selesai tahap awal
kecuali dijumpai tanda stadium klinis tingkat 4
CD4 <
3
200/mm

Mulai pengobatan TB. Rujuk segera ke dokter


yang telah dilatih TB-HIV karena kemungkinan
ARV perlu segera dimulai setelah pasien stabil
(sudah toleransi) dengan pengobatan TBnya

Modul Pelatihan Kolaborasi TB-HIV. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan R.I. 2010

TB dan HIV:
Pemberian HAART segera vs
ditunda
Alasan menunda terapi HIV sampai TB diobati:
1. HIV merupakan penyakit kronis.
2. Adherence dapat bermasalah.
3. Manajemen toksisitas lebih rumit.
4. Immune restoration dapat menimbulkan
paradoxical reactions.

08/06/16

TB dan HIV:
Pemberian HAART segera vs
ditunda
Alasan memulai terapi HIV pada awal TB:
1.TB berkaitan dengan aktifasi imun, peningkatan
replikasi HIV, dan mempercepat progresi penyakit
HIV.
2.Terapi antiretroviral yg poten dapat mengurangi
jumlah HIV RNA, memperbaiki fungsi imun dan
memperlambat progresi penyakit HIV.
3.Terapi HIV mengurangi risiko timbulnya IO yang
lain.
08/06/16

Terapi ko-infeksi TB-HIV


Masalah terapi:
Adherence / jumlah pil banyak
Efek toksisitas yang tumpang tindih
mual, muntah, ruam kulit, hepatitis, anemi

Interaksi obat
Rifampisin merupakan enzyme inducer yang kuat

Paradoxical worsening TB

Reaksi Immune reconstitution


Lebih sering jika ART dimulai lebih dini pada terapi TB
Jika mungkin tunda ART sampai fase intensif selesai
08/06/16

FOLLOW UP
KATEGORI
PENGOBATAN

BULAN PENGOBATAN
1

KATEGORI I

- Bila BTA (+),


lanjut fase
lanjutan dan
periksa
kembali bulan
ke 3

Bila BTA
- Bila BTA
(+), periksa
(+),
uji
dinyatakan
kepekaan*,
gagal dan
lanjutkan
menjadi
pengobatan
terduga TB
dan periksa
MDR
kembali
bulan ke 5

6
Bila BTA
(+),
dinyatakan
gagal dan
menjadi
terduga TB
MDR

* Bila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan pengobatan dan
periksa ulang pada akhir bulan ke-5

FOLLOW UP
KATEGORI
PENGOBATAN

BULAN PENGOBATAN
1 2

KATEGORI II

- -

Bila BTA (+),


periksa uji
kepekaan*,
lanjutkan
pengobatan
dan periksa
kembali
bulan ke 5

- Bila BTA
(+), periksa
uji
kepekaan
dan
dinyatakan
gagal**

6
-

7
-

8
Bila BTA
(+), periksa
uji
kepekaan
dan
dinyatakan
gagal**

* Bila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan pengobatan dan
periksa ulang pada akhir bulan ke-5
** Bila hasil uji kepekaan menunjukkan ada resistensi, rujuk ke fasyankes rujukan TB
resisten obat

HASIL PENGOBATAN

Sembuh
Pengobatan lengkap
Gagal
Meninggal (dengan alasan apapun)
Putus berobat (Loss to follow-up)
Tidak
dievaluasi
(termasuk
pasien
pindah/transfer out)

TATALAKSANA PUTUS OBAT


Putus obat < 1 bulan
Dilakukan pelacakan pasien
Diskusikan dengan pasien untuk mencari
faktor penyebab putus berobat
Lanjut pengobatan dosis yang tersisa sampai
seluruh dosis pengobatan terpenuhi

TATALAKSANA PUTUS OBAT


Putus obat antara 1 2 bulan
Sputum BTA S P S

Hasil BTA (-)


Lanjut pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis pengobatan
terpenuih

< 1 hasil BTA (+)


Total dosis pengobatan sebelumnya < 5 bulan

Lanjutkan pengobatan dosis yang tersisa sampai seluruh dosis


pengobatan terpenuhi
Total dosis pengobatan sebelumnya > 5 bulan

Kategori I tes uji kepekaan dan selagi menunggu dapat berikan


kategori 2 dari awal

Kategori II tes uji kepekaan dan dirujuk ke pusat TB MDR, tanpa


memberikan pengobatan

TATALAKSANA PUTUS OBAT

Putus obat > 2 bulan


BTA (-)/TB extra paru

Perbaikan nyata stop pengobatan, observasi


Belum ada perbaikan lanjutkan pengobatan sampai dosis yang tersisa
terpenuhi

> 1 BTA (+) dan tidak ada bukti resistensi

Kategori I

Pengobatan sebelumnya < 1 bln kat I dari awal


Pengobatan sebelumnya > 1 bln kat II dari awal

Kategori II

Pengobatan sebelumnya < 1 bln kat II dari awal


Pengobatan sebelumnya > 1 bln rujuk ke spesialis

> 1 BTA (+) dan ada bukti resistensi


rujuk ke pusat rujukan TB MDR

EVALUASI SETELAH SEMBUH


Untuk mengetahui terjadinya kekambuhan
Evaluasi sputum BTA
3,6,12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh

Evaluasi foto thorax


6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh

Batuk lama periksa SPSnya


Hasil BTA positif OAT diberi
Walau lama denger presentasinya
Mohon saran positif tetap diberi

Anda mungkin juga menyukai