Anda di halaman 1dari 49

TRAUMA MEDULA SPINALIS

Dr. Hari Purnomo, Sp.S ( K )


Bagian Neurologi FKUB/RSSA

I. KONSENSUS
UMUM

Trauma Medula Spinalis (TMS) :

Adalah trauma pada tulang belakang yang menyebabkan lesi di


medula spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat
menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.
Merupakan keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan
yang cepat, tepat dan cermat untuk mengurangi angka kecacatan
dan kematian.
Insidens trauma medula spinalis diperkirakan 30-40 per satu juta
penduduk per tahun, dengan sekitar 8.000.-10.000 kasus per tahun.
Angka mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih
kurang 80% meninggal di tempat kejadian, ini disebabkan vertebra
servikalis yang memiliki resiko trauma yang paling besar, dengan
level tersering C5, diikuti C4, C6 dan kemudian T 12, L 1 dan T 10.

Tujuan pengobatan pada trauma medula


spinalis adalah:
Menjaga sel yang masih hidup agar terhindar dari

kerusakan lanjut.
Eliminasi kerusakan akibat proses patogenesis
sekunder
Mengganti sel saraf yang rusak.
Menstimulasi perlumbuhan akson dan
koneksitasnya.
Memaksimalkan penyembuhan defisit neurologis.
Stabilisasi vertebra.
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi untuk
mengembalikan fungsi tubuh.

Prognosis tergantung pada :


Lokasi lesi (lesi servikal atas

prognosis lebih buruk).


Luas lesi (komplit / inkomplit).
Tindakan dini (prehospital dan
hospital).
Trauma multipel.
Faktor penyulit (komorbiditas).

II. KONSENSUS KESERAGAMAN


DIAGNOSIS

Penegakkan Diagnosis:
Anamnesis riwayat trauma
Berdasarkan Gejala dan Tanda Minis (ASIA

scale)
Gambaran klinis tergantung letak dan luas lesi

Definisi :
Trauma medula spinalis (spinal cord
injury) : adalah trauma langsung atau tidak
langsung terhadap medula spinalis yang
menyebabkan kerusakan medula spinalis.

Mekanisme terjadinya dikarenakan:


fraktur vertebra/dislokasi.
luka penetrasi/tembus.
perdarahan epidural / subdural.
trauma tidak langsung.
trauma intramedular / kontusio.

Whiplash injury : gerakan tiba-tiba hiperekstensi


kemudian diikuti hiperfleksi servikal,
menyebabkan cedera jaringan lunak spinal,
tidak ada kerusakan pada medula spinalis.

Klasifikasi
l. ASIA / IMSOP
Klasifikasi tingkat dan keparahan trauma medula spinalis ditegakkan
pada saat 72 jam sampai 7 hari setelah trauma.
A. Berdasarkan impairment scale:
Grade

Tipe

Gangguan medula spinalis ASIA/IMSOP

Komplit

Tidak ada fungsi motorik dan sensorik sampai S4-S5

Inkomplit

Fungsi sensorik masih baik tapi motorik terganggu


sampai segmen sakral S4-S5

Inkomplit

Fungsi motorik terganggu dibawah level, tapi otot-otot


motorik utama masih punya kekuatan < 3

Inkomplit

Fungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik


utama punya kekuatan > 3.

Normal

Fungsi motorik dan sensorik normal

ASIA : American spinal injury association/International medical society of Paraplegia(IMSOP)

B. Berdasarkan tipe dan lokasi trauma:


Complete spinal cord injury (Grade A)
(a) Unilevel
(b) Multilevel
ii) Incomplete spinal cord injury (Grade B, C, D)
(a) Cervico medullary syndrome
(b) Central cord syndrome
(c) Anterior cord syndrome
(d) Posterior cord syndrome
(e) Brown Sequard Syndrome 69
(f) Conus Medullary Syndrome
iii) Complete Cauda Equina Injury (Grade A )
iv) Incomplete Cauda Equina Injury (Grade B, C dan D)
i)

2. Sindroma Trauma Spinal


Sindroma
Hemicord (Brown
Sequard syndrome)

Kausa Utama
Trauma tembus, Kompresi
ekstrinsik

Sindroma Spinalis
anterior

Cedera yang menyebabkan


HNP pada T4-6

Sindroma Spinalis
sentral servikal

Hematomielia,

Sindroma Spinalis
posterior

Trauma spinal (fleksi-ekstensi)

Sindroma konus
medullaris

Trauma, Infark a.spinalis


posterior

Sindroma Cauda
Equina

Trauma lower sacral cord

Gejala & Tanda Klinis


Paresis UMN ipsilateral di bawah lesi dan LMN
setinggi lesi
Gangguan eksteroseptif (nyeri 8 suhu )
kontralateral
Gangguan propioseptif (raba dan tekan )
ipsilateral
Paresis LMN setinggi lesi, UMN dibawah lesi
Dapat disertai disosiasi sensibilitas
Gangguan eksteroseptif, propioseptif normal
Disfungsi spinkter
Paresis lengan > tungkai.
Gangguan sensorik ber variasi (disestesia/hiper
estesia) di ujung distal lengan
Disosiasi sensibilitas
Disfungsi miksi, defekasi dan seksual
Paresis ringan
Gangguan eksteroseptif (nyeri/parestesia) pada
punggung,leher dan bokong
Gangguan propioseptif bilateral
Gangguan motorik ringan, simetris, tidak ada
atropi
gangguan sensorik saddle anestesi, muncul
lebih awal, bilateral. ada disosiasi sensibilitas.
nyeri jarang, relatif ringan, Simetris, bilateral
pada daerah Perinueum dan paha
reflex achilles (-)
reflex patella (+)
disfungsi sphincter terjadi dini dan berat.
reflex bulbocavernosus dan anal (-)
gangguan ereksi dan ejakulasi.
gangguan motorik sedang sp berat, asimetris,
dan atropi.
gangguan sensibilitas saddle anestesi, asimetris,
timbul lebih lambat, disosiasi sensi bilitas (-)
nyeri menonjol, hebat, timbul dini, radikular,
asimetris.
gangguan reflex bervariasi
gangguan sphincter timbul lambat, jarang berat,
reflex jarang terganggu, disfungsi seksual jarang

Otot-otot utama :
lengan

: otot fleksor (elbow flexors), otot


ekstensor tangan (wrist extensors), otot ekstensor
(elbow extensors), otot fleksor jari jari (finger
flexors distal phalanx of middle finger), abduktor jari
jari (finger abductors - little finger).
tungkai : otot fleksor panggul (hip flexors), otot
ekstensot lutut (knee extensors), otot dorsofleksi
pergelangan kaki (ankle dorsiflexors), otot panjang
ekstensor jari jari (long toe extensors), otot fleksor
plantar pergelangan kaki (ankle plantar flexors)

Tatalaksana di saat pre hospital :


stabilisasi manual
membatasi fleksi dan gerakan gerakan

lain
penanganan imobilitas vertebra dengan
kolar leher dan vertebral brace.

Tindakan darurat mengacu pada :


1. A (AIRWAY)
2. B (BREATHING)
3. C (CIRCULATION)
Harus dibedakan antara :
a). Syok hipovolemik (hipotensi, tachycardia,
ektremitas dingin / basah.).
b). Syok neurogenik (hipotensi, bradikardia,
ekstremitas hangat / kering), pemberian
cairan
tidak akan menaikkan tensi (awasi
edema paru)
maka harus diberi obat
vasopressor:
dopamine untuk menjaga MAP>70
bila perlu adrenalin 0,2 mg s.k
dan boleh diulangi 1 jam kemudian
* Cairan yang diberikan kristaloid ( NaCI 0,9% /
Ringer Laktat) atau koloid (mis : Albumin 5%)

Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium:
- Darah perifer lengkap
- Urine lengkap
- Gula darah sewaktu
- Ureum & Kreatinin
- Astrup (analisa gas darah)
b. Radiologi
- Foto Vertebra posisi AP/LAT/odontoid dengan sesuai
letak Lesi.
- CT Scan / MRI jika dengan foto konvensional masih
Meragukan atau bila akan dilakukan tindakan operasi
c. Pemeriksaan lain
- EKG bila terdapat aritmia jantung

MANAJEMEN DI RUANG
RAWAT

Perawatan Umum
Lanjutkan A,B,C sesuai keperluan
Usahakan suhu badan tetap normal (jika

lesi diatas C-8, termoregulasi tidak ada)


Jika ada gangguan miksi pasang kondom
kateter atau dauer kateter dan jika ada
retensi alvi, berikan laksan / klisma.

Pemeriksaan Neurofisiologi Klinik - SSEP


Medikamentosa

a. Lanjutkan pemberian Metilprednisolon (mencegah


b.
c.
d.
e.

f.
g.

h.
i.

proses sekunder)
Anti spastisitas otot sesuai keadaan klinis.
Analgetik.
Mencegah dekubitus, kalau perlu pakai kasur khusus.
Mencegah trombosis vena dalam (DVT) dengan
stoking kaki khusus atau fisioterapi. Kalau perlu dapat
diberikan antikoagulan (Heparin atau LMWH)
Mencegah proses sekunder ( free radikal, dll) dengan
pemberian anti oksidan (vit. C, vit E).
Stimulasi sel saraf dengan pemberian GM1Ganglioside. Dimulai dalam kurun waktu 72 jam sejak
onset sampai dengan 18-32 hari
Terapi obat lain sesuai indikasi, seperti antibiotik bila
ada infeksi, dll.
Memperbaiki sel saraf yang rusak dengan stem sel
(dimasa mendatang).

Operasi
Waktu operasi
Waktu operasi antara 24 jam sampai dengan 3 minggu.
Tindakan operatif awal (<24jam) lebih bermakna

menurunkan perburukan neurologis, komplikasi, dan


keluaran skor motorik satu tahun paska trauma.

Indikasi operatif
Ada fraktur, pecahan tulang menekan medula spinalis.
Gambaran neurologis progresif memburuk.
Fraktur, dislokasi yang labil.
Terjadi herniasi diskus intervertebralis yang menekan

medulla spinalis.

Konsultasi ke Bagian Bedah Saraf/Spinal Ortopedik


berdasarkan indikasi.

HUBUNGAN TOPOGRAFIK

N. Radialis
N. Medialis
N. Ulnaris

Pleks
Brakhialis

Radiks

Pleksus

Saraf Perifer

N. Femoralis
N. Ischiadikus
Pleks
Lumbosacral
is

N. Cut. Posterior
N. Pudendus

Relation of
Spinal column
to cord
segements,
nerve roots
and
dermatomes

MACAM-MACAM LESI

SINDROMA GANGLION
SPINALIS

SINDROMA RADIKS
POSTERIOR

SINDROMA TRAKTUS POSTERIOR

SINDROMA KORNU OSTERIOR

SINDROMA SUBSTANSIA
GRISEA

SINDROMA DEGENERASI GABUNGAN TRAKTUS POSTERIOR


DAN TARKTUS KORTIKO SPINALIS (DEGENERASI GABUNGAN
SUB AKUT DARI MEDULA SPINALIS)

SINDROMA KORNU ANTERIOR

SINDROMA KERUSAKAN GABUNGAN KORNU ANTERIOR DAN


TRAKTUS PIRAMIDALIS

SINDROMA RADIKS ANTERIOR DAN POSTERIOR, DAN SARAF


PERIFER (ATROFI MUSKULER NEURONAL)

SINDROMA TRAKTUS KORTIKOSPINALIS


(PARALISIS SPINAL SPASTIK
PROGRESIF)

SINDROMA DEGENERASI GABUNGAN TRAKTUS POSTERIOR,


TRAKTUS SPINOSEREBELARIS DAN KADANG TRAKTUS
PIRAMIDALIS

SINDROMA HEMISEKSI MEDULA SPINALIS


(SINDROMA BROW-SEQUARD)

PARAPLEGIA AKIBAT
TRANSEKSI MEDULA
SPINALIS PADA TIGA
TINGKAT YANG BERBEDA

Terima kasih.....

Anda mungkin juga menyukai