Anda di halaman 1dari 56

KEBIJAKAN

PEMANFAATAN JASA KELAUTAN

DIREKTORAT JASA KELAUTAN


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

Jakarta, Maret 2016

OUTLINE
Struktur Organisasi
Landasan Hukum
Definisi
Latar Belakang
Indikator Kinerja
Roadmap Jasa Kelautan 2016-2019
Kewenangan Pusat dan Daerah
Manfaat bagi Pemerintah
Daerah

1. STRUKTUR ORGANISASI

2. LANDASAN HUKUM MANDAT


MANDAT
UNCLOS 1982
UU No. 27 Tahun 2007 jo UU No. 1 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Otonomi
Daerah
PERMEN No. 23 Tahun 2015
PERMEN No. 25 Tahun 2015

Lanjutan

Peraturan-perundangan Terkait

UU No. Tahun 1973 tentang Sumberdaya Air


UU No.6/1996 tentang Perairan Indonesia
UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi
UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
Indonesia
UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH
UU tentang BMKT
UU tentang Pariwisata
PP 5 2010 tentang Navigasi

3. DEFINISI
Pasal 19 UU No. 1/2014 ttg Pengelolaan WP3K
Sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil
untuk
a. produksi garam;
b. biofarmakologi laut;
c. bioteknologi laut;
d. pemanfaatan air laut selain energi;
e. wisata bahari;
f. pemasangan pipa dan kabel bawah laut;
g. pengangkatan benda muatan kapal tenggelam,
Pasal 32 UU No. 32 Tahun 2014 ttg Kelautan
a. bangunan laut
b. instalasi di laut
Bangunan
Bangunan Laut
Laut adalah
adalah setiap
setiap konstruksi,
konstruksi, baik
baik yang
yang berada
berada di
di atas
atas dan/atau
dan/atau di
di
bawah
permukaan
Laut,
yang
menempel
pada
daratan,
maupun
yang
tidak
bawah permukaan Laut, yang menempel pada daratan, maupun yang tidak
menempel
menempel pada
pada daratan,
daratan, antara
antara lain
lain konstruksi
konstruksi reklamasi,
reklamasi, prasarana
prasarana pariwisata
pariwisata
kelautan,
dan
prasarana
perhubungan,
Rig
migas
kelautan, dan prasarana perhubungan, Rig migas

Penataan Bangunan Laut adalah kegiatan pembangunan untuk


mengevaluasi, memperbaiki, mengembangkan dan memanfaatan atau
mengendalikan bangunan laut

Lanjutan

Pipa bawah laut adalah salah satu bagian dari infra struktur bangunan
lepas pantai yang berfungsi untuk mengalirkan produk dari suatu
lepas pantai ke struktur lepas pantai lainnya atau ke terminal
agar dapat diproses lebih lanjut

struktur
di darat

Kabel bawah laut adalah suatu sistem transmisi menggunakan media


kabel yang dibentangkan di dalam lautan dan atau
menghubungkan beberapa stasiun kabel

samudera untuk

Penataan Pipa dan Kabel Bawah Laut adalah kegiatan untuk


merencanakan, mengembangkan, mengevaluasi atau mengendalikan
pipa dan kabel bawah laut

Benda Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) adalah


Benda Berharga adalah benda asal muatan kapal yang tenggelam
berumur sama dengan atau lebih dari 50 tahun, serta mempunyai
ekonomi/intrinsik tinggi yang berada di dasar laut wilayah Indonesia

dan
nilai

Lanjutan
Wisata Bahari adalah Kegiatan rekreasi yang melibatkan perjalanan dari satu
tempat ke tempat lain dan memiliki fokus pada lingkungan bahari (lingkungan
bahari didefinisikan sebagai lingkungan perairan laut yang bersifat garam dan
dicirikan dengan adanya karakter dan pengaruh gelombang

Pengembangan Wisata Bahari adalah upaya pemanfaatan


dan pengelolaan secara optimal potensi wisata bahari dengan
memperhatikan lingkungan biofrafisik, lingkungan sosial ekonomi ,
budaya dan melestarikan sumber daya alam bahari

Pemanfaatan Air Laut Non Energi dapat diartikan sebagai


proses, cara atau perbuatan memanfaatkan air laut sebagai
sumber
alam
untuk
pembangunan
kecuali
untuk
menghasilkan energi (listrik). (pemanfaatan unk pupuk,
farmasi, air laut dalam unk minum, dll)

4. LATAR BELAKANG PEMANFATAN JASA


KELAUTAN

Belum adanya koordinasi yang efektif antar


stakeholder tentang pemanfaatan jasa kelautan
Belum adanya regulasi yang efisien mengatur
kegiatan jasa kelautan/masih bersifat sektoral
Belum adanya payung hukum terkait perizinan di
WP3K (proses harmonisasi) dan rencana tata
ruang laut nasional (proses review dokumen
teknis)
Data dan Informasi yang belum tepusat (single
data bank)

5. INDIKATOR KINERJA DIREKTORAT JASA


KELAUTAN
Sasaran

Output

Target
2015

2016

2017

2018

2019

Terwujudnya
pemanfaatan Air Laut
Non Energi dan BMKT

Jumlah Kawasan yang


dikelola untuk pemanfaatan
Air Laut Non Energi dan BMKT

13

19

25

31

Tertatanya bangunan
laut untuk
pengembangan
ekonomi

Jumlah Kawasan
Pemanfaatan Umum yang
dikelola untuk Bangunan Laut
(kawasan)

Tertatanya pipa/kabel
bawah laut untuk
pengembangan
ekonomi

Jumlah Kawasan alur Laut


yang ditata untuk
pemasangan Pipa dan/atau
Kabel Bawah Laut (kawasan

Terwujudnya
pengelolaan kawasan
wisata bahari

Jumlah Kawasan yang


dibangun sarana prasarana
untuk Wisata Bahari

12

Terselenggaranya
penatausahaan
Direktorat JK yang
tepat waktu

Persentase penatausahaan
Direktorat JK yang tepat
waktu (%)

100

100

100

100

6. Roadmap Jasa Kelautan 20162019

Lanjutan

lanjutan

7. KEWENANGAN MENTERI KP
LINTAS PROVINSI
KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
(KSN)
KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
TERTENTU (KSNT)
KAWASAN KONSERVASI NASIONAL

8. PERAN PEMERINTAH DAERAH YANG DIHARAPKAN

Perda Rencana Zonasi Propinsi


Identifikasi Jasa Kelautan
Menyusun rencana detail Jasa Kelautan
Mendidentifikasi bangunan pantai dan lepas
pantai, pipa dan kabel bawah laut, BMKT,
(lokasi, peta), kondisi fisik, status pengelolaan
(institusi yang mengelola)

9. MANFAAT BAGI PEMERINTAH


DAERAH

Dapat mendorong terciptanya


kesempatan kerja melalui pengembangan
industri kelautan
Mengembangkan sosial ekonomi
Meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat lokal
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dengan menghasilkan devisa untuk
negara melalui pendapatan pajak dan
investasi baru
Diversifikasi perekonomian setempat
Menjamin kelestarian sumber daya pesisir
dan pulau-pulau kecil

7. KEWENANGAN PUSAT DAN DAERAH

21

Kondisi Regulasi Pemanfaatan Jasa Kelautan Saat Ini


N
o

Kegiat
an

1 BMKT

Mandat

Jenis Izin

Kewenangan
Pusat

UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir


dan Pulau-pulau Kecil Jo UU No 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU No. 27/2007 (RPP Perizinan Lokasi)

Izin lokasi dan pengelolaan

Izin Lokasi setelah dari


rekomendasi Gubenur

PP 75/2015

PNBP

1. Izin Lokasi Pengangkatan


BMKT Baru, Rp. 1M/lokasi
2. Izin Lokasi Pengangkatan
BMKT Rp. 42.325.000
Perpanjangan
3. Izin Pengelolaan
Pengangkatan BMKT Baru Rp.
111.800.000+E
4. Izin Pengelolaan
Pengangkatan
Perpanjangan Rp.
95.800.000/Lokasi

UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya

Kriteria benda cakar


budaya

Prop
Izin lokasi
Setelah
mendapat
rekomendas
i dari
Menteri

Keppres No. 19 tahun 2007 Jo. Keppres No. 12 Tahun


2009 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan
Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal
Tenggelam

2 Air Laut
Non
Energi

Keppres No. 25 tahun 1992 tentang Pembagian Hasil


Pengangkatan BMKT

Pembagian hasil
pengangkatan BMKT

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan selaku


Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan
Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam
Nomor 39 Tahun 2000 tentang Kententuan Teknis
Peizinan Survei dan Perizinan Pengangkatan BMKT.

Teknis perizinan survey


dan pengangkatan BMKT

benda berharga di luar wil


kewenangan daerah

benda
berharga di
wil
kewenanga
n Propinsi

UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir


dan Pulau-pulau Kecil Jo UU No 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU No. 27/2007 (RPP Perizinan Lokasi)

Izin lokasi dan pengelolaan

Izin Lokasi setelah dari


rekomendasi Gubenur

Izin lokasi
Setelah
mendapata
rekomendas
i dari
Menteri

**Sesuai dengan kewenangan berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah


Daerah

Kab/Kot
a

Kondisi Regulasi Pemanfaatan Jasa Kelautan Saat Ini


No Kegiata
Mandat
Jenis Izin
n

Wisata
Bahari

Kewenangan

Pusat

PP 75/2014

PNBP

Izin Lokasi Rp. 123.595.000,- ; Perpanjangan


Izin Lokasi Rp 60.000.000,- ;Izin Pengelolaan
Rp. 7 % x Nilai Investasi

UU No. 27/2007 tentang


Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil Jo UU
No 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU No.
27/2007 (RPP Perizinan
Lokasi)

Izin lokasi dan


pengelolaan

Izin Lokasi setelah dari rekomendasi Gubenur


**

PP 75/2015

PNBP

Izin Lokasi
a. Kategori Lokasi yang Masuk
dalam Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Nasional
(RIPPARNAS) Rp. 30.000.000,b. Kategori Lokasi di luar (RIPPARNAS) Rp.
15.000.000,Perpanjangan Izin Lokasi
a. Kategori Lokasi yang Masuk dalam
(RIPPARNAS) Rp. 5.000.000,b. Kategori Lokasi diluar (RIPPARNAS) Rp.
7.500.000,Izin Pengelolaan Rp. 10 % x Nilai Investasi

PP No. 63 Tahun 2014 tntg


Pengawasan dan
Pengendalian
Kepariwisataan
PP No. 105/2015 tntg
Kunjungan Kapal Wisata
(Yacht) Asing Ke Indonesia

Pengawasan kegiatan kepariwisataan

Kunjungan
kapal wisata

**Sesuai dengan kewenangan berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah


Daerah

Propin
si

Kab/
Kota

Izin
lokasi
Setelah
mendapa
ta
rekomen
dasi dari
Menteri
**

SDA

SDA

Kondisi Regulasi Pemanfaatan Jasa Kelautan Saat Ini


No

Kegiatan

Bangunan
Laut

Mandat

Jenis Izin

Kewenangan
Pusat

Propinsi

UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Jo UU No 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU No. 27/2007 (RPP
Perizinan Lokasi)

Izin lokasi dan


pengelolaan

Izin Lokasi
setelah
dari
rekomend
asi
Gubenur

Izin lokasi
Setelah
mendapata
rekomenda
si dari
Menteri

Permen Hub No. 68 Tahun 2011 tntg


Alur Pelayaran di Laut

Pembangunan,
pemindahan
dan
pembongkaran
bangunan/instal
asi laut

Izin
penempat
an
anjungan

-Izin
pemanfaatn

UU No. 17 Tahun 2008 tentang


Pelayaran

Penetapa
n alur
pelayaran

PP No. 5 Tahun 2010 tntg


Kenavigasian
PP No. 17 tahun 1974 tentang
Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi
dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi
di Daerah Lepas Pantai
Permen LH No. 5 tahun 2012 tentang
Jenis Rencana Usaha Dan/Atau
Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

AMDAL

**Sesuai dengan kewenangan berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah

ruang
-Rekomend
Gubernur

Kab/Ko
ta

KONDISI REGULASI PEMANFAATAN JASA KELAUTAN SAAT


INI
No

Kegiatan

Mandat

Jenis Izin

Kewenangan
Pusat

Instalasi/ Pipa
dan Kabel Bawah
Laut

UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah


Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Jo UU No 1 Tahun
2014 tentang Perubahan atas UU No. 27/2007 (RPP
Perizinan Lokasi)

Izin lokasi dan


pengelolaan

Izin Lokasi
setelah dari
rekomendasi
Gubernur

PP No. 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas


Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Kementerian Kelautan dan Perikanan

PNBP

-Izin Lokasi
Rp
148.595.000,-Izin
Perpanjangan
Lokasi
65.000.000,
-Izin Pengelolaan
7 % x Nilai
Investasi

PP No. 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas


Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Kementerian Perhubungan

PNBP

PP No. 44 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas


Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku
pada Kementerian Lingkungan Hidup

AMDAL

UU 22/2001 ttg Minyak dan Gas Bumi

Penempatan Anjungan dan


Penggelaran Pipa/Kabel
Bawah Laut

UU No. 6/1996 ttg Perairan Indonesia


UU 17/2008 ttg Pelayaran
PP 5/2010 ttg Kenavigasian
PM 71/2013 ttg Salvage dan/atau Pekerjaan Bawah
Air
PM 68/2011 ttg Alur Pelayaran di Laut
**Sesuai dengan kewenangan berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintah
Daerah

Persetujuan Prinsip
Pemasangan Sarana Bantu
Navigasi Pelayaran (SBNP)
dari Dit. Kenavigasian

Izin usaha Rp.


1.000.000,Izin
membangun
Lokasi
Izin Kegiatan
Rp. 500.000

Propinsi
Izin lokasi
Setelah
mendapata
rekomend
dari Menteri

Kab/Ko
ta

KONDISI REGULASI PEMANFAATAN JASA KELAUTAN SAAT INI

No

Kegiatan

Mandat

Jenis Izin

Kewenangan
Pusat

Instalasi/
Pipa dan
Kabel
Bawah
Laut

UU No. 3/2002 ttg Pertahanan


Negara
UU 18/2002 ttg Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan IPTEK
PP 23/1951 ttg Pejabatan
Pejabatan Hidrografi Pelayaran
Sipil Jo. Kepres 164/1960 ttg
Penggabungan Hidrografi
Jawatan Pelayaran Dephub Laut
pada Jawatan Hidrografi AL
Kepmenhan No.
Kep/09/M/VI/2003 ttg
Pengamanan Survei dan
Pemetaan Wilayah Nasional

Security
Clearance

Secu
Clear
dari
Ment.
Han
Kam

UU 36/1999 ttg Telekomunikasi

Penyelenggaraa
n
Telekomunikasi

Izin
pengg
elaran
*

*Izin lokasi tidak dapat diberikan pada zona inti kawasan konservasi, alur laut,
Kawasan pelabuhan dan pantai umum (RPP Izin Lokasi)

Prop

Kab/Kot
a

AIR LAUT
NON ENERGI
DAN BMKT

Feb 2016

S/d Desember 2016

Perpanjangan
Moratorium

(Telah terbit rekomendasi dari PANNAS)

n
pa

Gudang
Swasta

m
rsi
Te

274 ribu keping


(Pengangkatan tahun 1990
2010) (98% Keramik, 2% non
Keramik.
- 0.2% didistribusikan ke
Museum untuk display
dan bahan ajar
- 0.1% Koleksi Negara
(BMN)

1.Rapat Pleno
PANNAS BMKT (26
Feb)
2.Penerbitan Permen
Perpanjangan
(Sebelum 29 Feb)
3.Penyelesaian isu
pengangkatan
sebelum
moratorium.

31
%

69
%

Gudang
Pemerinta
h

1.Menyusun Perubahan
Peraturan keanggotaan
PANNAS (Keppres 19/2007
Jo. Keppress No.12/2009
2.Sinkronisasi Peraturan, a.l
UU No.1/2014, UU
No.32/2014 dan UU No.
11/2010-RPP Cagar
Budaya.
3.Integrasi pengawasan
lokasi potensi BMKT
dengan AL.
4.Inisiasi dan kerjasama
BMKT (Dishidros,
Universitas, BUMN dan
Kemendes)
5.Perbaikan warehouse,
pemindahan dari gudang
swasta ke Cileungsi, dan
penataan koleksi

Cileungsi
54
54 %
%

Negara
Negara
36
36 %
%

Milik
Milik Pemerintah
Pemerintah // Aset
Aset
Masih
Masih ada
ada hak
hak

PEMBAGIAN KEWENANGAN
Sesuai dengan KepmenKP No. 39 Tahun 2000 tentang Ketentuan
Teknis Perizinan Survei dan Perizinan Pengangkatan BMKT, Pasal 8
(6) bahwa Panitia Nasional selambat-lambatnya dalam waktu 7
hari kerja menyampaikan rekomendasi kepada Pejabat Berwenang,
yaitu:

1.

Menteri Kelautan dan Perikanan, sepanjang


menyangkut benda berharga di luar wilayah
kewenangan daerah;

2.

Gubernur, sepanjang menyangkut benda berharga di


wilayah kewenangan Provinsi;

3.

Bupati/Walikota, sepanjang menyangkut benda


berharga di wilayah kewenangan Kabupaten/Kota.

KEBIJAKAN STRATEGIS
1. MKP menerbitkan Permen No. 28 tahun
2015 tentang Moratorium Perizinan
Survei dan Pengangkatan BMKT.
2. Pengangkatan BMKT kedepan akan
dilaksanakan oleh Pemerintah oleh
karena itu perlu pemetaan potensi BMKT
di wilayah perairan Indonesia.
3. Pemanfaatan BMKT harus berorientasi
pada peningkatan wawasan bahari dan
penguatan jati diri sebagai negara
maritim.
4. Penguatan kelembagaan pengelola BMKT
harus diprioritaskan

BANGUNAN
LAUT

Kondisi/Status Bangunan Laut


Saat Ini

Erosi pantai akibat pola angkutan


terganggu akibat bangunan pantai :

sedimen

Salah satu bentuk morfologi pantai akibat tertahan oleh struktur jeti yang
menghalangi angkutan sedimen menyusur pantai. Hal ini menyebabkan
deposisi di updrift jeti dan erosi di downdrift jeti, belum memperhatikan aspek
lingkungan

37

21
176
325

29

Regulasi terkait Bangunan Laut


No
.

Aspek

Jenis Regulasi

Keterangan

Kelestarian
sumber daya
pesisir dan
pulau-pulau
kecil dan
teknis

UU No. 32 tahun
2014 tentang
Kelautan, Pasal 32

Pengaturan lebih lanjut dalam


Peraturan Pemerintah terkait
kriteria, persyaratan, dan
mekanisme pendirian dan/atau
penempatan bangunan di laut

Keselamatan
Pelayaran

PP No. 5 tahun
2010 tentang
Kenavigasian

Mengatur tentang Bangunan


atau Instalasi di perairan terkait
keselamatan pelayaran

Mitigasi
Bencana

PP No. 64 tahun
2010 tentang
Mitigasi Bencana di
Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil

Mengatur tentang upaya


struktur dan upaya non struktur
dalam upaya mitigasi bencana
di wilayah pesisir, termasuk
bencana erosi pantai.

Reklamasi

Peraturan Presiden
No. 122 tahun 2012
tentang Reklamasi
di Wilayah Pesisir

Mengatur tentang Perencanaan


dan Pelaksanaan reklamasi di
wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.

Regulasi terkait Bangunan Laut

lanjutan

No
.

Aspek

Jenis Regulasi

Keterangan

Lingkungan
Hidup

PerMenLH No. 05/2012


tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan Amdal

Beberapa Jenis Rencana Usaha


dan/Kegiatan Terkait dengan
Bangunan dan Infrastuktur
Pantai Yang Wajib Memiliki Amdal
:
Penahan gelombang (talud)
dan/atau pemecah
gelombang (breakwater),
panjang 200 meter
Pembangunan pengaman
pantai dan perbaikan muara
sungai. Jarak dihitung tegak
lurus pantai 500 meter

Pengamana Permen PU No.


09/PRT/M/2010 tentang
n Pantai

Pedoman Pengamanan
Pantai, Pedoman
Pelaksanaan Konstruksi
Bangunan Pengaman Pantai
(SE PU No. 07/SE/M/2010),
Pedoman Penilaian

Mengatur tahapan kegiatan


perencanaan, pelaksanaan,
operasi dan pemeliharaan
bangunan, pengelolaan barang
milik negara/barang milik daerah
berupa bangunan pengamanan
pantai, pembiayaan bangunan
pengaman pantai, dan peran

Regulasi terkait Bangunan Laut


No
.

Aspek

Pengelola
an Garis
Pantai

Jenis Regulasi

lanjutan

Keterangan

Pedoman Penyusunan Tinjauan umum


Rencana Pengelolaan
pengelolaan garis
Garis Pantai (KKP,
pantai, permasalahan
2004)
dan kerusakan pantai
dan muara di Indonesia,
faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam
pengelolaan garis pantai
serta prosedur
penyusunan
perencanaan
pengelolaan garis
pantai.
Konsep coastal cell
dalam pengelolaan garis
pantai.

INSTANSI TERKAIT
PENATAAN BANGUNAN
INI

DALAM
LAUT SAAT

PIPA DAN
KABEL
BAWAH LAUT

Kondisi Umum Pipa Bawah


Laut
Pipa Bawah Laut untuk keperluan pengembangan sumber daya hidrokarbondi lepas pantai,
termasuk pipa transportasiuntuk ekspor, pipa penyalur untukmengangkut produksi dari suatu
platformke pipa ekspor, pipa pengalir untuk air bersihatau injeksi bahan kimia, pipapengalir
untuk mengangkut produksiantar platform, subsea manifolds dansatellite well (sumur-sumur
satelit),pipeline bundles (Soegiono, 2007).

Diamater pipa 6 40 (20-100 cm) panjang saat instalasi rata-rata. Bekerja 24 jam
sehari, 365 hari dalam setahun selama umur pipa ( sampai 30 tahun atau bahkan lebih)
Pipa bawah laut Indonesia ( 2014) untuk :
Penyalur Minyak Bumi (13.752,5 km), Air Bersih (20 lokasi : 2 10 km perlokasi ),
Tailing ( perusahan pertambangan besar)

Secara umum memiliki dampak yang cukup luas terhadap kondisi pesisir dan laut,
perikanan bahkan manusia baik pada saat aktivitas instalasi pemasangan
/pembangunan, operasional (kebocoran), akhir operasional (pipa terbengkalai)

Kejadian kebocoran pipa bawah laut banyak yang kurang optimal tertangani,
menyebabkan kerugian besar terhadap laut, ekosistem, ikan serta manusia

Status Kabel Bawah Laut Saat


Ini

INSTANSI TERKAIT DALAM PERIZINAN PIPA DAN


KABEL BAWAH LAUT SAAT INI

ASPEK KEBIJAKAN
KABEL / PIPA BAWAH
LAUT

Subsea Pipelines in
Indonesia

Subsea Cables in Indonesia

REGULASI

UU

Penataan Bangunan dan Instalasi Laut


UU 32/2014
ttg Kelautan

Output

Permen

Perpre
s

PP

1
RPP ttg Bangunan
dan Instalasi
(Pipa/Kabel) Laut

UU 1/2014 ttg
Perubahan atas
UU 27/2007 ttg
Pengelolaan WP3K
RPP Izin Lokasi dan Izin
Pengelolaan di WP3K
(Harmonisasi
Kemenkumham)

2
R. Permen KP ttg persyaratan
teknis, administratif dan
operasional bangunan dan
instalasi laut

Izin lokasi dan izin


pengelolaan

1 RPP
2R
Permen
PP 75/2015 ttg
PNBP yg
berlaku di KKP

3
R. Permen KP ttg
Mekanisme Pelaksanaan
PNBP lingkup Ditjen PRL

PNBP lingkup Ditjen


PRL

RENCANA AKSI
Penataan Bangunan Laut dan Pipa/Kabel Bawah Laut TA 2016
[B03]

Koordinasi

[B06]

Identifikasi
Pembentukan Tim
KKP

ITB
UNPAD FGD
ITS
IPB
UGM
UNAND
HAPPI
AKSLI
HATHI, ISI
ISKINDO

PT

Kemenko maritim
K. Per-hubungan
FGD K/L
K. ESDM
Kemenhan
Dishidros
K. Kominfo
KLHK
K. PU-Pera
Kemenlu
Bakamla
dll

[B12]

[B09]
Pembahasan NA
antar K/L
Konsultasi Publik

Pembentukan Tim
Lintas K/L

Uji Petik di
Daerah

Lokakarya
Nasional
Pembahasan
RPP antar K/L

Harmonisasi
RPP

Intern KKP Meeting


Uji Petik di Daerah

UKURAN KEBERHASILAN
Tersusunnya Naskah Akademik/RPP ttg
Bangunan dan Instalasi (Pipa/Kabel) di Laut yg
berisi Kriteria, Persyaratan dan Mekanisme
Pendirian dan/atau Penempatan Bangunan dan
Instalasi di Laut

UU 32/2014 ttg
Kelautan
Pasal 32 ayat (5)

Tersusunnya Draft Permen KP ttg


persyaratan teknis, administrative dan
operasional untuk mendapatakan izin
pengelolaan
RPP Izin Lokasi dan Izin
Pengelolaan di WP3K

UU No. 1/2014 ttg Perubahan


atas UU 27/2007 ttg Pengelolaan
WP3K

Tersusunnya Draft Permen KP ttg


Mekanisme Pelaksanaan PNBP
lingkup Ditjen PRL

PP 75/2015 ttg
PNBP yg berlaku di
KKP

WISATA
BAHARI

WISATA BAHARI
Gorontal
o

MASTERPLA
N
&
DED

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Manokwari
Gorontalo
Bitung
Morotai
Kep. Seribu
Wakatobi
Padaido
Karimun Jawa
Labuhan Bajo

Manokw
ari

Bitung

Wisata Bahari Minat


Khusus
Berbasis Masyarakat

2016
(Manokwari, Gorontalo,
Masterplan (Bitung)
6 Lok) dan DED (3 Lok)
1,34 M
Kios wisata / Pondok Informasi 3 M
Jetty Apung 1,35 M
Peralatan selam 1,44 M
Mooring Buoy 690 Juta
Glass bottom Boat 1,08 M
Rubber Boat 150 Juta
Capacity Building Pengelola 212 Juta
Operasional Pendukung 1,254.6 M

Total anggaran

2017
Morotai
Kep. Seribu
Wakatobi
Padaido
Karimun Jawa
Labuhan Bajo

PENDEKATAN WISATA BAHARI

KONDISI SAAT INI

Comanagemen
t;

CoOwnership

Pemanfaatan Potensi
SDA dan Jasa
kelautan belum
mempertimbangkan
kepentingan
masyarakat, kearifan
lokal dan kawasan
konservasi perairan

1. Pengakuan
keberadaan
masyarakat
setempat
2. Dukungan
pemerintah
daerah

1. Pemerintah daerah
dan Pusat
2. Berbasis
Masyarakat
3. Dunia Usaha

Coresponsibilit
y
1. Keberlanjutan
lingkungan
2. Keberlanjutan
usaha
3. Kesejahteraan

KONDISI
DIHARAPKAN
Keberlanjutan
wisata bahari
berbasis potensi
lokal

STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA BAHARI


COMPERATIVE STRATEGY
1 Mempunyai Keunikan daya

tarik wisata
2 Tersedianya Regulasi

COMPETITIVE STRATEGY
1 Kemudahan dan menciptakan iklim
berusaha
2 Kemudahan Perijinan lokasi dan
pengelolaan
3 Fasilitasi sarana dan Prasarana yang
memadai
4 Penyiapan sumberdaya manusia

COOPERATIVE STRATEGY

1 Kemitraan
2 Peran serta dan Kelembagaan
Masyarakat

TAHAPAN
I
Penentuan Lokasi

II

III

IV

Kebutuhan Saran dan


prasarana
( Masterplan dan
DED)

Pembangunan
Infrastruktur dan
Fasilitas Pendukung

Kemitraan

Tata Kelola dan Daya


Tarik WIsata
49

WISATA BAHARI
Marine Tourism include those recreational activities that involve travel away from ones place
of residence and which have their host or focus the marine environment (where the marine
environment is defined as those waters which are saline and tide - affected). (Orams, 1999);
atau dapat didefiniskan sebagai :
Kegiatan rekreasi yang melibatkan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain dan
memiliki fokus pada lingkungan bahari (lingkungan bahari didefinisikan sebagai
lingkungan perairan laut yang bersifat garam dan dicirikan dengan adanya karakter
dan pengaruh gelombang.)
Definisi lain:
Marine Tourism is tourism activities that take place in coastal and marine setting The Coast
generally starts at the point of land where the high tide reaches and runs to the edge of the
continental shelf under the water, marine setting can include oceans and large inland lakes
(TIES)
Di Indonesia, Wisata Bahari juga dikembangkan dengan fokus pada pesisir dan
pulau-pulau kecil dimana hal ini tertuang didalam Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil (kurang dari 10,000 km 2 dan jumlah penduduk
kurang/sama dengan 200,000 jiwa)

EKOWISATA
Ekowisata menurut The Ecotourism Society (1990)
:
Suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggungjawab
ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan melestarikan
kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat

Penyelenggaraan ekowisata pada dasarnya dilakukan


dengan kesederhanaan, memelihara keaslian alam dan
lingkungan, memelihara keaslian adat istiadat,
kebiasaan hidup atau the way of life, menjaga
kelestarian flora dan fauna, serta melestarikan
lingkungan hidup

EKOWISATA BAHARI
Untuk kawasan pesisir, pemanfaatan ekowisata dikenal dengan
Ekowisata Bahari
Marine Ecotourism atau Ekowisata Bahari merupakan ekowisata atau
kegiatan wisata yang berbasis lingkungan yang dilakukan di
daerah pesisir dan laut.
Di Indonesia wisata bahari juga memperhitungkan jasa lingkungan dan
keterkaitannya dengan pengelolaan pulau-pulau kecil

PERBEDAAN EKOWISATA BAHARI DAN WISATA


BAHARI

Ekowisata Bahari
Bersifat terbatas dengan mengedepankan unsur perlindungan
lingkungan, partisipati masyarakat dan keberlanjutan.
Memiliki aturan-aturan terkait dalam pemanfaatannya.
Memiliki nilai edukasi yang tinggi
Memiliki nilai (value) yang lebih tinggi dibandingkan marine tourism
biasa.
Lebih berorientasi pada qualitas dibandingkan kuantitas.
Memiliki dampak kerusakan lingkungan yang rendah
Tuntutan fair business dan CSR kepada pelaku usahanya

Wisata Bahari
Bersifat masal dengan pengaturan yang relatif terbatas
Berfokus pada nilai-nilai kesenangan dan relaksasi
Memiliki dampak kerusakan lingkungan dan tingkat polusi yang relatif
lebih tinggi
Tingkat repeating customer yang rendah

ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WISATA BAHARI

10

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


Mandat
PP No. 75 Tahun 2015
tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak
yang berlaku pada
Kementerian Kelautan
dan Perikanan

Instansi

Jenis
Kegiatan Pemasangan Pipa Bawah Laut
a. Izin Lokasi
b. Perpanjangan Izin Lokasi
c. Izin Pengelolaan

Kegiatan Pemasangan Pipa Kabel Laut


a. Izin Lokasi
b. Perpanjangan Izin Lokasi
c. Izin Pengelolaan

PP No. 11 Tahun 2015


tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak
yang berlaku pada
Kementerian
Perhubungan
PP No. 44 Tahun 2014
tentang Jenis dan Tarif
atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak
yang Berlaku pada
Kementerian Lingkungan
Hidup

Izin Usaha
Izin Membangun
Izin Kegiatan

Tarif
a. Rp.
148,595,000.00
b. Rp.
65,000,000.00
c. Rp.
7% x Nilai
Investasi
a. Rp.
128,595,000.00
b. Rp.
65,000,000.00
c. Rp.
7% x Nilai
Investasi
Rp
1,000,000.00
Rp
1,000,000.00
Rp
500,000.00

Penilaian mengenai analisis dampak lingkungan


Rp
(AMDAL)
7,000,000.00
Izin Lingkungan
1. Surat Persetujuan Kerangka Acuan
1. Rp.
2. Surat keputusan kelayakan lingkungan hidup dan 1,870,000.00
izin lingkungan
2. Rp.
3. Rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan
2,250,000.00
hidup (UKL-UPL) dan izin lingkungan
3. Rp.
1,210,000.00

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai