Anda di halaman 1dari 68

PERADABAN ISLAM

Dinasti
Fatimmiyah Dan Mamluk

Anggota :
Rahul
Gianda
Rizki

Dosen : Nurul Fakriah,

LATAR
BELAKANG

DINASTI FATIMMIYAH
(909-1171M)

Loyalitas terhadap Ali bin Abi


Thalib adalah isu terpenting bagi
komunitas
Syiah
untuk
mengembangkan
konsep
Islamnya, melebihi isu hukum dan
mistisme. Pada abad ke-VII dan keVIII M, isu tersebut mengarah
kepada gerakan politis dalam
bentuk
perlawanan
kepada
Khalifah Umayyah dan Abbasiyah.
Meski Abbasiyah mampu berkuasa
dalam tempo yang begitu lama,
akan tetapi periode keemasannya
hanya
berlangsung
singkat.
Puncak kemerosotan kekuasaan
khalifah-khalifah
Abbasiyah
ditandai
dengan
berdirinya
khilafah-khilafah
kecil
yang

Khilafah-khilafah
yang
memisahkan diri itu, salah
satu di antaranya adalah
Fatimiyyah yang berasal dari
golongan
Syiah
sekte
Isma`iliyah, yakni sebuah
aliran sekte di Syiah yang
lahir
akibat
perselisihan
tentang pengganti Imam
Jafar al-Shadiq yang hidup
antara tahun 700-756 M.
Fatimiyyah hadir sebagai
tandingan bagi penguasa
Abbasiyah yang berpusat di
Baghdad
yang
tidak
mengakui
kekhalifahan
Fatimiyah sebagai keturunan
Rasulullah dari Fatimah serta

SEJARAH

Dinasti
Fatimiyah
atau
disebut
juga
alFathimiyyunadalah satu-satunya dinasti Syiah dalam
Islam yang penamaannya dinisbatkan kepada Fatimah
al-Zahra, putri nabi Muhammad Saw. Kebangkitan
dinasti ini berasal dari suatu tempat yang kini dikenal
sebagai Tunisia (Ifriqiyyah). Kemunculan dinasti ini
seperti yang dikatakan JJ. Sounders yang dikutip oleh
Catur Prasetyo adalah diakibatkan oleh tuntutan
Imamah sebagai Khalifah atau pengganti Rasulullah
setelah wafat. Lebih jauh ia mengatakan gerakan Syiah
tersebut merupakan sebuah protes politik terhadap
penguasa dan sebagai tandingan bagi penguasa dunia
Islam pada saat itu yang terpusat di Baghdad. Protes
politik tersebut dilakukan dengan jalan konfrontasi,
sehingga para penguasa (Muawiyah dan Abbasiyah)
tidak ragu-ragu membunuh keluarga Ahl al-Bayt dan
mengintimidasi para pengikutnya.

Fatimiyyah adalah dinasti Syiah yang dipimpin oleh 14 Khilafah


atau Imam di Afrika Utara (9091171). Dinasti ini dibangun
berdasarkan konsep Syiah keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah
(anak Nabi Muhammad saw). Kata fatimiyah dinisbatkan kepada
Fatimah, karena pengikutnya mengambil silsilah keturunan dari
Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Dinasti Fatimiyyah juga disebut
dengan Daulah Ubaidiyah yang dinisbatkan kepada pendiri dinasti
yaitu Abu Muhammad Ubaidillah al Mahdi (297H-322H). Orang-orang
Fatimiyyah juga disebut sebagai kaum Alawy, karena dihubungkan
dengan keturunan Ali bin Abi Talib.
Sekte Syiah ini menisbatkan dirinya kepada Imamiyah dan
menyetujui penetapan ke enam para Imam yang pertama dari
dua belas Imam. Menurut mereka, sesudah kematian Jafar alShadiq (Imam ke enam), Imamah tidaklah berpindah kepada
putranya yang bernama Musa al-Kazim, akan tetapi berpindah
kepada puteranya yang lain yakni Ismail. Karena itulah mereka
disebut dengan sekte Syiah Ismailiyah. Namun para Imam yang
mereka yakini dari garis keturunan Ismail tersebut tidak pernah
muncul,
justru
yang
muncul
hanyalah
juru
dakwah
(propagandis/misionaris). Oleh karena itu, para Imam tersebut
dinamakan al-Aimmah al-Masturun. Para Imam Ismailiyah baru
akan muncul kembali setelah keadaan mereka bertambah kuat di
Afrika utara pada tahun 297 H./909 M.

Seperti dikatakan oleh Syalabi, Syiah


Isma`iliyyah tidak menampakkan gerakannya
secara jelas hingga muncullah Abdullah Ibn
Maymun yang membentuk Syiah Ismailiyyah
sebagai sebuah sistem gerakan politik
keagamaan. Hal ini merupakan ekses dari
dari
kekecewaan
golongan
Ismailiyah
terhadap Bani Abbas atas kerjasamanya
merebut kekuasaan Bani Umayyah. Setelah
perjuangan
berhasil,
dan
Bani
Abbas
berkuasa, sedikit demi sedikit mereka
disingkirkan

Melihat kenyataan politik yang tidak


pernah menguntungkan, kelompok Syiah
yang dipimpin oleh Abdullaah ibn Maymun
merubah gerakannya sebagai sebuah sistem
gerakan politik keagamaan, dimana semula
Ismailiyah tidak pernah menampakkan
sebagai gerakan yang jelas. Ia berjuang
mengorganisir propaganda Syiah Ismailiyyah
dengan tujuan menegakkan kekuasaan
Fatimiyyah. Secara rahasia ia mengirimkan
misionari ke segala penjuru wilayah muslim
untuk
menyebarkan
ajaran
Syiah
Ismailiyyah. Kegiatan ini menjadi latar
belakang berdirinya dinasti Fathimiyah di
Afrika yang nantinya berpindah ke Mesir.

Sebelum kematian Abdullah Ibn Maymun pada tahun


874 M., ia menunjuk pengikutnya yang paling bersema
ngat yakni Abu Abdullah al-Husayn sebagai pimpinan
gerakan Syiah Ismailiyah. la adalah orang Yaman dan
sampai dengan abad kesembilan ia mengklaim sebagai
gerakan wakil al Mahdi. Ia menyeberang ke Afrika Utara,
dan berkat propagandanya, ia berhasil menarik
simpatisan suku Barbar, khususnya dari kalangan suku
Khitamah. Pada saat itu penguasa Afrika Utara, Ibrahim
ibn Muhammad, berusaha menekan gerakan Ismailiyah
ini, namun usahanya sia-sia. Ziyadatullah, putra dan
sekaligus pengganti Ibrahim ibn Muhammad tidak
berhasil menekan gerakan ini.

Setelah berhasil menegakkan pengaruhnya di Afrika


Utara, Abu Abdullah al-Husayn menulis surat kepada
Imam Ismailiyyah yaitu Said Ibn Husayn al-Salamah agar
menggantikan
kedudukannya
sebagai
pemimpin
tertinggi gerakan Ismailiyah. Said mengabulkan
undangan tersebut, dan ia memproklamirkan dirinya
sebagai putra Muhammad al-Habib, seorang cucu Imam
Ismail. Setelah berhasil merebut kekuatan Ziyadatullah,
ia juga memproklamirkan dirinya sebagai pimpinan
tertinggi gerakan Ismailiyyah. Selanjutnya gerakan ini
berhasil menduduki Tunis, pusat pemerintahan dinasti
Aghlabi, pada tahun 909 M., dan sekaligus mengusir
penguasa Aghlabi yang terakhir, yakni Ziyadatullah.
Said kemudian kembali memproklamirkandiri sebagai
imam dengan gelar Ubaydullah al-Mahdi. Dengan
demikian terbentuklah pemerintahan dinasti Fatimiyyah
di Afrika Utara dengan al-Mahdi sebagai khalifah
pertamanya.

Sedangkan menurut Dr. Aiman Fuad Rasyid dalam


bukunya Daulah Fatimiyah fil Misr mengatakan,
setelah meninggalnya Imam Jafar As-Shadiq, anggota
sekte Syiah Ismailiyah berselisih pendapat mengenai
sosok pengganti sang imam. Ismail, putra Jafar yang
ditunjuk secara nash sebagai penggantinya, telah
meninggal terlebih dahulu pada saat bapaknya masih
hidup. Pada saat yang sama, mayoritas pengikut
Ismailiyah menolak penunjukan Muhammad yang
merupakan putra Ismail. Padahal, menurut mereka,
terdapat sosok Musa Al-Kadzhim yang dinilai lebih
pantas memegang tampuk kepemimpinan. Maka
berdasarkan kesepakatan, diangkatlah Musa AlKhazim sebagai imam mereka, manggantikan
bapaknya sendiri

Sekte Ismailiyah ini pada awalnya tetap tidak jelas


keberadaannya, sehingga datanglah Abdullah ibn
Maimun yang kemudian memberi bentuk terhadap
sistem agama dan politik Ismailiyah ini. Menurut Van
Grunibaum, pada tahun 860 M kelompok ini pindah ke
daerah Salamiya di Syiria dan di sinilah mereka
membuat
suatu
kekuatan
dengan
membuat
pergerakan propaganda dengan tokohnya Said ibn
Husein. Mereka secara rahasia menyusupkan utusanutusan ke berbagai daerah Muslim, terutama Afrika
dan Mesir untuk menyebarkan Ismailiyat kepada
rakyat. Dengan cara inilah mereka membuat landasan
pertama bagi munculnya Dinasti Fatimiyah di Afrika
dan Mesir

Pada tahun 874 M muncullah seorang pendukung


kuat dari Yaman bernama Abu Abdullah al-Husein
yang kemudian menyatakan dirinya sebagai pelopor
al mahdi. Abdullah al-Husein kemudian pergi ke Afrika
Utara, dan karena pidatonya yang sangat baik dan
berapi-api ia berhasil mendapatkan dukungan dari
suku Barbar Ketama. Selain itu, ia mendapat
dukungan dari seorang Gubernur Ifrikiyah yang
bernama Zirid. Philip K Haiti menyebutkan bahwa
setelah mendapatkan kekuatan yang diandalkan ia
menulis surat kepada Imam Ismailiyat (Said ibn
Husein) untuk datang ke Afrika Utara, kemudian Said
diangkat menjadi pemimpin pergerakan.

Pada tahun 909 M, Said berhasil mengusir Ziadatullah


seorang penguasa Aghlabid dan memproklamirkan dirinya
sebagai imam pertama dengan gelar Ubaidillah al-Mahdi.
Dengan demikian berdirilah pemerintahan Fatimiyah pertama
di Afrika dan al Mahdi menjadi khalifah pertama dari dinasti
Fatimiyah yang bertempat di Raqpodah daerah al-Qayrawan.
Pada tahun 914 M mereka bergerak kearah Timur dan
berhasil menaklukkan Alexanderia, menguasai Syiria, Malta,
Sardinia, Cosrica, pulau Betrix dan pulau lainnya. Selanjutnya
pada tahun 920 M ia mendirikan kota baru di pantai Tusinia
yang kemudian diberi nama al-Mahdi. Pada tahun 934 M, alMahdi wafat dan digantikan oleh anaknya yang bernama Abu
al-Qosim dengan gelar al-Qoim (934 M/ 323 H). Pada tahun
934 M al-Qoim mampu menaklukkan Genoa dan wilayah
sepanjang Calabria. Pada waktu yang sama ia mengirim
pasukan ke Mesir tetapi tidak berhasil karena sering dijegal
oleh Abu Yazid Makad, seorang khawarij di Mesir. Al-Qoim
meninggal, kemudian digantikan oleh anaknya al-Mansur
yang berhasil menumpas pemberontakan Abu Yazid Makad

Pada tahun 945 M bani Fatimiyyah sudah


berhasil memantapkan diri di Tunisia dan
menguasai beberapa daerah sekelilingnya dan
Sisilia. Kemajuan-kemajuan yang paling penting
terjadi selama pemerintahan al-Muiz adalah ia
mempunyai seorang Jendral yang cemerlang
yaitu Jauhar. Dalam bagian awal pemerintahan,
Jauhar memimpin suatu pasukan penakluk ke
atlentik, dan keunggulan Fatimiyah ditegakkan
atas seluruh Afrika Utara. Kemudian al-Muiz
mengalihkan perhatiannya ke Timur. Jelas tersirat
dalam pendirian bani Fatimiyah bahwa mereka
harus mencoba untuk menguasai pusat dunia
Islam dan dua pendahulunya telah melakukan
perjalanan penaklukan yang tidak berhasil
terhadap Mesir.

Khalifah yang Berkuasa


pada Masa Dinasti
Fatimiyyah
Wilayah
kekuasaan
Fathimiyah
meliputi
Afrika
Utara, Sicilia, dan Syria. Wilayah
ini
sebelumnya
merupakan
wilayah dari Dinasti Bani Abbas,
Dinasti
Bani
Umayyah
di
Spanyol, dan Dinasti Aghlabiyah
di Maroko. Dengan demikian,
wilayah ini sangat luas, dari
Yaman sampai laut Atlantik, Asia
Kecil
dan
Mosul.
Untuk
mengetahui upaya-upaya yang
ditempuh para khalifah dalam
memperluas wilayah politik dan
pemerintahanya.

Berikut para khalifah dinasti


tulisanya Moh. Nurhakim

Fatimiyah disarikan dari

Khalifah-khalifah dinasti Fatimiyyah secara keseluruhan ada empat


belas orang, terdiri dari:
1. Abu Muhammad Abdullah (Ubaydillah) al-Mahdi billah (909 M 934 M).
2. Abul-Qasim Muhammad al-Qa'im bi-Amr Allah bin al-Mahdi Ubaidillah (934
M 946 M).
3. Abu Zahir Isma'il al-Mansur billah (946 M 953 M).
4. Abu Tamim Ma'ad al-Mu'izz li-Dinillah (953 M 975 M).
5. Abu Mansur Nizar al-'Aziz billah (975 M 996 M).
6. Abu 'Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amrullah (996 M- 1021 M).
7. Abu'l-Hasan 'Ali al-Zahir li-I'zaz Dinillah (1021 M - 1036M).
8. Abu Tamim Ma'add al-Mustansir bi-llah (1036 M 1094 M).
9. Al-Musta'li bi-llah (1094 M 1101 M).
10. 10. Al-Amir bi-Ahkamullah (1101 M -1130 M)
11. 'Abd al-Majid al-Hafiz (1130 M -1149 M).
12. 12. al-Zafir (1149 M 1154 M).
13. 13. al-Fa'iz (1154 M 1160 M).
14. 14. al-'Adid (1160 M 1171M).

ajuan dan kejayaan peradaban dinasti fatimmiyah


Sejak awal pemerintahan, Al-Mahdi sudah berusaha
menaklukkan Mesir, ia melakukan ekspansi tersebut sampai
tiga kali yaitu pada tahun 913 M/301 H, 919 M./307 H. dan
tahun 933 M./321 H yang dipinpin oleh putranya Abu al-Qasim
tetapi tidak pernah berhasil. Menurut Hasan Ibrahim, ekspansi
tersebut didorong beberapa faktor antara lain adalah:
1. Faktor Ekonomi: yaitu keadaan alam Mesir yang agraris
dan subur serta kaya dengan beberapa penghasilan dan
kerajinan.
2. Faktor Geografis: letak Mesir yang strategis, jauh dari pusat
pemerintahan daulah Abbasiyah di Baghdad, berada di
tengah-tengah timur dan barat, dekat dengan Syam, Palestina
dan Hijaz yang merupakan daerah-daerah yang subur dan
potensial.
3. Faktor Politis: Dinasti Fatimiyah mendapat sambutan yang
simpatik dari rakyat Mesir

Sumbangan
Dinasti
Fatimiyah
terhadap
peradaban Islam sangat
besar sekali, baik dalam
sistem
pemerintahan
maupun
dalam
bidang
keilmuan. Kemajuan yang
terlihat
di
antaranya
sebagai berkut:

1. Bidang
Keagamaan/Theologi

Dalam urusan keagamaan, disusun


lembaga dakwah yang dipimpin
oleh kepala dakwah yang sangat
tendensius
untuk
kepentingan
politik Syiah. Lembaga ini dalam
struktur
pemerintahan
bertanggung
jawab
langsung
kepada khalifah dengan tugas
menyebarkan
faham
Syiah
Ismailiyyah ke berbagai wilayah
kekuasaan Dinasti Fatimiyah serta
menyusun materi pelajaran pada
lembaga-lembaga
pendidikan
melalui
kurikulum-kurikulum
yangditetapkan
oleh
dinasti
tersebut.
Sedangkan
di
luar
kekuasaan
Dinasti
Fatimiyah,
dakwah ini dilakukan melalui
hubungan dagang yang dibangun
di daerah-daerah belahan timur,
khusunya di samudera Hindia dan
daerah-daerah lain di wilayah

Ketika al-Muiz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini


berkembang empat madzhab fikih; Maliki, Hanafi, SyafiI, dan
Hanbali. Sedangkan al-Muiz menganut faham Syiah. Oleh
karena itu, al-Muiz mengayomi dua kenyataan ini dengan
mengangkat hakim dari kalangan sunni dan syiah. Akan tetapi,
jabatan-jabatan penting diserahkan kepada ulama syiah; dan
sunni hanya menduduki jabatan-jabatan penting rendah.
Pada tahun 379 H, semua jabatan diberbagai bidangpolitik,
agama dan militer dipegang oleh Syiah. Oleh karena itu,
sebagian pejabat Fatimiyyah yang sunni beralih ke Syiah
supaya jabatannya meningkat
Pemerintahan Fatimiyyah ini dapat dimasukkan ke dalam
model pemerintahan yang bersifat keagamaan. Dalam arti
bahwa hubungan-hubungan dengan agama sangat lah kuat,
simbol-simbol keagamaan, khususnya. Dalam hubunganya
dengan keluarga Ali, sangat ditonjolkan dalam mengurus
pemerintahan. Seperti dinyatakan oleh Moh Nurhaki, bahwa
Fatimiyyah membangun masjid-masjid, seperti Al Azhar dan Al
Hakim, dengan menara serta kubahnya yang menjulang
bagaikan ketinggian para Imam, dan mengingatkan terhadap
kota suci Makkah dan Madinah Sebagai suatu cara memuliakan
terhadap khalifah karena kesungguhannya dalam berbakti
kepada Tuhan. Selain itu, menurut Nur Hakim, memuliakan Imam
yang hidup disejajarkan dengan memuliakan kalangan Syuhada
dari keluarga Nabi.

2. Bidang Politik dan Administrasi


Pemerintahan
Keadaan politik pada masa awal pemerintahan Dinasti
Fatimiyyah sampai priode pemerintahan yang ketujuh, masa
pemerintahan al-Zahir, relatif stabil dan tidak ada kejadian
besar, karena para khalifah tersebut masih berkuasa penuh
terhadap pemerintahan, meskipun keputusan politik yang
diambil oleh mereka sering kali merugikan pihak lain yang non
Syiah bahkan non muslim, seperti keputusan politik yang
diambil oleh al-Hakim terhadap orang-orang Yahudi dan Kristen
dengan memaksa mereka memakai jubah hitam dan hanya
dibolehkan menunggangi keledai, lalu al-Hakim mengeluarkan
maklumat untuk menghancurkan seluruh gereja di Mesir dan
menyita tanah serta seluruh harta kekayaan mereka sehingga
mereka merasa kehilangan hak-haknya sebagai warga negara,
sedangkan kepada orang-orang muslim yang menjadi pegawai
kerajaan diwajibkan mengikuti paham Syiah.
Keadaan ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan
politik pada masa pemerintahan al-Aziz yang begitu moderat,
kondusif terhadap perkembangan semua paham dan agama
yang ada di Mesir, meskipun al-Aziz sendiri pernah melarang
pelaksanaan salat tarawih di semua masjid di Mesir, hal itu
disebabkan agar tidak terjadi gejolak sosial antara pengikut
beberapa mazhab dengan pendapat yang berbeda-beda tentang

Kekuasaan Pemerintahan Dinasti Fatimiyyah mencakup wilayah


yang sangat luas sekali meliputi Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut
Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan Hijaz. Bentuk
pemerintahan Dinasti Fatimiyyah adalah bentuk yang dianggap pola
baru dalam sejarah Mesir, karena dalam pelaksanaannya, khalifah
adalah kepala negara yang bersifat temporal dan spritual,
pemecatan pejabat tinggi berada di bawah kontrol kekuasaan
khalifah.
Pada masa pemerintahan Fatimiyah, kepala Negara dipimpin
oleh seorang imam atau khalifah, para imam bagi fatimi
memang sesuatu yang diwajibkan, ini merupakan penerapan
kekuasaan yang turun temurun, mulai dari Nabi Muhammad, Ali
bin Abi Thalib, kemudian selanjutnya di teruskan oleh para
imam. Imamah ini diwariskan dari seorang bapak kepada anak
laki-laki yang paling tua dari keturunan mereka. Dan menjadi
syarat penting yang harus dipenuhi dalam pengangkatan
seorang imam adalah adanya nash atau wasiat khusus dari
imam sebelumnya. Baik wasiat yang di kemukakan di hadapan
umat Islam secara umum, atau hanya diketahui oleh orangorang tertentu sebagian dari mereka saja.

Bentuk
pemerintahan
pada
masa
Fatimiyah
merupakan suatu bentuk
pemerintahan
yang
dianggap sebagai pola
baru dalam sejarah Mesir.
Dalam
pelaksanaannya
Khalifah adalah kepala
yang bersifat temporal
dan spiritual. Pengakatan
dan pemecatan penjabat
tinggi berada di bawah
kontrol
kekuasaan
Khalifah.

Menteri-menteri
Wazir
kekhalifahan dibagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok Militer
dan Sipil. Yang dibidangi oleh
kelompok Militer di antaranya:
urusan tentara, perang, pengawal
rumah tangga khalifah dan semua
permasalahan yang menyangkut
keamanan. Yang termasuk kelompok
Sipil di antaranya:
a. Qadi, yang berfungsi sebagai
hakim dan direktur percetakan uang
b.
Ketua
dakwah,
yang
memimpin Darul Hikmah
c.Inspektur
pasar,
yang
membidangi
bazar,
jalan
dan
pengawasan timbangan
d.Bendaharawan Negara, yang
membidangi Baitul Mal
e.Wakil kepala urusan rumah
tangga Khalifah
f.Qori, yang membaca al-Quran
bagi
Khalifah
kapan
saja

Dalam bidang Kemiliteran dibagi kedalam tiga


kelompok, yaitu:
1. Amir-amir yang terdiri dari para perwira tertinggi dan
para pengawal khalifah.
2.Para perwira istana yang terdiri atas para ahli
(ustadh) dan para kasim.
3. Komando-komando resimen yang masing-masing
menyandang nama berbeda sepertii hafiziyyah,
Juyushiyyah dan sudaniyyah atau yang dinamai
dengan nama khalifah, wazir dan suku. Di luar
jabatan-jabatan istana di atas, terdapat jabatan tingkat
daerah yang meliputi tiga daerah yaitu Mesir, Syiria
dan daerah-daerah di Asia kecil. Khusus daerah Mesir
terdiri dari empat provinsi, yaitu provinsi Mesir bagian
atas, provinsi Mesir wilayah timur, provinsi Mesir
wilayah barat dan wilayah Iksandariyyah, segala
urusan yang berkaitan dengan daerah tersebut
diserahkan kepada penguasa setempat.

3. Bidang Ilmu Pengetahuan dan


Kebudayaan
Dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan kebudayaan, Dinasti
Fatimiyyah dapat dikatakan mengungguli prestasi bani Abbas di
Baghdad dan Bani Umayyah di Spanyol pada saat yang sama.
Prestasi ini bermula dari tradisi yang dirintis oleh khalifah al-Aziz
(ahli sastra), istananya dijadikan pusat kegiatan keilmuan, diskusi
para ulama, fuqaha, qurra, nuhat dan ahli hadis serta para
pejabatnya. Al-Aziz memberi gaji yang besar kepada para
pengajar sehingga banyak ulama yang pindah dari Baghdad ke
Mesir.
Kemajuan keilmuan yang paling fundamental pada masa
Fatimiyah adalah keberhasilannya membangun sebuah lembaga
keilmuan yang disebut Darul Hikam/Darul Hikmah atau Darul
`Ilmi yang dibangun oleh Al Hakim pada tahun 1005 M. Dar alHikmah,berfungsi sebagai pusat studi pada tingkat tinggi, di
dalamnya dilakukan diskusi, penelitian, penulisan dan
penerjemahan, serta pendidikan. Al-Hakim mendirikan Bait Al
Hikmah karena terinspirasi dari lembaga yang sama yang
didirikan oleh Al Makmun di Bahgdad.

Pada masa Al
Muntasir
terdapat
perpustakaan
yang
di
dalamnya berisi
200.000
buku
dan
2.400
Illuminated
AlQuran
ini
merupakan bukti
kontribusi
Dinasti
Fatimiyyah bagi
perkembangan
budaya Islam.

Seorang ilmuan yang paling terkenal


pada masa Fatimiyyah adalah Yakub Ibnu
Killis. Ia berhasil membangun akademiakademi keilmuan yang menghabiskan
ribuan Dinar perbulannya. Pada masanya,
ia berhasil membesarkan seorang ahli
Fisika dan kedokteran bernama Muhammad
Attamimi. Di samping Attamimi ada juga
seorang ahli sejarah dan filsafat yang
bernama Muhammad Ibnu Yusuf Al Kindi
dan Ibnu Salamah Al Qudai serta AnNuman (ahli hukum dan menjabat sebagai
hakim). Sedangkan Ilmu astronomi banyak
dikembangkan oleh seorang astronomis
yaitu Ali Ibnu Yunus kemudian Ali Al Hasan
dan Ibnu Haitami merupakan seorang ahli
fisika dan optik. Pada masa dinasti
Fatimiyyah ini, kurang lebih seratus karya
tentang matematika, astronomi, filsafat
dan kedokteran telah dihasilkan.

Dalam bidang kebudayaan, yang bisa kita saksikan


sampai saat ini adalah beberapa bangunan masjid yang
mencirikan arsitektur khas Islam dengan menampilkan
tiang-tiang khas yang didesain dengan kaligrafi bergaya
kufi serta terdapat pintu-pintu gerbang besar yang
masih bertahan sampai sekarang yaitu: bab zawillah,
bab al-Nasr dan bab al-Futuh dan juga pintu-pintu
gerbang yang sangat besar di Mesir yang dibangun oleh
arsitek-arsitek Edessa dengan rancangan ala Bizantium.
Termasuk produk budaya masa Dinasti Fatimiyah yang
masih bisa kita lihat di museum Arab di Kairo adalah
papan-papan yang diukir beberapa makhluk hidup
seperti rusa yang diserang monster, kelinci yang
diterkam elang dan beberapa pasang burung yang
saling berhadapan, koleksi perunggu yang kebanyakan
berupa cermin dan pedupaan serta patung perunggu
grifin dengan tinggi 40 cm. yang sekarang berada Pisa.

4. Bidang Ekonomi dan


Sosial

Mesir pada masa ini mengalami kemakmuran ekonomi


dan kesejahteraan sosial yang mengungguli Irak dan
daerah-daerah lain dalam dunia Islam masa itu,
diceritakan oleh seorang Persi yang menjadi Propagandis
Ismailiyah, Nasir-i-Khusraw ketika ia berkunjung ke Mesir
pada tahun 1046-1049 H. Bahwa istana khalifah
mempekerjakan 30.000 orang, 12.000 orang di antaranya
adala pelayan dan 1.000 orang pengurus kuda. Hubungan
dagang dengan dunia non-muslim terbina dengan baik,
termasuk dengan India dan negeri Mediterania yang
beragama Kristen serta melakukan hubungan kerja sama
dengan republik Italia, al-Maji, Pisa dan Vinice.

Diceritakan oleh Nasir-i-Khusraw pada masa ketika ia


berkunjung ke Mesir, terdapat tujuh buah perahu berukuran
150 kubik dengan 60 tiang pancang berlabuh di tepi sungai
Nil, terdapat 20.000 toko milik khalifah yang hampir
semuanya dibangun dengan batu bata dengan ketinggian
hingga lima atau enam lantai dan dipenuhi dengan berbagai
pruduk komoditi internasional, jalan-jalan utama diberi atap
dan diterangi lampu serta keamanan dan ketertiban pada
masa itu sangat diperhatikan. Konon, jika ada seorang
pedagang yang curang, ia akan dipertontonkan di atas
sepanjang jalan kota sambil membunyikan lonceng dan
mengakui kesalahannya, toko-toko perhiasan atau tempat
penukaran uang (money changer) tidak pernah dikunci saat
ditinggal pemiliknya.Ini semua menandakan betapa makmur,
aman dan damainya penduduk Mesir ketika itu.

Dari sektor industri dan perdagangan, Mesir tekenal dengan hasil


tenunan, kain sutra, wol dan sebagainya yang diekspor ke Eropa.
Selain textil, dibangun pula industri kristal, keramik, kerajinan tangan,
serta tambang besi, baja dan tembaga. Dengan dibangunnya armada
laut yang tangguh serta kapal-kapal dagang, maka sektor
perdagangan pun sangat maju. Kota Fusthat, Kairo, Qaus, dan Dimyati
menjadi pusat perdagangan di Mesir. Iskandariyah adalah kota
pelabuhan internasional yang menjadi tulang punggung dan pusat
pertemuan kapal-kapal dagang Barat dan Timur. Pajak dari sektor
perdagangan ini menjadi andalan utama bagi pemasukan dan
penunjang ekonomi negara.
Tradisi yang terbangun dalam dinasti Fatimiyah ini mengacu
pada doktrin Syiah dan sangat kental. Mereka mengadakan harihari perayaan, termasuk hari perayaan kaum syiah seperti Maulud
Nabi, hari jadi Sayyidina Hassan dan Husein serta hari jadi Siti
Fatimah. Pada malam hari perayaan ini, semua lampu masjid
dinyalakan dan tilawah turut diadakan di masjid-massjid Mesir
mengalami kemakmuran ekonomi dan fitalitas kultural yang
mengungguli Irak dan daerah-daerah lainnya. Hubungan dagang
dengan dunia non Islam dibina dengan baik termasuk dengan India
dan negeri-negeri mediterania yang beragama Kristen.

Pada suatu festival, Khalifah kelihatan sangat cerah dan


berpakaian indah. Istana Khalifah yang dihuni oleh 30.000
orang terdiri dari 1.200 pelayan dan pengawal juga
terdapat masjid-masjid, perguruan tinggi, rumah sakit dan
pemondokan Khalifah yang berukuran sangat besar
menghiasi kota Kairo baru. Pemandian umum yang
dibangun dengan baik terlibat sangat banyak disetiap
tempat di kota itu. Pasar yang mempunyai 20.000 toko luar
biasa besarnya dan dipenuhi berbagai produk dari seluruh
dunia. Keadaan ini menunjukkan bahwa kemakmuran yang
begitu berlimpah dan kemajuan ekonomi yang begitu hebat
pada masa Fatimiyah di Mesir.
Sektor pertanian sangat digalakkan, karena tanah
negeri Mesir sangat subur berkat aliran sungai Nil
yang sangat melimpah. Karenanya, sistem pengairan
melalui perbaikan irigasi dan kanal-kanal dapat
meningkatkan produktivitas
pertanian:
gandum,
kurma, kapas, bawang putih dan merah, serta kayukayu hutan untuk industri kapal-kapal dagang dan
perang.

Disegi pertanian Dinasti Fatimiyyah juga mengalami


peningkatan, keberhasilan pertanian di mesir pada masa ini
bisa di kelompokkan kepada dua sektor:
1. Daerah pinggiran-pinggiran sungai Nil
2. Tempat-tempat yang telah ditentukan pemerintah
untuk dijadikan lahan pertanian.
Sungai Nil merupakan sebagian pendukung bagi
kelansungan hidup orang-orang Mesir, kadang-kadang
sungai nil ini menuai penyusutan air sehingga masyarakat
merasa kesulitan untuk mengambil air untuk diminum,
untuk binatang ternak, maupun untuk pengairan tanamtanaman mereka, namun sebaliknya adakalanya sungai nil
ini pasang naik, sehingga dataran-dataran Mesir kebanjiran,
menyebabkan kerusakan lahan dan tanaman. Untuk
mengatasi hal tersebut mereka membuat gundukangundukan dari tanah dan batu sebatas tinggi air takkala
banjir.

6.Pemikiran dan
Filsafat

Dalam
menyebarkan
tentang
kesyiahannya Dinasti Fatimiyah banyak
menggunakan
filsafat
Yunani
yang
mereka kembangkan dari pendapatpendapat Plato, Aristoteles dan ahli-ahli
filsafat lainnya. Kelompok ahli filsafat
yang paling terkenal pada Dinasti
Fatimiyyah adalah ikhwanu shofa. Dalam
filsafatnya kelompok ini lebih cenderung
membela kelompok Syiah Isma`iliyyah,
dan
kelompok
inilah
yang
menyempurnakan
pemikiran-pemikiran
yang telah dikembangkan oleh golongan
Mutazilah.

Beberapa tokoh filsuf yang muncul pada masa Dinasti


Fatimiyyah ini adalah:
1. Abu Hatim Ar-Rozi, dia adalah seorang dai
Ismailiyah yang pemikirannya lebih banyak dalam
masalah politik, Abu Hatim menulis beberapa buku
diantaranya kitab Azzayinah yang terdiri dari 1200
halaman. Di dalamnya banyak membahas masalah Fiqh,
filsafat dan aliran-aliran dalam agama.
2. Abu Abdillah An-Nasafi, dia adalah seorang penulis
kitab Almashul. Kitab ini lebih banyak membahas
masalah al-Ushul al-Mazhab al-Ismaily. Selanjutnya ia
menulis kitab Unwanuddin Ushulus syari, Addawatu
Manjiyyah. Kemudian ia menulis buku tentang falak dan
sifat alam dengan judul Kaunul Alam dan al-Kaunul
Mujrof .
3. Abu Yaqup as Sajazi, ia merupakan salah seorang
penulis yang paling banyak tulisannya
4. Abu Hanifah An-Numan Al-Magribi
5. Jafar Ibnu Mansyur Al-Yamani
6. Hamiduddin Al-Qirmani

Kemunduran Dinasti
Fatimiyyah
Kemunduran Dinasti Fatimiyah berawal pada
pemerintahan Khalifah Al-Hakim. Ketika diangkat menjadi
khalifah ia baru berumur 11 tahun. Al-Hakim memerintah
dengan tangan besi, masa-nya dipenuhi dengan tindak
kekerasan dan kekejaman. Ia membunuh beberapa orang
wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen,
termasuk sebuah gereja yang di dalamnya terdapat
kuburan suci umat Kristen. Maklumat penghancuran
kuburan suci ini ditandatangani oleh sekretarisnya yang
beragama Kristen, Ibn Abdun. Peristiwa ini merupakan
salah satu penyebab terjadinya perang salib. Ia memaksa
umat Kristen dan Yahudi memakai jubah hitam, dan
mereka hanya diperbolehkan menunggangi keledai.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani dibunuh dan aturanaturan tidak ditegakkan dengan konsisten. Ia juga
dengan mudah membunuh orang yang tidak disukainya,
bahkan pernah membakar sebuah desa tanpa alasan
yang jelas.

Kemudian pada tahun 381 H/991 M ia menyerang


Aleppo dan berhasil merebut Homz dan Syaizar dari tangan
penguasa Arab. Peristiwa ini menimbulkan sikap oposan dari
penduduk dan menyeret Dinasti Fatimiyyah dalam konflik
dengan Bizantium. Walaupun pada akhirnya al-Hakim
berhasil mengadakan perjanjian damai dengan Bizantium
selama sepuluh tahun.
Al-Hakim kemudian memilih mengikuti perkembangan
ekstrem ajaran Isma`iliyah, dan menyatakan dirinya sebagai
penjelmaan Tuhan. Ia meninggalkan istana dan berkelana
hingga akhirnya terbunuh di Muqatam pada 13 Pebruari
1021. Kemungkinan ia dibunuh oleh persekongkolan yang
dipimpin adik perempuannya, Siti al-Muluk, yang telah
diberhentikan tidak hormat olehnya.

BANGUNA
N
1. Masjid AlAzhar

Masjid Al-Azhar dibangun oleh Panglima perang Jauhar


Assiqilli di Kairo antara tahun 359-361 Hijriyah atau 970-972
Masehi atas perintah khalifah Muiz Lidinillah.

2. Masjid Hakim Bi
Amrillah

Masjid Hakim Bi Amrillah dibangun oleh khalifah AlAziz Billah pada tahun 381 H / 990 M dan diselesaikan
putranya yaitu khalifah Hakim Bi Amrillah pada tahun 393
H / 1002 M, oleh karena itu nama masjid di nisbahkan
kepada
khalifah
Hakim
bi
Amrillah.

3. Masjid Juyusyi

Masjid Al-Juyushi dibangun oleh panglima perang


dinasti fatimiyah yaitu Badr al-Jamali. Masjid selesai
pada tahun 478 H/1085 M di bawah perlindungan
Khalifah dan Imam al-Ma'ad Mustansir Billah. berada
puncak bukit Mokattam.

4. Masjid Aqmar

Masjid Aqmar dibangun oleh menteri Maamoun bin


Abataihy pada tahun 519 H (1125 M),atas perintah Khalifah
Amir bi Ahkamillah.

5. Masjid Shaleh AlThalai

Masjid al-Shalih Tala'i ', dibangun oleh menteri alSalih Tala'i' ibn Ruzzik tahun 554 H (1160 M) selama
kekhalifahan al-Fa'iz.

6.Bab AnNasr

Bab An-Nasr pintu gerbang Kairo lama yang didirikan


pertama kali oleh Panglima perang Jauhar Assiqilli atas
perintah khalifah Muiz Lidinillah

7. Bab Al-Futuh

Bab Al-Futuh adalah pintu gerbang kota Kairo Lama Mesir,


mengadap keutara, ia berdiri di ujung utara jalan Muiz lidinillah.
Dibangun oleh panglima perang Badr Al-Jamali dan baru selesai
pada tahun 1087 dibawah komando Khalifah Mustansir.

8. Bab Zuweila

DINASTI MAMLUK
LATAR
BELAKANG
Pada masa kekuasaan dinasti Ayyubiyah yang dipimpin oleh AlMalik Al-Salih para budak dididik dan dijadikan tentaranya, diantara
para budak tersebut adalah Dinasti Mamluk, karena pada dasarnya
dinasti Mamluk berasal dari para budak yang ditawan oleh para
penguasa dinasti Ayyubiyah dan pendirinya adalah Syajarah AdDurr, di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di Sungai Nil
untuk Al-Malik
menjalaniAl-Salih
latihan meliter
dan keagamaan.
Setelah
meninggal
kedudukan dinasti Mamluk
merasa terancam karena posisi kesultanan digantikan oleh Turansyah
putra dari Al-Malik Al-Salih sebab Turaansyah lebih dekat kepada tentara
Kurdi dari pada Mamluk. Kemudian di bawah pimpinan Aybak dan
Baybars, Turansyah berhasil dibunuh. Selam tiga bulan tampuk
kekuasaan di pegang oleh Syajarah Ad-Durr istri dari Al-Malik Al-Salih, ia
kemudian menikah dengan Aybak sebagin tampuk kekuasaan dipimpin
oleh Aybak akan tetapi tidak lama kemudian Aybak membunuh Syajarah
A-Durr dan mengendalikan sepenuhnya tampuk kekuasaan. Aybak
berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah meninggal ia
digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali kemudian
mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya,
yaitu Qutuz.

SEJARAH
Secara etimologi asal kata Mamluk artinya budak, sedangkan bentuk
jama dari kata Mamluk adalah Mamalik.Dinasti Mamluk atau Mamalik pada
dasarnya memang didirikan oleh para budak.Mereka pada mulanya adalah
orang-orang yang ditawan oleh para penguasa Dinasti Ayyubiyah sebagai
budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya.Mereka ditempatkan pada
kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat.Oleh penguasa
Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik Al-Salih, mereka dijadikan pengawal untuk
menjamin kelangsungan kekuasaannya.Pada masa penguasa ini, mereka
mendapat hak-hak istimewa, baik dari karir ketentaran maupun dalam
imbalan-imbalan material.Pada umumnya mereka berasal dari daerah
Kaukasus dan laut Kaspia.Di Mesir mereka ditempatkan di pulau Raudhah di
Sungai Nil untuk menjalani latihan meliter dan keagamaan.Karena itulah,
mereka
dikenal
dengan
julukanpada
Mamluk
Bahri
mereka pada
Ketika
Al-Malik
Al-Salih
meninggal
tahun
1249(laut).Saingan
M, anaknya Turansyah,
masa itu
adalah Sultan.Golongan
tentara yang berasal
dari suku
Kurdi. terancam karena
naik tahta
sebagai
Mamalik
merasa
Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka.Pada tahun
1250 M, Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh
Turansyah. Istri Al-Malik Al-Salih, Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal
dari kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai
dengan kesepakatan golongan Mamalik. Kepemimpinan Syajarah Al-Durr
berlangsung sekitar tiga bulan.Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh
Mamalik bernama Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya
sambil berharap terus dapat berkuasa dibelakang tabir. Akan tetapi segera
setelah itu Aybak membunuh Syajarah Al-Durr dengan mengambil sepenuhnya
kendali pemerintahan. Pada mulanya, Aybak mengangkat seorang keturunan

Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak.Ini merupakan akhir


dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dari kekuasaan Dinasti Mamluk.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M). Setelah
meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda.
Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan
oleh wakilnya, yaitu Qutuz.Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang
mengasingkan diri ke Syiria, karena tidak senang dengan
kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir.Di awal tahun 1260 M,
tentara Mesir terancam serangan bangsa Mongol, yang sudah
berhasil menduduki hampir seluruh dunia Islam. Kedua tentara
bertemu di Ayn Jalut dan pada tanggal 13 september 1260 M,
tentara Mamalik di bawah pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil
menghancurkan tentara Mongol tersebut. Kemenangan atas tentara
Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi tumpuan
harapan umt Islam disekitarnya.Penguasa-penguasa di Syiria segera
menyatakan setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak lama setelah itu, Qutuz meninggal dunnia. Baybars,
seorang pemimpin meliter yang tangguh dan cerdas, diangkt
oleh pasukannya menjadi Sultan pada tahun 12601277 M. Ia
adalah Sultan terbesar dan termasyhur diantara 47 Sultan
Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun hakiki
dinasti Mamluk atau Mamalik.

Faktor-faktor Yang Menunjang


Kemajuan Dinasti Mamluk
Dinasti Mamluk membawa sejarah baru dalam sejarh
politik Islam. Pemerintahan Dinasti ini bersifat oligarki
meliter, kecuali dalam waktu yang singkat ketika Qalawun
(1280-1290 M ) menerapkan pergantian Sultan secara turun
temurun. Anak Qalawun hanya berkuasa empat Tahun,
karena kekuasaannya direbut oleh Kitbugha ( 1295-1297
M ). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan
kemajuan di Mesir.Kedudukan amir menjadi sangat
penting.Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena
mereka merupakan kandidat Sultan.Kemajuan-kemajuan itu
dicapai dalam berbagai bidang, seperti konsolidasi
pemerintahan, perekonomian dan ilmu pengetahuan dan
lain-sebagainya.

1. Bidang
Pemerintahan
Diantara bidang pemerintahan, kemenangan Dinasti
Mamluk atas tentara Mongol di Ayn Jalut menjadi modal
besar untuk menguasai daerah-daerh sekitarnya.Banyak
penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada
kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan di dalam
negri., Baybars mengangkat kelompok meliter sebagai elit
politik. Di samping itu untuk memperoleh simpati dari
kerajaan-kerajaan Islam lainnya, Baybars membaiat
keturunan Bani Abbas yang berhasil meloloskan diri dari
serangan
bangsa
Mongol,
Al-Mustanshir
sebagai
khalifah.Dengan demikian, kholifah Abbasiyah, setelah
dihancurkan oleh tentara Hulago di Baghdad berhasil
dipertahankan oleh Dinasti ini dengan Kairo sebagai
pusatnya.Sementara itu, kekuatan-kekuatan yang dapat
mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan,
seperti tentara Salib di sepanjang Laut Tengah Assasin di
pegunungan Syiria, Cyrenia (tempat berkuasanya orangorang Armenia), dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.

2. Bidang
Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, dinasti Mamluk membuka


hubungan dengan Prancis dan Italia melalui perluasan jaur
perdagangan yang sudah dirintis oleh dinasti Fathimiyah
di Mesir sebelumnya.Jatuhnya Bagdad membuat Kairo
sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi
lebih penting karena Kairo menghubungkan jalur
perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan
Eropa.Di samping itu, hasil pertanian juga meningkat.
Keberhasilan dalam bidang ekonomi ini didukung oleh
pembangunan jaringan transportsi dan komoniksi antar
kota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut
Mamluk
sangat
membntu
perkembangan
perekonomiannya.

3. Bidang Ilmu
Pengetahuan
Di bidang ilmu pengetahun, Mesir menjadi tempat
pelarian ilmuan-ilmuan asal Baghdad dari serangan
tentara Mongol.Karena itu, ilmu-ilmu banyak berkembang
di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi,
matematika dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah
tercatat nama-nama besar, seperti Ibn Khalikan, Ibn
Taghribardi, dan Ibn Khaldun. Di bidang astronomi dikenal
nama Nasir Al-Din A-l-Tusi. Di bidang Matematika Abu AlFaraj Al-Ibriy.Dalam bidang kedoktern; Abu Al-Hasan Ali
Al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam
paru-paru manusia, Abd Munim Al-Dimyathi, seorang
dokter hewan, dan Al-Razi, perintis psikoterapi. Dalam
bidang opthalmologi di kenal nama Al-Din Ibn Yusuf,
sedangkan dalam bidang Ilmu keagamaan, tersohor nama
Ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam Islam, AlSayuti yang menguasai banyak ilmu kegamaan, Ibn Hajar
Al-Asqalani dalam ilmu hadis dan lain-lain.

4.
Pemerintahan dinasti ini dilantik dari pengaruhnya dalam
Ketentaraan

ketentaraan. Para tentara dinasti Mamluk yang dididik


haruslah dengan tujuan untuk menjadi pasukan pendukung
kebijaksanaan pemimpin. Ketua Negara atau sultan akan
diangkat di antara pemimpin tentera yang terbaik, yang
paling berprestasi, dan mempunyai kemampuan untuk
menghimpun kekuatan. Walaupun mereka adalah pendatang
di wilayah Mesir, mereka berhasil menciptakan ikatan yang
kuat
berdasarkan
daerah
asal
mereka.
Dinasti Mamalik juga menghasilkan buku mengenai ilmu
ketenteraan.Minat para penulis semakin terpacu dengan
keinginan mereka untuk mempersembahkan sebuah karya
kepada kepada para sultan yang menjadi penguasa saat
itu.Perbahasan yang sering dibahas adalah mengenai selokbelok yang berkaitan dengan serangan bangsa Mongol.Pada
lingkungan ketenteraan Dinasti ini, menghasilkan banyak
karya tentang ketenteraan, khususnya keahlian menunggang
kuda.

5. Budaya Politik
Landasan yang dipakai untuk menilai fitrah politik para
Mamalik adalah dengan mempergunakan kaca mata yang Islamik,
yakni keberadaan manusia di bumi ini bertujuan untuk beribadat
kepada
Allah.

6. Layanan Pos Dinasti


Mamluk
Layanan pos di era kejayaan Islam tak hanya sekadar
sebagai pengantar pesan. Dinasti Mamluk yang berkuasa di
Mesir pada 1250 M hingga 1517 M juga menjadikan pos sebagai
alat pertahanan. Guna mencegah invasi pasukan tentara Mongol
di bawah komando Hulagu Khan pada medio abad ke-13 M, para
insinyur Mamluk membangun menara pengawas di sepanjang
rute
pos
Irak
hingga
Mesir.

Di atas menara pengawas itu, selama 24 jam penuh


para penjaga telah menyiapkan tanda-tanda bahaya. Jika
bahaya mengancam di siang hari, petugas akan
membakar kayu basah yang dapat mengepulkan asap
hitam. Sedangkan di malam hari, petugas akan
membakar kayu kering. Upaya itu ternyata tak
sepenuhnya berhasil.Tentara Mongol mampu menembus
Baghdad
dan
memorak-porandakan
metropolis
intelektual itu.Meski begitu, peringatan awal yang
ditempatkan di sepanjang rute pos itu juga berhasil
mencegah masuknya tentara Mongol ke Kairo, Mesir.
Hanya dalam waktu delapan jam, berita pasukan
Mongol akan menyerbu Kairo sudah diperoleh pasukan
tentara Muslim. Itu berarti, sama dengan waktu yang
diperlukan untuk menerima telegram dari Baghdad ke
Kairo di era modern. Berkat informasi berantai dari
menara pengawas itu, pasukan Mamluk mampu
memukul mundur tentara Mongol yang akan menginvasi
Kairo.

ARSITEKTUR MAMLUK
Dinasti Mamluk adalah sebuah dinasti Muslim yang
pernah berkuasa di Mesir dan Syria pada tahun 1250-1517.
Selama masa berkuasa itulah, Dinasti Mamluk
menyumbangkan salah satu gaya arsitektur Islami yang sangat
indah yang disebut gaya Mamluk. Monumen-monumen
peninggalan dinasti ini dapat dilihat di Kota Tua Kairo meliputi
citadel (benteng), masjid, madrasah, dan mausoleum
(bangunan makam). Keindahan masjid-masjid dan menara
Mamluk hingga kini membuat Kairo dikenal sebagai kota 1000
menara.

Ciri-ciri Gaya Arsitektur


Mamluk
1. Bangunan tidak bersifat simetris.
2. Bentuk minaret sangat khas, yaitu terdiri dari tiga bagian
(tingkat), dimana bagian pertama berbentuk persegi, bagian kedua
berbentuk octagonal (bersegi delapan), dan bagian ketiga
berbentuk bulat (melingkar). Bagian teratas biasanya berbentuk
balkon dengan bariasan tiang (collonade). Balkon minaret disangga
oleh muqarnas.

3. Bentuk kubah sangat khas, yaitu berbentuk seperti drum


(silinder) dengan bagian atas meruncing). Kubah terbuat dari batu
dengan bagian luar (eksterior) kubah dihiasi dengan ukiran.

4. Motif-motif dekorasi umumnya berbentuk geometris yang sangat


rumit. Ciri khas gaya Mamluk adalah motif dekorasi yang dikenal sebagai
Mamluk star atau Mamluk rose, yaitu motif bintang yang saling berkait.

5. Penggunaan muqarnas (stalaktit), yaitu struktur mirip sarang


lebah pada langit-langit.
6. Portal (pintu masuk) dihiasi dengan atap berbentuk seperempat
lingkaran yang dihiasi muqarnas.

7. Penggunaan kaligrafi secara ekstensif.


8. Adanya mashrabiyya, yaitu kisi-kisi pada jendela yang bermotif
geometris. Fungsinya untuk memberikan privasi sekaligus mencegah
sinar matahari gurun yang menyengat masuk ke ruangan.

9. Interior bagian dalam pada daerah eye level atau sejajar dengan
pandangan mata biasanya miskin dekorasi. Dekorasi justru
diutamakan pada daerah langit-langit dan kubah. Filosofinya adalah
agar semua yang memasuki masjid akan teralihkan pandangannya
ke atas, yaitu ke arah surga.

11. Penggunaan batu bata merah dan putih yang diletakkan


berseling sehingga tampak efek belang pada dinding.

Bangunan bergaya Mamluk

Kompleks masjid dan universitas AlAzhar

Mausoleum Sultan Faraj Ibnu Barquq

mausoleum dan masjid Sultan Al-Ashraf Qaytbay

Masjid Sultan al-Nasir Muhammad

masjid dan madrasah Sultan


Hassan

madrasah Sultan Al-Zahir Barsbay

Anda mungkin juga menyukai