Anda di halaman 1dari 37

Dasar/Alasan

Penghapus Pidana

Surastini Fitriasih-2008

Pengertian
Hal-hal atau keadaan yang
dapat mengakibatkan tidak
dijatuhkanya pidana pada
seseorang yang telah melakukan
perbuatan yang dengan tegas
dilarang & diancam dengan
sanksi pidana oleh UU

Pembagian Dasar Penghapus


Pidana Ditinjau dari Pengaturan
Dasar Penghapus Pidana yang tertulis
Contoh: dasar penghapus pidana yang ada
dalam KUHP, mis.: Bela paksa (Pasal 49
ayat (1) KUHP)
Dasar Penghapus Pidana yang tidak tertulis
Contoh: tidak melawan hukum dalam arti
materil

Pembagian Dasar Penghapus


Pidana Ditinjau dari
Keberlakuan
A. Dasar Penghapus Umum
Dasar2 penghapus pidana yang dapat
berlaku bagi setiap delik dan setiap
orang
B. Dasar Penghapus Khusus
Dasar2 penghapus pidana yang hanya
berlaku pada delik2 tertentu dan
orang2 tertentu.

Pembagian Dasar Penghapus


Pidana Dalam KUHP (berdasarkan
Kebelakuan)
Dasar Penghapus
Umum
Pasal 44 KUHP
Pasal 48 KUHP
Pasal 49 KUHP
Pasal 50 KUHP
Pasal 51 KUHP

Dasar Penghapus
Khusus
1. Pasal 166 KUHP
2. Pasal 221 KUHP

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


yang Diatur Di Luar UU Berdasarkan
Keberlakuan

Berlaku Khusus:
Hak mengawasi dan mendidik
Hak jabatan: dokter
Ijin korban: olah raga bela diri
tinju, karate; pasien yang dioperasi
Berlaku Umum:
Tiada sifat melawan hukum dalam
arti materiil
Tiada kesalahan dalam arti materiil
(AVAS)

Pembagian Dasar Penghapus


Pidana Menurut Doktrin
(Berdasarkan unsur yang dihapus)
1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum dihapuskan
Kesalahan
dihapuskan
2. Dasar Pemaaf:
Melawan hukum tetap ada
Kesalahan
dihapuskan

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut Doktrin
1. Dasar Pembenar:
Melawan hukum dihapuskan
Kesalahan
dihapuskan
Dalam hal ini perbuatannya dianggap tidak
melawan hukum, walaupun perbuatannya itu
dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP.
Jadi dalam hal ini perbuatan pelaku
dibenarkan/dibolehkan:
a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan Darurat
b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa
c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU
d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah,
dikeluarkan oleh pejabat yg berwenang.
e. Tiada sifat melawan hukum dalam arti materil

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Menurut Doktrin
2. Dasar Pemaaf:
Melawan hukum tetap ada
Kesalahan
dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap
melawan hukum, namun unsur kesalahannya
dihapuskan (dimaafkan):
a. Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk
bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil.
b. Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam
arti sempit-relatif
c. Pasal 49 ayat (2) KUHP: bela paksa lampau batas
d. Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg
tidak sah, namun yg diperintah dgn itikad baik
mengira bahwa perintah tersebut sah.
e. tiada kesalahan dalam arti materil

Dasar Penghapus Pidana


dalam KUHP
Dasar Pembenar

Dasar Pemaaf

Melawan hukum dihapuskan


Kesalahan

dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan pelaku
dianggap tidak melawan
hukum, walaupun perbuatan
itu dilarang dan diancam
hukuman oleh UU/KUHP.
Jadi dlm hal ini perbuatan
pelaku
dibenarkan/dibolehkan,
sehingga kesalahan pun tidak
ada:
a. Pasal 48 KUHP (perluasan)
b. Pasal 49 ayat (1)
c. Pasal 50
d. Pasal 51 ayat (1)

Melawan hukum tetap


ada
Kesalahan

dihapuskan
Dalam hal ini perbuatan
pelaku tetap dianggap
melawan hukum, namun
unsur kesalahannya
dihapuskan (dimaafkan):
a. Pasal 44 KUHP
b. Pasal 48 (sempit)
c. Pasal 49 ayat (2) KUHP
d. Pasal 51 ayat (2)

Pembagian Dasar penghapus Dalam KUHP


Berdasarkan Sumbernya
(tinjauan dari sudut pelaku)
Internal
Pasal 44 KUHP

Eksternal
Pasal 48 KUHP
Pasal 49 KUHP
Pasal 50 KUHP
Pasal 51 KUHP

Pembagian Dasar Penghapus Pidana


Dalam KUHP berdasarkan Sifatnya
Personal (Pribadi)
Yang merupakan
dasar pemaaf

Tidak Personal
(Non-Pribadi)
Yang merupakan
dasar pembenar

Pasal 44 KUHP
Perkembangan Kejiwaan yang tidak sempurna
atau Gangguan Kejiwaan
Hal yang harus diteliti dan diputuskan oleh
hakim:
1.Apakah pelaku menunjukkan perkembangan
kejiwaan yang tidak sempurna atau mengalami
gangguan kejiwaan?
2.Apakah tindak pidana yang dilakukannya
merupakan akibat dari hal dalam no.1; adakah
hubungan kausal antara penyakit dan tindakan?
3.Apakah atas dasar hal-hal tsb. di atas,
pertanggung- jawaban pidana pelaku atas TP
yang dilakukannya harus dikesampingkan?

Konsep Kemampuan
Bertanggungjawab
Dapat diminta pertanggungjawaban
pidana (Van Hamel):
1.Memahami arah tujuan faktual dari
tindakannya
2.Menyadari bahwa tindakan tsb. secara
sosial dilarang
3.Tindakan tsb. dilakukan tanpa
tekanan/paksaan dari orang lain
(dilakukan berdasarkan kehendak
bebasnya)

Pasal 48 KUHP
Overmacht
(daya paksa dalam arti
relatif/sempit)
Noodtoestand
(perluasan daya paksa; disebut
keadaan darurat)

Overmacht
Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa
dilawan, baik psikis maupun fisik dari
manusia
Paksaan:
a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus
ministra, pelaku hanya sebagai alat belaka)
b. Vis Compulsiva (paksaan relatif berupa
psikis) diatur dalam Psl. 48 KUHP.

Harus memenuhi asas:


Subsidaritas & Proporsionalitas

Dua Asas Penting


Subsidiaritas
Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah
satu-satunya jalan

Proporsionalitas
Keseimbangan antara
paksaan/dorongan yang dialami
dengan tindak pidana yang dilakukan.

Noodtoestand
(Keadaan Darurat)
Dorongan/paksaan/kekuatan dari luar
yang membuat seseorang terjepit,
sehingga terpaksa melakukan suatu
delik, karena terjadi:
1. Pertentangan antar kepentingan
hukum
2. Pertentangan antar kewajiban hukum
3. Pertentangan antara kepentingan
hukum dengan kewajiban hukum

Yurisprudensi di Belanda
Memperluas pengertian noodtoestand
sehingga mencakup situasi di mana pelaku TP
yang sebenarnya tidak mendapat tekanan
psikis, tapi dianggap mempunyai dasar
pembenar yang layak untuk melanggar UU:
Dengan melakukan TP dan memperhitungkan
situasi genting aktual yang dihadapi, ia telah
melindungi kepentingan yang dilindungi oleh
UU; atau
Dengan melakukan TP, pelaku justru
memenuhi kewajiban sosialnya (sebenarnya
merupakan pertentangan kepentingan)

Pasal 49 KUHP
Pasal 49 ayat (1)
Noodweer Bela Paksa
Pasal 49 ayat (2)
Noodweer Excess
Bela Paksa Lampau Batas

Pasal 49 ayat (1) KUHP


Noodweer - Bela Paksa
Syarat ancaman
serangan/serangan:
1.Melawan hukum
2.Seketika/langsung
3.Ditujukan pada diri sendiri/orang lain
4.Terhadap: badan/tubuh, nyawa,
kehormatan seksual, dan harta benda

Syarat pembelaan:
1.Seketika/langsung
2.Memenuhi asas subsidiaritas &
proporsionalitas

Pasal 49 ayat (2) KUHP


Noodweer Excess - Bela Paksa Lampau
Batas

Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas


atau/ dan proporsionalitas:
asas subsidaritas atau/dan proporsionalitas
dilampaui
Yang harus dibuktikan:
1.Pembelaan lampau batas terjadi karena
goncangan jiwa
2.Goncangan jiwa itu terjadi karena serangan
Unsur:
Melampaui batas yang perlu
Adanya hubungan kausal antara pelampauan
batas tsb. dgn serangan yg dilakukan.

Daya Paksa dan Keadaan Darurat yang


Putatief
(Putatief Overmacht dan
Putatief Noodtoestand)
Ada kekeliruan mengira (Pelaku keliru mengira)
Daya Paksa yang Putatief:
Mengira dirinya berada dalam keadaan Daya
Paksa
Contoh: Ditodong Pistol (yang ternyata bukan
pistol sesungguhnya), sehingga membuatnya
melakukan tindak pidana
Keadaan darurat yang putatief:
Mengira dirinya berada dalam keadaan darurat
Contoh: untuk dapat segera keluar dari gedung
bioskop yang terbakar, A merusak pintu;
padahal banyak pintu darurat.

Putatief Noodweer
Keliru mengira dirinya berada dalam
keadaan bela paksa
Terutama terjadi dalam keliru mengira
bahwa telah ada serangan yang
melawan hukum

Pasal 50 KUHP
Melaksanakan perintah UU
contoh: algojo, eksekutor
hukuman mati, dsb.

Pasal 50 KUHP

Ketentuan PerUUan:
Mencakup setiap ketentuan yang
mengatur atau memberikan kewenangan
tertentu, yang diterbitkan oleh penguasa
yang memiliki kewenangan legislatif
berdasarkan UU atau UUD
Persyaratan:
1. Harus dengan tindakan tindakan yang
(secara logika) memang dianggap perlu
2. Ada keseimbangan antara tujuan yang
hendak dicapai dengan sarana-sarana
yang dipakai untuk pencapaian tujuan

..lanjutan

Tugas yang dibebankan oleh ketentuan


UU , tidak serta merta membenarkan
semua tindakan yang dianggap perlu
dalam rangka menyelesaikan tugas
tersebut.
Contoh:
Polisi yang bertugas menangkap,
menahan dan memeriksa, maka
kewenangan polisi hanya untuk
menggunakan sarana yang layak dan
tepat guna

Pasal 51 KUHP
Pasal 51 ayat (1) KUHP :
Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat
yg sah dan berwenang.
Perintahnya adalah perintah yang
sah.
contoh: juru sita pengadilan,
penangkapan/penyitaan/penahanan
yang sah yang dilakukan oleh polisi

Pasal 51 KUHP
Pasal 51 ayat (2) KUHP:
Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat/atasan
yg tidak berwenang, jadi perintahnya tidak
sah:
1.Yang diperintah sama sekali tidak tahu
bahwa perintah yang dikeluarkan adalah
perintah yang tidak sah
2.Dalam batas-batas lingkungan yg
diperintah
3.Ada hubungan antara atasan dan
bawahan

2 Syarat
Penggunaan Pasal 51 ayat (2)
Syarat Subyektif:
dengan itikad baik dia mengira bahwa
perintah itu adalah sah
Syarat Obyektif:
pada kenyataannya pelaksanaan perintah
itu masuk dalam bidang tugas
pekerjaannya
Kedua syarat ini bersifat kumulatif- imperatif

Syarat Subyektif
Terletak pada sikap batin penerima
perintah, yaitu mengira bahwa perintah
itu sah
Alasan sikap batin tsb. Harus berdasarkan
hal-hal yang masuk akal
Untuk dapat diterima bahwa ia mengira
perintah itu sah, harus dipenuhi 2 syarat:
- pejabat yang memberi perintah itu
disadarinya adalah benar dan berhak
- hal yang diperintahkan disadarinya
memang masuk lingkup kewenangan yang
memberi perintah

Syarat Obyektif
Hal yang diperintahkan harus menjadi
bidang pelaksanaan tugasnya
Ada hubungan antara jabatannya dan
tugas pekerjaan suatau jabatan
Ingat:
Pada jabatan-jabatan publik terdapat
tugas-tugas jabatan tertentu, baik
merupakan pelaksanaan hak jabatan dan
atau pelaksanaan kewajiban jabatan

lanjutan
Contoh:
Pejabat Penyidik Pembantu
Atas dasar perintah penyidik dia
berwenang melakukan penangkapan,
yang sekaligus merupakan kewajiban
untuk melaksanakan perintah tsb.

Permasalahan
Apakah perintah harus dalam bentuk
konkrit tertentu? Harus tertulis?
Arrest Hoge Raad (7-12-1899):
Pasal 51 tidak perlu perintah konkrit,
tetapi termasuk juga instruksi umum
Perintah tidak perlu langsung diterima
oleh pelaksana perintah (bisa melalui
sarana komunikasi)
Berwenang: artinya luas, mencakup
kompetensi yang memberi perintah
dan keabsahan seluruh perintah

Dasar Penghapus Tidak


Tertulis
Dasar Pembenar
Tiada Melawan Hukum Materil
Hak Mendidik
Tindakan Medis

Dasar Penghapus Tidak


Tertulis
Dasar Pemaaf
AVAS
Error facti
Error yuris

Pembedaan Dasar Pembenar


& Dasar Pemaaf terkait dgn
masalah :

Penyertaan: salah satu peserta memiliki


dasar pembenar maka perbuatan peserta
lain jg dibenarkan (kolektif), namun
dasar pemaaf hanya dimiliki peserta yg
punya dasar pemaaf (individual)
Bunyi putusan hakim: lepas atau bebas
Penggunaan dasar penghapus pidana
pada situasi di mana sebenarnya ada
dasar penghapus (mis. Bela paksa
terhadap bela paksa)

Anda mungkin juga menyukai