Anda di halaman 1dari 28

Referat

Morbus Hansen pada Kehamilan


Oleh: Zulkifli Salim (H1A212065)
Nur Istianah (H1A012042)

Pembimbing:
Dr. IGAA Ratna M. Sp.KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN RSUD NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2016

TUJUAN
Menambah pengetahuan tentang definisi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis
serta tatalaksan pada penyakit morbus Hansen atau
kusta serta manajemennya pada kehamilan.

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
1400 t
ahun s
eb
maseh elum
i

Mycobacterium
leprae

MORBUS HANSEN

tersebar dari suatu tempat ke tempat lainnya di


seluruh dunia

INDONESIA :
- Anak < 14 tahun : 11,39%
- Anak < 1 tahun : ?
- - kusta kongenital : ?

DEFINISI
Morbus Hansen merupakan suatu penyakit infeksi kronik
yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang
bersifat intraselular obligat.
Afinitas pertama dari kuman ini yaitu saraf perifer, lalu
kulit, mukosa traktus respiratorius bagian atas, dan
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf
pusat

EPIDEMIOLOGI
Depkes RI, 2005 :
18.312 penderita yang terdapat pada 10 provinsi yaitu Jawa
Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, NAD,
DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara
Timur (2003)
16.549 penderita (2004)
19.839 penderita (2005)

Tersebar diseluruh dunia dan merupakan penyakit


endemis di negara tropis
jumlah kasus kusta di dunia mencapai 180.000 (2012)
220.000 kasus (2011)

PREVALENSI PADA KEHAMILAN


kusta lepromatosa : paling banyak
183 penderita kusta yang dirawat di pusat kesehatan
Sao Luis, Maranhao, Brasil
- tipe borderline : 54,9%
- tuberkuloid : 17,5%
- lepromatous : 16,4%

Penelitian Kohort (1975-2003)


- Pemantauan pada 156 wanita dengan kusta dan
anak yang dilahirkan
- Tujuan : mengetahui hubungan antara kehamilan
dan penyakit kusta
- Hasil : fungsi plasenta yang berkurang, IUGR, skor
apgar yang rendah, berat badan lahir rendah, lebih
rentan terhadap infeksi

Sifat M. Leprae

M. Leprae berpridileksi di daerah tubuh yang relative lebih


dingin

Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat


penyakit

Manifestasi sebanding dengan tingkat reaksi selularnya


daripada intensitas infeksinya

cara masuk melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh


yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.

timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh


PENYAKIT
yang dapat sembuh sendiri atau progresif.
IMUNOLOGIK

Patogenesis

M.Leprae masuk ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC dan melalui
dua signal

Signal 1 :TCR- terkait antigen yang dipresentasikan oleh molekul


MHC pada permukaan APC

Signal 2 :produksi sitokin dan ekspresinya pada permukaan dari


molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan sel T

Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan


berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2.

TH1
Th

1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN yang akan


meningkatkan fagositosis makrofag dan proliferasi sel B

Di

dalam fagosit, fenolat glikolipid I akan melindungi


bakteri dari penghancuran oksidatif oleh anion superoksida
dan radikal hidroksil

fenolat
Karena

glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae

gagal membunuh antigen maka sitokin dan growth


factors akan terus dihasilkan dan akan merusak jaringan

akibatnya

makrofag akan terus diaktifkan dan lama


kelamaan sitoplasma dan organella dari makrofag akan
membesar

sel

makrofag yang membesar ini disebut sel epiteloid dan


sel epiteloid ini akan membentuk granuloma

TH2

Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13.

IL 5 akan mengaktifasi dari eosinofil.

IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag.

IL 4 akan mengaktifasi sel B untuk menghasilkan


IgG4 dan IgE.

IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast.

Signal

I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya


sel T anergik dan tidak teraktivasinya APC secara
lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2.

Th1

lebih tinggi Tuberkuloid Leprosy

Th2

lebih tinggi Lepormatous Leprosy

Manifestasi klinis

Masa inkubasi sekitar 3 sampai 5 tahun

Kompkleksitas manifestasi klinis tergantung dari respon imun dari


inang.

tipe tuberculoid, pada imunitas cell-mediated yang baik,


membentuk respon granulomatosa

tipe lepromatous pada imunitas cell-mediated yang buruk

Diantara keduanya ada tipe borderline

Perubahan hormonal selama kehamilan merubah status imun inang

Karakteristik

Tuberkuloid

Borderline

Indeterminate

Tuberkuloid
Lesi
Tipe

Macula

atau

macula Macula dibatasi infiltrat Macula

dibatasi infiltrate
Jumlah

Satu atau beberapa

Satu dengan lesi satelit Satu atau beberapa

Distribusi

Terlokasi dan asimetris

asimetris

Bervariasi

Permukaan

Kering,skuama

Kering,skuama

Dapat

halus

agak

Sensibilitas

hilang

hilang

berkilat
Agak terganggu

BTA
Pada lesi kulit

negatif

Negatif, atau 1+

Biasanya negatif

Tes Lepromin

Positif kuat (3+)

Positif (2+)

Meragukan

Karakteristik

Lepromatosa

Borderline

Mid-borderline

Lepromatosa
Lesi
Tipe
Jumlah

Macula, infiltrate difus, Macula, plak, papul

Plak, lesi bentuk kubah, lesi

papul, nodus

punched out

Banyak distribusi luas, Banyak tapi kulit sehat Beberapa, kulit sehat (+)
praktis tidak ada kulit masih ada
sehat

Distribusi

Simetris

Cenderung simetris

Asimetris

Permukaan

Halus dan berkilap

Halus dan berkilap

Sedikit berkilap, beberapa lesi


kering

Sensibilitas

Tidak terganggu

Sedikit berkurang

Berkurang

Banyak

Banyak

Agak banyak

Biasanya tidak ada

Tidak ada

Negatif

Biasanya negatif

BTA
Pada lesi kulit
Pada

hembusan Banyak

hidung
Tes Lepromin

Negatif

Manifestasi Klinis Khas pada kehamilan

Pada kehamilan, lesi nyeri eritematosus dari wajah dan extermitas telah
dilaporkan

mempunyai resiko tinggi terjadinya fungsi saraf degenerative

Selama masa kehamilan akhir dan laktasi memiliki resiko reaktivasi, relaps, dan
eksaserbasi transien yang lebih tinggi.

Reaksi kusta dipicu oleh kehamilan.

Reaksi tipe 1 terjadi pada masa puerperium saat imunitas selular kembali
normal.

reaksi tipe 2 berpuncak pada trisemester ketiga dari kehamilan dan menyusui.

akan memanjang sampai masa laktasi.

kerusakan neurologi terjadi lebih awal

Foto Manifestasi Tuberculoid Lepra di


Wajah

Foto Manifestasi Tuberculoid Lepra di Punggung

Penegakan Diagnosa
Pada negara atau daerah endemik, seorang individu harus dianggap memiliki
kusta jika ia memiliki salah satu fitur berikut:

Lesi kulit kemerahan atau hipopigmentasi dengan menurunnya


sensasi sensoris yang jelas

Keterlibatan saraf perifer, yang ditandai oleh hilangnya sensasi dan


kelemahan otot-otot tangan, kaki atau wajah;

Basil tahan asam positif pada pemeriksaan smear kulit

TATALAKSANA
(PERMENKES,2014)

penatalaksanaan komprehensif :

informasi mengenai kondisi

Hygiene diri dan pola makan

dimotivasi untuk memulai terapi hingga selesai

Multi Drug Therapy (MDT) pada:


- Pasien yang baru didiagnosis kusta dan belum
pernah mendapat MDT
- Pasien ulangan (relaps, ganti klasifikasi)

Terapi pada pasien PB:


- bulanan : 2 kapsul rifampisin @300 mg (600 mg) dan 1 tablet
dapson/ DDS 100 mg
- harian : : 1 tablet dapson / DDS 100 mg.
- minum obat selama 6-9 bulan ( 6 blister)

Terapi pada pasien MB:


- bulanan : 2 kapsul rifampisin @300 mg (600 mg), 3 tablet lampren
(klofazimin) @100 mg (300 mg) dan 1 tablet dapson/ DDS 100 mg
- harian: 1 tablet lampren 50 mg dan 1 tablet dapson/ DDS 100 mg.
- minum obat selama 12-18 bulan ( 12 blister)

Obat penunjang (vitamin/roboransia) : vitamin B1, B6, dan B12

PENGOBATAN PADA KEHAMILAN

WHO : MDT dianggap aman baik bagi ibu dan anak

MDT untuk kusta tipe PB (regimen 6 bulan)

Dosis bulanan

Rifampisisn 600 mg

Dosis harian

Dapson 100 mg

Dosis bulanan

Rifampisin 600 mg

MDT untuk kusta tipe MB (regimen 12 bulan)

Clofazimin 300 mg

Dosis harian

Dapson 100 mg
Clofazimin 50 mg

Komplikasi MH pada kehamilan

supresi dari imunitas cell mediated selama gestasi dan fase


penyembuhan post-partum

terdapat resiko kelahiran prematur dan kelahiran kurang masa


kehamilan (KMK), Plasenta kecil dan tumbuh secara lambat

Neuritis mempengaruhi hampir 50% dari wanita hamil dengan MH

mayoritas kasus, neuritis silent, fungsi sensoris dan motoris


menghilang, memiliki resiko tinggi untuk terjadinya reaksi MH dan
relaps

Resiko

gejala MH menjadi lebih berat lebih tinggi pada


kehamilan

mengarah

ke kerusakan saraf permanen, paling sering


pada nervus ulnaris, medianus, dan peroneal

PENUTUP

Kusta yang disebut juga penyakit lepra atau morbus Hansen


merupakan suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat.

Morbus Hansen pada kehamilan dapat menginduksi perubahan


keadaan imunologi yang dapat menyebabkan perburukan penyakit
kusta pada ibu serta dapat terjadinya reaksi kusta yang dapat
mengakibatkan kerusakan saraf yang permanen pada ibu dan juga
dapat berpengaruh pada bayi.

Namun, kusta atau Morbus Hansen pada kehamilan dapat berhasil


diobati dengan MDT.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda A, et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin: edisi ketujuh. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2015.
Andy Muharry. Faktor Risiko Kejadian Kusta. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2014. 174-182

Fatola CO, et al. Leprosy in Pregnancy - a review of the literature. Hamdan Medical Journal 2015. 8:83-96.

Paula Sacha FN, et al. Consequences Of The Interaction Between Leprosy And Pregnancy. Journal of
Nursing. 2012. 2243-9

Bhat RM, dan Prakash C. Leprosy: An Overview of Pathophysiology. Hindawi Publishing Corporation. 2012.
10:1-6.

World Health Organization. Model Prescribing Information, Drugs Used in Leprosy. Geneva. 2008.
Diaksespada 15 Juli 2016,Terdapat di: http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Jh2988e/3.html

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Nomor 5. 2014

Louisiana Office of Public Health. Hansens Disease (Leprosy). Department Of Health And Hospitals. 2010.
Page 1 of 12

Anda mungkin juga menyukai