Presentasi Kasus
Presentasi Kasus
Morbus Hansen
Kinanta
110201137
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. A
No. RM
:Jenis Kelamin
: Laki - laki
Umur
: 26 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Pekerja rotan
Suku
: Jawa
Status Marital
: Belum menikah
Alamat
: Gintung lor
Tanggal Pemeriksaan
: 20 September 2016
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Benjolan kemerahan pada kedua
lengan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUD Arjawinangun pada tanggal 20 September 2016
dengan keluhan adanya benjolan kemerahan pada
lengan bawah tangan kanan dan kiri,
benjolan
dirasakan muncul lebih dulu pada lengan sebelah
kanan. Benjolan yang ada disertai rasa nyeri dan
panas. Adanya rasa gatal disangkal. Keluhan ini
dirasakan sejak 1 minggu sebelum pasien berobat.
Pada saat datang ke poli, pasien sedang dalam
keadaan batuk pilek.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit
sedang
Kesadaran
: Composmentis
Vital Sign
TD
Nadi
Respirasi
Suhu
: 120/80 mmHg
: 80 x/menit
: 24 x/menit
: 36,30 C
Kepala
: Normocephal
Wajah
: Simetris, pucat(-), ikterik (-)
Mata
: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/Leher
: Tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks : Jantung : BJ I-II regular, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-,
Wheezing -/Abdomen : Datar, lembut, nyeri tekan (-),
nyeri lepas (-), bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat +/+, edema -/-, sianosis
-/-
Status Dermatologis
Makula
hipopigmentas
i
Lokasi : Pipi kanan atas
Efloresensi : makula
hipopigmentasi,
sirkumkripta, ukuran 24 cm
Nodus
eritema
Nodus
eritema
Lokasi : lengan
bawah kiri
Efloresensi :
nodus eritema,
sirkumripta,
ukuran 1x1cm
Lokasi : lengan
bawah kanan
Efloresensi :
nodus eritema,
sirkumripta,
ukuran 2x2cm
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
Diagnosis Kerja
Tatalaksana
Medikamentosa : Metilprednisolon 2x16 mg
Vit E 1x1
Non Medikamentosa
Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit
dan penatalaksanaannya.
Cukup istirahat.
Prognosis
Quo ad vitam
: Ad bonam
Quo ad fungtionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
Morbus Hansen
Merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan
penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang
bersifat intraselular obligat.
Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu
kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian
atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali
susunan saraf pusat.
Epidemiologi
Pada tahun 2011, tercatat 19.371 kasus baru
kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 8,03
per 100.000 penduduk.
Kelompok umur terbanyak yang menderita
penyakit ini adalah usia 25-35 tahun.
Frekuensi pada jenis kelamin pria atau pun
wanita adalah sama.
Mycobacterium leprae
Berkembang biak pada suhu 30 - 33C dalam
waktu 12 hari.
Mikroorganisme yang kuat yang dapat bertahan
hidup di lingkungan selama 10 hari.
Bakteri tahan asam dan alkohol.
Masa inkubasi : 40 hari - 40 tahun, rata-rata 3 5
tahun.
M. Leprae
HOST
DIFAGOSIT OLEH
MAKROFAG
SIS INDEPENDENT
SEL EPITELOID
(TUBERKEL)
SEL VIRCHOW
SEL DATIA
LANGHAN
SEL SCHWAN
HIPOANASTESIA
MB
1-5 lesi
> 5 lesi
Hipopigmentasi/eritema
Distribusi lebih
simetris
-
Hilangnya sensasi
kurang jelas
2. Kerusakan saraf
(menyebabkan
Banyak cabang
saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena)
Karakteristik
Tuberkuloid
(TT)
Lesi
Bentuk
Makula
makula
infiltrat
Jumlah
Satu
beberapa
Distribusi
Terlokasi
asimetris
Permukaan
Kering,skuama
Kering,skuama
Anestesia
Jelas
Jelas
Tidak ada
tidak jelas
Batas
Jelas
Jelas
Dapat jelas
tidak jelas
sampai
atau
BTA
Pada lesi kulit
Negative
Negatif, atau 1+
Biasanya negatif
Tes Lepromin
Positif lemah
TT
BT
Mid-borderline
(BB)
Lesi
Bentuk
Makula,
infiltrat Makula, plak, papul
difus, papul, nodus
Jumlah
Banyak
distribusi Banyak tapi kulit sehat Beberapa,
luas, praktis tidak masih ada
sehat (+)
ada kulit sehat
Distribusi
Simetris
Cenderung simetris
Asimetris
Permukaan
Halus berkilat
Halus berkilat
Sedikit
berkilap,
beberapa lesi kering
Anestesia
Tidak jelas
Tidak jelas
Lebih jelas
Batas
Tidak jelas
Agak jelas
Agak jelas
BTA
Pada
kulit
Sekret
hidung
lesi Banyak
Banyak
Banyak
Agak banyak
Tidak ada
Negatif
Biasanya negatif
kulit
LL
BL
BB
N.
N.
N.
N.
N.
N.
N.
ulnaris
medianus
radialis
poplitea lateralis
tibialis posterior
fascialis
trigeminus
Kusta Histoid
Variasi lesi tipe lepromatosa
Klinis : nodus berbatas tegas, keras
Bakterioskopik : positif tinggi
Terjadi ok resistensi sekunder
DIAGNOSIS
Morbus hansen sering disebut sebagai the great
imitator, cardinal sign :
Lesi kulit yang mati rasa, lesi berupa
hipopigmentasi/eritematous yang mati rasa
Penebalan saraf tepi disertai gangguan fungsi
saraf yaang disebabkan peradangan saraf tepi
(neuritis perifer) kronis
Gang fungsi saraf berupa :
1. Gang fungsi sensoris : mati rasa
2.Gang fungsi motoris : paresis atau paralisis
3. Gang fungsi otonom : kulit kering
BTA (+) didalam kerokan jaringan kulit
1. Anamnesis
Kapan timbul bercak/keluhan yang ada ?
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai
keluhan yang sama (apakah ada riwayat
kontak) ?
Lingkungan tempat tinggal ?
Riwayat pengobatan sebelumnya ?
2. Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan kulit/dermatologis
B. Pemeriksaan saraf
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Bakterioskopik
Tujuan : Membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan
pengobatan
Sediaan : kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa
hidung yang diwarna terhadap BTA, misalkan ZEIHL-NEELSEN.
Untuk rutin minimal 4- 6 tempat, yaitu kedua cuping telinga
bagian bawah dan 2-4 lesi lain yang paling aktif
Sediaan mukosa hidung : cara nose blows, terbaik pada pagi hari
atau menggunakan skapel jarang dilakukan
M. leprae terlihat merah
solid : batang utuh hidup
fragmented: batang terputus mati
granular : butiran mati
Indeks Morfologi:
Persentase bentuk solid dibandingkan dgn
jumlah solid dan non solid
Pemeriksaan histopatologik
Tipe tuberkulolid : tuberkel dan kerusakan saraf
yang nyata
Tipe lepromatosa : subepidermal clear zone, yaitu
daerah langsung dibawah epidermis yang
jaringannya tidak patologik
Pemeriksaan serologik
Didasarkan atas terbentuknya Ab pada tubuh
seseorang yang terinfeksi.
- Ab spesifik : antiphenolic glycopid-1 (PGL-1) dan
antibodi antiprotein 16 kD serta 3 kD
- Ab non spesifik : antibodi anti-lipoarabinomanan
Diagnosis Banding
Reaksi Kusta
Merupakan interupsi dengan episode akut pada
perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat
kronik.
Tatalaksana
1. Monoterapi, DDS (Diamino Difenil Sulfos), PB 3
5 tahun, MB 5 10 tahun bahkan seumur hidup.
2. Multi Drug Therapy (MDT)
Merupakan kombinasi dua atau lebih obat
antikusta, salah satunya rimfapsin sebagai anti
kusta yang bersifat bekrerisidal kuat sedangkan
obat anti kusta lain bersifat bakteriostatik.
600 mg/bulan
Diminum
di
100
depan
mg/hr
diminum
di
diminum
di
rumah
petugas kesehatan
Anak-anak
450 mg/bulan
(10-14 th)
Diminum
di
50
depan
mg/hari
rumah
petugas kesehatan
Rifampicin
Dewasa
600
Dapson
mg/bulan100
diminum
depan
Lamprene
mg/hari300
kesehatan
(10-14 th)
depan petugas
rumah
mg/hari150
depan
kesehatan
dilanjutkan
mg/bulan50
diminum
di
petugas
mg/hari
Anak-anak 450
mg/bulan
dgn
diminum
50
di
mg/bulan
di
depan
kesehatan
dilanjutkan dg 50 mg
selang
sehari
Lampren (Klofazimin)
Sediaan bentuk kapsul lunak 50 mg dan 100 mg, warna cokleat
Bersifat bakteriostatik, bakterisidal lemah, dan antiinflamasi
Diminum sesudah makan untuk menghindari gangguan
gastrointestinal
c. Rimfapisin
- Sedian bentuk kapsul 150 mg, 300 mg, 450 mg
dan 600 mg
- Bersifat bakterisidal
- Diminum setengah jam sebelum makan agar
penyerapan lebih baik
2. Obat penunjang (vitamin)
Dapat diberikan obat neurotropik seperti vitamin
B1, B6, dan B12.
3.
a.
-.
-.
Obat alternatif
Ofloksasin
Dosis optimal harian 400 mg.
ES : mual, diare, dan gangguan saluran cerna
lainnya.gang SSP (insomnia, nyeri kepala halusinasi).
b. Minosiklin
-. Dosis standar harian 100 mg.
-. ES : hipopigmentasi kulit dan membran mukosa gang
saluran cerna
-. Tidak dianjurkan pada anak dan ibu hamil
c. Klaritromisin
-. Dosis harian 500 mg.
-. ES : nausea , vomitus (pada dosis tinggi)
Komplikasi
Klasifikasi cacat menurut
WHO :
Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0
Tingkat 1
Tingkat 2
Tidak
ada
kelainan/kerusakan
pada
mata
Tingkat 1
(termasuk visus)
Tingkat 2
Prognosis
Bergantung pada seberapa luas lesi dan tingkat
stadium penyakit.
Kesembuhan bergantung pula pada kepatuhan
pasien terhadap pengobatan.
Terkadang pasien dapat mengalami kelumpuhan
bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien
menurun.