Anda di halaman 1dari 16

ABORSI DALAM ETIKA

KEDOKTERAN

KASUS !!!

Dua orang dokter umum diamankan oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum
(Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara saat melakukan penggerebekan di klinik
bersalin Budi Mulia, Jalan Medan-Binjai KM 13,5, Kecamatan Sunggal,
Deliserdang, Sumut.

"Dua dokter umum diamankan. Satu perawat dan pasien yang masih dilakukan
perawatan," ujar Kasubdit III/Jahtanras Polda Sumut, AKBP Faisal Napitupulu
kepada wartawan, Senin (9/5/2016)

Ditambahkannya, mereka melakukan penggerebekan tersebut setelah mendapat informasi dari


masyarakat dan melakukan penyelidikan. Akhirnya klink tersebut pun digerebek saat seorang
perempuan berinisial RS (21), Sedang melakukan aborsi.

"Saat ini kita masih melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan. Termasuk lokasi
praktik lain yang dilakukan mereka," tegasnya.

Sementara menurut warga sekitar, klinik tersebut sudah ada sekira 15 tahun. Akan tetapi,
mereka sama sekali tidak mengetahui adanya praktik aborsi di klinik tersebut.

Sebelumnya, klinik bersalin Budi Mulia digrebek pihak kepolisian dari Direktorat Reserse Kriminal
Umum (Ditreskrimum) Polda Sumatera Utara di Jalan Medan-Binjai KM 13,5, Kecamatan Sunggal,
Deliserdang, Sumut. Saat digrebek, dokter sedang melakukan aborsi terhadap pasiennya di
lokasi.

Makna aborsi
Aborsi adalah peniadaan buah kandungan yang masih hidup dari rahim seorang ibu
melalui campur tangan manusia sebelum lahir dengan cara membunuhnya

Di Amerika Serikat, definisi aborsi terbatas pada


terminasi kehamilan sebelum 20 minggu,
didasarkan pada tanggal hari pertama haid
normal terakhir. Definisi lain yang sering
digunakan adalah pelahiran janinneonatus yang
beratnya kurang dari 500 g.

Jenis-jenis aborsi

SPONTAN

abortus
provocatus
criminalis
BUATAN
abortus provocatus
therapeuticus

Aborsi ditinjau dari segi moral


Setiap manusia, termasuk mereka yang masih dalam kandungan memiliki hak
dasar untuk hidup yang langsung dari Tuhan dan bukan dari orang tua. Janin
dalam kandungan memiliki hak-hak dasar yang setara dengan manusia. Aborsi
yang disengaja sama sekali tidak dapat diterima karena bertentangan atau
melawan nilai hidup manusia

Dalam situasi konfliktual, aborsi sekurang-kurangnya perlu menimbang beberapa


nilai berikut:
(1) pengakuan atas hak-hak dasar setiap manusia
(2) perlindungan atas hak-hal dasar ini terkait dengan cinta kasih Sang Pencipta;
(3) pembelaan terhadap gagasan yang benar dari tinjauan keibuan;
(4) keselamatan nyawa yang sedang mengandung anak manusia.

BAGAIMANA DENGAN ABORSI TERAPHEUTIC ???


sejumlah teolog berpendapat bahwa aborsi
langsung atas janin yang belum berjiwa dizinkan
untuk menyelamatkan hidup ibu.

Penilaian moral terhadap kasus ini perlu


mempertimbangkan beberapa hal berikut
ini:

Adanya
kemajuan
teknologi

Harus ada usaha serius untuk


mengetahui apakah memang
aborsi ini secara objektif
menjadi satu-satunya cara
untuk menjaga kesehatan si
ibu

Hal-hal yang eksternal seperti cacat


atau lengkap, berbentuk atau belum
berbentuk, laki-laki atau perempuan,
dan sebagainya tidaklah
memperngaruhi nilai martabat
manusia. oleh karena itu, tidak bisa
dibenarkan aborsi oleh karena janin
yang cacat atau belum berumur.

Aspek Medikolegal
Hukum Kedokteran

Soal aborsi telah diatur dalam beberapa undang-undang, antara lain Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No 23/ 1992 tentang Kesehatan (UUK) dan
peraturan- peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah lainnya (misalnya Sumpah dan
Kode Etik Kedokteran Indonesia/ KODEKI telah dikuatkan dengan Permenkes).
Dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan tersebut butir-butir yang berkaitan
dengan abortus buatan legal sebagai berikut:

Pasal 15
1.

Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
dapat dilakukan tindakan medis tertentu.

2.

Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan:

3.

a.

berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;

b.

oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai
dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli;

c.

dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;

d.

pada sarana kesehatan tertentu.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

UU Kesehatan:
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu
dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar
kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau
penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten
dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal
kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

uu 36/2009

Pasal 194
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dalam KUHP secara rinci terdapat pasal-pasal yang mengancam pelaku-pelaku abortus ilegal sebagai
berikut:
1.

Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain melakukannya (KUHP, Pasal
346, hukum maksimum 4 tahun).

2.

Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seijinnya (KUHP, Pasal 347, hukum maksimum
12 tahun dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun).

3.

Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seijin wanita tersebut (KUHP, Pasal 348,
hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan dan bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7 tahun).

4.

Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas (KUHP, Pasal 349, hukuman ditambah
sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaan).

5.

Barangsiapa mempertunjukkan alat/ cara menggugurkan kandungan kepada anak dibawah usia 17
tahun/ dibawag umur (KUHP pasal 283, hukuman maksimal 9 bulan).

6.

Barangsiapa menganjurkan/ merawat/ memberi obat kepada seorang wanita dengan memberi harapan
agar gugur kandungannya (KUHP pasal 299, hukuman maksimum 4 tahun. 7

Sumpah dokter dan kodeki

Sampai saat ini lafal sumpah dokter yang diucapkan antara lain berbunyi Saya akan
menghormati hidup insan mulai dari saat pembuahan. Pasal 10 KODEKI menyebutkan: Setiap
dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi mahkluk insan.

Dalam buku Kode Etik Kedokteran Indonesia yang diterbitkan oleh IDI, disebutkan dalam bagian
penjelasan pasal 10 ini, yakni: Seorang dokter tidak boleh melakukan abortus provacatus dan
euthanasia.

Pada bagian lain dari penjelasan itu juga disebutkan bahwa abortus provocatus dapat
dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu- satunya jalan untuk
menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus therapeutics).

Jadi, etika kedokteran sendiri memang sudah tidak mengizinkan para dokter Indonesia untuk
melakukan aborsi kecuali atas indikasi medis dan rumusan KODEKI inilah yang berlaku di
Indonesia. Singkatnya, perbuatan aborsi merupakan pelanggaran terhadap Sumpah Dokter dan
KODEKI, kecuali atas indikasi medis.

Peran IDI

Dalam menyoroti masalah aborsi ini, peran IDI sangatlah menentukan karena sebenarnya secara
moral para dokter (yang merupakan anggota IDI) terikat oleh sumpah dan etika kedokteran.

KESIMPULAN

Aborsi adalah peniadaan buah kandungan yang masih hidup dari rahim seorang ibu melalui
campur tangan manusia sebelum lahir dengan cara membunuhnya. Abortus dapat terjadi secara
spontan atau secara buatan. Abortus buatan (terminasi kehamilan) dapat bersifat ilegal (abortus
provocatus criminalis), atau legal (abortus provocatus therapeuticus). Abortus buatan ilegal yang
dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten, biasanya memakai cara seperti memijit-mijit perut
bagian bawah, pemakaian bahan-bahan kimia yang dimasukkan ke dalam jalan lahir, sehingga
sering terjadi infeksi yang berat, bahkan dapat berakibat fatal. Abortus buatan legal dilakukan
hanya berdasarkan indikasi medik, dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan/ suami,
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang kompeten di suatu sarana kesehatan tertentu.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai