Pendidikan Inklusif2
Pendidikan Inklusif2
GLOBALISASI VS PARADOKS
SYAFAAT (BLESSING)
PEMBINASAAN (BLIGHT)
MENYENANGKAN
PLEASURE)
KENESTAPAAN (GRIEF)
KEBINHEKAAN
KESERAGAMAN HEDONIS
PENGHALALAN SESUATU
DARI LUAR
PASAR BEBAS
PENYAJIAN
1. Perspektif pendidikan Inklusif nasional menuju globalisasi
pendidikan
2. Membangun pendidikan inklusif di sekolah agama dan
sekolah umum
3. Kurikulum pendidikan inklusif dalam sIstem pendidikan
Islam
4. Kompetensi guru dalam pendidikan Islam inklusif
5. Pendidikan inklusif yang dibutuhkan dalam bingkai ke
bhinekaan dan Indonesiaan
6. Karakteristik peserta didik yang inklusif (output
pendidikan)
7. Dari mana kita mulai membangun pendidikan yang inklusif
dalam perspektif kompetensi guru dan peserta didik yang
inklusif
PARADIGMA PENDIDIKAN
INKLUSIF
KESAMAAN HAK DAN NILAI SBG DASAR KEBIJAKAN
PENDIDIKAN DAN SOSIAL MASYARAKAT MODERN (EQUITY)
PENDIDIKAN YANG TIDAK TERBATAS PADA TEMPAT, TETAPI
LEBIH MENGHARGAI KEANEKARAGAMAN, HAK, MARTABAT,
KEBUTUHAN INFDIVIDU, PERENCANAAN, TANGGUNGJAWAB
KOLEKTIF, PENGEMBANGAN PROFESIONAL DAN MENDAPAT
KESEMPATAN YANG SAMA
PENDIDIKAN YANG MENCIPTAKAN KESEMPATAN KEPADA
SEMUA PESERTA DIDIK UNTUK BEKERJASAMA, MENGGALI
KEMAMPUAN, KETERAMPILAN DAN ASPIRASI PESERTA DIDIK
YANG BERBEDA AGAR DAPAT DITINGKATKAN KETIKA MEREKA
BEKERJA SAMA DALAM SATU WADAH SECARA KOLABORATIF
PENDIDIKAN YANG MEMUNGKINKAN SEMUA PESERTA DIDIK
DAPAT BERPARTISIPASI PENUH DALAM BERKARYA DAN
BERKEHIDUPAN SESUAI KEBUTUHAN MEREKA
LANJUTAN
PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES YANG
MERUNTUHKAN HAMBATAN UNTUK
BELAJAR, DAN PARTISIPASI UNTUK SEMUA
PESERTA DIDIK UNTUK BELAJAR. DI SISI
LAIN, ADALAH KECENDERUNGAN UNTUK
MENYINGKIRKAN PERBEDAAN
PENDIDIKAN BAGI ANAK BANGSA SECARA
KEBHINEKAAN BAIK RERATA, YANG
BERKELEBIHAN DAN ATAU YANG
BERKEKURANGAN (CACAT, AUTIS, HYPER, IQ
DI ATAS RATA-RATA 120, DSB)
LANDASAN PENERAPAN
PENDIDIKAN INKLUSIF
LANDASAN FILOSOFIS
PANCASILA (DENGAN LIMA DASAR)
BHINEKA TUNGGAL IKA (DENGAN
KERAGAMAN BUDAYA, BAHASA,
AGAMA, SERTA KONDISI ALAM YANG
TERFRAGMENTASI SECARA
GEOLOGIS DAN GEOGRAFIS
KEINDONESIAAN
LANDASAN YURIDIS
LANDASAN PEDAGOGIS
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 3
menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang
demokratis dan bertanggungjawab.
Seluruh peserta didik harus dibentuk menjadi
warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab,
yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan
berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil
tercapai jika sejak awal, ada anak bangsa diisolasikan
dari teman sebayanya di lembaga pendidikan
LANDASAN EMPIRIS
Penelitian pendidikan inklusif telah banyak dilakukan di negaranegara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar
dipelopori oleh the National Academy of Sciences NaoS (Amerika
Serikat). Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan
anak di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan
diskriminatif
Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara
segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi
yang tepat (Heller, Holtzman & Messick, 1982). Beberapa pakar
bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan
identifikasi dan penempatan anak secara tepat, karena karakteristik
mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg,
1994/1995).
Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis (analisis lanjut)
atas hasil banyak penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan
oleh Carlberg dan Kavale (1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang
dan Baker (1985/1986) terhadap 11 buah penelitian, dan Baker (1994)
terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif
berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun
sosial anak dan teman sebayanya.
PRINSIP PENERAPANNYA
Pendidikan Inklusif merupakan
pendekatan strategis untuk mencapai
target pendidikan untuk semua (education
for all) dan pendekatan multicultural
Pendidikan inklusif perlu diterapkan
peraturan yang fleksibel ke dalam sistem
lokal sehingga memasukkan peserta didik
yang terpinggirkan untuk dapat mengecap
pendidikan yang wajar
DASAR PEMIKIRAN
LANJUTAN
7. Pendidikan Inklusif adalah integrasi dan sinergisitas atas miskinnya ilmu agama di
sekolah umum dan miskinnya ilmu umum di sekolah agama (baik sekolah biasa
atau unggulan)
8. Pendidikan inklusif mengadopsi inovasi kebutuhan masyarakat kekinian untuk
menjawab tantangan globalisasi dan free trade, dan dipersiapkan terhadap
kebutuhan modernitas yang berkembang sangat pesat, namun tetap memiliki akar
agama dan budaya yg kuat
9. Pendidikan inklusif satu alternatif pendidikan kontemporer, sekolah dengan metode
tampilan visi orientasi pada dataran realitas
10. Pendidikan inklusif mempersiapkan peserta didiknya menuju masa depan yang
bakal terjadi, dengan menawarkan nilai jual, bukan jual nilai yang kehilangan
realitasnya
11. Pendidikan inklusif dikelola secara profesional dan dilengkapi dengan fasilitas yang
memadai, seperti; gedung sekolah sampai tempat pemondokan disediakan
12. Pendidikan inklusif memiliki ingkungan pada dataran yang benar-benar alami yang
jauh dari polusi udara dan limbah kotoran
13. Pendidikan inklusif menekankan kedisiplinan belajar yang tinggi, tanpa tekanan
verbal dan tanpa kekerasan fisik, tapi lebih pada pendekatan penyadaran
14. Pendidikan inklusif merupakan jembatan antara dua sisi yakni kualitas ilmu-ilmu
umum dan kualitas ilmu-ilmu agama selain saintek yang dibutuhkan kekinian dan
masa depan
LANJUTAN
Kurikulum Pendidikan Inklusif, harus
merefleksikan:
1. Implementasi pedagogi yang menekankan kualitas,
profesionalitas, kedalaman dan kecakapan
2. Aspek materi & ktp harus disesuaikan dan harus memenuhi
kebutuhan kelompok-kelompok siswa yang beragam
3. Kebutuhan intelektual peserta didik berangkat atas komunitas
lokal berbasis pengalaman pendidikan, sehingga harus
dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa yang beragam
4. Evaluasi kurikulum, dilakukan atas kepedagogian dengan
sistem penilaian yang dapat membuktikan bahwa semua
aspek pengetahuan/kognisi, afeksi, keterampilan, dan
pengalaman dapat diukur dengan baik
5. Desain pembelajaran harus dirancang sesuai dengan
kebutuhan dan keragaman kelompok yang beragam
LANJUTAN
6. Guru mejadi pembangun jembatan pengetahuan dan keterampilan yang
akan membawa siswa dari rumah mereka dan dari masyarakat mereka
dengan pemberian pengetahuan dan keterampilan yang mereka
butuhkan dalam realitas
7. Semua siswa diberi pengajaran eksplisit, bertahap dan terukur sesuai
yang mereka butuhkan untuk sukses di sekolah dan di luar sekolah
nantinya
8. Siswa diakui sebagai mitra dalam mengajar atau dalam proses
pembelajaran dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bersuara,
berkomunikasi, misalnya melalui negosiasi kurikulum dan sistem
penilaian (egaliter dan demokratis)
9. Kurikulum dapat di desain secara variatif yang mengantarkan peserta
didik menuju, akademisi/ilmuan atau ulama, praktisi karir, teknokrat,
budayawan, jurnalis dsb.
10. Setiap jenjang pendidikan, memiliki bank bakat yang dikawal hingga ke
jenjang selanjutnya, sampai dapat disemai menjadi akademisi
ulama/ilmuan atau praktisi profesional