Anda di halaman 1dari 15

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI

INDONESIA PADA ABAD XIX

Oleh Kelompok 5
Sejarah Indonesia Baru
Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara (UU RI No. 23 Tahun 2003)
Sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia sudah
berlangsung sejak lama yang titik tolaknya terjadi pada
masa kolonialisme Belanda tepat di abad ke-19
Pendidikan tersebut memberikan kesempatan bagi
Bumiputra untuk dapat memperbaiki kehidupan atau
kedudukan
Rumusan masalah
Bagaimana perkembangan pendidikan yang dirintis oleh pihak Kolonial
Belanda?
Bagaimana perkembangan pendidikan yang diusahakan oleh pribumi?
Bagaimana dampak-dampak yang muncul sebagai akibat dari
berkembangnya pendidikan?

Tujuan penulisan
Untuk mengetahui perkembangan pendidikan yang dirintis oleh pihak
Kolonial Belanda.
Untuk mengetahui perkembangan pendidikan yang diusahakan oleh
pribumi.
Untuk mengetahui dampak-dampak yang muncul sebagai akibat dari
berkembangnya pendidikan.
Pendidikan yang dirintis Kolonial Belanda
Berawal ketika Indonesia kembali dikuasai Belanda tahun 1816
yang sebelumnya dibawah kendali Inggris
Di Eropa abad ke-18 muncul ide untuk mewujudkan
kesejahteraan tanah jajahan
1817 untuk pertama kalinya didirikan sekolah resmi di Batavia
dengan nama Europeesche Lagere School (ELS)
Sekolah ini sampai pertengahan abad ke-19 terus berkembang
ke daerah lain seperti Cirebon, Semarang, Surakarta, Surabaya,
dan Gresik (Mestoko, 1979: 50), tahun 1845 sudah berjumlah 25
sekolah
Penyebaran ELS didasarkan atas aktivitas Belanda
1824 didirikan Sekolah Gadis Negeri pertama di Batavia yang
memiliki asrama
Dalam tahun 1827 asramanya ditutup, dan tahun 1832 seluruh
sekolah ditutup (Hamzah, 1991: 22). 1837 dibuka lagi
1879 sekolah wanita juga didirikan di Padang dan Bukit Tinggi,
tetapi ditutup tahun 1885
Atas persetujuan Raja Willem III di Batavia pada 15 September
1860 didirikan sekolah bernama Gymnasium Willem III (Sekolah
Menengah Willem III) yang dikemudian berubah nama menjadi
Hogere Burgerschool (HBS).
Pada tahun 1875 dan 1877 didirikan masing-masing di Surabaya
dan Semarang (Soemanto, 1983: 43-44)
Kualitas HBS ini disetarakan dengan yang ada di Negeri Belanda
Tahun 1848 dikeluarkan Koninglijk Besluit (Keputusan Raja) tentang
pendidikan dasar untuk Bumiputra
Yang bisa masuk hanya para elit misal bangsawan, priyayi, atau
anak pegawai (berlaku di pulau Jawa), diluar Pulau Jawa berbeda. Di
daerah Minangkabau umpamanya, sekolah-sekolah Bumiputra itu
dapat juga dikunjungi oleh anak-anak pedagang dan petani
(Hamzah, 1991: 26)
Tahun 1893 sekolah Bumiputra dibagi menjadi sekolah-sekolah
kelas satu dan sekolah-sekolah kelas dua atas keluarnya Indisch
Staatblad 1893 Nomor 125
Timbul permasalahan bahasa pengantar dan kekurangan tenaga
guru
Akhirnya bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dan kekurangan
guru dengan membuka sekolah pendidikan guru yang bernama
Kweekschool pertama kali didirikan di Surakarta pada tahun1852,
lalu 1875 dipindahkan ke Magelang.
Sekolah guru didirikan di Bukitinngi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah
Baru, Tapanuli 1864, Tondano 1873, Ambon 1874, Probolinggo 1875,
Banjarmasin 1875, Makassar 1876, dan Padang Sidemuan 1879
Untuk penghematan beberapa Kweekschool ditutup di Magelang dan
Tondano 1875, Tapanuli 1874, Padang Sidempuan 1891, Banjarmasin
1893, dan Makassar 1895
Pengawasan terhadap sekolah-sekolah Bumiputra dilakukan oleh
seorang Inspektur Pengajaran Bumiputra yang dibentuk pada tahun
1864
Belanda memperhatikan pendidikan Bumiputra. Akhirnya dengan
Keputusan Raja didirikan pada tahun 1867 Departement Van
Onderwijs, Eredienst en Nijverheid (Departemen Pengajaran Ibadat
dan Kerajinan) (Hamzah, 1991: 28).
Poesponegoro (2010: 386) menyebutkan jumlah sekolah di Indonesia
dalam tahun 1882 khusus di peruntukkan murid-murid Indonesia
sekitar 300 di Jawa dan 400 di luar Jawa
Pendidikan yang dirintis Bumiputra/Pribumi
Selain lembaga pendidikan resmi dibawah naungan
Pemerinta Kolonial Belanda juga ada lembaga diluar jalur
tersebut
Pesantren merupakan lembaga pendidikan pribumi yang
berkembang pada masa ini
Salah satu keunggulan pesantren dibanding dengan
sekolah Belanda yakni tanpa diskriminasi
Namun walaupun tanpa diskriminasi pesantren hanya
terbuka bagi laki-laki
Tabel lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional dan jumlah murid di
beberapa kabupaten di Jawa tahun 1831 (Dhofier, 1994: 35).

Van der Chijs menyebut tidak Jumlah


semua lembaga disamping Kabupaten
Lembaga
Murid

sebagai pesantren Cirebon 190 2.763


Semarang 95 1.140
Van den Berg berusaha meng-Kendal 60 928
analisa statistik resmi pemerin-
Demak 7 519
Grobogan 18 365
tah tahun 1885 yang mencatat
Kedu 5 -
jumlah lembaga-lembaga Islam
Surabaya dan
410 4.762
tradisional sebanyak 14.929Mojokerto
di
Gresik 238 2.603
seluruh Jawa dan Madura (kecu-
Bawean 109 -
ali Kesultanan Yogyakarta) Sumenep 34 -
Pamekasan 97 -
dengan jumlah murid Besuki 500 -
kurang lebih 222.663 orangJepara 90 3.476
(Dhofier, 1994: 35) Jumlah 1.853 16.556

Peningkatan ini berkaitan dengan jumlah haji Indonesia yang


selalu meningkat
Munculnya pemberontakan yang dipimpin tokoh ulama misal
Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro
di Jawa Tengah, menyebabkan Belanda mencurigai pesantren
merupakan sumber pemberontakan
Didirikan Kantor Van Inlansch en Arabische Zaken dengan
tugas memberikan nasihat kepada pemerintah Hindia Belanda
dalam mengambil keputusan terhadap persoalan menyangkut
Islam, salah satu tokohnya Snouck Hurgronje
Pada tahun 1882 didirikan Priesterraden yang antara lain
bertugas mengawasi pesantren (Hamzah, 1991: 7)
Snouck Hurgronje menyarankan agar perkembangan pesantren
ditutup rapat dan pengadaan sensor terhadap buku-buku
pesantren
Pesantren semakin merosot sebab pihak pesantren bersikap
fanatik dengan selalu menolak secara apriori semua pengaruh
yang berasal dari Belanda
Dampak dari berkembangnya pendidikan
Pendidikan suatu alat politik oleh Belanda
Belanda mengendalikan elit pribumi seperti priyayi dengan
pendidikan, elit pribumi ini dipatuhi oleh para penduduk
Terjadi suatu simbosis mutualisme antara Belanda dan pribumi
Belanda mendapat pegawai murah, pribumi dapat
memperbaiki kehidupan
Saat itu perkebunan memerlukan tenaga terdidik Bumiputra
yang dapat berbahasa Belanda
Sebagian lagi tenaga terdidik dibutuhkan untuk mengisi
kekosongan posisi administrasi pemerintah kolonial (Sukardi,
1980: 34)
Hamzah (1991: 29-30) menyebut untuk memperoleh jabatan-
jabatan negeri ada ujian:
Klein-ambtenaarsexaneb (ujian pegawai rendah). Ujian ini
meliputi berhitung, menulis, dan Bahasa Belanda. Yang lulus
dari ujian ini dapat menjadi klerk, telegrafis, dan jabatan-
jabatan rendah lainnya.
Groot-ambtenaarsexamen (ujian pegawai menengah). Ujian
ini dapat ditempuh baik di Indonesia maupun di Negeri
Belanda. Yang lulus dari ujian diberi kesempatan menduduki
jabatan-jabatan menengah seperti pegawai Binnelands-
Bestuur (Pamong Praja) dari pangkat kontrolir dan pegawai
administrasi dari pangkat komis kepala. Persiapan
menempuh ujian ini diberikan pada HBS.
Profesi guru juga terbuka bagi Bumiputra lulusan Kweekschool
Mereka berhak untuk menggunakan payung, tombak, tikar, dan
kotak sirih menurut ketentuan pemerintah. Tanda-tanda
kehormatan itu membangkitkan rasa hormat, termasuk murid-
muridnya sendiri, khususnya anak-anak kaum ningrat
(Nasution, 1987:40)
Lulusan Kweekschool diberi gaji yang disamakan dengan gaji
seorang asisten wedana sebesar f.50,- hingga f.150,- per bulan
(Scherer, 1985: 48)
Departement van Onderwijs en Eredienst merupakan lembaga
yang bertanggung jawab menangani gaji guru-guru
Bumiputera dan membuat ketentuan bahwa penghasilan guru-
guru berdasarkan atas ijazahnya
Disisi lain berkembangnya pendidikan oleh Belanda membuat lembaga
pendidikan pribumi merosot
Selain itu jurang pemisah antara pribumi golongan atas seperti priyayi
dengan golongan bawah semakin lebar akibat adanya diskriminasi
Belanda
Kerugian Belanda adalah mereka tidak menyadari bahwa secara tidak
langsung mereka telah menanamkan patriotisme dan nasionalisme
pribumi dari matapelajaran Sejarah
Matapelajaran ini memuat peristiwa mengenai Revolusi Prancis, gerakan
buruh di Inggris, lahirnya komunis oleh Karl Marx, atau peristiwa lainnya
yang berbau perjuangan atas penindasan.
Memang sebuah ironi ketika Belanda ingin mengagung-agungkan Eropa
dan menenggelamkan Bangsa Timur lewat matapelajaran Sejarah, justru
menimbulkan semangat tersendiri bagi kaum Bumiputra. Hal ini terlihat
jelas setelah berakhirnya abad ke-19.

Anda mungkin juga menyukai