dll
Menaksir Aliran Kas
Tugas yang paling penting dalam penganggaran modal adalah estimasi aliran kas.
Estimasi atau proyeksi aliran kas melibatkan berbagai variabel, individu, dan berbagai
bagian atau departemen dalam perusahaan.
Aliran kas sangat penting dalam analisis investasi karena :
Laba dalam pengertian akuntansi tidak sama dengan kas masuk bersih
Para investor dan manajemen lebih tertarik mengetahui aliran kas bersih yang
benar-benar akan diterima.
Aliran kas dapat dikelompokkan menjadi tiga
bagian, yaitu:
Penyusutan Rp 50 juta
Proceeds = laba setelah pajak + penyusutan
Rp 120 juta = Rp 5 juta + Rp 50 juta
Laba Sebelum Bunga dan Pajak Rp 30 juta = Rp 55 juta
Bunga Rp 20 juta
Aliran kas operasional = laba setelah pajak + penyusutan (Proceeds) + bunga ( 1 pajak)
Perhatikan bahwa hasil perhitungan tersebut, yaitu Rp 65 juta, adalah sama dengan hasil
yang diperoleh kalau menganggap bahwa investasi tersebut dibelanjai dengan modal
sendiri. Kalau misalnya investasi tersebut dibelanjai dengan 50% hutang dan 50% modal
sendiri, maka kalau digunakan cara seperti tersebut di atas, aliran kas masuk bersihnya
juga tetap Rp 65 juta.
Berikut ini disajikan beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menaksir aliran kas operasional. Misalkan, sebuah perusahaan
memiliki laporan perhitungan laba rugi performa sebagai berikut:
Dari data tersebut, berapa taksiran aliran kas
Rp 145
operasional / proceeds ?
Pendapatan Penjualan juta
Aliran kas operasional = (1 - T) (EBDIT) - (T x Dep)
Biaya Tunai :
= (1 0,4)(45 juta) + (0,4) x 15 juta)
Rp 90
Biaya Variabel juta = 33 juta
Rp 10 Aliran kas operasional = (1 - T) (EBIT) + Dep
Biaya Tunai Tetap juta
= (1 0,4)(30 juta) + 15 juta
Rp 15
Penyusutan juta = 33 juta
Laba Sebelum Bunga dan Rp 30 Aliran kas operasional = (1 - T) (EBT) + (1 T)
Pajak juta
(bunga) + Dep
Rp 5
Bunga juta = (1 0,4)(25 juta)+ (1 - 0,4) (5 juta) + 15 juta
Rp 25 = 33 juta
Laba Sebelum Pajak juta
Aliran kas operasional = EAT + Dep. + (1 - T)
Rp 10
Pajak (40%) juta (Bunga)
Rp 15 = (15 juta + 15 juta + (1 0,4)(5 juta)
Laba Setelah Pajak juta
= 33 juta
Aliran kas pada akhir umur investasi (terminal cash flow)
Terminal Cash Flow umumnya terdiri dari cash flow nilai sisa (residu) investasi tersebut, dan pengembalian modal kerja.
Beberapa proyek mungkin masih mempunyai nilai meskipun aktiva-aktiva tetapnya sudah tidak mempunyai nilai ekonomis
lagi. Aliran kas dari nilai sisa ini juga perlu dihubungkan dengan pajak yang mungkin dikenakan.
Nilai buku dari suatu aktiva tetap adalah Rp 10 juta. Tetapi saat dijual, laku seharga Rp 12 juta. Berarti
perusahaan memperoleh laba sebesar Rp 2 juta (laba ini sebenarnya merupakan capital gain). Kalau misalkan
perusahaan dikenakan pajak 20% atas capital gain tersebut, maka aliran kas dari nilai sisa ini adalah Rp 12
juta (Rp 2 juta x 0,2) = Rp 11,60 juta.
Sebagaimana pada umur ekonomis, maka penaksiran nilai sisa dari suatu investasi juga cukup sulit.
Masalahnya tidak lain adalah lamanya dimensi waktu yang dihadapi dalam penaksiran ini. Misalkan umur
ekonomis ditaksir 5 tahun, maka untuk menaksir berapa nilai sisa suatu aktiva tetap, berarti kita
memproyeksikan pada 5 tahun mendatang. Ini jelas merupakan pekerjaan yang cukup sulit.
Contoh I
Suatu proyek memerlukan investasi sebesar Rp 1.000 juta, dan ditaksir memberikan kas masuk bersih
sebesar Rp 200 juta setiap tahun. Investasi sebesar Rp 1.000 juta tersebut terdiri dari aktiva tetap yang
ditaksir berusia ekonomis 8 tahun sebesar Rp 800 juta, dan modal kerja sebesar Rp 200 juta. Misalkan
aktiva-aktiva tetap tersebut ditaksir mempunyai nilai sisa Rp 50 juta pada akhir tahun ke 8. Akan tetapi,
dengan adanya proyek tersebut mengakibatkan berkurangnya penjualan dari produk lama sehingga
menyebabkan penurunan aliran kas produk lama sebesar Rp 50 juta per tahun. Dengan demikian taksiran
aliran kas adalah sebagai berikut:
Dimana initial cash flow merupakan aliran kas keluar, sedangkan operational cash flow dan terminal cash flow merupakan aliran
kas masuk.
Contoh 2
Misalkan suatu perusahaan sedang mempertimbangkan untuk mengganti mesin lama dengan mesin baru
yang lebih efisien. Nilai buku mesin lama adalah Rp 80 juta dan masih bisa dipergunakan dalam 4 tahun
lagi, tanpa nilai sisa. Mesin baru harganya Rp 120 juta dengan umur ekonomis 4 tahun tanpa nilai sisa,
Anggap perusahaan memakai penyusutan dengan metode garis lurus. Kalau mesin baru dipakai perusahaan
bisa menghemat biaya operasi tunai per tahun sebesar Rp 25 juta. Misalkan mesin lama kalau dijual saat ini
masih laku Rp 80 juta, tarif pajak yang dikenakan, baik untuk laba operasional maupun capital gains,
sebesar 30%. Bagaimana penaksiran aliran kasnya?
Penaksiran aliran kas yang digunakan adalah dengan menggunakan taksiran selisih (incremental). Kalau
perusahaan mengganti mesin lama dengan mesin baru, maka perlu tambahan investasi sebesar Rp 120 juta
Rp 80 juta = Rp 40 juta. Taksiran operational cash flow per tahun adalah:
Rp 25
Tambahan keuntungan karena juta
Dengan demikian, maka rencana penggantian mesin
penghematan biaya operasional
tersebut akan mengakibatkan penambahan investasi
Tambahan penyusutan : (yang merupakan kas keluar) Rp 40 juta, dan
Mesin baru Rp 30 juta
memberikan tambahan kas masuk operasional setiap
Mesin lama Rp 20 juta
Rp 10 tahun Rp 20,5 juta selama 4 tahun. Karena dalam hal
juta ini tidak ada nilai sisa, maka tidak ada terminal cash
Rp 15 flow. Contoh ini bisa dimodifikasi untuk berbagai
Tambahan laba sebelum pajak juta
keadaan, seperti contoh berikut ini.
Rp 4,5
Tambahan pajak juta
Rp 10,5
Tambahan laba setelah pajak juta
Contoh 3
Misalkan dari contoh 2 di atas, mesin baru mempunyai usia ekonomis 6 tahun, bukan 4 tahun (asumsi ini
lebih logis, karena mesin baru akan mempunyai umur ekonomis lebih lama). Dengan demikian aliran
kasnya menjadi sebagai berikut:
Tambahan aliran kas keluar / initial cash flow (untuk tambahan investasi) Rp 40 juta.
Untuk menaksir tambahan aliran kas masuk setiap tahun, perlu ditentukan terlebih dahulu periode waktu
yang sama. Dimana umur ekonomis mesin lama tinggal 4 tahun dan mesin baru masih 6 tahun. Kalau
langsung ditempuh cara seperti pada contoh nomor 2, maka akan dijumpai kesulitan karena periode yang
tidak sama ini. Untuk itu ditentukan terlebih dahulu waktu yang sama ini yaitu 4 tahun. Setelah 4 tahun,
maka mesin baru akan tinggal mempunyai nilai sisa sebesar (2 x Rp 20 juta) = Rp 40 juta. Karena
penyusutan mesin baru sekarang adalah Rp 20 juta per tahun.
Tambahan keuntungan karena Rp 25 juta
penghematan biaya operasional
Tambahan penyusutan :
Mesin baru Rp 20 juta
Mesin lama Rp 20 juta
Rp 0 juta