Anda di halaman 1dari 21

KEBIJAKAN POLITIK ORDE BARU,

KEBIJAKAN AWAL POLITIK DALAM DAN


LUAR NEGERI, SERTA PEMILU
Orde Baru
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk
memisahkan antara kekuasaan masa Sukarno (Orde Lama)
dengan masa Suharto. Sebagai masa yang menandai sebuah
masabaru setelah pemberontakan Gerakan 30 September
tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk mengoreksi
total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama,
penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali kekuatan
bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna
mempercepat proses pembangunan bangsa.
Kebijakan Politik Orde Baru
Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan
keluarganya, merupakan salah satu kebijakan yang
mengundang kontroversi dari masyarakat.
Pemerintah Orde Baru memberikan kesempatan politik hanya
kepada golongan tertentu saja. Hal ini dilakukan sesuai
dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 1975 . Partai
Persatuan Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai
islam seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI. Sedangkan Partai
Demokrasi Indonesia adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai
Murba, IPKI, dan Parkindo, hanya Golkar yang tidak
mempunyai fusi partai manapun.
Dampak Positif Kebijakan Orde Baru

1. Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi


kekuasaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin
kuatnya peran Negara dalam masyarakat.
2. Situasi ke amanan pada masa ORBA relatif aman dan
terjaga dengan baik karena pemerintah mampu mengatasi
semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan
dengan Pancasila.
Dampak Negatif Kebijakan Orde
Baru
Kebijakan politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan
cenderung KKN.
Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng
untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam
setiap pemilihan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang
duduk di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang
diwakilinya.
Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan
masyarakat, berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan
politik yang sangat merugikan rakyat.
Dampak Negatif
Pemerintah Orde lainnya
Baru gagal : pelajaran
memberikan
berdemokrasi yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia.
Golkar menjadi alat politik untuk mencapai stabilitas yang
diinginkan, sementara 2 partai lainnya hanya sebagai boneka
agar tercipta citera sebagai Negara demokrasi.
Dwi fungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara bahkan pada bidang-
bidang yang seharusnya masyarakat yang berperan besar
terisi oleh personel TNI dan Polri. Dunia bisnis tidak luput dari
intervensi TNI/Polri.
Kondisi politik lebih payah dengan adanya upaya penegakan
hukum yang sangat lemah. Di mana hukum hanya diciptakan
untuk keuntungan pemerintah yang berkuasa sehingga tidak
mampu mengadili para konglomerat yang telah menghabisi
uang rakyat.
Kebijakan Awal Politik Dalam Negeri

1. Pembentukan Kabinet Pembangunan


Kabinet Ampera dengan tugasnya Dwi Dharma Kabinat Ampera yaitu
menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi sebagai
persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional.
Program Kabinet Ampera terkenal dengan nama Catur Karya Kabinet
Ampera yakni :
1.Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan
pangan.
2.Melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu yang ditetapkan,
yaitu tanggal
5 Juli 1968.
3.Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan
nasional.
4.Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Setelah MPRS pada tanggal 27 Maret 1968 menetapkan
Soeharto sebagai presiden RI untuk masa jabatan lima tahun,
maka dibentuklah Kabinet Pembangunan dengan tugasnya
yang disebut Panca Krida yang meliputi :
Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi.
Menyusun dan melaksanakan Pemilihan Umum.
Mengikis habis sisa-sisa Gerakan 30 September.
Membersihkan aparatur Negara di pusat dan daerah dari
pengaruh PKI.
2. Pembubaran PKI dan Organisasi
Massanya
Soeharto sebagai pengemban Supersemar telah mengeluarkan
kebijakan :
a. Membubarkan PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat
dengan Ketetapan
MPRS No IX/MPRS/1966.
b. Menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia.
c. Pada tanggal 8 Maret 1966 mengamankan 15 orang menteri
yang dianggap terlibat
Gerakan 30 September 1965.
3. Penyederhanaan Partai Politik
Penggabungan partai-partai politik tersebut tidak didasarkan
pada kesamaan ideologi, tetapi lebih atas persamaan
program. Tiga kekuatan sosial politik itu adalah :
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan
gabungan dari NU, Parmusi, PSII, dan PERTI.
Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan gabungan
dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo.
Golongan Karya yang merupakan penyederhanaan partai-
partai politik ini dilakukan pemerintah Orde Baru dalam
upaya menciptakan stabilitas kehidupan berbangsa dan
bernegara.
4. Pemilihan Umum
Selama masa Orde Baru pemerintah berhasil melaksanakan
enam kali pemilihan umum, yaitu tahun 1971, 1977, 1985,
1987, 1992, dan 1997. Dalam setiap Pemilu yang
diselenggarakan selama masa pemerintahan Orde Baru.

5. Peran Ganda (Dwi Fungsi) ABRI


Untuk menciptakan stabilitas politik, pemerintah Orde Baru
memberikan peran ganda kepada ABRI, yaitu peran Hankam
dan sosial. Peran ganda ABRI ini kemudian terkenal dengan
sebutan Dwi Fungsi ABRI.
6. Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)
Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) adalah referendum yang
diadakan pada tahun 1969 di Papua Barat yang untuk
menentukan status daerah bagian barat Pulau Papua, antara
milik Belanda atau Indonesia.

7. Pedomanan Pengahayatan dan


Pengamalan Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan
gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan
mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama
Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4).
Kebijakan Awal Politik Luar Negeri
Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi
politik luar negeri RI. Alinea I menyatakan bahwa "... kemerdekaan ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan ..." Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa "... dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial ..."
Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik
negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-
negara adikuasa (super power).Aktifartinya dengan sumbangan
realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama
internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain.
Dalam ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN, Bab IV Arah
Kebijakan tentang Hubungan Luar Negeri, dirumuskan hal-hal sebagai
berikut:

Menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan
berorientasi pada kepentingan nasional, menitik beratkan pada solidaritas
antar negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-
bangsa, menolak penjajahan dalam segala bentuk.
Dalam melakukan perjanjian dan kerjasama internasional yang
menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak harus dengan
persetujuan lembaga perwakilan rakyat.
Meningkatkan kualitas dan kinerja aparatur luar negeri agar mampu
melakukan diplomasi pro-aktif dalam segala bidang untuk membangun
citra positif Indonesia di dunia internasional
Meningkatkan kualitas diplomasi guna mempercepat pemulihan
ekonomi dan pembangunan nasional, melalui kerjasama ekonomi
regional maupun internasional dalam rangka stabilitas, kerjasama
dan pembangunan kawasan.
Meningkatkan kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk
menghadapi perdagangan bebas, terutama dalam menyongsong
pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negaranegara sahabat
serta memperlancar prosedur diplomatik dalam upaya
melaksanakan ekstradisi bagi penyelesaian perkara pidana.
Meningkatkan kerjasama dalam segala bidang dengan negara
tetangga yang berbatasan langsung dan kerjasama kawasan ASEAN
untuk memelihara stabilitas, pembangunan dan kesejahteraan.
Pemilihan Umum
Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik
Indonesia tahun 1945 (UUD RI 1945) menentukan :
Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.Mana
kedaulatan sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu
kekuasaan yang dalam taraf terakhir dan tertinggi wewenang
membuat keputusan.
Pemilu pada Masa Orde Baru

Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan


pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan
setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru
menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah
tercipta dan pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai
oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia

Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru


menimbulkan kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah
tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan
dijiwai oleh asas LUBER (Langsung, Umum, Bebas, dan
Rahasia). Pemilu di selenggarakan oleh suatu Komisi
Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan
mandiri. Komisi ini memiliki tanggung jawab penuh atas
penyelenggaraan pemilu, dan dalam menjalankan tugasnya,
KPU menyampaikan laporan kepada Presiden dan DPR dari
MPR dan DPR tanpa catatan.
Kelompok 1

Agus Zainul Angga Eka Eva


A. Olivi Muzdalifah

Irma Laili Faizatul


Suryaningsih Zahro
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai