6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara
berkesinambungan.
1. Akses Obat
Dalam rangka memenuhi kebutuhan obat pasien sesuai dengan
resep di setiap penjualan obat, yaitu membahas resep yang
terlayani , resep yang tidak terlayani oleh apotik, dan resep yang
obatnya digantikan dengan obat lain yang sejenis. Akses
masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor
utama, yaitu:
Penggunaan obat yang rasional;
Harga yang terjangkau;
Pembiayaan yang berkelanjutan
Sistem pelayanan kesehatan beserta sistem suplai obat yang
dapat menjamin ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat.
2. Harga Obat
5. Keterjangkauan Obat
Kepmenkes No.
Permenkes No. Kepmenkes No.
HK.02.02/Menkes/068/I/2 Kepmenkes No. HK.03.01/Menkes/159/I/2
010 tentang pedoman dan 092/Menkes/SK/II/20
010 tentang kewajiban HK.03.01/Menkes/ pembinaan pengawasan 12 tentang harga
menggunakan obat generik 146/I/2010 tentang penggunaan obat generik eceran tertinggi obat
di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah. harga obat generik. di fasilitas pelayanan generik tahun 2012.
kesehatan pemerintah.
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL
KONAS dalam pengertian luas dimaksudkan untuk meningkatkan
pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, untuk
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
E
Penyiapan regulasi yang tepat Memanfaatkan skema dalam
G untuk menjamin ketersediaan Trips : compulsary license,
I obat. government use, pararel impor.
2. Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan
masyarakat dari berbagai dampak salah penggunaan dan penyalahgunaan obat.
keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar harus dapat dijamin
melalui strategi berikut:
Adanya dasar hukum, dan penegakan hukum secara konsisten, dengan efek jera
yang tinggi untuk setiap pelanggaran.
Penerapan Penerapan
Daftar Obat pendekatan
Esensial farmakoekono
Nasional Adopsi mi melalui Menjamin Pemberdaya
(DOEN) dalam obat dari kajian biaya diterimanya an
setiap upaya efektif dan informasi Pembatasa
pelayanan
DOEN kemanfaatan Penerapan masyarakat n jumlah
yang benar,
kesehatan, baik pada (cost pelayanan melalui KIE
(komunikasi dan jenis
perorangan effectiveness lengkap, dan
pengadaan kefarmasian
tidak
maupun
masyarakat, obat dan
and cost benefit
analysis) pada
yang baik.
menyesatkan , informasi obat yang
oleh para dan beredar.
melalui skema seleksi obat
pemanfaatan
JPKM.
yang digunakan pengguna. edukasi).
pedoman terapi di semua
dan tingkat
formularium . pelayanan.
Landasan Kebijakan KONAS
Pemerintah melaksanakan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian obat,
sedangkan pelaku usaha di bidang obat
bertanggung jawab atas mutu obat sesuai
Pemerintah bertanggung jawab
dengan fungsi usahanya. Tugas atas ketersediaan,
pengawasan dan pengendalian yang keterjangkauan, dan
menjadi tanggungjawab pemerintah pemerataan obat esensial yang
dilakukan secara profesional,
bertanggungjawab, independen dan dibutuhkan masyarakat.
transparan.
n:
bencana, dan memenuhi kekurangan obat di
kabupaten /kota.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, pemerintah daerah menyediakan anggaran
obat yang dialokasikan dari Dana Alokasi Umum
(DAU), khususnya untuk pelayanan kesehatan strata
pertama. Mengingat obat sangat penting artinya bagi
kesejahteraan masyarakat, maka perlu alokasi
anggaran yang cukup.
Sesuai dengan Undang-Undang No 40
tahun 2004 tentan SJSN (Sistem Jaminan
Sosial Nasional), skema JPKM dan sistem
jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya
harus menyelenggarakan pelayanan
kesehatan paripurna termasuk obat.
Biaya yang mungkin dikenakan kepada
pasien di pelayanan, khususnya
Puskesmas, semata- mata merupakan
Cont
alat serta bayar (co-payment) dan tidak
ditujukan sebagai sumber penghasilan.
Untuk menghadapi keadaan darurat,
maka pemerintah harus mengutamakan
penggunaan obat dalam negeri. Bantuan
dari Negara donor sifatnya hanya
supplemen. Mekanisme obat bantuan
harus mengikuti kaidah internasional
maupun ketentuan dalam negeri
Pemerintah perlu melakukan kebijakan
penetapan harga obat untuk menjamin
kewajaran harga obat.
Sasaran: Obat yang dibutuhkan untuk
B. Ketersediaan Obat pelayanan kesehatan, terutama obat
esensial senantiasa tersedia di seluruh
Memberikan insentif untuk
wilayah Indonesia produksi dalam negeri tanpa
menyimpang dari dan dengan
memanfaatkan peluang yang
ada dalam perjanjian WTO.
Menunjang ekspor obat untuk
mencapai skala produksi yang
lebih ekonomis untuk
menunjang perkembangan
ekonomi nasional. Berkenaan
dengan itu otoritas regulasi
Kebijaka
fasilitasi sertifikasi internasional
pabrik farmasi.
Peningkatan kerjasama
regional, baik sektor publik
- Peningkatan peran serta pengecer obat terutama di daerah terpencil untuk penyebaran pelayanan obat
bebas secara baik.
Pemerintah melakukan perbandingan harga obat yang masih dilindungi hak paten dengan
4. Pengendalian harga jual harga di negara lain dengan mengacu pada hasil pengukuran harga obat. Bila perlu pemerintah
melaksanakan lisensi wajib sesuai dengan Undang-undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten.
pabrik: Harga obat me-too (kopi) tidak boleh lebih mahal dari harga obat paten yang bersangkutan.
Langka
yang mendalam dan pengambilan keputusan yang transparan
dengan melibatkan para ahli dalam bidang obat dan
kedokteran, berbagai strata sarana pelayanan kesehatan
Langkah
Pendidikan berkelanjutan sebagai persyaratan izin menjalankan
kegiatan profesi.
Pengawasan, audit dan umpan balik dalam penggunaan obat.
Kebijakan:
Surveilans pasca pemasaran;
Otorisasi uji klinik.
Peningkatan sarana dan prasarana regulasi obat, serta pemenuhan
kebutuhan sumber daya manusia yang memadai.
Pemantapan usaha impor, produksi, distribusi, dan pelayanan obat.
Peningkatan kerjasama regional maupun internasional meliputi standar
mutu, standar proses, , dan pengembangan sarana jaminan mutu (quality
assurance) obat.
Pengembangan tenaga baik dalam jumlah dan mutu sesuai
dengan stndar kompentesi.
Pengakuan internasional terhadap sertifikasi nasional obat,
sarana produksi obat, dan tenaga profesional di bidang obat.
Peningkatan inspeksi jalur distribusi yang ditunjang prosedur
operasi standar, dilaksanakan oleh tenaga inspektur terlatih
dengan jumlah memadai, serta dilengkapi peralatan yang
lengkap (antara lain untuk tes obat sederhana).
Pembentukan Pusat Informasi Obat di pelayanan kesehatan
dan Dinas Kesehatan untuk intensifikasi penyebaran
informasi obat.
kebijaka
Pengembangan dan revitalisasi Sistem Informasi Obat
di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) untuk
menjamin ketersediaan, pemerataan dan
n:
keterjangkauan khususnya obat esensial.
Pengembangan dan evaluasi sistem monitoring
keamanan penggunaan obat.
Kajian atas efektifitas sistem sampling pada uji petik
pengujian obat di pasaran.
Penelitian dan pengembangan penggunaan obat
rasional mulai dari identifikasi masalah, besarnya
masalah, memilih strategi peningkatan penggunaan
obat yang rasional.
Penerbitan dan revisi pedoman cara uji klinis yang baik
untuk berbagai kelas terapi obat.
h. Pengembangan sumber Sasaran : Tersedianya SDM yang
daya manusia menunjang pencapaian sasaran KONAS.
kebijaka
kesehatan.
Penyelenggaraan pelatihan kerja (in-job
training) untuk menunjang pengawasan
n: obat, penggunaan obat yang rasional serta
pengelolaan obat esensial secara efektif
dan efisien.
Kerjasama regional dan internasional
untuk pengembangan SDM a.l. kerjasama
dengan organisasi internasional dan
dengan negara donor.
Sasaran : Menunjang penerapan KONAS
i. Pemantauan dan Evaluasi
sebaik-baiknya melalui pembentukan
mekanisme pemantauan dan evaluasi
performa serta dampak kebijakan, guna
mengetahui hambatan dan penetapan
strategi yang efektif KONAS memerlukan
pemantauan secara berkala dan dievaluasi.
Pemantauan dilakukan secara berkala dan
evaluasi dilakukan oleh suatu komite nasional
yang melibatkan instansi terkait.
Lingkup pemantauan dan evaluasi meliputi
antara lain prioritas penerapan, kapasitas,
Langka
pelaksanaan dan kemajuan pencapaian tujuan.
Pemantauan dapat dilakukan dengan penetapan
daerah sampel.
n:
untuk:
Tindak lanjut berupa penyesuaian kebijakan,
baik penyesuaian opsi kebijakan maupun
penetapan prioritas.
Negosiasi dengan instansi dan badan terkait.
Bahan pembahasan dengan berbagai badan
internasional maupun donor luar negeri.
Kasus
Uraian Kasus
Dalam rangka mengantisipasi mahalnya harga
obat, pemerintah, dalam hal ini Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, mewajibkan
penulisan resep dan penggunaan obat generik di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Agar
upaya pemanfaatan obat generik ini dapat
mencapai tujuan yang diinginkan, maka
kebijakan tersebut mencakup salah satu
komponennya yaitu peresepan berdasarkan atas
nama generik, bukan nama dagangnya. Pada
kenyataannya penulisan resep obat generik tidak
selalu dilakukan dengan tertib.
Rumah Sakit Umum (RSU) Cilegon sebagai rumah
sakit milik Pemerintah Daerah Kota Cilegon diharuskan
untuk menuliskan resep dan/atau menggunakan Obat
Generik. Saat ini cakupan program penulisan dan
penggunaan obat generik di RSU Cilegon dirasakan
masih belum mencapai hasil yang diharapkan. Survei
awal di rumah sakit ini didapatkan bahwa persentase
penggunaan atau penulisan resep generik oleh dokter
sebesar 10% (2005) dan 43% (2006). Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan obat generik oleh
praktisi medis masih jauh dari harapan. Sarana
kesehatan pemerintah seharusnya memelopori
penggunaan obat generik, namun pada kenyataannya
masih dijumpai penyimpangan pada penulisan resep
obat generik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
didapatkan informasi bahwa selama ini belum ada
mekanisme pemantauan dan penilaian terhadap
penggunaan obat termasuk penggunaan obat generik.
Komite Farmasi dan Terapi bersama dengan Instalasi
Farmasi belum melakukan evaluasi terhadap hasil
kegiatan penulisan resep obat generik di RSU Cilegon.
Hasil penelusuran dokumen terhadap kebijakan yang
dikeluarkan oleh Direktur RSU Cilegon menunjukkan
bahwa sampai saat ini belum ada peraturan atau
kebijakan yang dikeluarkan yang terkait langsung
dengan dukungan terhadap penggunaan obat generik.
Selain itu, ketersediaan obat generik di Instalasi
Farmasi secara umum informan katakan kurang dan
belum dirasakan ada hubungan antara sosialisasi obat
generik dengan penulisan resep obat generik.
Peraturan Yang Dilanggar
Pada setiap bulan, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan atau Komite
Farmasi dan Terapi Rumah Sakit berkewajiban mengumpulkan
dan mencatat resep yang masuk, untuk kemudian dilakukan
analisa dan evaluasi terhadap hal-hal sebagai berikut: jumlah dan
jenis obat generik yang diresepkan, penyimpangan penulisan
resep obat generik, jumlah dan jenis obat di luar formularium
yang diresepkan. Hasil pemantauan dan evaluasi ini kemudian
dilaporkan ke Direktur Rumah Sakit setiap bulannya, Dinas
Kesehatan setiap tiga bulan sekali, dan Direktur Jenderal
Pelayanan Medik Depkes setiap enam bulan sekali.
Cont