Anda di halaman 1dari 40

UNDANG-UNDANG KEFARMASIAN

OBAT GENERIK DAN KEBIJAKAN OBAT


NASIONAL

RAHMI ROSI AMI


REDMI FERIS
ADELIANI SARI

SOLEHA TIARA SRI


ULFA RAHIM SUDARSIH

DOSEN PENGAJAR : SEFTIKA SARI M.Ph, Apt


OBAT GENERIK
Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama
generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia dan INN (International Nonpropietary Names) dari WHO
(World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya.
Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya,
sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa
perlu membayar royalti.
Terdapat dua jenis obat
generik, yaitu
Obat Generik Berlogo (OGB) yaitu obat yang diprogram oleh
pemerintah dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara
Pembuatan Obat yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah.
Logo generik menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh
Mentri Kesehatan (Menkes) RI.

Obat Generik Bermerek/Bernama Dagang adalah obat generik dengan


nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang
bersangkutan.
Manfaat Obat Generik

1. Sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat untuk


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2. Dari segi ekonomis obat generik dapat dijangkau


masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah.

3. Dari segi kualitas obat generik memiliki mutu atau khasiat


yang sama dengan obat yang bermerek dagang (obat paten).
Kebijakan Obat Generik
Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan untuk mengendalikan harga
obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya. Agar upaya
pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Maka
kebijakan tersebut mencakup komponen:

1. Produksi dengan CPOB, dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat


CPOB dan disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan
kesehatan.
2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat.

3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan.

4. Peresapan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.

5. Penggantian dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unitunit pelayanan kesehatan.

6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara
berkesinambungan.

7. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat generik secara berkala


Faktor yang Menghambat Masyarakat
Terhadap Obat Generik

1. Akses Obat
Dalam rangka memenuhi kebutuhan obat pasien sesuai dengan
resep di setiap penjualan obat, yaitu membahas resep yang
terlayani , resep yang tidak terlayani oleh apotik, dan resep yang
obatnya digantikan dengan obat lain yang sejenis. Akses
masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor
utama, yaitu:
Penggunaan obat yang rasional;
Harga yang terjangkau;
Pembiayaan yang berkelanjutan
Sistem pelayanan kesehatan beserta sistem suplai obat yang
dapat menjamin ketersediaan, pemerataan, keterjangkauan obat.
2. Harga Obat

Harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur


harga obat tidak transparan. Penelitian WHO menunjukkan
perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama
dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1:2 sampai 1:5.
Penelitian di atas juga membandingkan harga obat dengan nama
dagang dan obat generik menunjukkan obat generik bukan yang
termurah.

3. Tingkat Ketersediaan Obat


Rendahnya ketersediaan obat generik di rumah sakit
pemerintah dapat berimplikasi secara langsung pada akses obat
generik, sebagai gantinya pasien membeli obat generik di
apotik atau di praktek dokter. Apotik swasta mempunyai obat
generik lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan
oleh dokter. Sehingga apotik menyediakan obat paten lebih
banyak. Selama banyak obat yang tidak tersedia, pasien
mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar obat.
4. Informasi Obat
Keterbatasan informasi masyarakat akan obat sangat erat kaitannya
dengan ketidaktahuan akan pengenalan, penggunaan dan
pemanfaatan obat terutama bagi mereka yang ingin memakai obat
generik.

5. Keterjangkauan Obat

Keterjangkauan obat dapat dipandang dari sudut geografis,


ekonomi dan sosial politik. Saat ini sebagian masyakat
Indonesia tinggal di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan
wilayah perbatasan. Sebagian lagi tinggal di daerah rawan
bencana baik bencana alam dan bencana buatan manusia
Peraturan dan
Keputusan Menteri
Kesehatan Tentang
Obat Generik

Kepmenkes No.
Permenkes No. Kepmenkes No.
HK.02.02/Menkes/068/I/2 Kepmenkes No. HK.03.01/Menkes/159/I/2
010 tentang pedoman dan 092/Menkes/SK/II/20
010 tentang kewajiban HK.03.01/Menkes/ pembinaan pengawasan 12 tentang harga
menggunakan obat generik 146/I/2010 tentang penggunaan obat generik eceran tertinggi obat
di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah. harga obat generik. di fasilitas pelayanan generik tahun 2012.
kesehatan pemerintah.
KEBIJAKAN OBAT NASIONAL
KONAS dalam pengertian luas dimaksudkan untuk meningkatkan
pemerataan dan keterjangkauan obat secara berkelanjutan, untuk
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Ketersediaan , pemerataan, dan keterjangkauan


obat esensial

TUJUAN Keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang


beredar serta penggunaan obat yang rasional.
KONAS
Masyarakat terlindung dari salah penggunaan
dan penyalahgunaan obat;
STRATEGI DAN LANDASAN KEBIJAKAN
1. Ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat esensial.
hendak dicapai melalui strategi berikut:

Sistem pembiayaan obat berkelanjutan, baik


sektor publik maupun sektor swasta
S mengacu pada UU No 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) yang dijabarkan dalam berbagai
Rasionalisasi harga obat dan
pemanfaatan obat generik.
T bentuk Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM).

R Penerapan sistem pengadan dalam jumlah Pengembangan dan evaluasi terus-


A
besar (bulk purchasing) atau pengadaan menerus, model dan bentuk pengelolaan
secara terpusat (pool procurement) disektor
publik. Disertai distribusi obat yang efektif, obat sektor publik di daerah terpencil,
daerah tertinggal, daerah perbatasan dan
T efisien dan akuntabel, pada sektor publik dan
swasta. daerah rawan.

E
Penyiapan regulasi yang tepat Memanfaatkan skema dalam
G untuk menjamin ketersediaan Trips : compulsary license,
I obat. government use, pararel impor.
2. Jaminan keamanan, khasiat dan mutu obat beredar, serta perlindungan
masyarakat dari berbagai dampak salah penggunaan dan penyalahgunaan obat.
keamanan, khasiat dan mutu semua obat yang beredar harus dapat dijamin
melalui strategi berikut:

Penilaian dan pengujian melalui proses pendaftaran, pembinaan, pengawasan dan


pengendalian (binwasdal) produksi, impor, ekspor, distribusi dan pelayanan obat
merupakan suatu kesatuan yang utuh, dilakukan secara transparan dan independen.

Adanya dasar hukum, dan penegakan hukum secara konsisten, dengan efek jera
yang tinggi untuk setiap pelanggaran.

Penyempurnaan ketentuan sarana produksi, sarana distribusi, sampai dengan


tingkat pengecer.

Pemberdayaan masyarakat melalui penyediaan dan penyebaran informasi


terpercaya, sehingga terhindar dari penggunaan obat yang tidak memenuhi
persyaratan.

Penyempurnaan dan pengembangan berbagai standar dan pedoman pengemba ngan


bahan obat.
3. Penggunaan obat secara rasional
Upaya untuk penggunaan obat yang rasional dilakukan melalui strategi
berikut:

Penerapan Penerapan
Daftar Obat pendekatan
Esensial farmakoekono
Nasional Adopsi mi melalui Menjamin Pemberdaya
(DOEN) dalam obat dari kajian biaya diterimanya an
setiap upaya efektif dan informasi Pembatasa
pelayanan
DOEN kemanfaatan Penerapan masyarakat n jumlah
yang benar,
kesehatan, baik pada (cost pelayanan melalui KIE
(komunikasi dan jenis
perorangan effectiveness lengkap, dan
pengadaan kefarmasian
tidak
maupun
masyarakat, obat dan
and cost benefit
analysis) pada
yang baik.
menyesatkan , informasi obat yang
oleh para dan beredar.
melalui skema seleksi obat
pemanfaatan
JPKM.
yang digunakan pengguna. edukasi).
pedoman terapi di semua
dan tingkat
formularium . pelayanan.
Landasan Kebijakan KONAS
Pemerintah melaksanakan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian obat,
sedangkan pelaku usaha di bidang obat
bertanggung jawab atas mutu obat sesuai
Pemerintah bertanggung jawab
dengan fungsi usahanya. Tugas atas ketersediaan,
pengawasan dan pengendalian yang keterjangkauan, dan
menjadi tanggungjawab pemerintah pemerataan obat esensial yang
dilakukan secara profesional,
bertanggungjawab, independen dan dibutuhkan masyarakat.
transparan.

Pemerintah dan pelayan


kesehatan bertanggungjawab Masyarakat berhak untuk
untuk menjamin agar pasien mendapatkan informasi obat
mendapat pengobatan yang yang benar.
rasional

Pemerintah mendorong terlaksananya


penelitian dan pengembangan obat yang
Pemerintah memberdayakan mencakup aspek sistem( manajamen obat,
masyarakat untuk terlibat dalam manajemen SDM, penggunaan obat
rasional, dan lain-lanin), komoditi obat,
pengambilan keputusan proses ( pengembangan obat baru), kajian
pengobatan. regulasi dan kebijakan.
Pemerintah dan semua pihak terkait
bertanggungjawab atas ketersediaan SDM
yang dapat menunjang pencapaian
sasaran
Pokok-pokok dan Langkah-langkah Kebijakan
Sasaran : Masyarakat, terutama yang tidak
a. Pembiayaan Obat mampu dapat memperoleh obat esensial
yang diperlukan setiap saat diperlukan.

Penetapan target pembiayaan obat sektor publik


secara nasional (WHO menganjurkan alokasi sebesar
minimal US $ 2 per kapita.)
Departemen Kesehatan mengembangkan mekanisme
pemantauan pembiayaan obat sektor publik di
daerah.
Pemerintah menyediakan anggaran obat untuk

Langkah program kesehatan nasional. Sedangkan untuk


masyarakat yang dikategorikan mampu dapat
berkontribusi.
Kebijaka Pemerintah Pusat menyediakan dana buffer stok
nasional untuk kepentingan penanggulangan

n:
bencana, dan memenuhi kekurangan obat di
kabupaten /kota.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, pemerintah daerah menyediakan anggaran
obat yang dialokasikan dari Dana Alokasi Umum
(DAU), khususnya untuk pelayanan kesehatan strata
pertama. Mengingat obat sangat penting artinya bagi
kesejahteraan masyarakat, maka perlu alokasi
anggaran yang cukup.
Sesuai dengan Undang-Undang No 40
tahun 2004 tentan SJSN (Sistem Jaminan
Sosial Nasional), skema JPKM dan sistem
jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya
harus menyelenggarakan pelayanan
kesehatan paripurna termasuk obat.
Biaya yang mungkin dikenakan kepada
pasien di pelayanan, khususnya
Puskesmas, semata- mata merupakan

Cont
alat serta bayar (co-payment) dan tidak
ditujukan sebagai sumber penghasilan.
Untuk menghadapi keadaan darurat,
maka pemerintah harus mengutamakan
penggunaan obat dalam negeri. Bantuan
dari Negara donor sifatnya hanya
supplemen. Mekanisme obat bantuan
harus mengikuti kaidah internasional
maupun ketentuan dalam negeri
Pemerintah perlu melakukan kebijakan
penetapan harga obat untuk menjamin
kewajaran harga obat.
Sasaran: Obat yang dibutuhkan untuk
B. Ketersediaan Obat pelayanan kesehatan, terutama obat
esensial senantiasa tersedia di seluruh
Memberikan insentif untuk
wilayah Indonesia produksi dalam negeri tanpa
menyimpang dari dan dengan
memanfaatkan peluang yang
ada dalam perjanjian WTO.
Menunjang ekspor obat untuk
mencapai skala produksi yang
lebih ekonomis untuk
menunjang perkembangan
ekonomi nasional. Berkenaan
dengan itu otoritas regulasi

Langkah obat mengupayakan pengakuan


internasional atas sertifikasi
nasional serta memberikan

Kebijaka
fasilitasi sertifikasi internasional
pabrik farmasi.
Peningkatan kerjasama
regional, baik sektor publik

n: maupun sektor swasta, dalam


rangka perdagangan obat
internasional untuk
pengembangan produksi dalam
negeri.
Peningkatan efisiensi dan
efektivitas distribusi obat
melalui regulasi yang tepat.
Peningkatan pelayanan
kefarmasian melalui
peningkatan profesionalisme
tenaga farmasi sesuai dengan
- Pemberian insentif untuk pelayanan obat di daerah terpencil.

- Peningkatan peran serta pengecer obat terutama di daerah terpencil untuk penyebaran pelayanan obat
bebas secara baik.

- Ketersediaan obat sektor publik:


Pembentukan Instalasi Farmasi di Propinsi dan Kabupaten/Kota Pemekaran
serta Revitalisasi Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) yang sudah ada
sebagai Unit Pengelola Obat dengan memanfaatkan sistem informasi
pengelolaan obat yang efisien dan efektif.
Penerapan prinsip efisiensi dalam pengadaan obat, dengan mengikuti DOEN,
serta dengan pemusatan pengadaan obat di daerah pada tingkat kabupaten/kota.
Penerapan pengelolaan obat yang baik di IFK.
Penerapan prinsip transparansi dalam pengadaan obat sektor publik serta
pemisahan fungsi dan tanggung jawab seleksi, kuantifikasi, spesifikasi produk,
pra-kualifikasi pemasok, dan pelaksanaan tender.
Memberikan kesempatan kepada industri dalam negeri apabaila diperlukan
memanfaatkan skema compulsary license, government use, pararel impor untuk
memenuhi keperluan obat disektor publik
Ketersediaan obat dalam keadaan darurat
Pengorganisasian suplai obat dalam keadaan darurat sesuai
ketentuan yang berlaku.
Departemen Kesehatan menyusun pedoman pengadaan obat
untuk keadaan darurat yang ditinjau kembali secara berkala.
Pengadaan obat untuk keadaan darurat mengikuti pedoman
Departemen Kesehatan dan pemerintah mengambil langkah-
langkah untuk menjamin ketepatan jumlah, jenis, mutu dan
waktu penyerahan obat.
Untuk menghadapi keadaan darurat , maka pemerintah harus
mengutamakan obat produksi dalam negeri. Bantuan dari
Negara donor sifatnya hanya sisipan (supplemen). Mekanisme
obat bantuan harus mengikuti kaidah internasional maupun
ketentuan dalam negeri
Sasaran : Harga obat terutama obat esensial
C. Keterjangkauan generik terjangkau oleh masyarakat.
Sosialisasi Konsep Obat Esensial dalam pelayanan
kesehatan baik sektor publik maupun swasta.
Langkah Menerapkan DOEN dalam seluruh sarana pelayanan
kebijakan : kesehatan.
Secara konsisten memasyarakatkan obat generik.
1. Peningkatan DOEN merupakan bagian dari kurikulum dalam pendidikan
penerapan dan pelatihan tenaga profesi kesehatan.
KonsepObat Esensial Peningkatan Program Obat Generik dengan pengendalian
dan Program Obat mutu dan harga dengan memanfaatkan informasi harga
obat internasional. Mengizinkan pelaksanaan registrasi obat
Generik: generik yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan
kesehatan sebelum hak paten obat yang bersangkutan
kadaluwarsa.
Pemberian insentif kepada apotek dalam pelayanan obat
esensial dan obat generik.

2. Pemerintah Membandingkan harga dengan harga di negara lain


melaksanakan dalam rangka mengambil langkah kebijakan yang
evaluasi harga secara tepat mengenai harga obat;
periodik dengan Membandingkan keterjangkauan obat oleh
masyarakat di berbagai daerah (baik perkotaan
membandingkan maupun pedesaan), dan di sarana pelayanan
dengan harga berbagai sektor (baik di sektor publik, sektor swasta
referensi internasional maupun sektor swasta nirlaba) dalam rangka
mengikuti metoda mengambil kebijakan yang tepat;
standar internasional Menilai dampak kebijakan yang telah dilaksanakan
yang terkini untuk: mengenai harga obat.
3. Pemanfaatan studi farmako-ekonomik di unit pelayanan kesehatan secara
terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi.

Pemerintah melakukan perbandingan harga obat yang masih dilindungi hak paten dengan
4. Pengendalian harga jual harga di negara lain dengan mengacu pada hasil pengukuran harga obat. Bila perlu pemerintah
melaksanakan lisensi wajib sesuai dengan Undang-undang No 14 Tahun 2001 tentang Paten.
pabrik: Harga obat me-too (kopi) tidak boleh lebih mahal dari harga obat paten yang bersangkutan.

5. Pemerintah mengembangkan sistem informasi harga obat bagi masyarakat.

6. Pemerintah mengembangkan sistem pengadaan obat sektor publik dengan


menerapkan prinsip pengadaan dalam jumlah besar atau pengadaan terpusat.

7. Penghapusan pajak dan bea masuk untuk obat esensial

8. Pemerintah perlu melakukan kebijakan penetapan harga obat untuk


menjamin keterjangkauan harga obat.
Sasaran : Diterimanya secara luas
d. Seleksi obat esensial Daftar Obat Esensial Nasional ( DOEN)

Pembentukan komite nasional untuk pemilihan obat esensial.


Pemilihan obat esensial harus terkait dengan pedoman terapi
atau standar pengobatan yang didasarkan pada bukti ilmiah
terkini.
Seleksi obat esensial dilakukan melalui penelaahan ilmiah

Langka
yang mendalam dan pengambilan keputusan yang transparan
dengan melibatkan para ahli dalam bidang obat dan
kedokteran, berbagai strata sarana pelayanan kesehatan

h UKM dan UKP dan lembaga pendidikan tenaga profesi


kesehatan.
Revisi DOEN dilakukan secara periodik paling tidak setiap

Kebijaka 3-4 tahun dengan melalui proses pengambilan keputusan


yang sama.
Penyebarluasan DOEN dan setiap revisi DOEN kepada

n: sarana pelayanan kesehatan sampai daerah yang terpencil,


pendidik tenaga profesi kesehatan, pelayan kesehatan,
mahasiswa kesehatan, baik dalam bentuk tercetak maupun
elektronik.
Pengintegrasian Konsep Obat Esensial dalam pendidikan
formal, pendidikan berkelanjutan maupun pelatihan tenaga
profesi kesehatan.
Sasaran : Penggunaan obat dalam jenis
e. Penggunaan Obat Yang Rasional
bentuk sedian, dosis dan jumlah yang
tepat dan disertai informasi yang
lengkap, benar dan tidak
menyesatkan.
Pembentukan komite nasional multidisiplin untuk
mengkoordinasi langkah kebijakan penggunaan obat.
Penyusunan pedoman terapi standar berdasarkan bukti ilmiah
terkini yang di revisi secara berkala.
DOEN sebagai acuan pemilihan obat.
Pemberdayaan Komite Farmasi dan Terapi di rumah sakit.
Pembelajaran farmakoterapi berbasis masalah dalam kurikulum
S1 tenaga profesi kesehatan.

Langkah
Pendidikan berkelanjutan sebagai persyaratan izin menjalankan
kegiatan profesi.
Pengawasan, audit dan umpan balik dalam penggunaan obat.

Kebijakan: Penyediaan informasi obat yang jujur dan benar.


Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat untuk menggunakan
obat secara tepat dan benar.
Langkah regulasi dan penerapannya untuk menghindarkan
insentif pada penggunaan dan penulisan resep obat tertentu.
Regulasi untuk menunjang penerapan berbagai langkah
kebijakan penggunaan obat secara rasional.
Alokasi anggaran pemerintah yang memadai untuk memastikan
ketersediaan obat esensial serta untuk pelatihan tenaga profesi
kesehatan.
Sasaran :
f. Regulasi Obat 1. Obat yang beredar memenuhi syarat
keamanan, khasiat dan mutu dan di
distribusikan sesuai dengan ketentuan.
2. Masyarakat terhindar dari penggunaan obat
yang salah dan penyalah gunaan obat.
3. Sumber daya manusia yang terlibat dalam
penanganan obat harus memenuhi
persyaratan kompetensi
Regulasi obat dilaksanakan secara transparan dan independen.
Perkuatan fungsi pengawasan obat sebagai satu kesatuan yang
menyeluruh terdiri dari:
Pendaftaran obat nasional;
Perizinan sarana produksi dan distribusi;
Inspeksi sarana produksi dan sarana distribusi obat;

Langkah Akses laboratorium pemeriksaan mutu;


Pelulusan uji oleh regulator yang kompeten;

Kebijakan:
Surveilans pasca pemasaran;
Otorisasi uji klinik.
Peningkatan sarana dan prasarana regulasi obat, serta pemenuhan
kebutuhan sumber daya manusia yang memadai.
Pemantapan usaha impor, produksi, distribusi, dan pelayanan obat.
Peningkatan kerjasama regional maupun internasional meliputi standar
mutu, standar proses, , dan pengembangan sarana jaminan mutu (quality
assurance) obat.
Pengembangan tenaga baik dalam jumlah dan mutu sesuai
dengan stndar kompentesi.
Pengakuan internasional terhadap sertifikasi nasional obat,
sarana produksi obat, dan tenaga profesional di bidang obat.
Peningkatan inspeksi jalur distribusi yang ditunjang prosedur
operasi standar, dilaksanakan oleh tenaga inspektur terlatih
dengan jumlah memadai, serta dilengkapi peralatan yang
lengkap (antara lain untuk tes obat sederhana).
Pembentukan Pusat Informasi Obat di pelayanan kesehatan
dan Dinas Kesehatan untuk intensifikasi penyebaran
informasi obat.

Cont Peningkatan kerjasama dengan instansi terkait dalam


penegakan hukum secara konsisten.
Pemberdayaan masyarakat dan pengembangan peran serta
masyarakat untuk berperan dalam kontrol sosial menghadapi
obat palsu dan obat tidak terdaftar melalui berbagai jalur
komunikasi dan berbagai media.
Pengembangan sistem nasional farmakovijilan sebagai
pengembangan dari Monitoring Efek Samping Obat Nasional
(MESO Nasional).
Mengembangkan peraturan perundang- undangan yang
mengatur promosi obat dengan mengadopsi Ethical Criteria
for Medicinal Promotion dari WHO untuk merespons
promosi obat non-etis.
Sasaran : Peningkatan penelitian di
g. Penelitian dan pengembangan
bidang obat untuk menunjang
penerapan KONAS.
Pengembangan, dan modifikasi indikator penerapan
KONAS.
Pengembangan model pengelolaan terutama obat
esensial di daerah terpencil, daerah perbatasan,
daerah rawan bencana, daerah tertinggal, guna
menunjang ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan
Penelitian operasional untuk evaluasi penerapan
KONAS secara berkala sesuai dengan pedoman WHO

Langka untuk dapat melakukan penilaian kemajuan


penerapannya.
Pengembangan obat baru untuk penyakit baru

h (emerging), muncul-kembali (re-emerging), obat yang


secara ekonomis tidak menguntungkan namun sangat
diperlukan (orphan drugs).

kebijaka
Pengembangan dan revitalisasi Sistem Informasi Obat
di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota (IFK) untuk
menjamin ketersediaan, pemerataan dan

n:
keterjangkauan khususnya obat esensial.
Pengembangan dan evaluasi sistem monitoring
keamanan penggunaan obat.
Kajian atas efektifitas sistem sampling pada uji petik
pengujian obat di pasaran.
Penelitian dan pengembangan penggunaan obat
rasional mulai dari identifikasi masalah, besarnya
masalah, memilih strategi peningkatan penggunaan
obat yang rasional.
Penerbitan dan revisi pedoman cara uji klinis yang baik
untuk berbagai kelas terapi obat.
h. Pengembangan sumber Sasaran : Tersedianya SDM yang
daya manusia menunjang pencapaian sasaran KONAS.

Melakukan pemetaan kebutuhan tenaga


farmasi di bidang obat.
Penyediaan tenaga farmasi sesuai dengan
kebutuhan di setiap jenjang pelayanan
kesehatan
KONAS merupakan bagian dari kurikulum
Langka pendidikan dan pelatihan tenaga profesi
kesehatan.

h Penerapan KONAS pada pendidikan


berkelanjutan oleh organisasi profesi

kebijaka
kesehatan.
Penyelenggaraan pelatihan kerja (in-job
training) untuk menunjang pengawasan
n: obat, penggunaan obat yang rasional serta
pengelolaan obat esensial secara efektif
dan efisien.
Kerjasama regional dan internasional
untuk pengembangan SDM a.l. kerjasama
dengan organisasi internasional dan
dengan negara donor.
Sasaran : Menunjang penerapan KONAS
i. Pemantauan dan Evaluasi
sebaik-baiknya melalui pembentukan
mekanisme pemantauan dan evaluasi
performa serta dampak kebijakan, guna
mengetahui hambatan dan penetapan
strategi yang efektif KONAS memerlukan
pemantauan secara berkala dan dievaluasi.
Pemantauan dilakukan secara berkala dan
evaluasi dilakukan oleh suatu komite nasional
yang melibatkan instansi terkait.
Lingkup pemantauan dan evaluasi meliputi
antara lain prioritas penerapan, kapasitas,

Langka
pelaksanaan dan kemajuan pencapaian tujuan.
Pemantauan dapat dilakukan dengan penetapan
daerah sampel.

h Pelaksanaan pemantauan mengikuti pedoman


WHO dan bekerjasama dengan WHO untuk
memungkinkan membandingkan hasilnya
Kebijaka
dengan negara lain.
Pemanfaatan hasil pemantauan dan evaluasi

n:
untuk:
Tindak lanjut berupa penyesuaian kebijakan,
baik penyesuaian opsi kebijakan maupun
penetapan prioritas.
Negosiasi dengan instansi dan badan terkait.
Bahan pembahasan dengan berbagai badan
internasional maupun donor luar negeri.
Kasus
Uraian Kasus
Dalam rangka mengantisipasi mahalnya harga
obat, pemerintah, dalam hal ini Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, mewajibkan
penulisan resep dan penggunaan obat generik di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Agar
upaya pemanfaatan obat generik ini dapat
mencapai tujuan yang diinginkan, maka
kebijakan tersebut mencakup salah satu
komponennya yaitu peresepan berdasarkan atas
nama generik, bukan nama dagangnya. Pada
kenyataannya penulisan resep obat generik tidak
selalu dilakukan dengan tertib.
Rumah Sakit Umum (RSU) Cilegon sebagai rumah
sakit milik Pemerintah Daerah Kota Cilegon diharuskan
untuk menuliskan resep dan/atau menggunakan Obat
Generik. Saat ini cakupan program penulisan dan
penggunaan obat generik di RSU Cilegon dirasakan
masih belum mencapai hasil yang diharapkan. Survei
awal di rumah sakit ini didapatkan bahwa persentase
penggunaan atau penulisan resep generik oleh dokter
sebesar 10% (2005) dan 43% (2006). Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan obat generik oleh
praktisi medis masih jauh dari harapan. Sarana
kesehatan pemerintah seharusnya memelopori
penggunaan obat generik, namun pada kenyataannya
masih dijumpai penyimpangan pada penulisan resep
obat generik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
didapatkan informasi bahwa selama ini belum ada
mekanisme pemantauan dan penilaian terhadap
penggunaan obat termasuk penggunaan obat generik.
Komite Farmasi dan Terapi bersama dengan Instalasi
Farmasi belum melakukan evaluasi terhadap hasil
kegiatan penulisan resep obat generik di RSU Cilegon.
Hasil penelusuran dokumen terhadap kebijakan yang
dikeluarkan oleh Direktur RSU Cilegon menunjukkan
bahwa sampai saat ini belum ada peraturan atau
kebijakan yang dikeluarkan yang terkait langsung
dengan dukungan terhadap penggunaan obat generik.
Selain itu, ketersediaan obat generik di Instalasi
Farmasi secara umum informan katakan kurang dan
belum dirasakan ada hubungan antara sosialisasi obat
generik dengan penulisan resep obat generik.
Peraturan Yang Dilanggar

Permenkes RI No. 085/Menkes/Per/I/1989

Pasal 4 Permenkes RI No. 085/Menkes/ Per/I/1989

Pasal 7 Permenkes RI No. 085/ Menkes/Per/I/1989

Pasal 17 Keputusan Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI


No. 0428/Yanmed/ RSKS/SK/1989

UU Kesehatan No. 23/1992


Pembahasan Kasus

Dalam pasal 4 Permenkes RI No. 085/Menkes/


Per/I/1989, disebutkan bahwa dokter yang bertugas di
rumah sakit diharuskan menuliskan resep obat esensial
dengan nama generik bagi semua pasien
Cont

Hasil penelusuran dokumen terhadap kebijakan yang


dikeluarkan oleh Direktur RSU Cilegon menunjukkan
bahwa sampai saat ini belum ada peraturan atau kebijakan
yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan dukungan
terhadap penggunaan obat generik. Pasal 17 Keputusan
Dirjen Pelayanan Medik Depkes RI No. 0428/Yanmed/
RSKS/SK/1989 menyatakan bahwa direktur rumah sakit
diberikan wewenang untuk mengatur pelaksanaan teknis
lebih lanjut. Peran direktur dalam melaksanakan kebijakan
ini menjadi faktor yang sangat penting dan memiliki peran
yang paling besar.
Cont

Berdasarkan pasal 7 Permenkes RI No. 085/


Menkes/Per/I/1989 maka instalasi farmasi
berkewajiban menyediakan obat esensial dengan
nama generik. Instalasi farmasi berkewajiban
melayani resep dokter dan dilarang mengganti obat
yang tertulis dalam resep.
Cont
Menurut keputusan Dirjen Yanmed Depkes No.
0428/Yanmed/RSKS/SK/1989 bahwa Instalasi Farmasi Rumah
Sakit berkewajiban melaksanakan pemantauan dan pelaporan
pelaksanaan penulisan resep dan/ atau penggunaan obat generik di
rumah sakit.

Pada setiap bulan, Instalasi Farmasi Rumah Sakit dan atau Komite
Farmasi dan Terapi Rumah Sakit berkewajiban mengumpulkan
dan mencatat resep yang masuk, untuk kemudian dilakukan
analisa dan evaluasi terhadap hal-hal sebagai berikut: jumlah dan
jenis obat generik yang diresepkan, penyimpangan penulisan
resep obat generik, jumlah dan jenis obat di luar formularium
yang diresepkan. Hasil pemantauan dan evaluasi ini kemudian
dilaporkan ke Direktur Rumah Sakit setiap bulannya, Dinas
Kesehatan setiap tiga bulan sekali, dan Direktur Jenderal
Pelayanan Medik Depkes setiap enam bulan sekali.
Cont

Ada kecenderungan bahwa pihak rumah sakit mengharapkan


porsi penjualan yang lebih besar dari obat dengan nama dagang
dari pada obat generik, dikarenakan memiliki keuntungan yang
lebih besar. Di dalam UU Kesehatan No. 23/1992 disebutkan
bahwa rumah sakit baik itu diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta harus memperhatikan kebutuhan pelayanan
kesehatan golongan masyarakat yang kurang mampu, dan tidak
semata-mata untuk mencari keuntungan.
Sanksi

Sanksi administratif diberikan oleh Departemen


Kesehatan terhadap direktur rumah sakit atas
pelanggaran implementasi kebijakan kewajiban
menuliskan resep obat generik di rumah sakit milik
pemerintah
Kesimpulan
Sosialisasi obat generik perlu ditingkatkan dengan
melibatkan dokter maupun masyarakat, adanya
metode yang mengatur pelaksanaan kebijakan
tersebut, formularium yang secara periodik
dievaluasi dan direvisi, dilaksanakannya supervisi,
serta diberlakukannya mekanisme reward dan
punishment.

Anda mungkin juga menyukai