Koass Bag. Bedah RS Bethesda Lempuyangwangi Trauma tumpul meliputi benturan langsung, pukulan, kompresi, dan deselerasi counter coup, yaitu trauma tumpul yang berat, tidak ada luka di luar, tapi ada jejas organ di visera akibat desakan luka atau organ viscera Trauma Tumpul Abdomen Cedera struktur intraabdomen dapat diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme utama, yaitu : 1. tenaga kompresi 2. tenaga deselerasi Tenaga kompresi (compression or concussive forces) Berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap organ yang terfiksasi. Hal yang sering terjadi hantaman menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur. Tenaga Deselerasi Menyebabkan regangan dan sobekan linier organ-organ yang terfiksasi. Cedera deselerasi klasik termasuk hepatic tear sepanjang ligamentum teres dan cidera intima pada arteri renalis trauma tumpul akibat hantaman secara umum dibagi ke dalam 3 mekanisme 1. ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan pergerakan yang berbeda arah dari struktur tubuh yang permanen. Akibatnya, kekuatan hantaman menyebabkan organ viseral yang padat serta vaskularisasi abdomen menjadi ruptur, terutama yang berada di daerah hantaman. 2. ketika isi dari intra abdomen terhimpit antara dinding depan abdomen dan kolumna vertebralis. Hal ini dapat merusak organ-organ padat visera seperti hepar, limpa dan ginjal. 3. kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdomen secara mendadak dan mencapai puncaknya ketika terjadi ruptur organ. Trauma Tembus Abdomen 1. Luka tembus benda tajam 2. Luka Tembus Peluru Pemeriksaan Fisik Evaluasi pasien dengan trauma abdomen harus dilakukan dengan semua cidera merupakan prioritas. Perlu diperiksa apakah ada cidera kepala, sistem respirasi, atau sistem kardiovaskular diluar cidera abdomen a. Pemeriksaan awal : 1. Setelah survey primer dan resusitasi dilakukan, fokus dilakukan pada survey sekunder abdomen.
2. Untuk cidera yang mengancam jiwa yang
membutuhkan pembedahan segera, survei sekunder yang komprehensif dapat ditunda sampai kondisi pasien stabil.
3. Pada akhir pemeriksaan awal dilihat kembali
luka-luka ringan pada penderita. Banyak cedera yang samar dan baru muncul gejala kemudian. Inspeksi
1. Pemeriksaan abdomen untuk menentukan tanda-tanda eksternal dari
cedera. Perlu diperhatikan adanya area yang abrasi dan atau ekimosis.
2. Catat pola cedera yang potensial untuk trauma intra abdomen
(seperti abrasi karena sabuk pengaman, hantaman dengan papan kemudi-yang membentuk contusio). Pada banyak penelitian, tanda (bekas) sabuk pengaman dapat dihubungkan dengan ruptur usus halus dan peningkatan insidensi cidera intra abdomen.
3. Observasi pola pernafasan karena pernafasan perut dapat
mengindikasikan cedera medulla spinalis. Perhatikan distensi abdomen, yang kemungkinan berhubungan dengan pneumoperitoneum, dilatasi gastrik, atau ileus yang diakibatkan iritasi peritoneal. Inspeksi 4. Cullen sign (ekimosis periumbilikal) menandakan adanya perdarahan peritoneal, namun gejala ini biasanya muncul dalam beberapa jam sampai hari. Memar dan edema panggul meningkatkan kecurigaan adanya cedera retroperitoneal.
5. Inspeksi genital dan perineum dilakukan untuk
melihat cedera jaringan lunak, perdarahan, dan hematom. Auskultasi 1. Bising pada abdomen menandakan adanya penyakit vaskular atau fistula arteriovenosa traumatik. 2. Suara usus pada rongga thoraks menandakan adanya cedera diafragmatika. 3. Selama auskultasi, palpasi perlahan dinding abdomen dan perhatikan reaksinya. Palpasi 1. Palpasi seluruh dinding abdomen dengan hati-hati sembari menilai respon pasien. Perhatikan massa abnormal, dan nyeri tekan
2. Konsistensi yang lunak dan terasa penuh dapat
mengindikasikan perdarahan intraabdomen.
3. Krepitasi atau ketidakstabilan kavum thoraks bagian bawah
dapat menjadi tanda potensial untuk cidera limpa atau hati yang berhubungan dengan cedera tulang rusuk. survey tersier pada trauma dapat mendeteksi 56% cidera yang terlewatkan selama penilaian awal dalam 24 jam pertama. 4. Ketidakstabilan pelvis merupakan tanda potensial untuk cedera traktus urinarius bagian bawah, seperti hematom pelvis dan retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka berhubungan tingkat kematian sebesar 50%.
5. Pemeriksaan rektal dilakukan untuk menilai
perdarahan dan cedera. Feces semestinya juga diperiksa untuk menilai adakah perdarahan berat atau tersamar. 6. Pemeriksaan sensori pada thorak dan abdomen dilakukan untuk evaluasi adanya cedera medulla spinalis. Cedera medulla spinalis bisa berhubungan dengan penurunan atau bahkan tidak adanya persepsi nyeri abdomen pada pasien. 7. Distensi abdomen dapat merupakan hasil dari dilatasi gastrik sekunder karena bantuan ventilasi atau terlalu banyak udara. 8. Tanda peritonitits segera setelah cedera menandakan adanya kebocoran isi usus. Perkusi 1. Nyeri pada perkusi merupakan tanda peritoneal 2. Nyeri pada perkusi membutuhkan evaluasi lebih lanjut dan kemungkinan besar konsultasi pembedahan. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap
Pasien pendarahan mengeluarkan darah lengkap hingga
volume darah tergantikan dengan cairan kristaloid atau efek hormonal (seperti adrenocorticotropic hormone [ACTH], aldosteron, antidiuretic hormone [ADH]) dan muncul pengisian ulang transkapiler, anemia masih dapat meningkat. berikan transfusi pada pasien dengan kadar hematokrit yang relatif normal (>30%) tapi memiliki bukti klinis syok, cidera berat (seperti fraktur pelvis terbuka), atau kehilangan darah yang signifikan. Tes Fungsi Hati
Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma abdomen
penting dilakukan, namun temuan peningkatan hasil bisa dipengaruhi oleh beberapa alasan (contohnya penggunaan alkohol). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kadar aspartate aminotransferase (AST) atau alanine aminotransferase (ALT) meningkat lebih dari 130 U pada koresponden dengan cedera hepar yang signifikan. Kadar Lactate Dehydrogenase (LDH) dan bilirubin tidak spesifik menjadi indikator trauma hepar. Pengukuran Amilase
Penentuan amylase awal pada beberapa penelitian
menunjukkan tidak sensitif dan tidak spesifik untuk cidera pankreas. Namun, peningkatan abnormal kadar amylase 3-6 jam setelah trauma memiliki keakuratan yang cukup besar. Meskipun beberapa cedera pankreas dapat terlewat dengan pemeriksaan CT scan segera setelah trauma, semua dapat teridentifikasi jika scan diulang 36-48 jam. Peningkatan amylase atau lipase dapat terjadi akibat iskemik pancreas akibat hipotensi sistemik yang menyertai syok. Urinalisis
Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma
signifikan pada abdomen dan atau panggul, gross hematuria, mikroskopik hematuria dengan hipotensi, dan mekanisme deselerasi yang signifikan. Gross hematuri merupakan indikasi untuk dilakukannya cystografi dan IVP atau CT scan abdomen dengan kontras. Penilaian gas darah arteri (ABG)
Kadar ABG dapat menjadi informasi penting pada pasien
dengan trauma mayor. Informasi penting sekitar oksigenasi (PO2, SaO2) dan ventilasi (PCO2) dapat digunakan untuk menilai pasien dengan kecurigaan asidosis metabolic hasil dari asidosis laktat yang menyertai syok. Defisit kadar basa sedang (>-5 mEq) merupakan indikasi untuk resusitasi dan penentuan etiologi. Usaha untuk meningkatkan pengantaran oksigen sistemik dengan memastikan SaO2 yang adekuat (>90%) dan pemberian volume cairan resusitasi dengan cairan kristaloid, dan jika diindikasikan, dengan darah. Periksaan Radiologi Penilaian awal paling penting pada pasien dengan trauma abdomen adalah penilaian stabilitas hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi cepat harus dibuat untuk melihat adanya hemoperitoneum. Hal ini dapat dapat dilakukan dengan FAST (Focused Abdominal Sonogram for Trauma) scan. Foto Polos 3 Posisi Mencari udara bebas intraperitoneum untuk melihat perforasi usus. Cairan bebas pada umumnya diasumsikan sebagai darah pada trauma abdomen. Cairan bebas pada pasien yang tidak stabil mengindikasikan perlu dilakukan laparotomi emergensi, akan tetapi jika pasien stabil dapat dievaluasi dengan CT scan USG Ultrasonografi dengan focused abdominal sonogram for trauma (FAST) sudah digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma lebih dari 10 tahun di Eropa. Akurasi diagnostik FAST secara umum sama dengan diagnostic peritoneal lavage (DPL). Penelitian di Amerika dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan FAST sebagai pendekatan noninvasif untuk evaluasi cepat hemoperitoneum Computed Tomography (CT) Scan CT scan banyak mendukung gambaran detail patologi trauma dan memberi penunjuk dalam intervensi operatif dan CT scan dapat menentukan sumber perdarahan . Cidera pankreas dapat terlewatkan dengan pemeriksaan awal CT scan, tapi secara umum dapat ditemukan pada pemeriksaan follow up yang dilakukan pada pasien resiko tinggi. Keuntungan utama CT scan adalah tingginya spesifitas dan penggunaan sebagai petunjuk manajemen nonoperatif pada cidera organ padat Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Diagnostic peritoneal lavage (DPL) digunakan sebagai metode cepat untuk menentukan adanya perdarahan intraabdomen.
DPL terutama berguna jika riwayat
dan pemeriksaan abdomen menunjukkan ketidakstabilan dan cidera multisistem atau tidak jelas.
DPL juga berguna untuk pasien
dimana pemeriksaan abdomen lebih lanjut tidak dapat dilakukan . Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Indikasi dilakukannya DPL pada trauma dimana: a. Pasien dengan cedera medulla spinalis b. Cedera multipel dan syok yang tidak bisa dijelaskan c. Pasien dengan cedera abdomen d. Pasien intoksikasi dimana ada kecenderungan cedera abdomen e. Pasien dengan resiko cedera intra abdomen dimana dibutuhkan anestesi yang lebih panjang untuk prosedur yang lain. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Kontraindikasi absolute untuk DPL adalah kebutuhan untuk laparotomi yang nyata. Kontraindikasi relatif termasuk obesitas morbid, riwayat pembedahan abdomen multipel, dan kehamilan Penatalaksaan Tatalaksana inisiasi : Fokus penatalaksanaan sebelum di rumah sakit pada penilaian dan penangangan masalah yang mengancam nyawa, termasuk inisiasi resusitasi dan transport ke rumah sakit terdekat. Penggunaan intubasi endotrakeal untuk membebaskan jalan nafas pada pasien yang tidak mampu mempertahankan jalan nafas atau yang berpotensial terjadinya gangguan pada jalan nafas.
Perdarahan eksternal jarang dihubungkan dengan trauma tumpul abdomen.
Jika ada, kontrol perdarahan dengan tekanan langsung. Perhatikan tanda- tanda kurangnya perfusi sistemik. Inisiasi resusitasi cairan dengan cairan kristaloid.
Diagnosis tension pneumothoraks ditangani dengan kompresi jarum diikuti
dengan penempatan pipa torakostomi. Faktor mekanis lain yang berhubungan dengan ventilasi termasuk hemotorak, dan kontusio pulmonal. Tatalaksana Bedah Indikasi dilakukan laparotomi diantaranya tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, penurunan secara klinis selama observasi, ditemukannya hemoperitoneum setelah pemeriksaan DPL. Ketika sudah ada indikasi untuk dilakukan laparotomi, antibiotik spektrum luas diberikan. Ketika abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan mengeluarkan darah dan bekuan darah, dan mengklem pembuluh darah. Setelah intra abdomen diperbaiki dan perdarahan dikontrol,eksplorasi abdomen dilakukan untuk mengevaluasi seluruh lapangan abdomen. Setelah cedera intraperitoneal terkontrol, retroperitoneum dan pelvis harus diperhatikan. Gunakan fiksasi eksterna pada fraktur pelvis untuk menurunkan atau menghentikan perdarahan. Setelah sumber perdarahan dihentikan, kemudian stabilisasi pasien dengan cairan Komplikasi Komplikasi yang dapat muncul dari trauma tumpul abdomen adalah intra abdomen sepsis dan abses