Anda di halaman 1dari 35

Trauma Abdomen

Nikki Sitar Hutama


Koass Bag. Bedah RS Bethesda Lempuyangwangi
Trauma tumpul meliputi benturan
langsung, pukulan, kompresi, dan
deselerasi
counter coup, yaitu trauma tumpul yang
berat, tidak ada luka di luar, tapi ada
jejas organ di visera akibat desakan luka
atau organ viscera
Trauma Tumpul
Abdomen
Cedera struktur intraabdomen dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 mekanisme
utama, yaitu :
1. tenaga kompresi
2. tenaga deselerasi
Tenaga kompresi (compression
or concussive forces)
Berupa hantaman langsung atau
kompresi eksternal terhadap organ yang
terfiksasi. Hal yang sering terjadi
hantaman menyebabkan sobek dan
hematom subkapsular pada organ padat
visera.
Hantaman juga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen pada
organ berongga dan menyebabkan
ruptur.
Tenaga Deselerasi
Menyebabkan regangan dan sobekan
linier organ-organ yang terfiksasi.
Cedera deselerasi klasik termasuk
hepatic tear sepanjang ligamentum teres
dan cidera intima pada arteri renalis
trauma tumpul akibat hantaman secara
umum dibagi ke dalam 3 mekanisme
1. ketika tenaga deselerasi hantaman menyebabkan
pergerakan yang berbeda arah dari struktur tubuh
yang permanen. Akibatnya, kekuatan hantaman
menyebabkan organ viseral yang padat serta
vaskularisasi abdomen menjadi ruptur, terutama yang
berada di daerah hantaman.
2. ketika isi dari intra abdomen terhimpit antara dinding
depan abdomen dan kolumna vertebralis. Hal ini
dapat merusak organ-organ padat visera seperti
hepar, limpa dan ginjal.
3. kekuatan kompresi eksternal yang mengakibatkan
peningkatan tekanan intra abdomen secara
mendadak dan mencapai puncaknya ketika terjadi
ruptur organ.
Trauma Tembus
Abdomen
1. Luka tembus benda tajam
2. Luka Tembus Peluru
Pemeriksaan Fisik
Evaluasi pasien dengan trauma abdomen
harus dilakukan dengan semua cidera
merupakan prioritas. Perlu diperiksa apakah
ada cidera kepala, sistem respirasi, atau
sistem kardiovaskular diluar cidera abdomen
a. Pemeriksaan awal :
1. Setelah survey primer dan resusitasi dilakukan,
fokus dilakukan pada survey sekunder abdomen.

2. Untuk cidera yang mengancam jiwa yang


membutuhkan pembedahan segera, survei
sekunder yang komprehensif dapat ditunda
sampai kondisi pasien stabil.

3. Pada akhir pemeriksaan awal dilihat kembali


luka-luka ringan pada penderita. Banyak cedera
yang samar dan baru muncul gejala kemudian.
Inspeksi

1. Pemeriksaan abdomen untuk menentukan tanda-tanda eksternal dari


cedera. Perlu diperhatikan adanya area yang abrasi dan atau ekimosis.

2. Catat pola cedera yang potensial untuk trauma intra abdomen


(seperti abrasi karena sabuk pengaman, hantaman dengan papan
kemudi-yang membentuk contusio). Pada banyak penelitian, tanda
(bekas) sabuk pengaman dapat dihubungkan dengan ruptur usus halus
dan peningkatan insidensi cidera intra abdomen.

3. Observasi pola pernafasan karena pernafasan perut dapat


mengindikasikan cedera medulla spinalis. Perhatikan distensi abdomen,
yang kemungkinan berhubungan dengan pneumoperitoneum, dilatasi
gastrik, atau ileus yang diakibatkan iritasi peritoneal.
Inspeksi
4. Cullen sign (ekimosis periumbilikal)
menandakan adanya perdarahan peritoneal,
namun gejala ini biasanya muncul dalam
beberapa jam sampai hari. Memar dan edema
panggul meningkatkan kecurigaan adanya
cedera retroperitoneal.

5. Inspeksi genital dan perineum dilakukan untuk


melihat cedera jaringan lunak, perdarahan, dan
hematom.
Auskultasi
1. Bising pada abdomen menandakan adanya
penyakit vaskular atau fistula arteriovenosa
traumatik.
2. Suara usus pada rongga thoraks
menandakan adanya cedera diafragmatika.
3. Selama auskultasi, palpasi perlahan dinding
abdomen dan perhatikan reaksinya.
Palpasi
1. Palpasi seluruh dinding abdomen dengan hati-hati sembari
menilai respon pasien. Perhatikan massa abnormal, dan nyeri
tekan

2. Konsistensi yang lunak dan terasa penuh dapat


mengindikasikan perdarahan intraabdomen.

3. Krepitasi atau ketidakstabilan kavum thoraks bagian bawah


dapat menjadi tanda potensial untuk cidera limpa atau hati
yang berhubungan dengan cedera tulang rusuk.
survey tersier pada trauma dapat mendeteksi 56% cidera yang
terlewatkan selama penilaian awal dalam 24 jam pertama.
4. Ketidakstabilan pelvis merupakan tanda
potensial untuk cedera traktus urinarius
bagian bawah, seperti hematom pelvis dan
retroperitoneal. Fraktur pelvis terbuka
berhubungan tingkat kematian sebesar 50%.

5. Pemeriksaan rektal dilakukan untuk menilai


perdarahan dan cedera. Feces semestinya
juga diperiksa untuk menilai adakah
perdarahan berat atau tersamar.
6. Pemeriksaan sensori pada thorak dan abdomen
dilakukan untuk evaluasi adanya cedera medulla
spinalis. Cedera medulla spinalis bisa berhubungan
dengan penurunan atau bahkan tidak adanya
persepsi nyeri abdomen pada pasien.
7. Distensi abdomen dapat merupakan hasil dari
dilatasi gastrik sekunder karena bantuan ventilasi
atau terlalu banyak udara.
8. Tanda peritonitits segera setelah cedera
menandakan adanya kebocoran isi usus.
Perkusi
1. Nyeri pada perkusi merupakan tanda
peritoneal
2. Nyeri pada perkusi membutuhkan evaluasi
lebih lanjut dan kemungkinan besar konsultasi
pembedahan.
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap

Pasien pendarahan mengeluarkan darah lengkap hingga


volume darah tergantikan dengan cairan kristaloid atau
efek hormonal (seperti adrenocorticotropic hormone
[ACTH], aldosteron, antidiuretic hormone [ADH]) dan
muncul pengisian ulang transkapiler, anemia masih dapat
meningkat.
berikan transfusi pada pasien dengan kadar hematokrit
yang relatif normal (>30%) tapi memiliki bukti klinis syok,
cidera berat (seperti fraktur pelvis terbuka), atau
kehilangan darah yang signifikan.
Tes Fungsi Hati

Tes fungsi hati pada pasien dengan trauma abdomen


penting dilakukan, namun temuan peningkatan hasil
bisa dipengaruhi oleh beberapa alasan (contohnya
penggunaan alkohol). Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa kadar aspartate aminotransferase (AST) atau
alanine aminotransferase (ALT) meningkat lebih dari
130 U pada koresponden dengan cedera hepar yang
signifikan. Kadar Lactate Dehydrogenase (LDH) dan
bilirubin tidak spesifik menjadi indikator trauma hepar.
Pengukuran Amilase

Penentuan amylase awal pada beberapa penelitian


menunjukkan tidak sensitif dan tidak spesifik untuk
cidera pankreas. Namun, peningkatan abnormal kadar
amylase 3-6 jam setelah trauma memiliki keakuratan
yang cukup besar. Meskipun beberapa cedera pankreas
dapat terlewat dengan pemeriksaan CT scan segera
setelah trauma, semua dapat teridentifikasi jika scan
diulang 36-48 jam. Peningkatan amylase atau lipase
dapat terjadi akibat iskemik pancreas akibat hipotensi
sistemik yang menyertai syok.
Urinalisis

Indikasi untuk urinalisis termasuk trauma


signifikan pada abdomen dan atau panggul,
gross hematuria, mikroskopik hematuria
dengan hipotensi, dan mekanisme deselerasi
yang signifikan. Gross hematuri merupakan
indikasi untuk dilakukannya cystografi dan IVP
atau CT scan abdomen dengan kontras.
Penilaian gas darah arteri (ABG)

Kadar ABG dapat menjadi informasi penting pada pasien


dengan trauma mayor. Informasi penting sekitar oksigenasi
(PO2, SaO2) dan ventilasi (PCO2) dapat digunakan untuk
menilai pasien dengan kecurigaan asidosis metabolic hasil
dari asidosis laktat yang menyertai syok.
Defisit kadar basa sedang (>-5 mEq) merupakan indikasi
untuk resusitasi dan penentuan etiologi. Usaha untuk
meningkatkan pengantaran oksigen sistemik dengan
memastikan SaO2 yang adekuat (>90%) dan pemberian
volume cairan resusitasi dengan cairan kristaloid, dan jika
diindikasikan, dengan darah.
Periksaan Radiologi
Penilaian awal paling penting pada pasien
dengan trauma abdomen adalah penilaian
stabilitas hemodinamik. Pada pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi cepat
harus dibuat untuk melihat adanya
hemoperitoneum.
Hal ini dapat dapat dilakukan dengan FAST
(Focused Abdominal Sonogram for Trauma)
scan.
Foto Polos 3 Posisi
Mencari udara bebas intraperitoneum untuk
melihat perforasi usus.
Cairan bebas pada umumnya diasumsikan
sebagai darah pada trauma abdomen. Cairan
bebas pada pasien yang tidak stabil
mengindikasikan perlu dilakukan laparotomi
emergensi, akan tetapi jika pasien stabil dapat
dievaluasi dengan CT scan
USG
Ultrasonografi dengan focused abdominal
sonogram for trauma (FAST) sudah digunakan
untuk mengevaluasi pasien trauma lebih dari
10 tahun di Eropa. Akurasi diagnostik FAST
secara umum sama dengan diagnostic
peritoneal lavage (DPL). Penelitian di Amerika
dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan
FAST sebagai pendekatan noninvasif untuk
evaluasi cepat hemoperitoneum
Computed Tomography (CT) Scan
CT scan banyak mendukung gambaran detail
patologi trauma dan memberi penunjuk dalam
intervensi operatif dan CT scan dapat
menentukan sumber perdarahan .
Cidera pankreas dapat terlewatkan dengan
pemeriksaan awal CT scan, tapi secara umum
dapat ditemukan pada pemeriksaan follow up
yang dilakukan pada pasien resiko tinggi.
Keuntungan utama CT scan adalah tingginya
spesifitas dan penggunaan sebagai petunjuk
manajemen nonoperatif pada cidera organ
padat
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostic peritoneal lavage (DPL)
digunakan sebagai metode cepat
untuk menentukan adanya
perdarahan intraabdomen.

DPL terutama berguna jika riwayat


dan pemeriksaan abdomen
menunjukkan ketidakstabilan dan
cidera multisistem atau tidak jelas.

DPL juga berguna untuk pasien


dimana pemeriksaan abdomen lebih
lanjut tidak dapat dilakukan .
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Indikasi dilakukannya DPL pada trauma dimana:
a. Pasien dengan cedera medulla spinalis
b. Cedera multipel dan syok yang tidak bisa
dijelaskan
c. Pasien dengan cedera abdomen
d. Pasien intoksikasi dimana ada
kecenderungan cedera abdomen
e. Pasien dengan resiko cedera intra abdomen
dimana dibutuhkan anestesi yang lebih
panjang untuk prosedur yang lain.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Kontraindikasi absolute untuk DPL adalah
kebutuhan untuk laparotomi yang nyata.
Kontraindikasi relatif termasuk obesitas
morbid, riwayat pembedahan abdomen
multipel, dan kehamilan
Penatalaksaan
Tatalaksana inisiasi :
Fokus penatalaksanaan sebelum di rumah sakit pada penilaian dan
penangangan masalah yang mengancam nyawa, termasuk inisiasi resusitasi
dan transport ke rumah sakit terdekat. Penggunaan intubasi endotrakeal
untuk membebaskan jalan nafas pada pasien yang tidak mampu
mempertahankan jalan nafas atau yang berpotensial terjadinya gangguan
pada jalan nafas.

Perdarahan eksternal jarang dihubungkan dengan trauma tumpul abdomen.


Jika ada, kontrol perdarahan dengan tekanan langsung. Perhatikan tanda-
tanda kurangnya perfusi sistemik. Inisiasi resusitasi cairan dengan cairan
kristaloid.

Diagnosis tension pneumothoraks ditangani dengan kompresi jarum diikuti


dengan penempatan pipa torakostomi. Faktor mekanis lain yang berhubungan
dengan ventilasi termasuk hemotorak, dan kontusio pulmonal.
Tatalaksana Bedah
Indikasi dilakukan laparotomi diantaranya tanda peritonitis,
perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, penurunan
secara klinis selama observasi, ditemukannya
hemoperitoneum setelah pemeriksaan DPL.
Ketika sudah ada indikasi untuk dilakukan laparotomi,
antibiotik spektrum luas diberikan. Ketika abdomen dibuka,
kontrol perdarahan dilakukan dengan mengeluarkan darah
dan bekuan darah, dan mengklem pembuluh darah.
Setelah intra abdomen diperbaiki dan perdarahan
dikontrol,eksplorasi abdomen dilakukan untuk
mengevaluasi seluruh lapangan abdomen.
Setelah cedera intraperitoneal terkontrol,
retroperitoneum dan pelvis harus
diperhatikan.
Gunakan fiksasi eksterna pada fraktur pelvis
untuk menurunkan atau menghentikan
perdarahan. Setelah sumber perdarahan
dihentikan, kemudian stabilisasi pasien
dengan cairan
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari trauma
tumpul abdomen adalah intra abdomen sepsis
dan abses

Anda mungkin juga menyukai