Anda di halaman 1dari 47

ADVANCES IN THE DIAGNOSIS

AND MANAGEMENT OF
LYMPHOMA

Pembimbing: dr. enos,


SpB(Onk)K
koas: irvan/hipni/hilmi
ABSTRAK
limfoma adalah kelompok kanker pertama yang respon
terhadap radioterapi atau kemoterapi sistemik.
Peningkatan pemahaman tentang penyakit ini adanya
perubahan klasifikasi dan manajemennya.
Limfoma Hodgkin termasuk kemoterapi saja, kombinasi
kemoterapi dan radioterapi, dapat juga di modifikasi.
Limfoma non-Hodgkin (NHL) sangat bervariasi tergantung
pada histologinya.
Penggunaan rituximab anti-CD20 antibodi monoklonal
dalam pengelolaan sel limfoma B
tatalaksana yang akan diberikan, berbeda dengan
keganasan tumor padat lainnya yang memiliki prognosis
buruk. Hal ini menyebabkan perkembangan model
prognostik limfoma, tingkat resiko didasarkan pada pasien
dan karakteristik penyakit.
Resiko kekambuhan tetap masih ada, pengelolaan
kekambuhan penyakit menjadi prioritas penelitian
Patologi dan
klasifikasi
Limfoma dikarakteristikkan sebagai transformasi neoplastik dari
limfosit dari tahap tertentu dalam ontogeny limfosit.
Terdapat lebih dari 50 jenis limfoma yang berbeda dalam sistem
klasifikasi WHO
Pengklasifikasian limfoma pertama terjadi pada tahun 1930
pengetahuan biologi dan patologi klinik saat itu masih rendah
Revisi berturut-turut dalam klasifikasi limfoma sejak saat itu.
Adanya kemajuan dalam bidang biologi molekular dan genetika
perbaikan dalam kemampuan untuk memahami penyakit ini
Klasifikasi Rappaport yang pertama membahas

prognosis berdasarkan penampilan morfologi, konsep

dasar imunologi sebagai perbedaan antara sel B dan sel T.

Perkembangan pemahaman biologi, pada awal tahun 1970

muncul 2 sistem klasifikasi yag baru,klasifikasi Kiel

umumnya disukai di Eropa, dan klasifikasi Lukes dan Collins

di Amerika Utara.
Pada tahun 1982, Rosenberg, Devita, dan Kaplan, di bawah naungan National
Cancer Institute bersama-sama melakukan upaya unifikasi.
Tujuannya tak tercapai, tapi konferensi itu menghasilkan sebuah penciptaan
formulasi kerja internasional perbandingan di berbagai skema klasifikasi.,
yang digunakan sampai tahun 1990-an.
unifikasi kedua menghasilkan Revisi klasifikasi Eropa-Amerika Limfoma,
pertama kali diterbitkan pada tahun 1994 dan kemudian dimasukkan dalam
klasifikasi WHO yang mencakup semua keganasan hematologi, baik limfoid
dan myeloid.
Revisi klasifikasi limfoma Eropa-Amerika tetap menyertakan hal-hal umum
dalam skema sebelumnya, seperti morfologis, immunophenotypic, atau
informasi genetik sebagai yang paling Aspek penting dalam klasifikasi, dan
faktor-faktor penting tersebut bercariasi bergantung masing-masing individu.

Epidemiologi
Ditemukan 66.360 kasus limfoma non-Hodgkin (NHL) dan 8830
kasus limfoma Hodgkin ditemukan di Amerika Serikat pada tahun
2011.Dua jenis yang paling umum adalah limfoma difus sel B
besar (DLBCL) dan limfoma folikel (FL), mencapai sekitar setengah
dari seluruh kasus.
Jenis lain yang relative sering termasuk limfoma limfositik kecil
(SLL, jenis leukemia limfositik kronis [CLL] 6%), limfoma sel T
perifer, tidak disebutkan secara spesifik (PTCL-NOS, 6%), limfoma
sel mantel (MCL, 6%), dan limfoma zona marginal mucosa-
associated lymphoid tissue (MALT, 5%).
Berhubungan dengan infeksi kronis, immunodeficiency,
atau herediter
Infeksi virus Epstein-Barr memiliki efek langsung pada
genom sel inang yang terlibat dalam patogenesis berbagai
limfoma
Stimulasi kronis dari sistem kekebalan tubuh
menyebabkan lymphomagenic, fenomena yang paling
jelas dicirikan dalam kasus gastric MALT lymphoma akibat
infeksi Helicobacter pyloridan limfoma zona marginal
limpa dan ekstranodal terkait dengan infeksi hepatitis C
kronis, begitu juga dengan pasien immunodeficiency yang
rentan mengalami infeksi berulang
Kondisi autoimun, termasuk rheumatoid arthritis, Sindrom Sjgren,
dan celiac sprue, juga berhubungan dengan limfoma, diduga
dimediasi oleh peradangan kronis.
Peningkatan kejadian limfoma tertentu pada pasien yang
terinfeksi human immunodeficiency Virus (HIV) dengan jumlah
CD4 rendah dan pada pasien yang mendapat terapi anti-tissue
necrosis factor untuk inflamasi penyakit usus atau artritis
autoimun menunjukkan bahwa imunosupresi meningkatkan risiko
terjadinya limfoma.
Produk industri tertentu, termasuk pestisida dan rambut pewarna
sebelum tahun 1980, juga berhubungan dengan epidemiologi
limfoma.Risiko relatif dari semua jenis limfoma meningkat pada
pasien dengan riwayat keluarga.
Diagnosis
diagnosis limfoma berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi dapat mengevaluasi morfologi, imunofenotype,
dan sitogenetik
diagnosis yang akurat dan spesfik sangat dibutuhkan
karena penanganan limfoma sangat berbeda antar individu.
biopsi adalah sebagai pemeriksaan yang harus dilakukan
pada individu yang dicurigai limfoma
biopsi di dapatkan sampel jaringan banyak, dapat
mengevaluasi KGB dan massa ekstra ekstra nodal,
pemeriksaan imunofenotipik, sitogenetik, dan analisis
molekuler.
FNAB tidak dianjurkan karena spesimen
sedikit, tidak dapat dilakukan analisis yang
komprehensif termasuk penentuan subtipe
biologis.
FNAB dapat mengkonfirmasi kekambuhan pada
beberapa keadaan tertentu
FNAB dapat dilakukan hanya pada kondisi dimana
biopsi tidak dapat dilakukan
Pencitraan dapat dilakuakn apabila diagnosis belum
jelas, dan dapat membantu menentukan staging.
[18F] -fluoro-2-deoxyglucose emisi positron tomography
(FDG-PET) imaging dapat membedakan agresivitas
limfoma indolen, berdasarkan pengukuran nilai serapan
standart, dan dapat memberikan kesan transformasi
limfoma indolen menjadi limfoma agresif (biasanya DLBCL).
jika ditemukan adanya transformasi PET dapat digunakan
untuk memnetukan lokasi biopsi yang cocok (yang memiliki
nilai serapan tinggi) transformasi kemungkinanbesar
dapat ditemukan.
Staging
evaluasi dasar anamnesis, PF, LAB (DPL,
profile metabolik, laktat dehidrogenase), CT-Scan
dada abdomen dan pelviks.
biopsi bone marrow dibutuhkan untuk melengkapi
staging, namun dapat ditunda pada pasien
dengan limfoma indolen dan pemeriksaan darah
hitung jenis normal
Kebutuhan untuk evaluasi laboratorium lebih
lanjut atau pencitraan dengan FDG-PET,
tergantung pada presentasi dan diagnosis spesifik
pada era modern ini, staging limfoma secara
umum adalah berdasarkan klinis, dengan atau
tanpa pemeriksaan noninvasif lanjutan untuk
menentukan luasnya penyakit.
Pemeriksaan patalogi adalah salah satu
pemeriksaan dasar invasif untuk menentukan
staging, pemeriksaan lainnya seperti laparaskopi,
namun jarang dilakukan.
berbeda dengan jnis tumor solid lainnya
staging limfoma ini tidak terlalu bermakna
prognostik.
stage IV, biasanya ditemukan pada NHL sel B
indolen karena keterlibatan bone marrow, namun
karena tidak adanya lesi ekstranodal, keterlibatan
bone marrow membawa nilai prognostik yang
tidak signifikan, dan pemeriksaan bone marrow
tidak rutin dilakukan, kecuali jika ditemukan
sitopenia atau terapi yang menyebabkan
sitopenia.
Model Prognosis
karena staging sedikit mambawa nilai prognostik baik pada
limfoma hodgkin maupun NHL, maka model prognostik
limfoma adalah dengan menggabungkan karakteristik
pasien dan karakteristik penyakit untuk mendefinisikan
kelompok yang beresiko secara lebih akurat.
pada lomfoma hodgkin, definisi favorable dan
'unfavorable' pada stadiaum awal (stadium I-II)
dikembangkan dengan tujuan mengidentifikasi subset
pasien yang intensitas pengobatannya dapat dikurangi
dengan aman.
pada pasien dengan stadium lanjut (stadium III-IV)
diterapkan sistem prognostik khusus
model prognostik pertama yang digunakan untuk NHL
adalah berdasarkan International Prognostic Index (IPI)
yang sudah tervalidasi pada studi kohort pasien dengan
limfoma agresif, limfoma sel besar B difus primer, namun
juga diaplikaiskan pada subtipe limfoma lainnya.
pada limfoma folikuler, jenis yang paling sering dari
limfoma indolen, skor IPI menunjukkan beberapa nilai
prognostiknya, namun kebanyakan pasien diklasifikasikan
sebagain pasien dengan resiko tinggi penyebaran ke bone
marrow dan berada pada stadium IV.
sehingga dikembangkan model prognostik skor FLIPI
(Follicular lymphoma International Prognostic Index)
perkembangan pengobatan (penggunaan rituximab,
antibodi monoklonal C20) --> perubahan model resiko -->
FLIPI -2
FLIPI-2 : mengevaluasi faktor-faktor prognostik untuk 3-year
progression free survival, pada kelompok pasien dengan
penggunaan rituximab menurun dari 91% menjadi 51%.
ditemukan adanya outcome yang berbeda signifikan pada
kelompok resiko yang diidentifikasi berdasarkan FLIPI dan
FLIPI-2 --> namun pennetuan tatalaksana tidak harus
didasarkan pada skor ini.
penilaian model resiko untuk NHL subtipe lainnya
juga telah dikembnagkan, seperti MIPI (Mantle
Cell Lymphoma International Prognostic Index)
dan Prognostic Index for Peripheral T Cell
Lymphoma.
rata-rata proliferasi yang diukur dengan
pewarnaan Ki-67 --> variabel prognostik penting
untuk kedua subtipe limfoma tersebut.
namun, dengan adanya kemajuan
dan keefetifitasan tatalaksana -->
perubahan dalam skoring resiko dan
prognosis
LIMFOMA
HODGKIN
Limfoma hodgkin, dahulu dikenal sebagai
penyakit hodgkin.
Merupakan keganasan yang berasal dari
tranformasi pusat germinal atau pusat post-
germinal sel B ReedSternberg tahun 1898
Merupakan 10 -12 % dari seluruh limfoma
Pada tahun 2011 di US ditemukan 8830 pasien,
1300 diantaranya meninggal
Laki-laki lebih banyak (1,4 : 1)
Puncak usia 20 tahun, dan puncak yang lebih
kecil usia 50 tahun.
Ditemukan virus EpsteinBarr pada 40 % pasien
limfoma hodgkin
Infeksi virus EpsteinBarr meningkatkan resiko
terjadinya limfoma hodgkin pada pasien usia
dewasa muda, begitu juga pada pasien dengan
infeksi HIV
Berbeda dengan kondisi keganasan pada HIV
lainnya, limfoma hodgkin tidak mendefinisikan
keadaan AIDS, dan tidak dapat di cegah dengan
penggunaan terapi antiretroviral.
Klasifikasi: digolongkan berdasarkan subtipe
morfologi atau sklerosis nodular. Contoh: seluler
campuran, kaya limfosit, sedikit limfosit.
Studi terbaru, nodular sclerosing Hodgkins
lymphoma banyak ditemukan di negara barat,
perempuan lebih banyak, usia muda lebih banyak
dari pada usia tua, dan lebih sering menimbulkan
massa besar pada mediatinum dibnadingkan
subtipe lainnya.
Seluruh limfoma hodgkin subtipe klasik, termasuk
juga nodular sclerosing Hodgkins lymphoma
memiliki satu paradigma pengobatan dan
prognosis yang sama, kecuali jenis yang jarang
yaitu jenis lymphocyte-depleted memiliki
disgnosis yang buruk.
Nodular lymphocyte predominant Hodgkins
lymphoma (NLPHL) memiliki klinis yang
berbeda dengan limfoma hodgkin klasik, sering
menyebabkan kekmabuhan, mirip dengan NHL
indolen dan tatalaksan sering sekali berbeda dari
standar tatalaksan limfoma hodgkin
Limfoma hodgkin
klasik
Presentasi klinis
Limfoma hodgkin klasik, memiliki karakteristik pola yang
unik. Penyebarannya ke KGB yang berdekatan dan dengan
urutan yang dapat diprediksi,
Lokasi yang paling sering adalah mediastinum dan leher
bilateral
Keterlibatan aksila jarang ditemukan, tanpa adanya
keterlibatan cervical ipsilateal atau regio supraclavicular,
begitu pula keterlibatan hilus tanpa penyakit mediatinum
dan keterlibatan KGB subdiafragma atau limpa tanpa
penyakit hilus
Penyebaran ekstranodal, dapat terjadi melalui
invasi ke pembuluh darah dan penyebaran secara
hematogen, biasanya terjadi pada keadaan yang
sudah lanjut, dengan lokasi biasanya pada tulang,
bone marrow, paru, dan hepar.
Keterlibatan SSP atau leptomeningens jarang
terjadi,
Gejala awal tidak spesifik limfadenopati,
demam, lemas.
Lokasi yang paling sering adalah servikal atau
supraclavikula (60-80% kasus), aksila (10-20%
kasus)
Limfadenopati pada limfoma dan akibat proses
infeksi secara klinis sulit dibedakan
Namun pada pemeriksaan dapat ditemuakn:
tidak nyeri saat palpasi, dan lokasinya sering
pada leher bagian bawah
KGB mediastinum, massa nya dapat sangat besar,
ditemukan 50-60% kasus ditemukan secara tidak sengaja
pada pemeriksaan imaging
Biasanya asimptomatik, namun dapat pula bergejala
berupa sesak napas atau nyeri dada.
Lokasi subdiafragma jarang ditemukan. Sekitar 3-7%
kasus, biasanya berhubungna dengan tipe histologi
selularitas campuran, usia tua, dan dengan prognosis yang
buruk.
Gejala sistemik B jarang, terjadi pada sekitar
1 dari 4 pasien yang baru terdiagnosis, biasanya
pada pasien dengan stadium lanjut, dan
prognosis yang buruk. Cepat lelah, pruritus
generalisata, dan sindrom nyeri pada KGB yang
terlibat ketika setelah minum alkohol jarang
namun patognomonik untuk limfoma hodgkin
Staging
Berdasarkan the Cotswolds modification of the
Ann Arbor staging system
Pemeriksaan X-ray dan Ct-Scan dada, abdomen
dan pelvis dapat dilakukan untuk
mengevaluasi luasnya penyakit
Biopsi bone marrow harus dilakukan, kecuali pada
stadium IA
Direkomendasikan pemeriksaan FDG-PET
Interim FDG-PET biasanya
dilakukan setelah 2 siklus
pengobatan dan setelah pengobatan
tuntas untuk menilai hasil akhir
Penggunaan interim PET dalam
guiding modifikasi terapi sedang
dilakukan studi
Management
Kemajuan kemoterapi, radiasi terapi
keberhasilan limfoma hodgkin meningkat, 85%
pasien mencapai long-term disease-free survival
Managemen yang optimal bergantung pada
stadium penyakit (awal atau lanjut), faktor
prognostik, faktor toksisitas, dan respon terapi
masing-masing individu
Stadium awal radioterapi jangka panjang
kombinasi cemoterapi dengan radiasi (combined-
modality therapy) meningkatkan failure-free
survival menjadi standar pengobatan saat ini
Efek samping toksik terapi tinggi studi follow-
up jangka panjang 25 tahun setelah
pengobatan, efek toksisitas mucul kembali dan
menyebabkan kematian
Strategi untuk menurunkan efek toksik jangka
panjang tanpa mengurangi efek terapi telah
menjadi fokus penelitian dalam beberapa dekade
terakhir
Efek samping kemoterapi yang paling serius sering terjadi
pada usia tua, penggunaan , alkylator-based chemotherapy
regimens seperti MOPP (mechlorethamine, vincristine,
procarbazine, prednisone) menyebabkan leukemia akut
Tahun 1970an 1980 an digunakan anthracycline-based
regimens seperti ABVD (doxorubicin, bleomycin, vinblastine,
dacarbazine) namun saat ini sudah digantikan dengan
alkylator-based therapy sebagai standar terapi
Efek samping leukemia akut belum dapat di hilangkan,
namun dapat dikurangi
Resiko toksisitas rediasi, juga dikurangi, dengan cara tehnik
radioterpi modern membatasi paparan radiasi pada
jaringan non-target
Kelompok pasien stadium awal dengan combined-
modality therapy memiliki failure-free survival
> 90% dan overall survival 95%
Karena outcome yang baik penelitian berfokus
paa pengurangan intensitas terapi
The German Hodgkin Study Group 2 siklus
kemoterapi ABVD (doxorubicin, bleomycin,
vinblastine, dacarbazine) dilanjutkan 20 Gy
radiasi (IFRT) sama efektifnya pada pasien
dengan resiko favorable, yang melakukan 4 siklus
kemoterapi dan 30 Gy IFRT
Menjadi standar penanganan pasien limfoma
hodgkin stadium awal dengan resiko unfavorable

Anda mungkin juga menyukai