Anda di halaman 1dari 108

ASUHAN

KEPERAWATAN
NEONATUS-ANAK
DENGAN DEFEK
SALURAN CERNA
Indriatie SKp.M.MKes
Pokok Bahasan
Pendahuluan
Pengertian
Etiologi
Klasifikasi.
Penatalaksanaan
Asuhan keperawatan :
Pengkajian
Diagnose
Perencanaan
Pengertian
Kelainan kongenital dan perinatal
yang mengenai saluran pencernaan
yang mengakibatkan obstruksi
sebagian atau menyeluruh
Macam :
Labio (palato, gnato) scisis
Esofageal atresia dan tracheoesofageal
fistula/TEF)
Penyakit hirschsprung
Labio (palato, gnato)
scisis
Labio (palato, gnato)
scisis
Pendahuluan
Inciden Cheiloskizis 1 : 1000 KH
Inciden Palatoskizis 1 : 2500 KH
Asia >, Afrika <
Laki : cheiloskizis, Perempuan :
palatoskizis
LABIO (PALATO, GNATO)
SCISIS
Pengertian
Cleft Lip Clift Palate
Kegagalan penyatuan jaringan lunak/struktur tulang
selama perkembangan embrio
Cheiloskizis : prosessus nasalis medial dengan maksilaris
Palatoskizis : kedua sisi palatum
Penyebab
Faktor non Genetik :
Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama
masa embrional, baik kualitas maupun kuantitas (Zat zat
yang berpengaruh/ kekurangan adalah:
asam folat
vitamin C
Zn
Pengaruh obat teratogenik (warfarin dan Roaccutane)
Faktor lingkungan ( alkohol , rokok )
Infeksi, khususnya virus ( toxoplasma)
PATOFISIOLOGI
Kegagalan penyatuan atau perkembangan
jaringan lunak dan atau tulang selama fase
embrio pada trimester pertama.
Bibir sumbing adalah terbelahnya / bibir dan
atau hidung karena kegagalan proses nasal
medial dan maksilaris untuk menyatu selama
masa kehamilan 6-8 minggu
Lanjut
Palato skisis adalah adanya celah pada garis
tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan
penyatuan susunan palato pada masa
kehamilan 7-12 minggu.
Penggabungan komplit garis tengah atas bibir
antara 7-8 minggu masa kehamilan.
LABIO (PALATO, GNATO)
SCISIS
Cleft
Klasifikasi : Lip Clift Palate
Unillateral Incomplete:
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir
dan tidak memanjang hingga hidung
Unilateral Complete:
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi
bibir dan memanjang hingga hidung.
Bilateral Complete:
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan
memenjang ke hidung.
Penatalaksanaan
Tindakan operasi pertama kali
dikerjakan untuk menutup celah bibir
dann palatum berdasarkan kriteria
rule of ten , yaitu:
Umur lebih dari 10 minggu ( 3 bulan )
Berat lebih dari 10 pond ( 5 kg )
Hb lebih 10 g / dl
Leukosit lebih dari 10.000 / ul
Pembedahan tergantung defek dan
kondisi umum anak dan beberapa tahap
Lanjut.
Atau pembedahan dilakukan
pada usia 1-2 tahun, sebelum
kemampuan bicara anak
berkembang
Labio Skisis 3 bulan
Palato Skisis 9-12 bulan
Lanjut
Pasca-operasi :
- Respiratory support
- Thermoregulasi
Cairan intravena, elektrolit
Nutrisi parenteral
Terapi sesuai program
Observasi :
TTV,edema, distres pernafasan,tanda tanda
infeksi, kondisi operasi dan kebersihan daerah
luka operasi.
Perawatan luka
Menjaga kebersihan sekitar luka operasi.
Memberikan kenyamanan pasien
Penjelasan pada orang tua untuk perawatan post
operasi
Pengkajian

Data Fokus :
Klinis :
Defek uni/bilateral
Teraba dan terlihat defek palatum
Distorsi nasal
Pada bayi Kesulitan menyusu
Sering disertai:
Pada anak lebih besar mengalami Gangguan bicara
Maloklusi
Otitis media
Pemeriksaan Diagnosis

Kelainan ini dapat dilihat ketika bayi


berada di dalam kandungan, melalui alat
yang disebut USG atau Ultrasonografi.
Tampak langsung pada saat lahir
DIAGNOSE KEPERAWATAN
sebelum operasi :
1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
atau tidak efektif menetek( Bayi ) bd
ketidakmampuan menelan, kesukaran makan
skunder dari kecacatan.
2.Resiko aspirasi bd ketidakmampuan
mengeluarkan sekresi skunder dai palato
skisis.
3. Kecemasan orang tua bd kondisi anak dan
rencana operasi
DIAGNOSE KEPERAWATAN
Setelah operasi :

1. Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kesulitan makan setelah
prosedur pembedahan
2. Nyeri bd prosedur pembedahan
3. Resiko Infeksi bd luka pada pembedahan
4. Resiko trauma sisi pembedahan bd prosedur
pembedahan
Lanjut..
4. Resiko trauma sisi pembedahan bd prosedur
pembedahan
5.Kurangnya pengetahuan bd kurangnya
informasi tentang penatalaksanaan
perawatan post operasi
6.Kecemasan pada keluarga bd kondisi
penyakit anak , hospitalisasi
7.Resiko Gangguan perkembangan bd
kondisi penyakit anak
PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Sebelum operasi :
1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan atau tidak
efektif menetek ( Bayi ) bd ketidakmampuan menelan,
kesukaran makan skunder dari kecacatan
Tujuan :
Pemenuhan nutrisi secara adekuat.
Kriteria Hasil :
Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
Adaptasi dengan metode makan yang sesuai.
Penambahan BB yang tepat.
Lanjut
Intervensi :
1.Kaji kemampuan menelan dan menghisap.
2.Berikan alat makan khusus ( dot lunak yang besar atau
dot khusus dengan lubang sesuai pemberian minum )
3. Tempatkan posisi dot yang sesuai ( disamping mulut
dan lidah mendorong ma-mi ke dalam ).
4. Bila bayi masih menyusu ajarkan ibu menyusui
secara tepat.( posisi, kestabilan putting, stimulasi reflek
ejeksi ASI )
5.Berikan diet sesuai dengan usia.
6. Sendawakan bayi dengan sering.
Lanjut
7.Stimulasi pengisapan dengan menggosokkan
putting pada bibir bawah
8. Pantau BB
9. Bimbing orang tua bayi untuk menyesuaikan
diri secara sosial dan emosional ( penerimaan
dan motivasi untuk mengungkapkan
perasaannya dan kekahawatiran tentang
penampilan anak,tekankan secara positif dalam
upaya pembedahan )
RASIONALISASI :
1.Untuk menentukan kondisi anak.
2,3,4.8 Untuk kopensasi kesulitan makan
Posisi digendong, duduk tegak untuk
meminimalkan resiko aspirasi,
Putting distabilkan dengan baik dalam
rongga mulut agar kerja lidah mudah
untuk pemerasan susu .
Putting diletakkan diantara lidah dan
palatum untuk memudahkan kompresi
putting.
Stimulasi dengan cara manual atau
memompa payudara sebelum menyusui
agar saat menyusui cepat keluar.
Lanjut
5,7. Untuk mengetahui keadekuatan
nutrisi. Diharapkan nutrisi terpenuhi
sesuai kebutuhan.
6.Untuk mengurangi udara yang
tertelan
9.Untuk mengurangi kecemasan pada
orang tua.
PERENCANAAN
KEPERAWATAN.
Setelah operasi :
Resiko tinggi trauma sisi pembedahan berhubungan
dengan prosedur pembedahan. menelan.
Tujuan :
Tidak mengalami trauma pada sisi operasi
Kriteria hasil
- Sisi operasi tetap tidak rusak
- Tidak ada tanda tanda infeksi
- Terdapat tanda pemulihan
Intervensi
1. Lakukan perawatan alur sutura
setelah pemberian makan :
Bersihkan garis sutura dengan
menggunakan kapas dan larutan
fisiologis.
Oleskan salep sesuai program
Pantau tanda-tanda infeksi .
Bersihkan mulut dengan air setiap
setelah pemberian makan.
Lanjut
2.Jaga / lindungi dari tarikan atau
dipegang-pegang oleh bayi dan anak.
3. Berikan posisi untuk pembedahan celah
bibir, untuk mempertahankan luka post
operasi
( berbaring miring, terlentang, pertahankan
bagian kepala pada tempat tidur
ditinggikan ) sedangkan untuk pembedahan
palatum posisikan bayi dan anak dengan
telungkup dan miring
4. Antisipasi untuk mengurangi menangis.
Rasionalisasi
1. Bila perawatan tepat akan menjamin
tercapainya kebersihan,mencegah pemisahan
sutura, mengurangi resiko infeksi,mengurangi
kerak yang mengakibatkan jaringan parut.
2.Untuk mencegah menggaruk atau
mencegah memasukkan obyek pada mulutnya.
3.Pada operasi celah bibir dapat mengurangi
resiko ruptur sedangkan pada pembedahan
celah palatum mencegah tekanan pada alur
jahitan.
4. Menyebabkan regangan pada alur jahitan
dan menyebabkan ruptur
Lanjut.

Setelah operasi
Perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kesulitan makan setelah prosedur
pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi cukup sesuai kebutuhan.
Kriteria hasil :
Bayi / anak mengkonsumsi jumlah nutrisi yang adekuat
Keluarga mendemonstrasikan kemampuan untuk
menjalankan perawatan pasca operasi
Bayi menunjukkan penambahan BB yang adekuat
Intervensi
1.Berikan alat minum pada post operasi dengan
cara :
Pada post operasi celah bibir dan celah palatum:
Melalui spuit atau selang karet lunak
ditempatkan pada arah pipi jauhkan dari alur
jahitan.
Pada post operasi celah palatum pada bayi
jangan diberikan dot botol, gunakan sendok dan
untuk anak yang lebih besar gunakan cangkir
minum biasa
2. Anjurkan pemberian makan porsi kecil dan
sering dengan diet cair sampai biasa sesuai
kondisi dan usia.
3. Berikan Diet cair dan tinggi kalori.
Rasionalisasi
1.Untuk mencegah rusaknya alur
jahitan, bila menggunakan dot akan
menyebabkan terlalu kuat tekanannya.
2. Untuk memenuhi kebutuhan dan
proses adaptasi.
3.Diet cair dan tinggi kalori untuk
mengurangi kerusakan jahitan dan
memenuhi kebutuhan peningkatan BB
ATRESIA DAN FISTULA
OESOPHAGUS
Data fokus ;
Identitas
Kasus yang jarang ditemui.
Sesaat setelah lahir meninggal karena tidak
diketahui dan begitu lahir diberi minum
karena paru-parunya kemasukan cairan.
Poerwadi, 2010, Dijumpai pada 1 diantara
3000-5000 kelahiran hidup
1/3 bayi prematur.
Keluhan
Air liur meleleh dan berbuih
Sering sianosis
Saat minum batuk/seperti tercekik
Perut buncit ( fistula bawah ke trachea)
Lanjut
Riwayat Penyakit
Hidramnion dan prematur
polihidromion ( ketuban > 2000cc ) karena
bayi tidak bisa menelan/ ada kelainan
esofagus sehingga mengganggu ekskresi
air ketuban.
30% disertai dengan anomali vaskuler,
saluran kemih, tulang, syaraf dan cerna lain
80 % atresia esofagus proksimal / atas
Pengertian
Kegagalan oesophagus untuk berkembang sebagai
jalan lintasan langsung antara pharink ke
lambung.
(Poerwadi, 2010 ),kelainan bawaan akibat
buntunya saluran esophagus ( kerongkongan )
sehingga makanan tak bisa masuk ke lambung
Sebuah keabnormalan dimana tidak
terdapatnya bagian tengah dari esofagus atau
dengan kata lain buntunya Esofagus dan tidak
adanya sambungan ke lambung.
Kegagalan oesophagus untuk berkembang sebagai
jalan lintasan langsung antara pharink ke lambung
Klasifikasi
Type I
Kantong buntu disetiap ujung esofagus, terpisah
jauh dan tanpa hubungan ke trchea.
Type II
Kantong buntu disetiap ujung esofagus dengan
fistule dari trhea ke segmen esofahus bagian atas.
Type III
segmen esofaghus proximal berakhir pada
kantong buntu dan segmen distal dihubungkan ke
trachea atau bronchus primer dengan fistula
pendek
Type IV
Kedua segmen esofagus atas dan bawah
dihubungkan ke trachea.
Type V
Sebaliknya trachea dan esofagus normal
dihubungkan dengan fistula umum.
To repair esophageal atresia, an opening is cut into the chest (A). The two parts of the existing esophagus are identified (B). The lower
esophagus is detached from the trachea (C) and connected to the upper part of the esophagus (D). The wound in the trachea is closed, and
the chest incision is repaired.
Etiologi
Adanya gangguan pada 8 minggu
pertama kehamilan
Etiologi belum di ketahui secara
pasti.
Diduga ;
Karena infeksi virus toksoplasma
selama kehamilan.
Kekurangan asam folat selama hamil.
Manifestasi Klinis
1. Polihidroamnion saat pemeriksaan USG
2. Kateter yang digunakan u/ resusitasi saat
lahir tidak bisa masuk ke dalam lambung
3. Hipersalivasi
4. Tersedak & sianosis
5. Refluk isi lambung ke paru
6. Pada Atresia esofagus dgn fistula perut
menjadi kembung
7. Pada atresia esofagus tanpa pasien
mempunyai perut skafoid & tdk berisi udara
Pemeriksaan Diagnostik
Dapat dimulai sejak kehamilan
Polihidroamnion
Sesaat setelah kelahiran:
- Usia kelahiran yang prematur
- Normal/ hipersalivasi
- Mencoba memasukkan NGT: terhenti pada
jarak 10-12 cm
- Ditemukan malformasi pada berbagai sistem
Lanjutan.

Pada foto rontgen polos dada terlihat


esofagus melebar dengan udara
didalamnya
Gambaran rontgen menunjukkan
kateter menggulung dikantong
esofagus atas
Lubang fistula pada trakea mungkin
dapat ditemukan dengan bronkoskopi
Lanjut
Beberapa kasus melalui
Pemeriksaan radiologis ditemukan
malformasi vetebra
Atresia esofagus disertai polidaktili,
sindaktili, skoliosis
Terjadi malformasi uretra dan
anorectal.
Displasia renal
PENATALAKSANAAN
1. Tahap Perioperatif
Lanjutan....

2. Operatif
Anastomosis : operasi & rekonstruksi
penyambungan kedua ujung esofagus
Lanjutan....

3. Pasca operatif
Jika ruang kosong antar kedua ujung
esofagus panjang kemungkinan pada
3 minggu post op dapat terjadi:
- Refluks isi lambung diatasi dgn
fundoplikasi
- Striktur
- Hilangnya reflek menelan
- Trakeomalaise
Pengkajian
Data fokus :
Keluhan
Air liur meleleh
Sering sianosis
Saat minum batuk/seperti tercekik
Perut buncit ( fistula bawah ke trachea)
Riwayat Penyakit
Hidramnion dan prematur
polihidromion ( ketuban > 2000cc ) karena bayi
tidak bisa menelan/ ada kelainan esofagus
sehingga mengganggu ekskresi air ketuban.
30% disertai dengan anomali vaskuler, saluran kemih,
tulang, syaraf dan cerna lain
80 % atresia esofagus proksimal / atas
Lanjut..
Pemeriksaan Fisik
Sekresi mulut, tersedak, batuk, sianosis
Frekuensi napas cepat
Bentuk abdomen cekung jika tak ada fistula,
kembung jika ada fistula distal
Kateter tak dapat masuk
Paru : pekak (pneumonia)

Pemeriksaan diagnostik
Foto polos : kateter melingkar, dilatasi
esophagus dan ada udara dalam lambung
Sineradiografi : lokasi fistula jelas
DIAGNOSA
1. KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. Lubang
abnormal antara esofagus & trakea, obstruksi
menelan sekresi
2. Kerusakan/kesulitan menelan b.d. Obstruksi
mekanis
3. Ansietas pada keluarga b.d. kurangnya
pengetahuan tentang penyskit, pemeriksaan
diagnostik, terapi.
4. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan bd
dirawat dirumah sakit, stimulus kurang
Perencanaan
Keperawatan
Sebelum operasi
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. Lubang
abnormal antara esofagus & trakea, obstruksi menelan
sekresi.
Tujuan:
- Mempertahankan kebersihan jalan nafas
- Kriteria Hasil:
- Jalan nafas tidak mengalami hambatan.
- Tidak mengalami aspirasi.
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal
Intervensi keperawatan

. Lakukan pengawasan :
Tanda-tanda tersedak,frekuensi pernafasan muntah dan
sianosis.
. Pertahankan penghisapan segmen esofagus secara
intermitten atau kontinue
. Beri oksigen bila mengalami sianotik
. Bila perlu pasien di Puasakan
Rasional
1. Untuk mencegah aspirasi
2. Untuk memantau dan memastikan
terapi selanjutnya.
3.Untuk mengurangi aspirasi.
4.Untuk memenuhi kebutuhan
oksigen agar tidak terjadi sianosis.
5.Agar tidak terjadi aspirasi
HIRSCHSPRUNG

Data Fokus :

Identitas
Terjadi pada semua usia
Tersering neonatus, inciden 1 : 5000 KH
Ratio laki dan perempuan = 3/4 : 1
Insiden meningkat pada riwayat
keturunan
10% - 15% : sindroma down
15% - 20 % : obstruksi usus neonatus
HIRSCHSPRUNG

PENGERTIAN :
Tidak ada sel ganglion di rectum/rektosigmoid kolon
Tidak ada peristaltik dan evakuasi usus spontan
Sfingter rektum tidak dapat berelaksasi
Feses di area aganglionik dan dilatasi usus proksimal
Penatalaksanaan

Pembedahan :
1.Kolostomi :
Memindahkan atau mengangkat bagian aganglionosis
untuk memperlancar pengeluaran feses sebelum
dilakukan pembedahan.
Dilakukan pada:
Neonatus
Anak yang terlambat diagnosis.
Pasien entercolitis berat
Lanjut
2.Koreksi definitif / Pembedahan :
Menghilangkan hambatan pada segmen usus
yang menyempit
Sebelumnya dilakukan,Tindakan koservatif
darurat untuk Menghilangkan tanda2 obstruksi
dipasang NGT dengan atau tanpa pembilasan
cairan fisiologis.
Lanjut
Prosedur pembedahan ;
Swenson, duhamel,soave, Rehbein
setelah dilakukakan kolostomi.
Pembedahan pada usia 8 bulan 1
tahun / BB mendekati 10 kg.
Penutupan Kolostomi 3 bulan setelah
perbaikan definitif.
Lanjut..
Swenson :
Pemotongan seluruh usus yang
aganglion dan usus yang memiliki
ganglion disambungkan ke anus.
Duhamel
Rectum dipertahankan, kolon normal di
proximal ditarik retrotransanal dan
dilakukan anastomosis kolorectal ujung
ke sisi
Lanjut
Soave
Sigmoidektomi dengan tarikan
endorektal.Reseksi kolon disertai diseksi
mukosa rektum sehingga terjadi selubung
seromuskullar dilakukan dengan cara
abdominoperineal
Rehbein
Rektosgmoidektomi dengan anastomosis
ujung-ujung sampai sebagian besar rectum
dilakukan intra abdominal ekspertonial.
Pengkajian
Data fokus :
Neonatus
Mekoneum tak keluar dalam 48 jam setelah lahir
Muntah berisi empedu
Enggan minum
Distensi abdomen
Feces menyembur saat anus disentuh.

Bayi dan kanak - kanak


Konstipasi
Diare berulang
Tinja seperti pita, bau busuk
Distensi abdomen
Gagal tumbuh
LANJUT

Pemeriksaan diagnostik
Hirschsprung :
Foto abdomen
Biopsi rektal : deteksi sel ganglion
Manometri anorektal : mencatat
respons refluks sfinter interna dan
eksterna
DIAGNOSE KEPERAWATAN
sebelum operasi.
1. Gangguan eliminasi (konstipasi ) / bd
peristaltik abnormal skunder tidak adanya
ganglion pada usus
2. Gangguan eliminasi ( diare ) bd infeksi
sekunder adanya enterokolitis.
3. Volume cairan kurang bd intake kurang,
muntah.
4. Kebutuhan nutrisi kurang bd intake
kurang, muntah.
Lanjut
5.Gangguan rasa nyaman bd distensi
abdomen
6.Resiko Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan bd proses penyakitnya
7.Kurangnya pengetahuan keluarga bd
kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan penyakitnya
8. Kecemasan orang tua bd kurang
pengetahuan tentang penyakit dan
pengobatan yang diprogramkan
DIAGNOSE KEPERAWATAN
Setelah pembedahan
1. Nyeri bd adanya insisi pada luka operasi.
2.Resiko infeksi pada area insisi bd
masuknya mikroorganisme pada luka operasi
( kontaminasi faeses ).
3.Integritas kulit bd adanya pengeluaran
feses meningkat
4.Gangguan citra tubuh( Mulai anak
prasekolah ) bd prosedur kolostomi
5.Resiko cidera bd adanya komplikasi dari
penyakitnya
Lanjut..
6.Kurangnya pengetahuan bd
kurangnya informasi tentang
penatalaksanaan perawatan post
operasi
7.Kecemasan pada keluarga bd kondisi
penyakit anak
8.Resiko Gangguan perkembangan bd
kondisi penyakit anak ,
PERENCANAAN
KEPERAWATAN
Sebelum pembedahan
Gangguan eliminasi ( konstipasi ) bd tidak adanya ganglion pada
usus
TUJUAN :
Selama perawatan menghilangkan karena konstip[asi.
Kriteria Hasil :
Distensi abdomen berkurang
Rasa nyaman
Anak tidak rewel
Irigasi rectum jernih
Intervensi Keperawatan
1. Lakukan enema atau irigasi
rectum sesuai program
2. Kaji bising usus tiap 4 jam
3.Ukur lingkar abdomen
4.Lakukan kolaburasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan
( Kolostomi / koreksi definitif )
Rasional
1. Untuk evakuasi usus dan meningkatkan rasa nyaman dan mengurangi
resiko perforasi akibat obstruksi
2.Untuk memastikan fungsi usus dengan benar dan terapi yang diberikan
tepat
3.Untuk mendeteksi detensi.
4. Pembedahan :
1.Kolostomi :
Memindahkan atau mengangkat bagian aganglionosis untuk memperlancar
pengeluaran feses sebelum dilakukan pembedahan definitif ( Dekompresi )
Pada neonatus
Pada anak yang terlambat diagnosis.
Pada pasien entercolitis berat
Lanjut
2.Koreksi definitif:
Menghilangkan hambatan pada segmen
usus yang menyempit
Sebelumnya dilakukan,Tindakan
koservatif darurat untuk Menghilangkan
tanda2 obstruksi dipasang NGT dengan
atau tanpa pembilasan cairan fisiologis
Lanjut
Sebelum pembedahan
Volume cairan kurang bd intake kurang, muntah.
Tujuan :
Tidak mengalami gangguan keseimbangan
cairan
Kriteria Hasil :
Urine keluar 1-2 cc /kgBB/jam
capilarry baik
Turgor kulit baik
Membran mukosa lembab
Intervensi keperawatan
1. Monitor intake dan output
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Monitor tanda klinis dehidrasi
4. Berikan cairan intra vena sesuai
kebutuhan
Rasional
1.2.3..
Untuk mengidentifikasi status
cairan anak
4.Untuk mengatasi resiko atau
terjadinya dehidrasi
Lanjut
Setelah pembedahan
Gangguan integritas kulit bd pengeluaran
feses meningkat ( kolostomi )
TUJUAN :
Selama perawatan tidak mengalami
gangguan integritas kulit.
Kriteria Hasil :
Luka operasi tidak mengalami infeksi.
Kulit sekitar kolostomi tidak ada kemerahan.
Intervensi Keperawatan
1. Gunakan kantong ostomi yang berukuran
sesuai / pas dan sesuai barrier kulit
2.Ganti kantong atau periksa setiap 2 jam
sekali
3.Kosongkan kantong dan bersihkan setiap
penuh
4. Ganti kantong ostomi paling lama 24
jam sekali
5.Lakukan pengawasan lokasi ostomi bila
mengalami kerusakan.
Rasional
1.Untuk melindungi perostoma dari efek korosif
faeses.
2.Untuk menghindari terjadinya resiko kerusakan
kulit karena kebocoran sehingga faeses
menyentuh langsung ke kulit.
3.Untuk menghindari terjadinya kebocoran pada
kantong dan kantong yang berat akan menarik
perekat pada kulit.
4.Untuk pemantauan area periostoma dan
memastikan terapi yang tepat.
5.Bila terjadi kerusakan akan menentukan langkah
selanjutnya untuk memerlukan berbagai terapi.

Anda mungkin juga menyukai