Anda di halaman 1dari 21

ASMA

TRIPENI KURNIATI
1607045007
A. ASMA :
Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik jalan udara
yang melibatkan peran banyak sel dan komponennya.( The National
Asthma Education and Prevention Program, NAEPP). Pada individu
yang rentan, inflamasi menyebabkan episode berulang dari bengek,
sesak nafas, sempit dada dan batuk. Episode ini bisanya terkait
dengan obstruksi jalan udara yang sering reversible baik secara
spontan maupun setelah pemberian penanganan. Inflamasi juga
menyebabkan peningkatan hiperresponsifitas bronkus (bronchus
hyperresponsiveness, BHR) terhadap berbagai stimulus.
B. PATOFISOLOGI
Karakteristik utama asma termasuk obstruksi jalan udara
dalam berbagai tingkatan ( terkait dengan
bronkospasmus, edema dan hipersekresi ), BHR dan inflamasi
jalan udara.
Serangan asma mendadak disebabkan oleh factor yang tidak
diketahui maupun yang diketahui seperti paparan terhadap
allergen, virus atau polutan dalam maupun luar rumah dan
masing-masing factor ini dapat menginduksi respon inflamasi.
Alergen yang terhirup menyebabkan reaksi alergi fase awal
ditandai dengan aktifitas sel yang menghasilkan antibody IgE
yang spesifik allergen. Terdapat aktivasi yang cepat dari sel
mast dan makrofag pada jalan udara, yang membebaskan
mediator proinflamasi seperti histamine dan eikosanoid
yang menginduksi kontraksi otot polos jalan udara, sekresi
mucus, vasodilatasi dan eksudasi plasma pada jalan udara.
Kebocoran plasma protein menginduksi penebalan dan
pembengkakan dinding jalan udara serta penyempitan
lumennya disertai dengan sulitnya pengeluaran mukus.
Reaksi inflamasi fase akhir terjadi 6 sampai 9 jam
setelah serangan alergen dan melibatkan aktivasi
eosinophil, limfosit T, basophil, neutrofil dan
makrofag.
Eosinofil bermigrasi kedalam jalan udara dan
membebaskan mediator inflamasi
( leukotriendan protein granul), mediator sitotoksik
dan sitokin.
Aktivasi limfosit T menyebabkan pembatasan sitokin dari sel T-
helper tipe 2 (TH2) yang memperantarai inflamasialergik
( interleukin (IL)-4, IL-5, Il-6, IL-9 dan IL-13). Sebaliknyasel T helper
tipe 1 (TH1) menghasilkan IL-2 dan interferon gamma yang penting
untuk mekanisme pertahanan selular. Inflamasi asmatik alergik
dapat ditimbulkan oleh ketidakseimbangan antara sel TH1 dan TH2.
Degranulasi sel mast sebagai respon terhadap allergen
mengakibatkan pembebasan mediator seperti histamine, factor
kemotaksis eosinophil dan neutrophil, leukotrien C4, D4 dan E4,
prostaglandin dan factor pengaktivasi platelet (PAF). Histamin
mampu menginduksi konstriksi otot polos dan bronkospasme dan
berperan dalam edema mukosa serta ke sekresi mukus.
Makrofag alveolar membebaskan sejumlah mediator
inflamasi, termasuk PAF dan leukotriene B4, C4 dan
D4. Produksi factor khemotaktik neutrophil dan
eosinofil memperkuat proses inflamasi.
Neutrofil juga merupakan sumber mediator ( PAF,
prostaglandin, tromboksan dan leukotrien ) yang
berkontribusi pada BHR dan inflamasi jalan udara.
Jalur 5-lipoksigenase dari asam pemecahan asamarakidhonat bertanggung
jawab pada produksi leukotriene. Leukotrien C4, D4 dan E4
( sistenilleukotrien ) menyusun zat reaksi lambat anafilaksis ( slow-reacting
substance of anaphylaxis, SRS-A ). Leukotrien ini dibebaskan selama
proses inflamasi di paru-paru dan menyebabkan bronkokonstriksi,
sekresimukus, permeabilitas mikrovaskular dan edeme jalan udara.
Sel epitel bronkial juga berpartisipasi dalam inflamasi dengan
membebaskan eicosanoid, peptidase, protein matiks,
sitokindannitritoksida. Pengikisan epitel mengakibatkan peningkatan
responsifitas danperubahan permeabilitas mukosa jalan udara,
pengurangan faktor relaksan yang berasal dari mukosa dan kehilangan
enzim yang bertanggung jawab untuk penguraian neuropeptide inflamasi.
Proses inflamasi eksudatif dan pengikisan sel epitel ke dalam lumen jalur
udara merusak transport mukosiliar. Kelenjar bronkus menjadi berukuran
besar dan sel goblet meningkat baik ukuran maupun jumlahnya, yang
menunjukkan suatu peningkatan produksi mukus. Mukus yang dikeluarkan
oleh penderita asma cenderung memiliki viskositas tinggi.
Jalan udara dipersyarafi olehsyarafparasimpatik, simpatik dan syaraf inhibisi
nonadrenergik. Tonus istirahat normal otot polos jalan udara dipelihara oleh
aktifitas everen vagal, bronkokonstriksi dapat diperantarai oleh stimulasi vagal
pada bronchi berukuran kecil. Semua otot polos jalan udara mengandung
reseptorbeta adrenergic yang tidak dipersyarafi yang menyebabkan
bronkodilatasi. Pentingnya reseptor alfaadrenergik dalam asma tidak
diketahui. Sistem syaraf nonadrenergik, nonkolinergik pada trachea dan
bronchi dapat memperkuat inflamasi pada asma dengan melepaskan nitrit
oksida.
C. ETIOLOGI / FAKTOR PENYABAB TERJADINYA ASMA BRONCHIAL
Faktor intrinsik; infeksi : para influenza virus, pneumonia,
mycoplasma.
Fisik; cuaca dingin, perubahan temperatur.
a. Iritan; kimia, polusi udara( CO, asaprokok, parfum ).
b. Emosional; takut, cemas, dan tegang.
c. Faktor ekstrinsik : reaksi antigen- antibodi; karena inhalasi
alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang).
d. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor
pencetus.
D. MANIFESTASI KLINIK
Asma kronik
Asma kronik ditandai dengan episode dyspnea yang disertai
dengan bengek, tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien dapat
mengeluhkan sempit dada, batuk ( terutama pada malam hari )
ataubunyi saat bernafas. Hal ini sering terjadi saat latihan fisik
tapi dapat terjadi secara spontan atau berhubungan dengan
allergen tertentu.
Tanda-tanda termasuk bunyi saat ekspitasi
denganpemeriksaaan auskultasi, batuk kering yang berulang atau
tanda atopi.
Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai gejala
yang berselang. Terdapat keparahan dan remisi berulang dan
interval antar gejala dapat mingguan, bulanan atau tahunan.
Keparahan ditentukan oleh fungsi paru-paru dan gejala
sebelum terapi disamping jumlah obat yang diperlukan untuk
mengontrol gejala. Pasien dapat menunjukkan gejala
berulang ringan yang tidak memerlukan pengobatan atau
hanya penggunaan sewaktu-waktu agonis beta inhalasi kerja
cepat, pasien dapat juga menunjukkan gejala asma kronik
walau sedang menjalani pengobatan berganda.
Asma Parah akut
Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi akut dimana
inflamasi, edema jalan udara, akumilasi mukus berlebihan dan
bronkospasmus parah menyebabkan penyempitan jalan udara yang serius
yang tidak responsive terhadap terapi bronkodilator biasa.
Pasien mungkin mengalami kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah,
nafas pendek, sempit dada atau rasa terbakar. Mereka mungkin hanya
dapat mengatakan beberapa kata dalam satu nafas. Gejala tidak
responsive terhadap penanganan yang biasa.
Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi saat inspirasi dan
ekspirasi, batuk kering yang berulang, takhipnea, kulit pucat atau kebiruan
dan dada yang mengembang disertai retraksi interkostal dan supraklavilar.
Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi sangat parah.
E. TERAPI
Tujuan Terapi
Asma Kronik
Tujuan penanganan asma kronik :
1. Mempertahankan tingkat aktifitas normal ( termasuk latihhan fisik).
2. Mempertahankan fungsi paru-paru ( mendekati normal ).
3. Mencegah gejala kronis dan yang mengganggu ( mis: batuk atau kesulitan
bernafas pada malam hari, pada pagi hari atau setelah latihan berat ).
4. Mencegah memburuknya asma secara berulang dan meminimalisasi
kebutuhan untuk masuk ICU atau rawati nap.
5. Menyediakan farmakoterapi optimum dengan tidak ada atau sedikit efek
samping.
6. Memenuhi keinginan pelayanan terhadap pasien dan keluarga.
Asma Parah Akut
Tujuan penanganan adalah :
1. Perbaikan hipoksemia signifikan.
2. Pembalikan cepat penutupan jalan udara( dalam hitungan
menit ).
3. Pengurangan kecenderungan penutupan aliran udara
yang parah timbul kembali.
4. Pengembangan rencana aksi tertulis jika keadaan
memburuk.

Anda mungkin juga menyukai