Anda di halaman 1dari 29

DEMAM TYPOID

(F7)

Disusun oleh :
Dr. Asep Muklas

Pembimbing :
Dr. Dorlina Panjaitan

KEMENTRIAN KESEHATAN RI INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS ARGAMAKMUR KABUPATEN BENGKULU
TAHUN 2016
TUJUAN PENELITIAN
PENDAHULUAN
Dunia Insiden demam tifoid di seluruh dunia
menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per
tahun, 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian.

Indonesia diperkirakan antara 800 - 100.000


orang terkena penyakit tifus atau demam tifoid
sepanjang tahun 2002.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella
typhii.
ETIOLOGI

Salmonella paratyphii A
Salmonella parathypii B
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini pertama kali muncul dalam wabah yang
terjadi di Athena sampai Sparta Yunani pada tahun 430-424
SM. Sejarah yang tidak kalah menarik adalah tentang
Tifoid Marry yang pada tahun 1907 menjadi seorang
carier/ pembawa penyakit tifoid di Amerika, dimana setiap
restoran tempat dia bekerja selalu terjadi epidemi tifoid.
Demam tifoid dan paratifoid merupakan salah satu
penyakit infeksi endemic di Asia, Afrika, Amerika Latin,
kep. Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia. Penyakit ini
tergolong menular yang dapat menyerang banyak orang
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella
typhii bersama turunan lainnya Salmonella paratyphii A
dan parathypii B kedua kuman ini dapat mencemari
makanan dan minuman penderita karena paling sering
ditemukan di tinja atau air kemih penderita.

Sanitasi yang kurang adalah penyebab utama seperti


pencucian tangan yang kurang bersih, makanan atau
minuman yang tercemar vektor pembawa penyakit seperti
lalat sehingga memudahkan penularan penyakit melalui
media fecal-oral.
PATOGENESIS
MANIFESTASI KLINIS
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding Demam Etiologi Klinis GIT

Demam Typoid Turun naik, Salmonella Typi Mual, muntah ,


terutama sore hari sakit perut, bisa
diare

Malaria Disertai mengigil Plasmodium -

DBD Demam mendadak Virus dengue -


naik, tidak turun
naik

ISPA Demam subpebris, H. Influenza -


turun naik.
TERAPI
Prinsip utama dalam pengobatan demam tifoid
adalah Istirahat dan perawatan, diet dan terapi
penunjang (simtomatik dan suportif), serta
pemberian antibiotika. Pada kasus tifoid yang berat
hasus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan
cairan, eletrolit, serta nutrisi disamping observasi
kemungkinan penyulit.
Istirahat dan perawatan bertujuan untuk
menghentikan dan mencegah penyebaran kuman.
Anak yang menderita demam tifoid sebaiknya
tirah baring/ Bed rest total dengan perawatan
sepenuhnya di tempat seperti makan, minum,
mandi, buang air kecil, dan buang besar akan
membantu dan mempercepat masa
penyembuhan.
Diet dan Terapi Penunjang (simtomatik
dan suportif), bertujuan untuk mengembalikan
rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal.
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam
proses penyembuhan penyakit demam tifoid
terutama sekali pada anak- anak, karena makanan
yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan
gizi penderita akan semakin turun serta proses
penyembuhan yang akan menjadi lama.
Antibiotika Chloramphenicol, merupakan
antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid fever
terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk
anak- anak 50-100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4
dosis untuk pemberian intravena biasanya cukup
50 mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari atau
sampai 7 hari setelah demam turun.
PILIHAN ANTIBIOTIKA LAIN
Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis
antibiotika trimetoprim dan sulfametoxazole dengan
perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10 mg/kg/hari
dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2
dosis
Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan
yang lebih rendah dibandingkan dengan
chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk
anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman
dan cukup efektif. Dosis yang diberikan untuk anak
100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2
minggu
Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim,
Cefixime), merupakan pilihan ketiga namun
efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari
Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih
sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone
merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari
IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari)
selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-
200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian Penelitian
Deskriftif

Tempat dan Waktu Poli Umum s/d


Maret 2016

Populasi dan Sample 20 Responden


KERANGKA KONSEP
Variabel bebas

Umur

Jenis Kelamin
Prevalensi Demam Typoid

Tingkat pendidikan dan


tingkat pengetahuan
INSTRUMEN PENELITIAN
PROFIL PUSKESMAS GUNUNG ALAM
ARGAMAKMUR KAB. BENGKULU UTARA
ANALISA UNIVARIAT
Tabel dan Diagram Distribusi Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan

N Tingkat Juml Presenta Tingkat Pendidikan


O Pendidikan ah se (%)
1 Pendidikan 12 60%
Dasar Pendidikan
Dasar
2 Pendidikan 5 25%
Pendidikan
Menengah
Menengah
3 Pendidikan 3 15% Pendidikan
Tinggi Tinggi
Jumlah 20 100%
ANALISA UNIVARIAT
Tabel dan Diagram Distribusi Responden
Berdasarkan Umur

N Tingkat Jumla Present Umur


O Pendidikan h ase (%)
1 17-25 Tahun 10 50%

2 26-30 Tahun 8 40% 17-25 Tahun


26-30 Tahun
3 30 Tahun 2 10% 30 Tahun

Jumlah 20 100%
ANALISA UNIVARIAT
Tabel dan Diagram Distribusi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin

N Tingkat Jumla Present Jenis Kelamin


O Pendidikan h ase (%)
1 Laki-laki 3 15%

2 Perempuan 17 85%
Perempuan
Laki-laki
Jumlah 20 10%
ANALISA UNIVARIAT
Tabel dan Diagram Distribusi Responden
Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

N Tingkat Jumla Present Tingkat Pengetahuan


O Pendidikan h ase (%)
1 Kurang 5 25%

2 Sedang 10 50% Kurang


Sedang
3 Baik 5 25% Baik

Jumlah 20 100%
KESIMPULAN
Tingkat
pendidik
an

Tingkat
Pengetah
20 Umur
uan Responden

Jenis
Kelamin
SARAN

Puskesmas Dinas Kabupaten Masyarakat

Promosi dan Program dan Meningkatkan


Preventif kebijakan yang Pengetahuan
sesuai
Metode penyuluhan Meningkatkan
Kesadaran Akan
Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Kliegma dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 volume Z. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC.
2. Burnside, Mc Glynn. 1995. Adams Diagnosis Fisik. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
3. Hegar, Badriul dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid 1.
Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Ilmu Kesehatan Anak.1985. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK UI
5. Masjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
6. Panitia Medik Farmasi dan Terapi RSU Dr. Soetomo. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III. Surabaya: RSU Dr. Soetomo Surabaya.
7. Soedarmo, Poorwo Sumarmo S. dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi
Kedua. Jakarta: Badan Peberbit IDAI.
8. Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Wilson, dan Price. 2002. PatofisiologiVolume 1 Edisi Keenam. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai