Anda di halaman 1dari 41

1

RHINITIS ALERGI

Miftah Nur Andamsari


Mulfa Satria Asnel
Anatomi hidung
2
fisiologi
3
1. Fungsi respirasi
Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local.

2. Fungsi penghidu
Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu.

3. Fungsi fonetik
Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara
dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi
tulang.

4. Fungsi static dan mekanik


Untuk meringankan beban kepala.
4

Rhinitis alergi
5

LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. TB
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : petani
Alamat : Gunung Tunggal 2/4 Sukoharjo Tanggal
masuk RS : 27 Juni 2009
II. ANAMNESA
6

Keluhan Utama : pilek kambuh-kambuhan


Riwayat Penyakit Sekarang :Pasien datang ke poliklinik THT BRSD
Wonosobo pada tanggal 27 Juni 2009 dengan keluhan pilek kambuh-
kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan ini. Pasien sering
bersin-bersin apabila menghirup serbuk bunga salak (mata pencaharian
pasien sebagai petani salak), tetapi dirasakan 1 tahun ini lebih sering dari
sebelum-sebelumnya dan membuat pasien berhenti bekerja. Hidung
dirasakan tersumbat, dan keluar ingus cair. Pasien juga mengeluh di
tenggorokan terasa gatal. Mata kadang sampai nrocos. Bila pagi hari dan
udara dingin pilek dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan
bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik, tetapi dalam 1
bulan ini kadang-kadang muncul demam. Pasien bolak-balik berobat ke
puskesmas, tetapi tidak mereda.
7

Riwayat Penyakit Dahulu :Keluhan ini muncul


kambuh-kambuhan sejak pasien bekerja di kebun
salak kurang lebih 10 tahun, pasien hanya berobat
di puskesmas bila berat. Pasien belum pernah
melakukan tes alergi. Riwayat penyakit asma
disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada yang
menderita penyakit serupa dengan pasien
8

Resume Anamnesis :Pasien 36 tahun, dengan keluhan pilek


kambuh-kambuhan kurang lebih 10 tahun, memberat 1 bulan
ini. Pasien juga sering bersin-bersin terutama apabila
menghirup serbuk bunga salak. Hidung dirasakan tersumbat,
dan keluar ingus cair. Tenggorokan terasa gatal, mata kadang
sampai nrocos. Bila pagi hari dan udara dingin pilek
dirasakan bertambah, bersin-bersin juga dikeluhkan
bertambah. Pasien tidak demam saat datang ke poliklinik,.
Pasien bolak-balik berobat ke puskesmas, tetapi tidak
mereda. Pasien belum pernah melakukan tes alergi,
menyangkal mempunyai penyakit asma dan tidak ada
keluarga yang menderita penyakit serupa dengan pasien.
9

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis Keadaan umum : pasien tampak
pilek keluar ingus dari hidung Kesadaran :
ComposmentisVital Sign :Tekanan Darah : tidak
dilakukan Nadi : 80x/mnt RR : 20x/mnt T : suhu
raba afebris
10

A. Telinga
Inspeksi Bentuk dan ukuran : (N/N)

Benjolan : (-/-)Laserasi canalis auditoris : (-/-

)Serumen : (-/-)Otore : (-/-)Edema : (-/-)Hiperemi :


(-/-)Palpasi Tragus pain : (-/-)Nyeri tarik auricular :
(-/-)Nyeri pre aurikula & retroaurikula : (-/-
)Pembesaran kelenjar limfe pre aurikula & retro
aurikula : (-/-) Otoskopi Auricula dx Auricula
sinMembrane tymphani intake + +Serumen - -
Hiperemis - -Perforasi - -Cone of light + +Otore - -
11

B. Hidung
Inspeksi Tidak terdapat kelainan congenital pada hidung
Tidak terdapat jaringan parut dalam hidung Tidak
terdapat deviasi septum Tampak pembengkakan &
hiperemis pada konka hidung Tidak tampak oedem
mukosa Mukosa hidung hiperemisPalpasi Tidak ada nyeri
tekan Tidak ada krepitasi
Rhinoskopi anterior :Kolumela Dextra Kolumela SinistraMukosa
hidung hiperemis + +Mukosa hidung oedem - -Konka (warna)
Merah MerahKonka oedem + +Permukaan konka Licin
LicinDischarge +(serous) jernih +(serous) jernihMassa - -
Rhinoskopi posterior : tidak dilakukan
C. Tenggorokan
Inspeksi
12
Mukosa lidah : dalam batas normal, tidak terdapat gambaran
peta Mukosa faring : hiperemis (+), granuler (+), oedem
(+) Uvula : di tengah, tidak ada kelainan Tonsil : tidak
membesar, T1-T1, tidak hiperemis Detritus : (-)Palpasi
Pembesaran lnn submandibula (-), nyeri tekan (-)
Pemeriksaan tanda-tanda khas rhinitis alergi:

Allergic shiner : (+) Allergic salute : (-) Allergic crease :


(-) Facies adenoid : (-) Cobblestone appearance : (+)
Geographic tongue : (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
13

Test allergi : tidak dilakukan Garputala : tidak


dilakukan Audiometric : tidak dilakukan
Transluminasi : tidak dilakukan Nasal swab : tidak
dilakukan Laboratorium : tidak dilakukan
14

V. DIAGNOSIS KERJA : Rhinitis Alergi

VI. DIAGNOSA BANDINGRhinitis vasomotor


15

VII. TERAPI1. Control lingkungan dengan mengusahakan


penghindaran terhadap allergen penyebab (disini pollen
bunga salak)2. Simptomatisa. Medikamentosa Antihistamin :
Cerini (cetirizine 10mg) 1x1 Dekongestan : Pseudoefedrin
3x60 mg Kortikosteroid : dexamethasone 2x0,5 mgb.
OperatifDiperlukan apabila terjadi komplikasi seperti sinusitis,
hipertrofi konka atau polip nasi. Tindakan konkotomi
(pemotongan kedua konka inferior) perlu dipikirkan bila konka
inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan
cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
16

VIII. RENCANA TINDAKAN


Terapi simptomatis karena belum terjadi komplikasi
Menjaga control lingkungan untuk menghindari allergen Test
alergi
IX. PROGNOSADubia ad Bonam
X. MASALAHPasien tinggal di dekat kebun salak sehingga factor
pencetus tetap adaXI.
SARAN/ EDUKASI Test alergi Obat digunakan sesuai
aturan Apabila obat habis atau keluhan semakin
bertambah segera control Hindari factor pencetus, disini
serbuk bunga salak Meningkatkan kondisi badan dengan
asupan gizi yang cukup, olahraga serta istirahat yang cukup
DEFINISI
17

Rinitis Alergi
penyakit inflamasi disebabkan reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang
dengan alergen spesifik tersebut

Kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh
Ig E (WHO).
ETIOLOGI
18

Interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik


Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

1. Alergen Inhalan; yang masuk bersama dengan udara


pernafasan
2. Alergen Ingestan; yang masuk ke saluran cerna
3. Alergen Injektan; yang masuk melalui suntikan atau tusukan.
4. Alergen Kontaktan; yang masuk melalui kontak dengan kulit atau
jaringan mukosa
Etiologi
19
PATOFISIOLOGI
20

penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi


dan diikuti dengan reaksi alergi.

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase :


immediate phase allergic reaction/ reaksi alergi fase cepat
(RAFC)
Late phase allergic reaction/ reaksi alergi fase lambat (RAFL)
1. Tahap sensitisasi
21

Kontak pertama Makrofag/monosit Limfosit B menjadi


kali dengan menangkap aktif
alergen alergen

Sel mediator Diikat mastosit


menjadi aktif atau basofil (sel Memproduksi IgE
mediator)
2. Tahap Provokasi (second response)
Terpapar alergen yang sama diikat oleh IgE di sel mast
22

degranulasi / pecahnya sel mediator

melepaskan PGD2, LTD4, LTC4, bradikinin, sitokin, histamin

rasa gatal pada hidung


Histamin merangsang reseptor H1 dan bersin-bersin
pada ujung saraf medianus
mukosa & sel goblet mengalami hipersekresi rinorea

vasodilatasi sinusoid hidung tersumbat


Tahap Provokasi/ Reaksi Alergi
23

2 tahap:
- Immediate (Reaksi alergi fase cepat/RAFC)
terjadi sejak kontak dengan alergen s.d 1 jam
setelahnya
- Late (reaksi alergi fase lambat/RAFL)
terjadi 2-4 pasca pemaparan dapat
berlangsung sampai 24 s.d 48 jam oleh
karena akumulasi sel eusinofil & neutrofil di
jaringan target
Klasifikasi
WHO Initiative ARIA

24

Berdasarkan sifat berlangsungnya


1. RA intermitten
< 4 hari/minggu atau < 4 minggu
2. RA persisten
> 4 hari/minggu dan > 4 minggu

Berdasarkan tingkat
berat/ringannya penyakit
1. Ringan
2. Sedang Berat
GEJALA KLINIS
25

Bersin berulang
Rinorea yang encer
dan banyak
Hidung tersumbat
Mata dan hidung
terasa gatal; mata
berair
Kehilangan nafsu
makan
redness
swelling
Diagnosa
26

Anamnesis : Gejala klinis


onset
riwayat terjadinya
etiologi

Pemeriksaan Fisik
rinoskopi anterior : mukosa edema/hipertrofi, basah, livid, sekret encer

Pada Anak
facial : allergic shinner
allergic salute
allergic crease
facies adenoid
cobblestone appearance
geographic tongue
27
PEMERIKSAAN PENUNJANG
28

IN VITRO IN VIVO

Hitung eosinofil, Ig E total,


RAST, ELISA, pemeriksaan Skin prick test / Skin test
sitologi
Skin prick test
29
30
IMUNOTERAPI

ELIMINASI
ALERGEN PENATALAKSANAAN KONKOTOMI
PENYEBAB

MEDIKAMENTOSA
31
32

Lini pertama pengobatan alergi


Diabsorpsi baik dan
dimetabolisme di hepar
Generasi pertama : berefek
sedatif, durasi aksi pendek
Generasi kedua : tidak berefek
1. Antihistamin sedatif, durasi aksi lebih
panjang
33
golongan simpatomimetik
beraksi pada reseptor
adrenergik pada mukosa hidung
untuk menyebabkan
vasokonstriksi, menciutkan
mukosa yang membengkak,dan
memperbaiki pernafasan
2. Penggunaan agen topikal yang
DEKONGESTAN lama (lebih dari 3-5 hari) dapat
menyebabkan rinitis
medikamentosa, dimana hidung
kembali tersumbat akibat
vasodilatasi perifer
batasi penggunaan
DEKONGESTAN ORAL
34

Onset lambat, tapi efek lebih lama dan kurang


Tidak menimbulkan resiko rhinitis medikamentosa

Contoh : Fenilefrin, Fenilpropanilamin, Pseudo


efedrin
3. KORTIKOSTEROID
35

menghambat respon alergi fase awal maupun


fase lambat.
Efek utama pada mukosa hidung :

1. mengurangi inflamasi dengan memblok


pelepasan mediator
2. mengurangi edema intrasel,

3. menyebabkan vasokonstriksi ringan dan

menghambat reaksi fase lambat yang


diperantarai oleh sel mast
Direkomendasikan sebagai terapi awal disertai
dengan penghindaran terhadap alergen
Imunoterapi desensitisasi
36

Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan


bertahap dengan menginjeksikan alergen yang
diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan
dosis yang semakin meningkat.
Tujuannya adalah agar pasien mencapai
peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai
dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika
terpapar oleh senyawa tersebut.
CARANYA
37

Larutan alergen yang sangat encer


(1:100.000sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan
1 2 kali seminggu.
Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai
dosis yang dapat ditoleransi.
Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6
minggu tergantung pada respon klinik.
Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi
alergen pada dosis yang umumnya dijumpai pada
paparan alergen.
OPERATIF
38

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian


konka inferior), konkoplasti atau multiple
outfractured, inferior turbinoplasty
Dilakukan, bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kaeuterisasi
memakai AgNO3 25% atau triklor asetat
Diagnosis Banding
39

rhinitis vasomotor
sinusitis
komplikasi
40

1. Sinusitis
2. polip hidung
3. otitis media
41

Anda mungkin juga menyukai