Anda di halaman 1dari 24

KONSITIPASI

DEFINISI
Perubahan dalam frekuensi dan konsistensi
dibandingkan dengan pola defekasi, yaitu
frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu
dan konsistensi tinja lebih keras dari biasanya.
Konstipasi fungsional didasarkan atas tidak
dijumpainya kelainan organik ataupun patologis
yang mendasarinya walau telah dilakukan
pemeriksaan objektif yang menyeluruh
Fisiologi dan Anatomi Kolon

Absorbsi air dan elektrolit


dari kimus untuk Penimbunan bahan feses
membentuk feses yang sampai dapat dikeluarkan
padat

Setengah bagian proksimal


kolon berhubungan dengan
Gerakannya mencampur
absorbsi dan setengah
dan mendorong.
distal kolon berhubungan
dengan penyimpanan
Gerakan Mencampur Haustrasi

Bagian usus
Gerakan segmentasi + konstriksi Otot longitudinal yang tidak
sirkular 2.5 cm otot sirkular kolon (taenia terangsang
kontraksi, menyempitkan lumen koli) akan menonjol
hampir tersumbat. berkontraksi. keluar
(haustrasi).

Secara
progresif Lambat diaduk +
diabsorbsi Fase lambat
dicampur ,
sampai sekum + kolon Intensitas puncak
bertahap
asendens haustrasi 30 detik,
terdapat 80- bersentuhan
sedikit isi menghilang 60 detik
200 ml feses permukaan
dorongan ke berikutnya
yang mukosa usus
depan
dikeluarkan besar
tiap hari.
Gerakan Mendorong Pergerakan Massa.
sekum sampai sigmoid, pergerakan
Banyak dorongan dalam sekum dan massa mengambil alih peran
kimus saat itu sudah dalam keadaan
kolon asendens dari kontraksi haustra pendorongan untuk beberapa menit
lumpur setengah padat
yang lambat tapi persisten menjadi satu waktu, kebanyakan 1-3
x/hari gerakan.

Mucus mengandung ion bikarbonat


kolon mempunyai kripta lieberkuhn Rangsangan n. pelvikus dari medulla
yang diatur oleh rangsangan taktil ,
tapi tidak ber-vili, menghasilkan spinalis yang membawa persarafan
langsung dari sel epitel dan oleh
mucus (sel epitelnya jarang parasimpatis ke separuh sampai dua
refleks saraf setempat terhadap sel
mengandung enzim). pertiga bagian distal kolon
mucus Krista lieberkuhn

mucus melindungi dinding usus dari


Mucus juga berperan dalam aktivitas bakteri yang berlangsung
melindungi dinding kolon terhadap dalam feses, ion bikarbonat yang
ekskoriasi, tapi selain itu menyediakan disekresi ditukar dengan ion klorida
media yang lengket untuk saling sehingga menyediakan ion bikarbonat
melekatkan bahan feses alkalis yang menetralkan asam dalam
feses.
Absorpsi dalam Usus Besar

1500 ml kimus melewati katup ileosekal,


Air dan elektrolit dlm kimus diabsorbsi
100 ml diekskresikan bersama feses.
Sebagian besar absorpsi di pertengahan kolon
proksimal (kolon pengabsorpsi),
Bagian distal sebagai tempat penyimpanan feses
sampai akhirnya dikeluarkan pada waktu yang
tepat (kolon penyimpanan).
Absorbsi dan Sekresi Elektrolit dan Air.
Mukosa usus besar mirip seperti usus halus, mempunyai
kemampuan absorpsi aktif natrium yang tinggi dan
klorida juga ikut terabsorpsi.

Taut epitel di usus besar lebih erat dibanding usus


halus sehingga mencegah difusi kembali ion tersebut,
apalagi ketika aldosteron teraktivasi.

Absorbsi ion natrium dan ion klorida menciptakan


gradien osmotic di sepanjang mukosa usus besar
yang kemudian menyebabkan absorbsi air

usus besar juga menyekresikan ion bikarbonat


(seperti penjelasan diatas) membantu menetralisir
produk akhir asam dari kerja bakteri didalam usus
besar
Kemampuan Absorpsi Maksimal Usus Besar

Usus besar dapat mengabsorbsi maksimal 5-8 L


cairan dan elektrolit tiap hari
Aila jumlah cairan masuk ke katup ileosekal
melebihi atau melalui sekresi usus besar melebihi
jumlah ini diare.
Kerja Bakteri dalam kolon
Banyak bakteri, khususnya basil kolon, secara
fisiologis ada pada kolon pengabsorpsi.
Bakteri ini mampu mencerna
- selulosa (berguna sebagai tambahan nutrisi),
- vitamin (K, B, tiamin, riboflavin, + gas dlm
kolon, khususnya CO, H, CH)
Komposisi feses

30% bakteri, 10-20% lemak, Warna coklat dari feses


10-20% anorganik, 2-3% disebabkan oleh sterkobilin
protein, 30% serat makan
Normalnya terdiri dari air dan urobilin yang berasal
yang tak tercerna dan unsur
dan padatan kering dari pencernaan
dari bilirubin yang
(pigmen empedu, sel epitel merupakan hasil kerja
terlepas). bakteri.

Asam organic yang


Apabila empedu tidak
terbantuk dari karbohidrat
dapat masuk usus, warna
oleh bakteri merupakan
tinja menjadi putih (tinja
penyebab tinja menjadi
akolik).
asam (pH 5.0-7.0).
Bau feses disebabkan produk kerja
bakteri (indol, merkaptan, skatol,
hydrogen sulfide).

Bau feses disebabkan produk kerja


bakteri (indol, merkaptan, skatol,
hydrogen sulfide).

Komposisi tinja relatif tidak terpengaruh oleh variasi dalam makanan


karena sebagian besar fraksi massa feses bukan berasal dari makanan
Defekasi
Merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat
dihambat dengan menjaga agar sfingter eksternus tetap
berkontraksi atau melemaskan sfingter dan
megontraksikan otot abdomen.
Adanya sfingter yang lemah 2,0 cm dari anus pada
perbatasan antara kolon sigmoid dan rectum serta sudut
tajam yang menambah resistensi pengisian rectum.
Sebagian besar waktu, rectum tidak berisi feses,
Terjadi pergerakan massa ke rectum, kontraksi rectum
dan relaksasi sfingter anus akan timbul keinginan
defekasi.
Refleks Defekasi Keinginan berdefekasi muncul
pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18
mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka
sfingter ani internus dan eksternus melemas dan
isi feses terdorong keluar.
Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic
(diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding
rectum.
Ketika feses masuk
rectum,

Ketika gelombang
distensi dinding
peristaltic mendekati
rectum
anus,

untuk menimbulkan
menimbulkan sinyal gelombang peristaltic dalam
aferen menyebar melalui kolon descendens, sigmoid,
pleksus mienterikus rectum, mendorong feses ke
arah anus.
sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal
Jadi sfingter melemas
penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter
sewaktu rectum
ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara
teregang
volunter sehingga terjadi defekasi.

secara volunter
melemaskan sfingter defekasi volunter Sebelum tekanan yang
eksternus dan
mengontraksikan
dapat dicapai melemaskan sfingter
dengan ani eksternus tercapai,
otot-otot
abdomen(mengejan).
Refleks lain dalam defekasi Refleks defekasi
parasimpatis (segmen sacral medulla spinalis).
Bila ujung saraf dalam rectum terangsang, sinyal akan
dihantarkan ke medulla spinalis, kemudian secara refleks
kembali ke kolon descendens, sigmoid, rectum, dan anus
melalui serabut parasimpatis n. pelvikus.
Sinyal parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang
peristaltic dan merelaksasi sfingter ani internus. Sehingga
mengubah refleks defekasi intrinsic menjadi proses
defekasi yang kuat
Sinyal defekasi masuk ke medula spinalis
menimbulkan efek lain, seperti mengambil napas
dalam, penutupan glottis, kontraksi otot dinding
abdomen mendorong isi feses dari kolon turun ke
bawah dan
Saat bersamaan dasar pelvis mengalami relaksasi
dan menarik keluar cincin anus mengeluarkan
feses.
DIAGNOSIS
gejala klinis dari konstipasi adalah frekuensi
defekasi kurang dari 3 kali per minggu, feses keras
dan kesulitan untuk defekasi.
Sesuai dengan Kriteria Rome III :
Kriteria diagnostik harus memenuhi dua atau lebih
dari kriteria di bawah ini, dengan usia minimal 4
tahun
1. Kurang atau sama dengan 2 kali defekasi per minggu.
2. Minimal satu episode inkontinensia per minggu.
3. Riwayat retensi tinja yang berlebihan.
4. Riwayat nyeri atau susah untuk defekasi.
5. Teraba massa fekal yang besar di rektum.
6. Riwayat tinja yang besar sampai dapat menghambat
kloset.

Kriteria dipenuhi sedikitnya 1 kali dalam seminggu


dan minimal terjadi 2 bulan sebelum diagnosis
Faktor risiko konstipasi pada anak
A. Jenis kelamin
B. Tingkat pergerakan
C. Asupan serat harian
D. Asupan cairan harian
E. Penggunaan kamar mandi
F. Kondisi fisiologis: 1. Gangguan metabolik 2. Gangguan bentuk
panggul 3. Gangguan neuromuskular 4. Gangguan endokrin 5.
Gangguan abdominal 6. Kolorektal
G. Kondisi psikologis: 1. Gangguan psikiatri 2. Gangguan belajar
atau demensia
H. Medikasi: 1. Anti emetik: 2. Obat-obatan penghambat saluran
kalsium 3. Suplemen besi 4. Analgetik: analgetik non-opioid,
opioid 5. Antikolinergik: anti kejang, anti depresi, anti
Parkinson, anti spasmodik 6. Kemoterapi sitotoksik: agen
sitotoksik, agen alkaloid Vinca
PENATALAKSANAAN
1. Evakuasi tinja Evakuasi tinja adalah proses yang
dilakukan untuk mengeluarkan massa tinja atau
skibala yang teraba pada pada palpasi regio
abdomen bawah.
Obat-obatan
1. Bayi ( di bawah 1 tahun)
Gliserin supositoria
Enema: 6 ml/kgBB, maksimal 135 ml
2. Anak anak ( di atas 1 tahun)
Evakuasi tinja secara cepat
Enema: 6 ml/kg (maksimal 135 ml) setiap 12 sampai 24 jam, 1
sampai 3 kali
Minyak mineral
Fosfat
Evakuasi tinja secara lebih lambat
Minyak mineral secara oral: 15 sampai 30 ml/tahun usia/hari
untuk 3 atau 4 hari
Senna oral: 15 ml setiap 12 jam untuk 3 dosis Magnesium sitrat
(maksimal 300 ml)
2. Terapi rumatan Segera setelah berhasil melakukan evakuasi tinja,
terapi ditujukan untuk mencegah kekambuhan.
Obat- obatan
Lubrikan: minyak mineral: 1 sampai 3 ml/kgBB/hari
Laksatif osmotik:
Laktulosa
Mg hidroksida (konsentrasi 400 mg/5ml) 1 sampai 3
ml/kgBB/hari dosis terbagi
Mg hidroksida (konsentrasi 800 mg/5ml) 0,5 ml/kgBB/hari
dosis terbagi
PEG (17 gr/240 ml air) 1 gr/kgBB/hari dosis terbagi
Sorbitol: 1 sampai 3 ml/kgBB/hari dosis terbagi

Anda mungkin juga menyukai