Anda di halaman 1dari 49

PRESENTASI KASUS

ANESTESI
Pembimbing:
Dr.Pracahyo Sp.An

Dibuat oleh:
Robee Atul Adawiyah Mat Zaid ( 11-2010-201)
Yannie Purnamasari (11-2010-085)
Yuandini Febri K (11-2010-101)
Identitas pasien
Nama : Ny S
Usia : 49 tahun
Alamat : Kp Selagombung
Diagnosa Pra Bedah : Fibrosarkoma
mammae dextra
Jenis Pembedahan : Modified Radical
Mastectomy(MRM)
Keadaan perioperatif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat badan : 60 kg
Status fisik : ASA II
Riwayat penyakit
sekarang
Os mengeluh adanya benjolan di payudara kanan
sejak 7 bulan SMRS. Benjolan awalnya kecil seperti
batu kecil tapi semakin lama semakin membesar.
Os mengatakan benjolan tersebut teraba keras
dan tidak bisa bergerak bebas.

Keluhan nyeri sekitar benjolan dan pegal pada


lengan kanan ada. Luka yang mengeluarkan
darah dan nanah pada benjolan tidak ada.
Keluhan mual dan muntal tidak ada. Nyeri dada
dan sesak juga tidak ada.
Pasien juga menyanggal terdapat penurunan
berat badan yang cepat selama timbul keluhan.
Karena khuatir melihat benjolan yang semakin
membesar dan keluhan nyeri bertambah, Os
memutuskan untuk berobat ke RSUD Syamsudin.

Os mempunyai riwayat tumor payudara kanan dan


telah dioperasi pengangkatan tumor setahun yang
lalu. Riwayat keluhan benjolan yang sama dalam
keluarga tidak ada
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat hipertensi (+)
o Os menderita hipertensi sejak + 3 tahun yang lalu. Os sering
kontrol ke poli penyakit dalam dan pernah mengkonsumsi 1
jenis obat darah tingi selama 1 bulan ( os tidak ingat nama
obat yang diminum)

Riwayat DM (-)
o Os menderita DM sejak + 3 tahun lalu. Os sering kontrol ke
poli penyakit dalam ( 1 kali/ bulan ). Os rutin minum obat
glibenklamid 5 mg 1 x 1
Riwayat asma (-)
Penyakit hati (-)
Riwayat alergi (-)
Penyakit TBC (-)
Penyakit jantung (-)
Penyakit ginjal (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat operasi sebelumnya (+)
o Os mempunyai riwayat tumor payudara kanan
dan telah dioperasi pengangkatan tumor setahun
yang lalu
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda-tanda vital :
o TD : 130/80 mmHg
o Nadi : 84 kali/menit, reguler
o RR : 22 kali/menit
o Suhu : 36,5C
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 156 cm
Kepala : normocephali, deformitas
Mata
o Pupil isokor, 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
o Konjungtiva tidak anemis
o Sklera putih tidak ikterik

Hidung
o septum nasi letak di tengah
o konkha eutrofi
o hiperemis (-)
o sekret (-)
Leher
o TMD 6 cm
o trakea terletak di tengah
o kelenjar getah bening tidak teraba

Mulut
o Mallampati II, gigi goyang (-), gigi palsu (-)
o mukosa mulut basah dan bibir basah
Paru

o Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan


dinamis
o Palpasi : stem fremitus kanan=kiri
o Perkusi : sonor pada kedua lapangan
paru
o Auskultasi :bunyi napas vesikuler kanan=kiri,
rhonki -/- wh-/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas atas : ICS II linea midklavikula sinistra
Batas kiri : ICS V linea aksilaris anterior sinistra
Batas kanan : ICS V linea parasternalis dextra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -

Abdomen
Inspeksi : datar
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : bising usus (+), frekuensi normal
Punggung pinggang
skoliosis (-), kifosis(-), lordosis (-), lesi kulit (-)
nyeri ketok CVA -/-

Ekstremitas
Akral hangat, capillary refill time <2 detik, edema -
/-, motorik ekstremitas superior inferior +5/+5

Pemeriksaan neurologis
Refleks fisiologis (+/+) N
Refleks patologis (-/-)
Laboratorium 08 April 2012 : 10.00)

Darah rutin
Hemoglobin : 12,1 (14-18) g/dL
Hematokrit : 35,3 (40-50) %
Leukosit : 16800 (4.000 9.000)/L
Trombosit : 521.000 (150.000 350.000)/L
Waktu pembekuan : 5
Waktu pendarahan : 1 20
Gula darah sewaktu : 148,2 mg/dl

Ureum plasma : 15,9 (20 40) mg/dL


Kreatinin plasma : 0,81 (<1,1) mg/dL
Natrium : 145 (137-147) mmol/L
Kalium : 4,76 (3,6-5,4) mmol/L
Calsium : 8,9 (8,1-10,8) mmol/L
Chlorida : 108 (94-111) mmol/L
Laboratorium (08 April 2012 : 20.00)

Gula darah sewaktu : 494,0 mg/dl

Laboratorium ( 09 April 2012 : 08.30)

Gula darah sewaktu : 108, 0 mg/dl


Rontgen Thoraks PA (26 Maret 2012)

Kesan:
Cardiomegaly tanpa bendungan paru dengan
elongatio aorta
Tidak tampak kp aktif
Terapi perioperatif
IVFD RL 20 tpm
Humulin R 3 x 5 Unit
Glibenklamid 5mg 1x1
Puasa 6 jam pre operasi
Intraoperatif
Dilakukan operasi elektif tanggal 09 April 2012, jam 0900 WIB,
lama operasi = 60 menit

Anestesi
Posisi : Supinasi
Premedikasi : Ranitidin 50mg, Ondansetron 4mg
Teknik anestesi : General anestesi + intubasi ETT no 7.0
Anestesi dgn : O2 + N2O + Enfluran 2 %

Respirasi : Assisted

Medikasi
Pethidin 60 mg + 25 mg
Atrakurium 30 mg
Propofol 120 mg + 20 mg + 40 mg
Efedrin 10 mg + 10 mg
Ketorolac 30 mg bolus
Ketorolac 60 mg drip dalam NaCl 500ml
Pemberian cairan

IVFD RL 0.9% 500 cc 20 tpm (dari ruangan)


IVFD RL 0.9% 500 cc 20 tpm
IVFD NaCl 0.9 % 500ml
Transfusi darah Pack Red Cell (PRC) 150 cc
Pk.1000 : Pasien dibawa ke ruang operasi

TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, RR : 20x/menit


Sudah terpasang infus RL 0.9% 20 tpm, masih terdapat 500 cc (tangan kiri)

Pk. 1120 : Anestesi dimulai.

TD : 178/105 mmHg, Nadi : 138x/menit

Premedikasi
Pasien diberi Ranitidine 50 mg IV bolus dan Ondansentron 4 mg IV bolus.

Anestesi
Pada pasien ini dilakukan teknik anestesi umum dengan intubasi ETT No 7.0
Dan anestesi yang digunakan adalah O2 , N2O , dan enfluran 2%.

Medikasi
Diberikan Pethidin 60 mg, propofol 120mg, IV secara bolus.
Setelah pasien tidak sadar dibolus atrakurium 30mg IV

Respirasi
Pasien bernafas secara assisted
Pk 11.20 : Anestesi dimulai

TD : 125/ 60 mmHg, Nadi : 90x men, RR : 32x/ menit

Pk. 1135 : Operasi dimulai

TD : 120/65 mmHg, Nadi : 80x/men

Pk. 1150

TD : 130/78 mmHg, Nadi : 98x/menit


Cairan : RL 500 cc (tangan kanan)

Pk. 1205
TD : 110/68 mmHg, Nadi : 90x/menit
Pk. 1205
TD : 110/68 mmHg, Nadi : 90x/menit

Pk. 1220
TD : 90/42 mmHg, Nadi : 110x/menit

Pk .1235 : Operasi selesai


TD : 100/50 mmHg, Nadi : 130x/men

Pk. 1240 : Anestesi selesai


TD : 110/50 mmHg, Nadi : 130x/menit
Post OPERATIF
Keadaan Umum : Baik
TD : 110/55 mmHg
Nadi : 121 x/menit
RR : 22 x/menit
Suhu : 36.5 C

Alderete Score

Kesadaran 2, Warna 2, Aktifitas 1, Respirasi 2,


Kardiovaskuler 2 Jumlah 9
Pasien dipindahkan ke ruangan.
ANALISA
KASUS
Keadaan Pre-operatif
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Berat badan : 60 kg
Klasifikasi Status Fisik
ASA
Status Fisik pasien ini digolongkan berdasarkan ASA :

I : Sehat
II :Dengan penyakit sistemik ringan tanpa batasan fungsional
III : Dengan penyakit sistemik sedang-berat dengan batasan
fungsional
IV : Dengan sistemik berat yang secara konstan
mengganggu kehidupan
V : Tidak dapat bertahan hidup tanpa pembedahan
VI : Dengan mati otak yang organnya hendak
didonorkan
E : Kasus darurat

Pasien dinyatakan sebagai ASA 2


Masalah pada Pasien
Diabetes Melitus tipe 2 terkontrol dengan terapi
insulin Humulin R 3x5 unit dan Glibenklamid 1x1
Riwayat hipertensi sejak 3 tahun yang lalu, namun
terkontrol
Kebutuhan Cairan
BB : 60 kg
Cairan dengan NaCl 0,9 %
Rumatan :
(10 x 4) + (10 x 2) + (40 x 1) = 100 cc/jam
3rd space loss 0
Cairan saat puasa
100 x 6 = 600 cc
Total cairan yang masuk = 600 cc
IWL = 6x 60 =360 ml
Kebutuhan cairan jam I
600/2 +360+ 100 = 760 ml
Kebutuan cairan jam II,III
600/4 + 360+100 = 610 ml
Kebutuhan cairan jam selanjutnya = rumatan
Penatalaksanaan
preoperatif pasien Diabetes

Seorang penderita diabetes yang akan menjalani


operasi harus mendapat perhatian dalam:
o Terapi terhadap diabetesnya, dan target kadar gula darah yang harus
dicapai pre-operatif
o Komplikasi yang mungkin timbul intra- dan post operatif.
Operasi elektif sebaiknya ditunda sampai
kadar gula darah terkontrol HINDARI
KOMPLIKASI POST OP
Pemberian obat anti diabetik oral harus mendapat
perhatian khusus.
Pada dasarnya semua obat oral sebaiknya
dihentikan pada hari operasi.
Bila kadar gula darah cenderung tinggi dan pasien
masih harus puasa maka kontrol gula darah harus
dilakukan dengan insulin subkutan atau parenteral.
Pasien tergantung insulin, dianjurkan menurunkan
dosis insulin pada malam sebelum operasi.
Obat oral anti diabetes tidak diberikan pada hari
operasi.
Pada pasien ini, sudah diberikan terapi insulin
Humulin R 3x5 unit ditambah glibenklamid 1x1.
.
Pre medikasi
Ondansetron sesaat sebelum induksi
o Ondansetron > Metoclorpramide
o Efek samping << dibandingkan PPI dan Metoclopramide

Ranitidine
o Mengurangi pH dan gastric fluid

Diberikan pada pasien ini


Teknik anestesi
Teknik anestesi yang dilakukan pada pasien ini
adalah anestesi umum dengan inhalasi karena
operasi yang dilakukan akan memakan waktu yang
lama.
Intraoperatif
Siapkan akses intravena lain untuk infus
dextrose 5% sehingga terpisah dari jalur
pemberian cairan lain

periksa gula darah :

o setiap 2 jam dimulai setelah pemberian insulin


o setiap 1 jam intra operasi
o 2-4 jam setelah operasi
Hipoglikemia (gula darah < 100mg/Dl) dextrosa
(setiap cc glukosa 50% dapat menaikkan glukosa
darah kira-kira sebesar 2 mg/dL pada orang
dengan BB 70Kg).

Hiperglikemia (>150-180mg/dL) insulin intravena


dengan dosis menggunakan sliding scale. 1 unit
insulin dapat menurunkan gula darah sebesar 20-
30mg/dL.

Hindari penggunaan larutan RL karena laktat


dapat meningkatkan konsentrasi gula darah.
Post operatif
Stop infus iv dan mulai pemberian obat oral anti
diabetik saat penderita makan dan minum.
Pada pasien geriatri sebaiknya tidak menggunakan
obat-obat analgetik golongan opioid.
Analgetik pilihan adalah NSAID (Ketorolac) untuk
short term management of pain.
Keuntungannya adalah durasi kerja panjang, efek
pada CNS rendah.
Pada pasien ini diberikan Ketorolac 30 mg iv , dan
ketorolac drip dalam NaCl 0.9% sesuai infus.
Diabetes dan
Hipertensi
dalam anestesi
Diabetes melitus tipe 2
Resistansi insulin berarti bahwa sel-sel tubuh tidak
merespon tepat ketika insulin hadir. Tidak seperti
tipe 1 diabetes melitus, resistensi insulin umumnya
"post-reseptor", yang berarti itu adalah masalah
dengan sel-sel yang merespon insulin daripada
masalah dengan produksi insulin.
Obat yang menginduksi
hiperglikemia
Antipsikotik atipikal - Alter karakteristik reseptor yang mengikat,
yang menyebabkan resistensi insulin meningkat.
Beta-blocker - Menghambat sekresi insulin.
Blocker Saluran Kalsium - Menghambat sekresi insulin oleh
campur dengan melepaskan kalsium sitosol.
Kortikosteroid - Penyebab resistensi insulin perifer dan
gluconeogensis.
Fluoroquinolones - Menghambat sekresi insulin oleh memblokir
saluran kalium ATP sensitif.
Naicin - Mereka menyebabkan resistensi insulin meningkat karena
mobilisasi asam lemak bebas meningkat.
Fenotiazin - Menghambat sekresi insulin.
Protease Inhibitor - Menghambat konversi proinsulin terhadap
insulin.
Diuretik thiazide - Menghambat sekresi insulin karena
hipokalemia. Mereka juga menyebabkan resistensi insulin
meningkat karena mobilisasi asam lemak bebas meningkat.
Anestesi vs Hiperglikemia
stres emosional, N2O, halotan, hipoksia,
dan pembedahan menyebabkan
kenaikan gula darah, asam lemak
bebas, dan menurunkan insulin plasma.

stres operasi menurunkan respon insulin


terhadap glukosa melalui respon non
spesifik terhadap stres yang diperantarai
sekresi adrenal yang meningkat dan aktivasi
simpatis
RESPON METABOLIK
DARI ANESTESI

Opiat menstimulasi pusat otonomik


supraspinal dan menimbulkan aksi simpato
adrenal. Hal ini akan menyebabkan
glikogenolisis hati meningkat sehingga
terjadi kenaikan kadar gula darah.
Anestesi dan Hipertensi
penyebab dasar hipertensi

2.
Hipertensi Hipertensi sistolik dan diastolik dengan peningkatan SVR:
primer Renal: glomerulonefritis akut dan kronis, pyelonefritis,
(esensial, polikistik ginjal, stenosis arteri renalis.
idiopatik). Endokrin: Sindroma Chusing, hiperplasia adrenal
congenital, sindroma Conn (hiperaldosteronisme primer),
phaeochromacytoma, hipotiroidisme.
Neurogenik: peningkatan TIK, psikis (White Coat
Hypertension), porfiria akut, tanda-tanda keracunan.
Penyebab lain: coarctation dari aorta, polyarteritis
nodosa, hiperkalsemia, peningkatan volume
intravaskuler (overload).
PATOGENESIS TERJADINYA HIPERTENSI

Hipertensi esensial menduduki 80-95% dari kasus-kasus hipertensi.


Secara umum hipertensi selalu dihubungkan dengan
ketidaknormalan peningkatan aktivitas simpatis, yaitu terjadi
peningkatan baseline dari curah jantung (CO), seperti pada
keadaan febris, hipertiroidisme atau terjadi peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer (SVR) atau kedua-duanya.
Peningkatan SVR merupakan penyebab hipertensi pada
mayoritas penderita hipertensi.
Pola perkembangan terjadinya hipertensi, awalnya CO
meningkat, tetapi SVR dalam batas-batas normal.
Ketika hipertensi semakin progresif, CO kembali normal tetapi SVR
meningkat menjadi tidak normal. Afterload jantung yang
meningkat secara kronis menghasilkan LVH (left ventricle
hypertrophy) dan merubah fungsi diastolik. Hipertensi juga
merubah autoregulasi serebral sehingga cerebral blood flow
(CBF) normal untuk penderita hipertensi dipertahankan pada
tekanan yang tinggi.

BP = CO x SVR
PERIOPERATIF PENDERITA HIPERTENSI

Jenis pendekatan medikal yang diterapkan


dalam terapi hipertensinya.
Penilaian ada tidaknya kerusakan atau
komplikasi target organ yang telah terjadi.
Penilaian yang akurat tentang status
volume cairan tubuh penderita.
Penentuan kelayakan penderita untuk
dilakukan tindakan teknik hipotensi, untuk
prosedur pembedahan yang memerlukan
teknik hipotensi.
PREMEDIKASI
Premedikasi dapat menurunkan kecemasan
preoperatif penderita hipertensi.
hipertensi ringan-sedangansiolitik seperti
golongan benzodiazepin atau midazolam.
Obat antihipertensi tetap dilanjutkan sampai pada
hari pembedahan sesuai jadwal minum obat
dengan sedikit air non partikel. Beberapa klinisi
menghentikan penggunaan ACE inhibitor dengan
alasan bisa terjadi hipotensi intraoperatif.
teknik sebelum tindakan laringoskopi-intubasi

untuk menghindari terjadinya hipertensi.


Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas
volatile yang poten selama 5- 10 menit.
Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb,
alfentanil 15-25 mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25- 0,5
mikrogram/kgbb, atau ramifentanil 0,5-1
mikrogram/ kgbb).
Berikan lidokain 1,5 mg/kgbb intravena atau
intratrakea.
Menggunakan beta-adrenergik blockade dengan
esmolol 0,3-1,5 mg/kgbb, propanolol 1-3 mg, atau
labetatol 5-20 mg).
Menggunakan anestesia topikal pada airway.

Anda mungkin juga menyukai