TINJAUAN PUSTAKA
traumatik yang dapat memicu terjadinya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
2.1.1 Definisi
labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih
setelah stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa.
Selain itu, PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik
dan mental secara ekstrem yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar,
atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
TR), PTSD didefinisikan sebagai suatu kejadian atau beberapa kejadian trauma
yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian
atau ancaman kematian, cidera serius, ancaman terhadap integritas fisik atas diri
rasa tidak berdaya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010). Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) merupakan reaksi dari individu terhadap kejadian yang luar
biasa akibat dari pengalaman seseorang pada suatu peristiwa yang bersifat amat
8
9
hebat dan luar biasa, jauh dari pengalaman yang normal dialami oleh seseorang
gangguan yang diakibatkan satu atau lebih kejadian traumatik yang dialami atau
disaksikan oleh seseorang baik ancaman kematian, kematian, cidera fisik yang
mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak ditangani dengan benar
2.1.2 Etiologi
perkembangan PTSD. Ketika kita dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita
glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang maka tubuh akan
memulai proses inaktivasi respon stres dan proses ini menyebabkan pelepasan
hormon kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan kortisol yang cukup untuk
menginaktivasi reaksi stres maka kemungkinan kita masih akan merasakan efek
stres dari adrenalin. Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD
pada saat kondisi normal. Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan
bahaya itu masih ada. Setelah sebulan dalam kondisi ini, dimana hormon stres
10
Stresor dapat berasal dari bencana alam, bencana yang diakibatkan oleh
ulah manusia, ataupun akibat kecelakaan. Stresor akibat bencana alam antara lain:
menjadi korban yang selamat dari tsunami, gempa bumi, badai. Kejadian trauma
akibat ulah manusia antara lain: menjadi korban banjir, penculikan, perkosaan,
mana ia tinggal. Kejadian trauma juga dapat terjadi akibat kecelakaan baik, yang
menyebabkan cidera fisik maupun yang tidak. Akan tetapi tidak semua orang akan
gangguan. Maka dari itu, menurut Kaplan & Sadock (2007), terdapat beberapa
a. Faktor biologis
model stres pada binatang yang didapatkan dari pengukuran variabel biologis
data telah mendukung hipotesis bahwa sistem noradrenergic dan opiate endogen,
11
b. Faktor psikologi
menimbulkan emosi yang negatif (sedih, marah, takut) sebagai bagian dari gejala
hiperarousal akibat aktivasi dari sistem saraf simpatis (fight or flight response).
trauma kembali ke tempat terjadinya trauma maka akan timbul reaksi psikologi
yang tidak disadari dan merupakan respon refleks yang spesifik. Misalnya, pada
anak yang mengalami kecelakaan mobil yang serius akan timbul respon berupa
ketakutan, berkeringat, takikardi setiap kali dia melewati tempat kejadian tersebut.
Operant conditioning terjadi sebagai hasil dari pengalaman kejadian trauma yang
dialaminya sehingga didapatkan tingkah laku yang tidak disukai dan tidak akan
diulangi. Misalnya, pada anak yang mengalami kecelakaan mobil maka ia akan
c. Faktor sosial
normal, walaupun tidak berarti bahwa semua orang harus mengalami gangguan
batas kemanusiaan.
a. Seberapa berat dan dekatnya trauma yang dialaminya. Semakin berat trauma
yang dialami dan semakin posisi seseorang dengan suatu kejadian, maka
c. Pelaku kejadian trauma. Semakin dekat hubungan antara pelaku dan korban
semakin berisiko menjadi PTSD. Selain itu, kejadian trauma yang sangat
interpersonal seperti kasus pemerkosaan juga salah satu faktor yang dapat
perempuan dua kali lipat lebih memungkinkan untuk mengalami PTSD. Hal
ini disebabkan oleh rendahnya sintesa serotonin pada perempuan (Connor &
Butterfield, 2003).
14
f. Usia. PTSD dapat terjadi pada semua golongan usia tetapi anak-anak dan usia
tua (> 60 tahun) merupakan kelompok usia yang lebih rentan mengalami
dengan orang lain, kemampuan fisik dan intelektual yang sedang berkembang,
kurangnya dukungan sosial baik dari keluarga maupun lingkungan juga dapat
menyakitkan, suatu pola menghindari dan mematikan emosi, serta keadaan terus
terjaga yang cukup konstan. Gangguan ini dapat tidak timbul sampai berbulan-
juga menggambarkan disosiatif dan serangan panik, bahkan ilusi dan halusinasi
juga dapat ditimbulkan sebagai akibat dari PTSD. Uji kognitif dapat menunjukkan
bahwa pasien memiliki penurunan daya memori dan perhatian. Gejala terkait
dapat mencakup agresi, kekerasan, kendali impuls yang buruk, depresi dan
traumatik dalam bentuk mimpi atau bayangan yang intrusif, yang menerobos
masuk ke dalam kesadaran secara tiba-tiba (kilas balik atau flashback). Hal ini
sering dipicu oleh hal-hal yang mengingatkan penderita akan peristiwa traumatik
konsentrasi yang buruk. Gangguan cemas akan bertambah parah pada saat terjadi
terdiri dari kesulitan mengingat kembali bagian-bagian penting dari peristiwa itu
merupakan bagian dari gejala PTSD. Pasien biasanya akan menghindari hal-hal
depresi kerap kali didapatkan dan penyintas (survivor) sering merasa bersalah.
Perilaku maladaptif sering terjadi berupa rasa marah yang persisten, penggunaan
alkohol atau obat-obatan berlebihan dan perbuatan mencederai diri yang sebagian
2.1.5 Diagnosis
mengalami, menghindari, dan terus terjaga lebih dari 1 bulan. Untuk pasien yang
gejalanya ada, tetapi kurang dari 1 bulan, diagnosis yang sesuai adalah gangguan
merinci apakah gangguan tersebut akut (jika gejala kurang dari 3 bulan) atau
kronis (jika gejala telah ada selama 3 bulan atau lebih). DSM-IV-TR juga
yang tertunda jika awitan gejala 6 bulan atau lebih setelah peristiwa yang
memberikan stres (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010). Menurut DSM-IV-TR,
a. Kejadian traumatik
(yang mencemaskan).
17
dialaminya terjadi kembali, hal ini bisa terjadi karena ilusi, haluinasinya).
berdampak pada perubahan rutinitas pribadi (Bison, J., 2009). Gejala ini
d. Gejala hiperarousal yang persisten meliputi dua atau lebih gejala di bawah ini:
2) Sulit berkonsentrasi.
a. Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu
enam bulan setelah kejadian traumatik berat (masa laten yang berkisar antara
waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu enam bulan,
asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori
gangguan lainnya.
(flashback).
d. Suatu sequelae menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa,
mengalami katastrofia).
Kriteria diagnosis PTSD dibuat untuk orang dewasa dan tidak sepenuhnya
keterbatasan dalam kemampuan verbalnya dan memiliki cara yang berbeda dalam
bereaksi terhadap stres. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak mungkin tidak
memenuhi kriteria DSM-IV-TR secara penuh meskipun secara jelas anak tersebut
memiliki gangguan psikiatri yang analog dengan PTSD pada dewasa. Biasanya
anak seringkali tidak memiliki tiga tanda dari numbing (mematikan perasaannya)
dan withdrawl (menarik diri) seperti pada orang dewasa karena kemampuan
dapat selama 1 minggu atau hingga 30 tahun. Gejala dapat fluktuasi dari waktu ke
waktu dan menjadi paling intens selama periode stres. Jika tidak diobati, sekitar
30% pasien akan pulih sempurna. Empat puluh persen akan terus mengalami
gejala ringan, sekitar 10% tetap tidak berubah atau bertambah buruk. Setelah satu
tahun, sekitar 50% pasien akan pulih (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010).
2.1.7 Penatalaksanaan
dilakukan evaluasi psikologis pada terlebih dahulu. Tindakan ini untuk memahami
kepribadian, trauma yang dialami, dan dampak dari trauma tersebut pada dirinya.
Evaluasi juga dapat membantu terapis untuk memahami berbagai risiko tambahan
dan menemukan kekuatan dari klien. Hal ini harus sangat diperhatikan karena
proses evaluasi dapat dialami sebagai proses yang sangat berat dan dapat
20
menimbulkan trauma sekunder. Setelah dilakukan evaluasi ada dua macam terapi
jika kedua terapi ini dikombinasikan sehingga tercapai penanganan yang holistik
a. Psikoterapi
pendekatan yang paling efektif dalam mengobati PTSD. Dalam CBT, terapis
untuk modifikasi perilaku dan proses relearning. Tujuan terapi ini adalah
21
bahwa pikiran tersebut tidak rasional untuk melawan pikiran tersebut yang
abreaksi dan katarsis terkait dapat bersifat terapeutik, tetapi psikoterapi harus
kelompok dan terapi keluarga sering dilaporkan efektif pada kasus PTSD.
dan dukungan antar anggota. Untuk lebih lengkapnya CBT ini akan dibahas
jaringan-jaringan memori adalah dasar dari persepsi, sikap dan perilaku kita.
pengelihatan/pendengaran/perabaan.
3) Playtherapy
PTSD pada anak periode awal/young children. Pada terapi ini bertujuan untuk
bermain dengan boneka atau benda-benda figural dapat dijadikan cara untuk
menyesuaikan diri dan memberi kesempatan pada terapis untuk melakukan re-
mendukung.
b. Farmakoterapi
kekhawatiran, dan depresi atau dengan kata lain merupakan terapi simptomatik
pada PTSD. Terapi obat ini bukanlah lini pertama dalam penanganan PTSD tetapi
dapat dijadikan sebagai terapi pendukung (adjuvan) psikoterapi agar tercapai hasil
2.1.8 Prognosis
Prognosis pada kasus PTSD sulit untuk ditentukan, karena itu bervariasi
secara signifikan dari pasien ke pasien. Beberapa individu yang tidak menerima
perawatan secara bertahap pulih dalam periode tahun. Prognosis yang baik
diramalkan oleh onset gejala yang cepat, durasi gejala yang singkat (kurang dari
enam bulan), fungsi pramorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat, dan tidak
umumnya, orang yang sangat muda atau sangat tua memiliki kesulitan lebih
penggabungan antara terapi perilaku dan terapi kognitif yang didasarkan pada
perasaan, proses fisiologis, serta konsekuensinya pada perilaku. Jadi bila ingin
mengubah perilaku yang maladaptif dari manusia, maka tidak hanya mengubah
(CBT) juga merupakan bentuk terapi yang ingin melihat bahwa individu tidak
hanya dipahami melalui perilaku yang tampak saja, namun di balik tingkah laku
yang tampak terdapat proses internal yang sebenarnya merupakan hasil pemikiran
psikoterapi yang bertujuan untuk membantu klien menjadi lebih sehat dalam
pikiran dengan mengubah bagaimana cara klien berpikir (kognitif). Terapi ini juga
dapat menyebabkan perbaikan klinis dalam emosi dan aksi perilaku dalam
menghadapi suatu masalah. Terapi ini berfokus pada masalah atau kesulitan saat
ini yang diharapkan dapat tertanam dalam diri klien ketika menghadapi suatu
situasi yang sama ataupun situasi sulit lainnya di masa datang (NICE, 2005).
Selain itu, CBT tidak memfokuskan pada kasus yang menyebabkan klien distress
atau mengalami gejala di masa lampau tetapi lebih mencari jalan untuk menarik
bagaimana memahami tentang diri sendiri, dunia dan orang lain serta apa yang
bisa dilakukan atas pikiran atau perasaan itu (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010).
25
Jadi dari penjelasan tersebut, secara singkat CBT dapat diartikan sebagai
pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi tentang pikiran yang kurang
efektifitas CBT pada 98 orang korban kecelakaan lalu lintas yang memenuhi
yang menyelesaikan proses CBT, 76% (16 orang) di antaranya tidak lagi
CBT pada kelompok perlakuan efektif secara signifikan bila dibandingkan dengan
bahwa CBT terbukti efektif dalam menurunkan tanda dan gejala PTSD. Cognitive
kekhawatiran dan kecemasan dengan emosi yang lebih positif dan produktif
yang menggunakan pendekatan metode CBT. Pada inti dari kerangka kerja CPT
terjadinya konflik yang mungkin ada di antara informasi lama yang disimpan oleh
26
individu dalam berbagai skema dengan informasi baru yang berasal dari proses
berasimilasi dengan pikiran yang ada sebelumnya atau pikiran yang ada diubah
bahwa gejala PTSD merupakan hasil dari konflik antara informasi baru misalnya:
"Saya baru saja diperkosa" dan pikiran yang ada sebelum terjadinya peristiwa
pikiran ini tidak hanya terkait dengan bahaya dan keselamatan misalnya: "Dunia
ini berbahaya", "Rumah saya bukan tempat yang aman" tetapi juga terkait dengan
pikiran lain yang mencerminkan harga diri, kompetensi, dan atau keintiman.
Dengan demikian fokus dari CPT adalah membantu klien menyelesaikan stuck
points yang mewakili konflik antara pikiran sebelumnya dan informasi baru yang
maladaptif individu, biasanya diawali oleh proses distorsi kognitif yang berasal
dari kesalahan logika, kesalahan mencari alasan atau pandangan individu yang
a. Terlalu memikirkan segalanya atau tidak sama sekali: anda melihat segala
sesuatu dengan kategori hitam putih. Jika prestasi anda kurang dari sempurna
maka anda memandang diri anda sebagai orang yang gagal total.
27
c. Filter mental: anda menemukan sebuah hal kecil yang negatif dan terus
dengan bersikeras bahwa semua itu bukan apa-apa. Dengan cara ini anda dapat
seseorang sedang bereaksi negatif terhadap anda dan anda tidak mau bersusah
payah mengeceknya.
sangat buruk dan anda merasa yakin bahwa ramalan anda tersebut sudah
pentingnya suatu hal (misalnya kesalahan anda atau kesuksesan orang lain)
atau dengan tidak tepat mengerutkan segala sesuatu sehingga menjadi sangat
kecil (sifat anda yang baik atau cacat orang lain) ini disebut permainan
teropong.
28
k. Memberi cap dan salah memberi cap: suatu bentuk ekstrem dari over
malah memberikan sebuah cap negatif pada diri anda sendiri, saya memang
seorang yang sial. Namun, jika perilaku orang lain menyinggung perasaan
anda, maka anda menempelkan seluruh cap negatif kepadanya: Saya memang
tersebut.
Proses CPT sendiri seperti dijelaskan oleh Resick dan Schnicke (1992),
dalam beberapa tahapan. Proses terapi biasanya berlangsung selama 12 sesi dalam
29
bentuk terapi berkelompok yang terdiri dari 1,5 jam setiap sesi. Awalnya klien
yang mereka alami. Klien juga diajarkan untuk membedakan perasaan dan
pikiran, serta mengenal hubungan antara kognisi (pernyataan yang dibuat oleh diri
sendiri) dan perasaan mereka. Pada tahap exposure dari CPT, klien diminta untuk
kembali mengingat peristiwa traumatik yang mereka alami dengan cara menulis
secara rinci peristiwa pemerkosaan, yang kemudian dibaca kembali selama proses
terapi dan saat klien berada di rumah. Penekanan terhadap hal ini terletak pada
yang penuh emosi baik selama proses penulisan dan selama pembacaan ulang dari
apa yang telah mereka tulis. Dengan cara ini CPT mendorong klien untuk
mendalami emosi mereka secara penuh. Menurut Resick dan Schnicke (1992)
perkosaan untuk menekan atau menghindari emosi luar biasa yang dialami dalam
yang bisa mewakili proses pemikiran inkomplit yang dialami oleh klien.
diadakan diskusi kelompok dan klien juga diberikan pekerjaan rumah yang
diinginkan dari proses terapi dan membantu klien menyelesaikan konflik atas
stuck points di masa lampau. Pada sesi CPT berikutnya, peserta kembali diminta
untuk menulis sebuah catatan tentang makna dari kejadian pemerkosaan, tanpa
mengacu pada tulisan sebelumnya. Sesi terakhir dari CPT berfokus pada analisis
akhir dari keyakinan mereka tentang keintiman, diskusi tentang tugas menulis
sebelumnya, dan peninjauan kembali akan tujuan dan rencana untuk masa depan.
peserta harus diingatkan bahwa tujuan utama dari terapi adalah untuk membekali
mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk mengelola pola pikir dan
keyakinan maladaptif.
sendiri telah dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Monson, et al,
(2006). Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa pada 60 orang veteran perang
yang memiliki keluhan terkait PTSD terdapat perbaikan yang signifikan pada
sampel yang mendapat perlakuan CPT secara intens tidak lagi memenuhi kriteria
PTSD dan sebanyak 50% di antaranya mengalami perubahan yang nyata terkait
tekanan atau permasalahan yang lain yang dihadapi oleh mental emosional, fisik
dan sosial spiritual manusia yang pada suatu saat dapat mempengaruhi
31
dapat digambarkan dalam enam tahap sebagai bagian yang penting dalam proses
gangguan mental dan penyakit fisik terhadap pengalaman stres dalam kehidupan
a. Tahap pertama adalah tahap persepsi, dimana dalam tahap ini dapat mengubah
dialaminya.
d. Tahap keempat yaitu tahap individu melakukan atau mencari upaya untuk
e. Tahap kelima yaitu tahap disfungsi sistem organ dan akhirnya timbul sakit
(illness).
Respon individu terhadap stres, dengan coping mechanism yang positif dan efektif
mechanism yang negatif dan tidak efektif, dapat memperburuk kesehatan dan
Salah satu cara manajemen stres adalah teknik relaksasi yang meliputi:
a. Meditasi
menjadi relaks dan pikiran dibiarkan menjadi tenang dan terpusat. Meditasi dapat
1) Meditasi konsentratif
untuk memperhatikan secara penuh pada beberapa hal tertentu, dapat berupa
objek eksternal yang terlihat nyata atau sensasi internal seperti tarikan nafas.
observer) dalam mengamati apa yang terjadi tanpa harus bereaksi kepadanya.
berkonsentrasi pada pola nafas diri sendiri) disertai dengan membuang jauh
33
pikiran lain yang dapat mengganggu jalannya proses meditasi. Hal ini sangat
berguna pada pasien dengan PTSD terkait dengan keluhan seperti agitasi ataupun
kecemasan yang dialami oleh pasien. Seperti dikemukakan oleh Coffey dan Beck
(2005), penambahan kegiatan meditasi pada grup CBT disarankan sebagai bagian
dari proses terapi. Tujuannya adalah untuk memfokuskan pikiran pasien pada
lalu ataupun di masa depan. Pada akhirnya, keseluruhan teknik relaksasi sebagai
bagian dari manajemen stres dapat memberikan hasil yang positif terhadap
keluhan pasien PTSD. Hal ini didukung oleh data yang dinyatakan oleh Bison dan
klinis terkait terapi psikologis pada pasien dengan PTSD. Disimpulkan bahwa dari
dengan keluhan PTSD post terapi. Dengan nilai RR (95% CI) adalah 0,64 dan
b. Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan
gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat
untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011). Terapi musik terdiri dari dua hal
yaitu aktif dan pasif, dengan pendekatan aktif maka pasien dapat turut serta aktif
berpartisipasi. Misalnya pada saat mendengarkan musik mereka dapat ikut serta
34
pasif jika pasien hanya bertindak sebagai pendengar saja, meski sebagai motorik
(Kurniawan, 2011).
kecemasan pasien di Intensive Care Unit (ICU) yang diukur melalui parameter
tekanan darah sistol dan diastol serta jumlah respirasi, didapatkan hasil yang
c. Aromaterapi
dari bahan cairan tanaman (minyak esensial). Manfaat dari aromaterapi ini
umumnya berkaitan dengan kondisi fisik, mental, emosional dan spiritual. Cara
setelah diencerkan dalam carrier oil. Cara kerja aromaterapi adalah dengan
inhalasi pada wanita yang menggunakan Intra Uterine Device (IUD), didapatkan
bahwa terdapat penurunan rerata skor kecemasan pada kelompok intervensi (p <