Anda di halaman 1dari 18

ELIMINASI FEKAL

Alan Syarifin Syahril


A. DEFINISI
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau
pengeluaran sisa- sisa metabolisme tubuh
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran
pencernaan melalui anus.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Organ saluran pencernaan di bagi menjadi dua
bagian yaitu:
1. organ saluran gastrointestinal (hal yang
berkaitan dengan sistem pencernaan,
terutama lambung dan usus) bagian atas
2. organ saluran gastrointestinal bagian bawah.
GASTROINTESTINAL ATAS
1. Mulut: Mulut merupakan jalan masuknya makanan yang pertama kali untuk system pencernaan.
2. Faring: Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esophagus. Di
dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfa(Kelenjar
limfe merupakan tempat pembuatan sel darah putih. Bila tubuh kita luka dan terkena infeksi
kuman, kelenjar limfe yang terdekat dengan luka tersebut akan membengkak. Hal ini merupakan
reaksi dari kelenjar limfe terhadap masuknya kuman) yang terbanyak mengandung limfosit(salah
satu jenis sel darah putih. berfungsi membantu sistem daya tahan tubuh.Limfosit terdiri dari tiga
jenis yaitu sel B, sel T dan sel natural killer. dan merupakan pertahanan terhadap infeksi.
3. Esofagus: Merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25 cm dan berdiameter 2 cm.
4. Lambung: Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena dapat
menampung makanan sebanyak 1-2 liter. lambung memiliki volume 50 mL ketika kosong. Setelah
makan, umumnya menampung sekitar 1 liter makanan , tetapi dapat memperluas menahan
sebanyak 4 liter. Saat minum susu, dapat memperluas sampai kira-kira 3,4 liter. Pada titik
terlebar, panjang ukuran lambung 12 inci (30,5 cm) lebar 6 inci (15,2 cm).Fungsi utama dari
lambung dalah menyimpan makanan yang sudah bercampur cairan yang di hasilkan lambung.

Lambung terdiri atas 4 bagian besar yaitu: kardiak (bagian atas berdekatan dengan sfingter
gastroesofagus), fundus (bernbentuk kubah kontak langsung dengan diafragma), korpus (area yang
paling besar) dan pylorus (bagian lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang tebal
membentuk sfingter pylorus). Mempunyai dua lapisan yaitu anterior dan posterior.
GASTROINTESTINAL BAWAH
1. Usus Halus: Panjangnya sekitar 6 meter dengan lebar 2,5 cm. Usus halus ini
terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (25 cm) jejunum dan ileum (300-
900 cm). fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas,
mengabsorbsi saripati makanan dan menyalurkan sisa hasil dari metabolisme
ke usus besar.

Senyawa yang di hasilkan oleh usus halus adalah:


- Disakaridase. Berfungsi munguraikan disakarida menjadi monosakarida.
- Tripsinogen. Berfungsi tripsin(enzim pencernaan yang berfungsi mengubah
peptida (bentuk lebih sederhana dari protein) menjadi asam amino) yang
belum aktif yang akan di ubah menjadi tripsin. Tripsin mengubah pepton
menjadi asam amino.
- Hormon sekretin. Berfungsi merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan
senyawa kimia yang di hasilkan ke usus halus.
- Hormon CCK (kolesistokinin). Berfungsi merangsang hati untuk mengeluarkan
cairan empedu kedalam usus halus.

Usus menerima makanan dari lambung dalam bentuk kimus (setengah padat)
yang kemudian dengan bantuan peristaltic akan di dorong menuju usus besar.
2. Usus besar atau kolon
memiliki panjang -+ 1,5 meter, diameter 5-6 cm
dalam bentuk seperti huruf U terbalik. Usus
menerima makanan yang sudah berbentuk kimus
(makanan setengah padat). Usus besar terbagi
menjadi 3 bagian yaitu: kolon asenden, kolon
transversum dan kolon desenden.
Fungsi kolon:
1. Menyerap air dan zat gizi.
2. Perlindungan mukosa dinding usus.
3. Membentuk massa feses.
4. Mendorong sisa makanan hasil pencernaan
(feses) keluar dari tubuh.
3. Rektum
Rectum merupakan lubang tempat pembuangan
fases dari tubuh. sebelum dibuang lewat anus
fases akan di tampung terlebih dahulu pada
bagian rectum. Apabila fases sudah siap
dibuang, maka otot sfingter rectum mengatur
pembukaaan dan penutupan anus. Otot sfingter
yang menyusun rectum ada 2 yaitu: otot polos
dan otot lurik.
C. PROSES DEFEKASI
Proses defekasi terbagi menjadi 2 macam reflex yaitu:
1. Reflex defekasi intrinsic
Reflex ini berawal dari fases yang masuk ke rectum sehingga terjadi
distensi rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada pleksus
mienterikus(Plexus Auerbach atau plexus mienterikus adalah bagian
dari sistem saraf antara lapisan otot logitudinal dan sirkuler pada
dinding saluran pencernaan. Plexus ini berfungsi memberikan
persarafan motorik pada dua lapisan otot tersebut dan persarafan
sekretomotor pada lapisan mukosa) dan terjadilah gerakan peristaltic.
Setelah feses sampai anus, secara sistematis sfingter interna relaksasi,
maka terjadilah defekasi.
2. Reflex defekasi parasimpatis
Fases yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang
kemudian diteruskan ke jaras spinal(serat-serat saraf). Dari jaras spinal
kemudian di kembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektumyang
menyebabkan intensifnya peristaltic, relaksasi sfingter internal, maka
terjadilah defekasi.
Lanjutan
Gas yang di hasikan dalam proses pencernaan
normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang
terbanyak adalah CO, metana, HS, O dan
nitrogen. Fases terdiri atas 75% air dan 25%
materi padat. Fases normal berwarna kuning
kecoklatan karena pengaruh dari
mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun
bebentuk.
Lanjutan
Fisiologi defekasi menurut Mubarak dan
Chayatin (2007), yaitu sewaktu makanan masuk
ke lambung terjadi gerakan massa di kolon yang
disebabkan oleh refleks gastrokolon. Ketika
gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke
dalam rektum, terjadi peregangan rektum yang
memicu refleks defekasi.
FAKTOR- FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PROSES DEFEKASI
1. Usia
Pada bayi, kontrol defekasi belum berkembang dengan baik. Sedangkan pada lansia, kontrol
defekasi menurun seiring dengan berkurangnya kemampuan fisiologis sejumlah organ.
(Mubarak dan Chayatin, 2007)
2. Asupan cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Hal ini dikarenakan jumlah
absorpsi cairan di kolon meningkat. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
3. Tonus otot
Tonus otot terutama otot abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang cukup akan
membantu defekasi. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
4. Faktor psikologis
Perasaan takut atau cemas akan mempengaruhi peristaltik atau mortilitas usus sehingga
dapat menyebabkan diare. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
5. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik dapat
melunakkan feses. Obat-obat lain yang dapat menggangu pola defekasi antara lain analgesik
narkotik, opiat, dan antikolinergik. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
Lanjutan
6. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan pada medula spinalis dan cidera di kepala akan mengakibatkan
penurunan stimulus sensorik untuk defekasi. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
7. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
(Mubarak dan Chayatin, 2007)
8. Nyeri
Pada kondisi tertentu (hemoroid, bedah rektum, melahirkan), defekasi akan
menyebabkan nyeri. Akibatnya pasien seringkali menekan keinginan untuk
defekasi. Lama kelamaan kondisi ini dapat menyebabkan konstipasi. (Mubarak
dan Chayatin, 2007)
9. Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makanan yang
masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi. (Tarwoto dan
Wartonah, 2003)
10. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil secara teratur, fasilitas
buang air besar dan kebiasaan menahan buang air besar. (Tarwoto dan
Wartonah, 2003)
MASALAH- MASALAH ELIMINASI FEKAL
1. Konstipasi
merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit,
keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan
nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di
intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
2. Impaksi fekal
merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan.
3. Diare
Keluarnya fases cairan dan meningkatnya frekwensi buang air
besar akibat cepatnya kimus melewati usus besar sehingga
usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
menyerap air.
Lanjutan
4. Inkontinensia alvi
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran
fases dan gas melalui sfingter anus akibat kerusakan sfingter.
5. Flatulens (kembung)
Flatus yang berlebihan di daerah intenstinal sehingga
menyebabkan distensi intastinal. Flatulens adalah keberadaan
flatus yang berlebihan di usus dan menyebabkan peregangan
dan inflasi usus (distensi usus). Flatulens dapat terjadi di kolon
akibat beragam penyebab, seperti makanan, bedah abdomen,
atau narkotik.
6. Hemoroid
Pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan daerah tertentu.
Tanda dan Gejala
Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rektum
Impaction
1). Tidak BAB
2). anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektum
Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
Lanjutan
Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinalcord
dan tumor spingter anal eksternal
Flatulens
1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
Hemoroid
1). pembengkakan vena pada dinding rectum
2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). nyeri
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan foto rontgen
Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai