Anda di halaman 1dari 69

ADSORPTION

Pengantar
Adsorpsi adalah proses akumulasi suatu zat
dipermukaan
Molekul gas akan teradsorp dipermukaan karena adanya
gaya tarik antarmolekuler seperti van der waals
Jumlah zat yang teradsorp tergantung pada beberapa
parameter, parameter terpenting adalah tekanan parsial
molekul P
Dipermukaan derajat kebebasan rotasional dan
vibrasional molekul biasanya akan tereduksi
Beberapa molekul berdifusi secara lateral atau mungkin
bereaksi dipermukaan.
Sifat ini sangat penting untuk memahami katalisis
Laju adsorpsi dan desorpsi akan menentukan besarnya
kesetimbangan dipermukaan
Definisi

Adsorbate adalah materi yang berada


dalam keadaan teradsorp
Zat yang akan diadsorp (sebelum berada
dipermukaan) disebut adsorpt atau
adsorptive
Zat dimana proses adsorpsi terjadi
dinamakan adsorbent
Adsorbent, adsorpt dan adsorbate
Definisi
Jumlah zat yang akan teradsorp di permukaan
digambarkan oleh fungsi adsorpsi = (P, T) yang
ditentukan secara eksperiment
Grafik antara vs P pada temperatur konstan disebut
isoterm adsorpsi
Untuk lebih memahami adsorpsi dan jumlah teradsorp
biasanya diturunkan persamaan isoterm adsorpsi yang
disesuaikan dengan model teoritis yang digunakan
Semua gas, teradsorp dibawah temperatur kritis karena
adanya gaya tarik van der waals
Secara umum ketika adsorpsi didominasi oleh interaksi
fisik ketimbang ikatan kimia, maka istilah yang umum
adalah fisisorpsi
Fisisorpsi
Energi sublimasi berada pada kisaran 20 40
kJ/mol
Adsorbate relatif masih bebas berdifusi
dipermukaan dan berotasi
Struktur molekul solid tidak berubah akibat
fisisorpsi kecuali untuk beberapa padatan
molekuler mis. Parafin dan polimer
Kesetimbangan adsorpsi cepat tercapai, saat
tekanan diturunkan gas terdesorp secara
reversibel (kecuali pada padatan berpori)
Kemisorpsi
Energi sublimasi berkisar 100 400 kJ/mol
Seringkali ada sisi ikat spesifik (specific binding
sites) adsorbate relatif immobil dan biasanya
tidak berdifusi dipermukaan
Walau pada padatan kovalen atau logam sering
terjadi surface reconstruction
Akibat ikatan yang kuat, eksperimen pada UHV
dimungkinkan karena molekul tidak mengalami
desorpsi
Oksidasi dapat dipandang sebagai kemisorpsi
oksigen
Nikel dan Silikon teroksidasi pd temperatur
ruang, oksida yang dihasilkan membentuk layer
yang stabil secara termodinamik dan melindungi
(passivates) material murni dibawahnya
Contoh lain adalah oksidasi alumunium yang
menghasilkan logam yang sangat keras dengan
ketebalan lapisan Al2O3 100 nm
Waktu Adsorpsi
Parameter berguna dalam mengkarakterisasi
adsorpsi adalah waktu adsorpsi
Jika molekul menabrak permukaan (misal tidak
ada gaya yg bekerja), ia akan terpantul secara
elastis dengan energi yang sama, tidak ada
transfer energi antara molekul gas dan
permukaan
Konsekuensinya hot molekul tidak cool down
saat menabrak permukaan dingin.
Waktu tinggal dipermukaan dapat diestimasi
dengan persamaan
2x 2x

x k BT / m
Dimana x ketebalan daerah permukaan dan x = rerata
kecepatan normal terhadap permukaan
Misal : N2 pada 25oC, x = 1 , x = 300 m/s, 7 x
10-13 s
Ini berada pada kisaran periode vibrasi 10-13 s
Adanya gaya tarik antara molekul dan permukaan
meningkat waktu tinggal molekul di permukaan
= 0.eQ/kBT, dimana 0 = 10-13, 10-12 s. Q adalah
panas adsorpsi
Panas adsorpsi lebih dari 10 kJ/mol menunjukkan
tidak ada adsorpsi dan waktu tinggal dibawah 10 ps.
Q = 40 kJ/mol karaktersitik untuk fisisorpsi
Molekul yang teradsorpsi secara kimia (Q 100
kJ/mol) tidak meninggalkan permukaan
Parameter penting lainnya adalah koefisien
akomodasi, didefinisikan oleh temperatur molekul
sebelum tabrakan T1, temperatur permukaan T2 dan
temperatur molekul yang dipantulkan T3.
T3 T1

T2 T1
Untuk pantulan elastik, kecepatan rerata
molekul sebelum dan setelah menabrak
permukaan adalah sama sehingga temperatur
T1 = T3 dan = 0
Jika molekul tinggal lama di permukaan, ia akan
memiliki temperatur yang sama dengan
permukaan setelah desorpsi T2 = T3 dan = 1
Sehingga koefisien akomodasi mengukur
seberapa banyak energi ditransfer sebelum
molekul meninggalkan adsorbent kembali.
Klasifikasi Isoterm Adsorpsi
Tergantung pada kondisi fisikokimia, beberapa
jenis isoterm adsorpsi teramati secara
eksperimen
Ada 8 jenis yang umum dijumpai yang paling
sederhana adalah tipe A yaitu kenaikan linier
diuraikan oleh persamaan isoterm adsorpsi
Henry
= KH.P
KH = konstanta (mol m-2 Pa-1) untuk gas dan
(L/m2) untuk larutan
Jenis Isoterm
Adsorpsi
Tipe B sangat umum dengan grafik melengkung
terhadap absis (sumbu x)
Kebanyakan permukaan bersifat heterogen
Terdapat beberapa adsorption sites yang
memiliki high affinity dan daerah yang memiliki
low affinity
High affinity sites akan terisi lebih dahulu yang
teramati kenaikan tajam pada tekanan rendah
Penjelasan lain terkadang adanya tolakan lateral
antar molekul teradsorp
Tipe isoterm adsorpsi ini diuraikan oleh
persaman isoterm adsorpsi Freundlich
= KF.Pq, KF & q (q < 1) adalah konstanta
Tipe C disebut tipe Langmuir karena dapat diuraikan
oleh persamaan isoterm adsorpsi Langmuir
KLP
,
1 KLP mon
Dimana adalah relative coverage dan KL konstanta
Langmuir. mon jumlah teradsorp maksimum untuk
isoterm Langmuir monolayer
Isoterm adsorpsi tipe C dikarakterisasi dengan
kejenuhan pada konsentrasi tinggi
Alasan bagi hal ini adalah permukaan tertutup
seluruhnya oleh molekul teradsorp
Isoterm Langmuir teramati pada adsorpsi dari larutan
dan jarang untuk adsorpsi gas
Tipe adsorpsi ini juga teramati pada material berpori,
saat semua pori terisi, isoterm akan jenuh
Isoterm sigmoidal (tipe D)
mengindikasikan efek cooperative
Satu molekul terikat pada permukaan
akan lebih baik jika dapat berinteraksi
dengan neighboring adsorbed molecule
Konsekuensi dari interaksi lateral ini terjadi
kondensasi 2 dimensi
Agar isoterm sigmoid ini teramati
dibutuhkan adsorbent flat dan homogen
Tipe E umum untuk adsorpsi gas
Biasanya lengkung pertama berasal dari
adsorpsi monolayer
Untuk tekanan lebih tinggi, semakin banyak
layer teradsorp diatas layer pertama
Hingga, jika tekanan mencapai tekanan uap
jenuh, kondensasi akan memicu lapisan tebal
secara makroskopis
Tipe ini dapat dijelaskan oleh persamaan
isoterm adsorpsi BET
Tipe F akan terjadi jika ikatan monolayer pertama ke
adsorbent lebih lemah dibanding ikatan molekul
terhadap molekul yang lebih dulu teradsorp
Ini terjadi jika panas adsorpsi lebih rendah panas
kondensasi
Tipe G adalah isoterm adsorpsi afinitas tinggi. Molekul
terikat sangat kuat sehingga tidak ada yang tersisa yang
dapat dideteksi pada larutan atau fasa gas
Perbedaan dengan tipe Langmuir ada pada aspek
kuantitatif bukan secara kualitatif
Tipe ini teramati pada adsorpsi oleh polimer atau protein
dalam larutan
Isoterm tipe H (seperti anak tangga) teramati
pada material berpori dan dicirikan oleh inhibisi
kedua
Pada tekanan rendah lapisan tunggal monolayer
teradsorpsi dipermukaan seperti pada Langmuir
Pada tekanan intermediate, multilayer mulai
terbentuk dan pori-pori telah terisi
Kejenuhan pada tekanan tinggi disebabkan oleh
reduksi surface area efektif setelah pori-pori
telah terisi penuh
Presentasi Isoterm Adsorpsi
Suatu isoterm adsorpsi adalah grafik dari jumlah
teradsorp versus tekanan fasa uap (atau
konsentrasi jika adsorpsi dari larutan)
Jumlah teradsorp dapat diuraikan oleh berbagai
variabel diantaranya surface excess dalam
mol/m2
Kita menggunakan konvensi Gibbs (volume
interfacial excess V = 0) untuk solid, Gibbs
dividing plane ditempatkan dipermukaan solid
Sehingga hubungan antara jumlah mol
teradsorp N dengan surface excess adalah
= N/A A : total surface area
Adsorpsi sering juga dipelajari menggunakan
powder atau porous material karena total surface
areanya besar dengan jumlah adsorbent sedikit
Dalam eksperimen seperti itu, diukur volume (V)
atau massa (m = V/) teradsorp per gram adsorbent
Model teoritis biasanya digunakan untuk
menghitung adsorpsi per surface area
Dalam membandingkan model teoritis dengan hasil
adsorpsi secara eksperimen perlu diketahui specific
surface area
Specific surface area (m2/kg) adalah surface area
per kg adsorbent
Jika ini telah diketahui maka luas dapat dihitung
A = mad dimana mad massa adsorbent
Termodinamika Adsorpsi
Panas adsorpsi adalah sifat penting karena
memberikan informasi dari sudut pandang driving force
dari adsorpsi
Pertama-tama besaran integral energi:

adU int
m Um U g
m

ad H int
m Hm H g
m

ad S int
m Sm S g
m
Energi molar integral adsorpsi adalah selisih
energi antara N mol gas teradsorp Um (per
mol) dan jumlah yang sama bebas di fasa gas
Umg
Enthalpi molar integral adsorpsi dan entropi
molar integral adsorpsi didefinisikan
sepertihalnya energi molar integral
Selisih energi dan enthalpi adsorpsi biasanya
kecil, jika kita perlakukan gas secara ideal maka
selisih adUmint = adHmint + RT pada 25oC sekitar
2,4 kJ/mol
Secara eksperimen penentuan energi
disesuaikan dengan kondisi alat
Pada kondisi volume konstan adUmint sama
dengan panas adsorpsi total
Pada kondisi diatas gas reservoir dengan
volume konstan dihubungkan dengan reservoir
adsorbent volume konstan keduanya dicelupkan
dalam sel kalorimetrik yang sama
Volume total akan sama dan tidak ada kerja
volume
Panas yang ditukarkan sama dengan energi
molar integral dikali jumlah gas teradsorp
Q = adUmint . N
Secara umum adUmint negatif (jika tidak zat tidak
akan mengadsorp) dan panas dilepaskan
selama proses adsorpsi
Sebagian besar eksperimen kalorimetrik dilakukan
pada tekanan konstan, dengan menggerakkan piston
tekanan dalam sel meningkat dan panas yang
dilepaskan diukur
Dalam kasus ini panas yang dipertukarkan sama
dengan enthalpi integral adsorpsi
Q = adHmint . N
Entropi molar integral adsorpsi diukur dengan
hubungan termodinamika umum

ad H int
ad S int
m m
T
Kuantitas Differensial Adsorpsi
Kuantitas integral merujuk pada fakta bahwa gas
teradsorp melibatkan jumlah totalnya
Energi molar differensial adsorpsi ditentukan hanya
oleh last infinitesimal jumlah teradsorp, didefinisikan :

dU dU g
adU dif

dN
m
T ,A
dN T ,A

dU
adU dif
U g

dN
m m
T ,A
Ug adalah total energi dalam gas bebas
Karena jumlah teradsorp biasanya kecil
dibanding jumlah total gas di reservoir maka
sifat gas bebas tidak berubah secara signifikan
selama adsorpsi sehingga dUg/dN = Umg
Persamaan ini mencakup perubahan energi
permukaan dalam selama adsorpsi dari jumlah
infinitesimal gas pada temperatur konstan dan
total surface area
Kita harus membedakan antara kuantitas integral dan
diferensial karena energi berubah dengan jumlah
teradsorp, ada 3 kasus
Pertama sebagian besar surface energetically heterogen
dan ada binding sites dengan high energy binding yang
pertama ditempati
Kedua, monolayer pertama memiliki binding energy
berbeda dengan layer berikutnya karena adsorpsi
didominasi oleh interaksi solid adsorbent dengan
molekul gas
Untuk layer kedua interaksi antara molekul gas
teradsorp dengan molekul gas sangat penting
Ketiga, jika molekul berinteraksi secara lateral dengan
neighboring molekul di permukaan, secara energetik
lebih disukai molekul teradsorp pada surface yang
secara parsial tertutupi

dH
ad H dif
m
H g
m
dN T ,

dS
ad S dif
m S g
m
dN T ,A
Adsorpsi fisik gas pada padatan hampir
selalu digerakkan secara enthalpi atau
enthalpically driven (adHmdif < 0)
Adsorpsi yang entropically driven bisa juga
terjadi namun biasanya entropi molekul
dipermukaan lebih kecil dibanding fasa gas
Hal ini terjadi karena derajat kebebasan
vibrasi, rotasi dan translasi menjadi
terbatasi/restricted
Example 9.1
Pada tekanan sangat rendah (P/Po < 0,1)
isoterm adsorpsi naik dengan tajam. Molekul
teradsorpsi menemukan banyak binding sites
yang kosong. Sejumlah kecil molekul
dipermukaan memiliki peluang terikat pada
strong binding sites di grain boundaries
Hal ini bisa dilihat dari kalor adsorpsi differensial,
pada coverages dibawah 0,3 mol/m2, kalor
adsorpsi menunjukkan maksimal
Monolayer coverage dicapai pada tekanan
P/Po 0,1. pada titik ini slope tajam dari
isoterm adsorpsi berakhir
Untuk monolayer pertama, kalor adsorpsi
yang konstan (secara umum) akan
teramati pada 43 kJ/mol
Nilai ini sekitar 0,9 kJ/mol lebih tinggi
dibanding panas kondensasi benzene
Pada tekanan tinggi (P/Po > 0,1) mulai
terbentuk multilayer. Didaerah multilayer ini
slope kurva naik tajam lagi sejalan dengan
kenaikan tekanan
Untuk P Po layer teradsorp akan sangat
tebal karena terjadi kondensasi makroskopik
Kalor adsorpsi differensial sedikti diatas
panas kondensasi tetapi lebih kecil (secara
signifikan) dibanding nilai pada monolayer
pertama
Model Adsorpsi Isoterm Adsorpsi
Langmuir
Langmuir mengasumsikan bahwa dipermukaan
ada sejumlah tertentu binding sites per unit area
S. S memiliki satuan mol/m2 (atau m-2)
Diantara binding sites ini ada S1 yang ditempati
oleh adsorbate sehingga So = S S1 akan
kosong/belum terisi
Laju adsorpsi dalam mol per detik dan per unit
area berbanding lurus terhadap jumlah binding
sites kosong So dan tekanan kadPSo
Laju desorpsi berbanding lurus dengan jumlah
molekul teradsorp S1 dan sama dengan kdeS1
dimana kde konstanta
Skema Model Adsorpsi Langmuir
Saat setimbang, laju adsorpsi sama dengan laju
desorpsi sehingga:
kdeS1 = kadPSo = kadP(S S1)
kdeS1 + kadPS1 = kadPS
S1/S = kadP/(kde+ kadP)
S1/S adalah coverage dimana KL = kad/kde
sehingga persamaan Langmuir menjadi
KLP

1 KLP
Tipikal isoterm
adsorpsi Langmuir
ditunjukkan oleh
gambar 9.6 untuk
konstanta Langmuir
yang berbeda
Jika adsorpsi
melibatkan larutan
maka tekanan P
diganti dengan
konsentrasi c
Alternatif persamaan isoterm adsorpsi Langmuir
dapat juga ditulis dalam jumlah teradsorp mol
per gram surface area

Disini mon adalah jumlah mol teradsorp per


gram atau per unit area subtrat saat semua
binding sites ditempati dan monolayer molekul
terbentuk
mon berkaitan dengan surface area yang
ditempati oleh satu molekul teradsorp A dengan
persamaan mon = /(N0A) atau
Alternatif persamaan isoterm adsorpsi Langmuir dapat
juga ditulis dalam jumlah teradsorp mol per gram surface
area
mon K L P

1 KLP
Disini mon adalah jumlah mol teradsorp per gram atau
per unit area subtrat saat semua binding sites ditempati
dan monolayer molekul terbentuk
mon dihubungkan dengan surface area yang ditempati
oleh satu molekul teradsorp A dengan persamaan
mon = /(N0A) atau mon = 1/(N0A)
1
k de e Q / k BT
0
A
k ad
2mkBT
Untuk konstanta Langmuir didapat:

K L K L0eQ / k BT dimana
A 0
K 0

2mkBT
L
Harus diingat Laju adsorpsi terhitung adalah
batas atas, ini bisa digunakan untuk menghitung
laju kondensasi liquid
Koefisien kondensasi atau sticking probability
adalah rasio antara kondensasi aktual dengan
batas atas. Nilai ini bisa diukur dengan
ekperimen molecular beam
Untuk N2 pada tungsten sticking probability pada
27oC sebesai 0,61. O2 pada es 200 K hampir
satu
Persamaan Langmuir memiliki
persyaratan kondisi antara lain:
1. Molekul terikat pada well determined
binding sites pada adsorbent
2. Tiap-tiap binding sites hanya dapat
mengikat satu molekul
3. Energi ikat/binding tidak tergantung pada
adanya molekul lain yang terikat
Isoterm Adsorpsi BET
Pada Langmuir, adsorpsi maksimal adalah
monolayer, isoterm ini akan jenuh pada tekanan
tinggi
Kondisi ini tidak realistik untuk beberapa kasus
sehingga untuk mengakomodasi multilayer,
Brunauer, Emmett dan Teller mengembangkan
teori Langmuir menjadi isoterm adsorpsi BET.
Ide dasar dari isoterm adsorpsi BET adalah
asumsi isoterm Langmuir pada tiap-tiap layer
Dalam isoterm BET diasumsikan bahwa kalor
adsorpsi layer pertama memiliki nilai tertentu Q1
dan untuk semua layer setelahnya dianggap
kalor adsorpsi Qi berkorelasi dengan kalor
kondensasi liquid
Kondisi lainnya adalah adsorpsi dan desorpsi
hanya terjadi antara vapor dan surface
Molekul teradsorp tidak dimungkinkan bergerak
dari satu layer ke layer yang lain
Pada kesetimbangan laju desorpsi tiap-tiap layer
sama dengan laju adsorpsi
Model BET untuk Adsorpsi
Laju Adsorpsi dan Desorpsi
Adsopsi ke vacant surface sites kad1PS0
Desorpsi dari layer pertama = a1S1e-Q1/RT
Adsorpsi ke layer ke-i kadiPSi-1
Desorpsi dari layer ke-i = aiSie-Qi/RT
Dimana a1 dan ai adalah faktor frekuensi
seperti halnya 1/0 sehingga didapat

n C P

nmon 1
P
P0
1 PP0 (C 1) P0
Dimana n adalah jumlah total mol teradsorp per unit
area, nmon adalah jumlah mol teradsorp dalam satu
monolayer penuh per unit area (masing-masing binding
sites terisi satu molekul)
P0 tekanan uap saat kesetimbangan dan
1
ak ( Q1 Qi ) / RT ( Q1 Qi ) / RT
C i ad
.e i
e
ak 1 ad
Persamaan 9.37 menunjukkan n/nmon tak berhingga
saat P/P0 1 hal ini terjadi karena adanya kondensasi
Isoterm adsorpsi BET cukup luas digunakan, ada 2
parameter yang biasa ditentukan
1 i
k P Q1 / RT k P Qi / RT
ead
dan e ad
a1 ai
Maka
n CS0 /(1 )2
C

nmon S0 CS0 /(1 ) (1 )[1 C ]

Penting untuk dicermati bahwa = P/P0


Pentingnya Paramater C
Grafik berikut menunjukkan bagaimana isoterm BET
sangat tergantung pada parameter C
Untuk C tinggi, binding molekul uap/gas langsung ke
surface adalah kuat dibanding gaya antar molekuler
Oleh karenanya, pada tekanan rendah isoterm Langmuir
akan diperoleh, hanya pada tekanan tinggi, molekul
mulai membentuk multilayer
Untuk nilai C yang rendah molekul lebih suka binding
antar mereka saat binding energy ke surface rendah
Sehingga monolayer pertama hanya terbentuk pada
tekanan relatif tinggi, sekali terbentuk akan lebih mudah
untuk molekul berikutnya teradsorp
Gambar 9.9
Adsorpsi pada Permukaan Heterogen

Surface biasanya tidak sepenuhnya homogen,


beberapa faktor penyebabnya adalah :
1. different crystal faces
2. adanya cacat dan deviasi lainnya
3. adanya jenis zat yang berbeda misal pada
steel (Fe, C, Ni, Co) atau pada gelas (SiO2, B,
Na, K) yang masing-masing memiliki
konsentrasi berbeda-beda dipermukaan
Pada permukaan heterogen, binding energy
suatu adsorbat umumnya tidak memiliki nilai
tertentu tapi ada distribusi binding energy
Probabilitas menemukan binding site pada
interval energi Q Q + dQ diuraikan oleh fungsi
distribusi (Q)dQ
Adsorpsi teramati secara eksperimen adalah
jumlah semua peristiwa adsorpsi pada semua
jenis binding sites
Pada temperatur tertentu, coverage didefinisikan

( P) H (Q, P). f (Q).dQ
0

f (Q)dQ 1
0

Untuk isoterm adsorpsi pada well determined


homogeneous part H(Q,P) biasa digunakan
persamaan Langmuir
Isoterm adsorpsi Freundlich diturunkan dari distribusi
adsorpsi eksponensial berdasarkan (Q) e-Q/Q*
dengan asumsi perilaku Langmuir untuk H
k BT
P 2 Q*

P0
Q* adalah konstanta yang mencirikan distribusi energi
adsorpsi
Persyaratan dalam menurunkan persamaan ini adalah
Q* > kBT
Teori Potensial Polanyi
Polanyi melakukan pendekatan berbeda untuk
menjelaskan fenomena adsorpsi
Dia mengasumsikan molekul dekat permukaan
merasakan potensial (seperti halnya gravitasi
bumi) akibat gaya tarik van der waals
Potensial ini menekan gas dekat permukaan
secara isotermal, saat tekanan lebih tinggi dari
tekanan uap setimbang, gas akan terkondensasi
Jumlah mol teradsorp per unit area didefinisikan
oleh persaman:
xf1 C D0
L L 3 L
Vm Vm RT . ln( P0 / P) Vm
Dimana xf jumlah mol teradsorps per unit area,
VmL volume molar liquid, C BCAB/3 dan
D0 jarak atau jari-jari molekul
Contoh 9.3
Which one is best?
Teori mana yang cocok untuk aplikasi tertentu?
Teori adsorpsi Henry aplicable pada tekanan rendah
Isoterm adsorpsi yang luas dipakai adalah persamaan
BET, biasanya cocok dengan hasil eksperimen untuk
0,05 < P/P0 < 0,35
Untuk tekanan yang sangat kecil, fitting kurang
sempurna karena adanya heterogenitas
Untuk tekanan tinggi, teori potensial lebih cocok,
setidaknya untuk adsorbent homogen dan flat. Juga
dapat digunakan pada nilai P/P0 dari 0,1 sd 0,8
Untuk P/P0 > 0,35 adsorpsi didominasi oleh material
berpori.
Prosedur Pengukuran Luas Permukaan
Spesifik
Untuk semua eksperimen dengan porous
material atau powder, kita perlu mengetahui luas
permukaan spesifik
Biasanya luas permukaan spesifik ditentukan
dari eksperimen adsorpsi
Jika adsorpsi suatu sampel dapat dijelaskan
dengan Langmuir, dari fitting hasil eksperimen
kita peroleh mon dalam satuan mol/g
Lalu kita asumsikan nilai yang rasional untuk
cross sectional area dari satu gas A dan
diperolehlah luas permukaan spesifik
= monANA
Pada sebagian besar aplikasi praktis, isoterm adsorpsi
BET lebih sering digunakan karena dapat difiiting lebih
baik
Pertama-tama kita mengukur isoterm adsorpsi massa
tertentu adsorbent kemudian mem-fittingkannya dengan
persamaan BET
Biasanya model BET menguraikan adsorpsi untuk 0,05 <
P/P0 < 0,35 dengan cukup baik
Sebagai hasil pengukuran kita akan memperoleh volume
gas teradsorp Vad yang jika kita ketahui tekanan dan
temperatur maka akan lebih membantu
Biasanya digunakan kondisi standard untuk T & P
Untuk analisis kita harus mentransformasi persamaan
adsorpsi BET, mula-mula kita tuliskan jumlah mol
teradsorp dengan volume: n/nmon = Vad/Vadmon,dimana
Vadmon adalah volume gas yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu monolayer lengkap
Dengan mengatur ulang persamaan akan diperoleh
P / P0 1 P / P0 .(C 1)

V (1 P / P0 ) CVmon
ad ad
CVmonad
Untuk analisis kita harus mentransformasi persamaan
adsorpsi BET, mula-mula kita tuliskan jumlah mol
teradsorp dengan volume: n/nmon = Vad/Vadmon,dimana
Vadmon adalah volume gas yang dibutuhkan untuk
memperoleh satu monolayer lengkap
Dengan mengatur ulang persamaan akan diperoleh

P / P0 1 P / P0 .(C 1)

V (1 P / P0 ) CVmon
ad ad
CVmonad

Dari slope dan intersep, maka C dan Vadmon dapat


ditentukan
Adsorpsi pada padatan berpori -
Histeresis
Dalam aplikasi praktis sebagian besar material industri dan
alam memiliki pori. Berdasarkan rekomendasi IUPAC pori
diklasifikasikan menjadi:
Makropori, memiliki diameter besar dari 50 nm. Makropori
demikian lebarnya sehingga gas seolah-olah teradsorp di
permukaan flat
Mesopori berada pada range 2-50 nm, kondensasi kapiler
sering mendominasi pengisian mesopori, dibawah
temperatur kritis terbentuk multilayer. Pori disatu sisi
membatasi jumlah layer, namun disisi lain dapat
mendorong kondensasi kapiler
Mikropori kecil dari 2 nm. Dalam mikropori, struktur fluida
teradsorp berbeda dengan struktur makroskopis ruah.
Liquid yang terjebak merupakan objek penelitian yang
intens karena memiliki sifat-sifat unik. Contoh materialnya
adalah zeolit
Adsorpsi pada porous material biasa dicirikan dengan
histeresis dalam perilaku adsorpsi
Fenomena ini teramati saat setelah proses adsorpsi.
Eksperimen desorpsi dilakukan dengan menurunkan
tekanan secara progresiv dari nilai maksimumnya hingga
isoterm desorpsi terukur
Selama proses desorpsi, fasa liquid menguap dari pori.
Isoterm desorpsi tidak mengikuti jalur yang sama
dengan adsorpsi tapi berada diatasnya
Biasanya isoterm lebih datar dengan nilai P/P0 tinggi
karena pengisian pori menurunkan available surface
area
Gambar 9.14
Gambar 9.15

Anda mungkin juga menyukai