Anda di halaman 1dari 120

POKOK BAHASAN

1. Hubungan struktur dan interaksi obat dengan


reseptor.
2. Hubungan struktur dan pengembangan
senyawa obat (agonis-antagonis)
3. Metabolisme obat
PENILAIAN
Nilai Akhir= Nilai Bu Erlita + Nilai Bu Sofia /2
Nilai Bu Erlita = Tugas + Nilai UTS/2
KIMIA MEDISINAL I
Reseptor adalah suatu makromolekul jaringan, sel
hidup, memiliki gugus fungsional, reaktif secara
kimia dan bersifat spesifik.
Makromolekul (biopolimer) dapat berupa
lipoprotein, glikoprotein, lipid, atau asam nukleat
Dapat berinteraksi dengan obat yang memiliki
gugus fungsional spesifik dan menghasilkan
respon biologis yang spesifik pula.
Pembagian Reseptor
BERDASARKAN LETAK
R. membran: terletak di dalam membran, mis:
reseptor kolinergik dan adrenergik.
R. intraseluler: terletak di dalam sel mis:
reseptor hormon steroid, tiroksin, vitamin D
BERDASARKAN FUNGSI
Reseptor katalitik: ENZIM
Reseptor pembawa sifat genetik: DNA
Penamaan Reseptor
Tergantung ligand endogen yang terikat
Ligand Endogen Nama Reseptor
Astilkolin R. Kolinergik

Noradrenalin/ Adrenalin R. Adrenergik

Insulin R. Insulin

Histamin R. Histamin

Morfin, kodein R. Opiat


Interaksi Obat Reseptor
Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap,
yaitu:
1. Interaksi molekul obat dengan reseptor spesifik.
Interaksi ini memerlukan afinitas.
2. Interaksi yang dapat mengakibatkan perubahan
konformasi makromolekul protein sehingga
timbul respon biologis. Interaksi ini memerlukan
efikasi (aktivitas intrinsik),
Kemampuan molekul obat untuk mengubah
konformasi reseptor sehingga dapat menimbulkan
respon biologis
OBAT
+
RESEPTOR

KOMPLEKS OBAT- RESPON


RESEPTOR BIOLOGIS
Macam ikatan Obat-Reseptor
1. Hydrogen bond
Memiliki kekuatan ikatan 1-5 Kcal/mol.
Efektif hanya pada jarak sangat dekat (kurang
dari 3 )
2. Electrostatic bond
Ionic bond, ion-dipole bond, and dipole-dipole
bond. Bonding strength: 1-7 Kcal/mol
3. Charge-Transfer Complexes
terjadi pada gugus donor elektron dan gugus
akseptor elektron. Donor elektron akan
memindahkan sebagian muatan kepada
akseptor elektron.
Contoh:
untuk interkalasi obat anti malaria dengan
DNA parasit.
+ -
4. Hydrophobic bond
Terjadi pada senyawa hidrokarbon dalam
media air. Rantai hidrofob akan saling
mendekat dan berinteraksi.
Protein, selain distabilkan oleh ikatan
hidrogen juga dapat membentuk interaksi
hidrofobik akibat rantai hidrofob dari asam
amino penyusunnya.
Perkirakan ikatan apa saja yang mampu dibentuk oleh
molekul berikut ini dengan reseptor!
Teori Interaksi Obat-Reseptor
A. Teori Klasik
Crum, Brown, dan Fraser (1869); aktivitas biologis
suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur
kimianya dan tempat obat berinteraksi pada sistem
biologis mempunyai sifat yang khas.
Langley (1878); memperkenalkan konsep reseptor
Ehrlich (1907); obat tidak dapat berefek tanpa
mengikat reseptor
Respon biologis dapat terjadi jika ada interaksi antara
sisi reseptor dengan molekul asing (obat) yg sesuai.
Reseptor dan obat merupakan struktur yang saling
mengisi.
B. Occupancy theory
Clark (1926); satu molekul obat akan
menempati satu sisi resetor. Obat harus
diberikan dalam jumlah berebih agar efektif
selama proses pembentukan kompleks
Efek biologis yang dihasilkan tergantung pada jumlah
reseptor, respon maksimum (Em) akan diberikan bila
semua reseptor ditempati oleh molekul obat.

Besar efek biologis yg dihasilkan secara langsung


sesuai dengan jumlah reseptor spesifik yg ditempati
oleh molekul obat.
Respon biologis yg terjadi stl pengikatan obat-
reseptor dapat merupakan:
a. rangsangan aktivitas (efek agonis)
b. pengurangan aktivitas (efek antagonis)
Ariens (1954) dan Stephenson (1956) membagi
interaksi obat-reseptor menjadi dua tahap yaitu:
Pembentukan kompleks obat-reseptor (afinitas)
Menghasilkan respon biologis yg dinamakan aktivitas
instrinsik (Ariens) dan efikasi (Stephenson)
Setiap molekul obat harus memiliki afinitas dan
efisiensi untuk menimbulkan respon biologis
Afinitas: ukuran kemampuan obat mengikat
reseptor. Afinitas sangat tergantung struktur
molekul obat dan sisi reseptor
Efikasi (aktivitas intrinsik): ukuran kemampuan
obat untuk memulai timbulnya efek. Efikasi
merupakan karakteristik dari agonis
Efek biologis =
Aktivitas intrinsik x (kompleks obat-reseptor)
C. Teori Kecepatan
Paton (1961); efek biologis obat setara dengan
kecepatan ikatan obat-reseptor, dan bukan
dari jumlah reseptor yang didudukinya.
Tipe kerja obat ditentukan oleh kecepatan
asosiasi dan disosiasi kompleks obat-reseptor
bukan dari pembentukan kompleks O-R yang
stabil
Agonis : asosiasi dan disosiasi besar
Antagonis : asosiasi sangat besar, disosiasi
sangat kecil
Agonis parsial : kecepatan asosiasi dan disosiasinya
tidak maksimal

Fakta: banyak senyawa bloker (antagonis) punya efek


rangsangan sebelum menimbulkan efek pemblokan.
Jika reseptor yang diduduki o/ molekul obat masih relatif
sedikit, kecepatan asosiasi O-R maksimum sehingga timbul
efek rangsangan singkat.
Bila jumlah reseptor yang diduduki molekul obat cukup
banyak maka kecepatan asosiasi O-R turun sampai di
bawah kadar minimum untuk menimbulkan respon
biologis shg terjadi efek pemblokan
D. Induced-Fit Theory
Diusulkan oleh Koshland u/ menerangkan ttg
ikatan enzim-substrat.
Reseptor tidak harus berada pada konformasi
yg sesuai u/ berikatan dg obat.
Obat akan menginduksi perubahan
konformasi reseptor yg berorientasi pada
daerah ikatan essensial
Berdasarkan teori ini, sebuah agonis akan
menginduksi perubahan konformasi dan
menimbulkan respon
Sedangkan antagonis akan berikatan tanpa
menimbulkan perubahan konformasi.
Teori ini dapat diadaptasi dengan rate theory;
sebuah agonis akan menginduksi perubahan
konformasi reseptor menghasilkan konformasi
yang memungkinkan agonis berikatan kurang
kuat sehingga lebih mudah terdisosiasi.
E. Macromolecular Perturbation
Theory
Belleau (1964) menduga bahwa interaksi obat-
reseptor dapat menyebabkan terjadinya
perubahan konformasi sbb:
Gangguan konformasi spesifik (specific
conformational perturbation); memungkinkan
menghasilkan respon biologis.
Gangguan konformasi non spesifik (non-specific
conformational perturbation); terjadi jika molekul
yg terikat tidak memiliki aktivitas intrinsik
(antagonis)
Contoh: Antihistamin kemungkinan tidak
hanya menempati daerah reseptor histamin
saja tetapi juga daerah hidrofobik tambahan
dari reseptor histamin, sehingga dapat
menghambat kerja histamin dengan
mekanisme gangguan makromolekular.
Demikian juga dengan kerja antikolinergik
F. Activation-Aggregation Theory
Reseptor berada dalam dua bentuk
kesetimbangan yang dinamis yaitu bentuk
teraktivasi dan bentuk inaktif.
Agonis menggeser kesetimbangan ke bentuk
teraktivasi, sedangkan antagonis menggeser
ke bentuk inaktif.
Teori ini dapat menjelaskan kemampuan
agonis parsial dapat bertindak sebagai agonis
maupun antagonis.
Reseptor sebagai
target aksi obat

Review interaksi obat reseptor


(agonis-antagonis)
FUNGSI RESEPTOR
1. Mengenal dan mengikat suatu ligan dengan
spesifisitas tinggi.
2. Meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui :
a. Perubahan permeabilitas membran
b. Pembentukan second messenger, dan
c. Mempengaruhi transkripsi gen
Ligan apa saja yang dpt mengikat reseptor dan
mempengaruhi aktivitas sel ?
Hormones dihasilkan oleh kelenjar eksokrin dan disekresikan
melalui peredaran darah menuju sel target yang jauh (e.g.s: insulin,
testosterone)
Autocrine/paracrine factors hormon yang beraksi lokal (e.g.:
prostaglandins)
Neurotransmitters dilepaskan oleh ujung saraf sebagi respon dari
depolarisasi (e.g.s: acetylcholine, norepinephrine)
Cytokines ligan yang diproduksi oleh sel-sel pada sistem imunitas.
Targetnya bisa jauh atau dekat (e.g.s: interferons, interleukins)
Membrane-bound ligands terdapat pada permukaan sel, mengikat
pada reseptor komplementer sel yang lain menjembatani interaksi
antar sel (e.g.: integrins)
Drug/chemicals merupakan senyawa yang dipaparkan dari luar
AGONISME
Agonis :
Suatu ligand yang bila berinteraksi dapat
menghasilkan efek (efek maksimum)
Agonisme dalam menghasilkan respon
fisiologi (seluler) melalui dua cara :
1. Agonisme langsung
2. Agonisme tidak-langsung
Agonisme Langsung
Respon berasal dari interaksi agonis dengan
reseptornya, menyebabkan perubahan
konformasi reseptor, reseptor aktif menginisiasi
proses biokimiawi sel
Interaksi bisa berupa stimulasi atau
penghambatan respon seluler
Proses agonisme langsung merupakan hasil
aktivasi reseptor oleh obat yang mempunyai
efikasi (aktivitas intrinsik)
Contoh : aktivasi adrenalin thd reseptor
adrenergik kontraksi otot polos vaskuler
PROSES AGONISME LANGSUNG
Pemberian sinyal dari agonis kepada reseptor
untuk mengaktivasinya.Dalam hal ini, obat
atau agonis merupakan pembawa pesan
pertama (first messenger).
Penerusan sinyal oleh reseptor teraktivasi ke
dalam komponen seluler untuk menginduksi
respon seluler diperantarai oleh second
messenger
Agonisme Tidak Langsung
Senyawa obat mempengaruhi senyawa endogen
dalam menjalankan fungsinya
Melibatkan proses modulasi atau potensiasi efek
senyawa endogen
Umumnya bersifat Alosterik

Contoh :
Benzodiazepin dan barbiturat pada reseptor
GABA memperkuat aksi GABA pada reseptor
tersebut
Agonis kolinergik
bekerja tidak langsung dengan memblok
metabolisme asetilkolin oleh kolinesterase
sehingga obat-obat ini meningkatkan
konsentrasi asetilkolin di semua sinaps
kolinergik. Dibagi 2 golongan:
Ester : Betanekol, karbakol, sevimelin, metakolin
Alkaloid : arekolin, muskarin, pilokarpin
ANTAGONISME
Antagonisme : peristiwa manakala suatu senyawa
menurunkan aksi suatu agonis atau ligan dalam
menghasilkan efek
Senyawa tersebut dinamakan sebagai antagonis

JENIS ANTAGONISME
(Berdasarkan mekanisme thd makromolekul reseptor
agonis)
Antagonisme tanpa melibatkan makromolekul reseptor
agonis
Antagonisme melibatkan makromolekul reseptor agonis
MEKANISME ANTAGONISME YANG TIDAK
MELIBATKAN MAKRO MOLEKUL RESEPTOR
3. Antagonisme fungsional atau fisiologi
Antagonisme akibat dua agonis bekerja pada dua macam
reseptor yang berbeda dan menghasilkan efek saling
berlawanan pada fungsi fisiologik yang sama
Antagonisme fungsional, jika dua macam reseptor yang
berbeda tersebut berada dalam sistem sel yang sama.
Contoh : antagonisme antara senyawa histamin dengan
obat 1-adrenergik (fenilefrin) pada pembuluh darah,
vasodilatasi vs vasokonstriksi
Antagonisme fisiologi, jika dua macam reseptor tersebut
berada pada sistem yang berbeda. Contoh : antagonisme
glikosida jantung (kenaikan TD) dengan dihidralazin
(penurunan TD)
HUBUNGAN STRUKTUR KIMIA AGONIS
DAN ANTAGONIS
1. Metabolit dan Antimetabolit
Penambahan gugus alkil akan membuatnya lebih resistenterhadap
enzim pemetabolismenya (kolinesterase dan MAO)
2. Agonis dan Bloker Selektif
Turunan Amonium Me3 Me2Et Me(Et)2 Et3
Kuarterner
a.i Aff. a.I Aff. a.I Aff. a.i Aff.

1 7.0 1 6.3 1 4.2 1 4.1

1 7.1 1 6.4 0.3 4.0 0 3.6

1 5.9 1 5.3 0 4.1 0 4.0

1 5.4 1 5.2 0 4.1 0 4.4


Gugus aktif asetilkolin adalah pada gugus
onium ( amonium Kuarterner) dan ester

Penggantian gugus metil dengan etil secara


bertahap dan penghilangan gugus ester akan
menurunkan a.i dan aff, sehingga dihasilkan
antagonis.
Agonis -Adrenergik Bloker -Adrenergik

Isoprenalin Sotalol Propranolol Praktolol


3. Agonis dan Antagonis Irreversibel Selektif
Antagonisasi irreversibel dapat terjadi melalui
reaksi asetilasi atau alkilasi.
Contoh: antikanker seperti Mekloretamin,
Siklofosfamid, dan Tiotepa. Bekerja tidak selektif
karena dapat menyerang sel kanker dan sel
normal dalam tubuh.
Antagonis selektif irreverseibel dapat diturunkan
dari senyawa antagonis selektif reversibel
HUBUNGAN STRUKTUR DAN
PROSES METABOLISME OBAT
Tujuan Metabolisme
Mengubah obat menjadi:
Metabolit yg tidak aktif (bioinaktivasi) dan tidak
toksik (biointoksikasi)
Mudah larut dalam air sehingga dapat
diekskresikan
Akan tetapi ada metabolit obat yg justru lebih
toksik, dan memiliki efek farmakologis berbeda dari
senyawa induknya
Bioaktivasi dan Bioinaktivasi
Bioaktivasi dan Biotoksifikasi
Contoh pada asetanilid dan fenasetin
Parasetamol dimetabolisme menjadi para
aminofenol dan turunan-turunan anilin (N-
oksida dan hidroksilamin) yg diduga sebagai
penyebab methemoglobin
contoh obat yg metabolitnya memiliki efek
farmakologis berbeda dengan senyawa
induknya adalah Iproniazid (perangsang SSP).
Di dalam tubuh dimetabolisme menjadi
isoniazid.
beberapa senyawa tidak mengalami metabolisme
dandiekskresikan dalam bentuk tidak berubah
Cth:
- Tidak larut, tidak diabsorbsi dan tahan thd
pengaruh kimiawi dan enzimatik saluran cerna.
Ex: Barium sulfat dan Ol. Ricini
- Mudah larut dalam cairan tubuh dan tahan thd
pengaruh kimiawi dan enzimatik. Ex: as.
Mandelat, asam sulfonat alifatik dan aromatik
FASE I FASE II
Oksidasi, Reduksi, Konjugasi, metilasi,
hidrolisis asetilasi

Lipofil Hidrofil

Sangat lipofil Sangat hidrofil

Hati
Depo jaringan Ginjal
Empedu
lemak

Konjugat hidrofil

FESES Konjugat lipofil URIN


FAKTOR-FAKTOR YG MEMPENGARUHI
METABOLISME OBAT
Kecepatan metabolisme dapat menentukan
intensitas dan masa kerja obat.
Penurunan kecepatan metabolisme dapat
meningkatkan intensitas dan masa kerja obat
dan kemungkinan meningkatkan toksisitas.
Kenaikan kecepatan metabolisme akan
menurunkan intensitas dan masa kerja obat
shg obat tidak efektif pada dosis normal
1. Faktor genetik atau keturunan
Orang Jepang dan Eskimo: Asetilator cepat
Orang Eropa timur dan Mesir: Asetilator
lambat
Isoniazid, hidralazin, dan prokainamid
mengalami metabolisme melalui proses
asetilasi.
2. Perbedaan spesies atau galur
Manusia Kelinci Tikus Anjing Marmot

Fenilasetat Konjugasi dg Konjugasi Konjugasi


glisin dan dg glisin dg glisin
glutamin

Amfetamin Deaminasi Deaminasi Hidroksilasi Deaminasi


oksidatif oksidatif aromatis oksidatif

Fenitoin Oksidasi Oksidasi


aromatik mjd S(- aromatik mjd
)-p- R(+)-p-
hidroksifenitoin hidroksifenitoin
3. Jenis Kelamin
Aminopirin (N-demetilasi), heksobarbital
(oksidasi) dan O-aminofenol (glukoronidasi)
pada tikus betina berlangsung lebih lambat.
Pada manusia baru sedikit studi mengenai
perbedaan jenis kelamin terhadap proses
metabolisme
Nikotin dan asetosal dimetabolisme secara
berbeda pada pria dan wanita
4. Perbedaan usia
Bayi yg baru lahir memiliki jumlah enzim-enzim
mikrosom hati yg relatif sedikit sehingga sangat
peka terhadap obat;
Kloramfenikol: pada bayi baru lahir akan
menimbulkan baby grey syndrome, karena bayi
memiliki enzim glukuronil transferase yg relatif
sedikit.
Pemberian turunan salisilat, kloramfenikol dan
klorpromazin pada bayi akan mengakibatkan
neonatal hiperbilirubinemia. Penumpukan
bilirubin pada jaringan
5. Inhibisi Enzim Pemetabolisme
Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamid dan
fenilbutazon dapat menghambat enzim-enzim
pemetabolisme tolbutamid dan klorpromazin
shg meningkatkan respon glikemi
Dikumarol, kloramfenikol dan isoniazid
menghambat enzim metabolisme dari
fenitoin, sulfonamid, sikloserin dan para
amino salisilat shg meningkatkan konsentrasi
serum dan toksisitasnya
6. Induksi Enzim Pemetabolisme
Fenobarbital menginduksi enzim
pemetabolisme warfarin. Dosis warfarin perlu
ditingkatkan.
Benzo (a) piren dapat menginduksi enzim
mikrosom, yaitu sitokrom P450. dapat
meningkatkan oksidasi dari obat-obat seperti
teofilin, fenasetin, pentazosin dan
propoksifen.
7. Faktor Lain
Diet
Keadaan kurang gizi
Gangguan keseimbangan hormon
Pengikatan obat oleh protein plasma
Keadaan patologis hati, misal kanker hati
Liver Microsomal System
Oxidative Reaction: Cytochrome P450
mediated
Formation of an inactive polar metabolite
Ex: Phenobarbital
Formation of an active metabolite
By design: Purine & pyrimidine chemotherapy prodrugs
By inadvertent: Terfenadine Fexofenadine
Formation of an toxic metabolite
Acetaminophen NAPQI
Cytochrom P450 isoform (cypS)
Carbon monoxide bind to the reduced Fe(II)
heme and absorbs at 450nm (origin of enzyme
family name)
CYP monooxygenase enzyme family is major
catalist of drug and endogenous compounds in
liver, kidney, GI track, skin lungs
CYPs are in smooth endoplasmic reticulum in
close associaten with NADPH-CYP reductase in
10:1 ratio
The reductase serves as the electron source for
the oxidation reaction cycle
Participation of the CYP enzymes in metabolism of
some clinically important drugs
CYP Enzyme Participation in Drug Examples of Substrates
Metabolism (%)

1B1 17-Estradiol
2F1 ~ 1.3 Ipomeanol
4A Prostaglandin
1A1 2.5 R-Warfarin
2A6 2.5 Halothane
2B6 3.4 Cyclophosphamide, Testosterone
2E1 4.1 Acetaminophen, Halothane
1A2 8.2 Acetaminophen, Coffeine, Phenacetine

S. Rendic & F.J Di Carlo, Drug Metabolism Rev, 29:413-580, 1997


CYP Biotransformation
Chemically diverse small molecules are
converted, generally to more polar
compounds
Reactions include:
Aliphatic & Aromatic hydroxylation
Dealkylation (N-; O-; S;)
N-Oxydation, S-Oxydation
Deamination
Dehalogenation
Aliphatic Hydroxylation
Aromatic Hydroxylation
N-DEMETHYLATION
S-DEALKYLATION
Tugas untuk kelas A
Buatlah reaksi
1. N-oksidasi
trimethylamine
2. S-oksidasi
cimetidine
N-Oxydation

Ex: chlorpheniramine, trimethylamine


S-Oxidation

Ex: chlorpromazine, cimetidine


DEAMINASI
HUBUNGAN KUANTITATIF
STRUKTUR AKTIVITAS
No protein 3D structure, Protein 3D structure, No
No ligand ligand
Combichem,
De Novo
Virtual Screening
Design
Drug design
Strategies

No protein 3D structure,
Docking;
With Ligand.
Protein 3D structure, With
Pharmacophore mapping,
ligand
3D similarity, QSAR
SBDD
LBDD
DEFINISI QSAR (Quantitative Structure
Activity Relation)
Hubungan antara struktur kimia dan aktivitas
biologis yang dinyatakan secara matematis
Efek obat tidak hanya ditentukan oleh
pengaturan ruang (geometri) dan hubungan
antar atom dalam molekul, tetapi juga
termasuk sifat fisika-kimia yang melekat pada
molekul tersebut
MAKSUD DAN TUJUAN
SENYAWA UJI
FARMAKOLOGIS

STRUKTUR AKTIVITAS
BIOLOGIS

QSAR

SENYAWA Aktivitas
BARU Lebih Baik
Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivtas
Dapat menggunakan beberapa model
Yang sering digunakan ada 3 model:
Model Hansch
Model Free-Wilson yang sering juga disebut
model de novo
Metode QSAR-3D atau CoMFA (Comparative
Molecular Field Analysis)
Model Hansch menggunakan nilai parameter
substituen pada aktivitas yg dinyatakan
sebagai sifat fisika-kimia.
Model Free-Wilson menggunakan parameter
sumbangan masing-masing substituen yg
aditif dan tetap pada aktivitas
METODE HANSCH
Metode Hansch mengkorelasikan aktivitas
biologis dengan deskriptor sifat fisikokimia,
meliputi:
Parameter lipofilisitas
Parameter elektronik
Parameter sterik
Persamaan Model Hansch
log BR = a + b + c Es + d
a, b, c,dan d diperoleh dengan menerapkan regresi
linear
Penambahan atau pengurangan atom/ gugus,
atau radikal, senyawa induk menyebabkan
perubahan sifat fisika-kimia dan reaktivitas
kimia
Sifat fisika-kimia meliputi lipofilisitas,
elektronik, dan sterik
Hubungan kuantitatif senyawa 1 hingga n
dianalisis dengan regresi linear
Dalam analisis regresi: var. bebas sifat fisika
kimia, sedangkan var. tergantung aktivitas
HUBUNGAN STRUKTUR, SIFAT FISIKA KIMIA
DENGAN PROSES ABSORBSI, DISTRIBUSI DAN
EKSKRESI OBAT
Permukaan sel hidup dikelilingi oleh cairan sel
yang bersifat polar. Molekul obat yang tidak
terlarut dalam cairan tersebut tidak dapat
diangkut secara efektif ke permukaan
reseptor.
Harus ada molekul obat yang tidak terdisosiasi
pada saat mencapai reseptor dan jumlahnya
mencukupi untuk menimbulkan efek
Fase yang menentukan terjadinya
aktivitas biologis suatu obat
Fase farmasetika
pabrikasi, pengaturan dosis, formulasi,
pemecahan bentuk sediaan, dan terlarutnya zat
aktif
Fase farmakokinetika
ADME; berperan dalam menyediakan obat yang
mencapai reseptor.
Fase farmakodinamika
fase terjadinya interaksi obat-reseptor dalam
jaringan target
Apa yang terjadi pada obat setelah
masuk sirkulasi sistemik?
Disimpan
Terikat protein plasma (albumin)
Obat aktif berikatan dengan reseptor
menimbulkan respon biologis
Metabolisme bioaktivasi, bioinaktivasi, dan
biotoksifikasi
Diekskresikan dalam bentuk bebas
dalam sirkulasi sistemik, hanya sebagian kecil
obat yang tetap utuh dan mencapai reseptor.
Sebagian besar obat akan berubah atau terikat
pada biopolimer.
Tempat dimana obat berubah atau terikat
sehingga tidak dapat mencapai reseptor
disebut site of loss.
beberapa contoh site of loss: protein darah,
depo-depo penyimpanan, sistem enzim, dan
ekskresi
Depo penyimpanan adalah site of loss yang
fungsinya menyimpan obat sebelum
berinteraksi dengan reseptor.
Ikatan obat dengan depo penyimpanan
bersifat reversibel. Bila kadar obat dalam
darah menurun maka obat akan dilepaskan
kembali ke darah
Contoh: jaringan lemak, hati, ginjal dan otot
Hubungan Struktur, Sifat Fisika-Kimia
dengan Proses Absorbsi Obat
1. Absorbsi obat melalui saluran cerna
Absorbsi obat dalam saluran cerna terutama
tergantung pada ukuran partikel obat, kelarutan
dalam lemak/air, dan derajat ionisasi
a. Bentuk sediaan
bentuk sediaan, ukuran partikel dan
penggunaan bahan tambahan
b. Sifat kimia fisika obat
Penisilin V dalam bentuk garam kalium lebih
mudah larut dibandingkan penisilin bentuk
bebas.
Novobiosin bentuk amorf lebih mudah larut
dibandingkan bentuk kristal
c. Faktor biologis
variasi keasaman saluran cerna, sekresi cairan
lambung, peristaltik, luas permukaan saluran
cerna, waktu pengosongan lambung dan
waktu transit dalam usus, serta banyaknya
pembuluh darah pada tempat absorbsi

d. Faktor lain
umur, diet, adanya interaksi dengan senyawa
lain dan adanya penyakit tertentu
Saluran cerna bersifat permeabel selektif
terhadap bentuk tak terdisosiasi yang bersifat
larut dalam lemak.
Semakin besar kelarutan dalam lemak,
semakin besar pula absorbsi obat tersebut
dalam membran biologis.
2. Absorbsi obat melalui mata
Tempat absorbsinya adalah membran
konjungtiva dan kornea.
Kecepatan absorbsi ditentukan oleh derajat
ionisasi dan koefisien partisi obat.
3. Absorbsi obat melalui paru
Ditentukan oleh:
Kadar obat dalam alveoli
Koefisien partisi darah/udara
Kecepatan aliran darah paru
Ukuran partikel obat; 10 m
4. Absorbsi obat melalui kulit
Penggunaan obat secara topikal biasanya
ditujukan untuk mendapatkan efek lokal.
Namun terdapat juga sediaan topikal yang
ditujukan untuk memberikan efek sistemik,
misalnya preparat hormon.
Absorbsinya sangat ditentukan oleh kelarutan
obat dalam lemak, karena kulit berfungsi
sebagai membran lemak biologis
Hubungan Struktur, Sifat Fisika-Kimia dengan
Proses Distribusi
Kecepatan dan besarnya distribusi obat dalam
tubuh dipengaruhi oleh:
1. Kelarutan dalam lemak
2. Sifat membran biologis
3. Kecepatan distribusi darah dalam jaringan
dan organ lain
4. Ikatan obat dengan site of loss
5. Adanya transport aktif dari beberapa obat
6. Massa atau volume jaringan
Struktur membran biologis
Membran sel bersifat semipermeabel
Ketebalan total 8 nm
Fungsi: Sebagai penghalang
Tempat biotransformasi energi
Komponen membran sel
1. Lapisan lipid bimolekul
Tebal lapisan ini 35 , terdiri atas kolesterol netral dan
fosfolipid terionkan (fosfatidileanolamin, fosfatidilkolin,
fosfatidilserin, dan spingomielin)
2. Protein
Dengan ukuran bervariasi. Sifat: ampifil karena memiliki
gugus polar dan nonpolar.
3. Mukopolisakarida
Terdapat dalam keadaan terikat dengan lemak
(glukolipid) atau dengan protein (glukoprotein)
Model Membran Sel
Davson-Danielli
Robertson
Singer dan Nicholson
DIFUSI PASIF
1. Difusi Pasif melalui Pori
Membran sel mempunyai poti dengan diameter
sekitar 4 . Dapat dilewati oleh molekul hidrofil,
diameter < 4 , jumlah C kurang dari 3 atau BM
< 150.
Sel glomerulus kapsula Bowman memiliki pori
dengan diameter 40, sehingga dapat dilewati
oleh protein dengan BM ad 5000
2. Difusi Pasif dengan Melarut pada
Lemak Penyusun Membran
Overton (1901) memberikan konsep kelarutan
senyawa organik dalam lemak berhubungan
langsung dengan penembusan membran
biologis.
Obat-obat modern umumnya adalah elektrolit
lemah, derajat ionisasi ditentukan oleh pKa dan
pH lingkungan;
pKa = pH + log Cu/Ci (u/ asam lemah)
pKa = pH + log Ci/Cu (u/ basa lemah)
Hubungan koefisien partisi lemak/air terhadap absorbsi
beberapa turunan barbiturat
3. Difusi Pasif Terfasilitasi
Molekul obat dg diameter > 4 dapat
menembus membran sel karena adanya
tekanan osmosis.
Proses ini dapat difasilitasi oleh adanya
pembawa membran. Diduga molekul obat
membentuk kompleks dengn molekul
pembawa yg bersifat mudah larut dalam
lemak.
Molekul pembawa bisa berupa enzim atau ion
yg muatannya berlawanan dengan muatan
obat.
Hubungan Struktur, Sifat Fisika-Kimia
dengan Proses Ekskresi
1. Ekskresi obat melalui paru
Ditentukan oleh koefisien partisi darah/udara.
Siklopropan dan nitrogen oksida memiliki
koefisien darah/udara kecil.
Eter dan halotan memiliki koefisien partisi
darah/udara besar.
2. Ekskresi obat melalui ginjal
Filtrasi Glomerulus
Terjadi untuk molekul obat dengan diameter 40,
mudah larut dalam cairan plasma atau hidrofil
Resorbsi pasif pada tubulus ginjal
Tergantung ukuran partikel dan koefisien partisi
lemak/air, da pH urin (normal 4,8 7,5).
Obat-obat asam lemah; as. Salisilat, fenobarbital, as.
Benzoat dan sulfonamid. Obat-obat basa lemah;
kuinarin klorokuin, nikotin, prokain, amfetamin dan
antihistamin. Pd pH urin normal umumnya berada
dalam bentuk tak terdissosiasi. Apa yg terjadi jika pH
urin dibuat asam/ basa?
Transport aktif melalui Tubulus Ginjal
obat dpt bergerak dari plasma ke urin melalui
membran tubulus ginjal dg mekanisme
transport aktif.
terjadi pada obat-obat asam lemah maupun
basa lemah dalam bentuk trionisasi
kombinasi probenisid dengan penisilin akan
meningkatkan kerja penisilin karena
probenisid akan menghambat transport aktif
penisilin shg kadar penisilin dalam darah tetap
tinggi
3. Ekskresi Obat melalui Empedu
Obat dengan BM < 150 dan yg telah
dimetabolisme menjadi senyawa yg lbh polar
akan diekskresikan dari hati melewati empedu
menuju usus dengan mekanisme transport aktif.
Obat tersebut biasanya berada dalam bentuk
terkonjugasi dengan glukuronat, sulfat atau
glisin. Di usus, biasanya konjugat tersebut
langsung diekskresikan melalui tinja, atau
dihidrolisis oleh bakteri menjadi senyawa
nonpolar shg diabsorbsi kembali (siklus
enterohepatik)
Cth obat yg mengalami siklus enterohepatik:
estrogen, indometasin, digitoksin dan
fenolftalin.
Yg langsung diekskresikan: penisilin,
rifampisin, streptomisin, tetrasiklin dan
hormon steroid

Anda mungkin juga menyukai