Anda di halaman 1dari 35

Pertemuan ke 3

Dalam perang, tiga perempat kekuatan


terletak pada karakter perorangan dan
hubungan, keseimbangan tentara dan
material hanya terletak pada seperempat
yang tersisa
NAPOLEON I
Manajer adalah orang yang mengerjakan
hal-hal secara benar, sedangkan
pemimpin adalah orang yang
mengerjakan hal-hal yang benar.
WARREN BENNIS
Dalam bukunya Gibson, dkk (1991)
menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan
adalah faktor terpenting dalam suatu budaya
organisasi
GAYA KEPEMIMPINAN :
1. GAYA TELLING
(TINGGI TUGAS DAN RENDAH HUBUNGAN)
Pemimpin memberi instruksi dan mengawasi
pelaksanaan tugas dan kinerja anak buahnya

2. GAYA SELLING
(TINGGI TUGAS DAN TINGGI HUBUNGAN)
Pemimpin menjelaskan keputusannya dan mem-
berikan kesempatan bertanya jika blm jelas
3. GAYA PARTICIPATING
(TINGGI HUBUNGAN DAN RENDAH TUGAS)
Pemimpin memberikan kesempatan untuk ide-ide
sebagai dasar pengambilan keputusan

4. GAYA DELEGATING
(RENDAH HUBUNGAN DAN RENDAH TUGAS)
Pemimpin melimpahkan keputusan dan tugas
kepada bawahannya.
Corak atau mode seseorang yang tidak banyak
berubah dalam mengerjakan sesuatu

Merupakan kesanggupan, kekuatan, cara, irama,


ragam, bentuk, lagu, metode yang khas dari
seseorang untuk bergerak serta berbuat sesuatu
GAYA DEMOKRATIS
Adalah kepemimpinan dengan Antara bawahan dibagi tugas
cara dan irama seseorang secara adil dan merata
pemimpin dalam menghadapi Pemilihan tugas dilakukan secara
bawahan dan masyarakatnya terbuka
dengan memakai metode Antara bawahan dianjurkan untuk
pembagian tugas dengan saling berdiskusi tentang
bawahan keberadaannya untuk membahas
tugasnya

Bawahan terendah sekalipun diperbolehkan


untuk menyampaikan saran dan diakui
haknya

KONSENSUS ADALAH
KESEPAKATAN BERSAMA
GAYA BIROKRATIS DALAM KEPEMIMPIAN

Cara atau irama seseorang pemimpin yang


menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan
memakai metode kesetaraan
Tanpa Pandang Bulu

Bawahan menjadi kaku


dan sederhana
Segala sesuatu
dilakukan secara
resmi di kantor
pada jam kerja
dengan tata cara
formal

Kepemimpinan
Pengaturan berdasarkan
Belumdari
dilakukan adaAtas logika bukan
ukuran
Ke Bawah dengan GAYA BIROKRASI perasaan
pertanggungjawaban
kinerja formal (irasional)
dari bawah keatas
instansi Taat dan Patuh
secara pada Aturan
SENTRALISTIK

Setiap Bawahan harus


diperlakukan sama
disiplinnya, spesialisasi
tugas yang khusus,kerja
yang ketat pada aturan
(rule)
Metode Laissez
Faire/Liberalism

Adalah cara dan irama seseorang pemimpin


dalam menghadapi bawahan dan masyarakatnya
dengan memakai metode pemberian keleluasaan
pada bawahan seluas luasnya
MASYARAKAT
MODERN
Pemimpin laissez-faire merupakan kebalikan dari
kepemimpinan otokratis, dan sering disebut liberal,
karena ia memberikan banyak kebebasan kepada para KAPITALIS
tenaga pendidikan untuk mengambil langkah-langkah
sendiri alam menghadapi sesuatu.
GAYA OTOKRATIS DALAM KEPEMIMPINAN

Cara atau irama seseorang pemimpin dalam


menghadapi bawahan dan masyarakatnya dengan
memakai metode paksaan kekuasaan
( Coercive Power)

Cara ini cocok untuk mempercepat waktu dikalangan militer dengan


sistem KOMANDO (ONE WAY TRAFFIC)

Gaya ini dapat diterapkan dengan situasi :


1. Untuk menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan
2. Untuk keseragaman antar bawahan
3. Agar pimpinan tidak terganggu gugat
4. Agar menekan paham faham separatisme
5. Meningkatkan pengawasan
6. Untuk mempercepat tujuan
CIRI-CIRI GAYA KEPEMIMPINAN
OTORITER
Tanpa musyawarah Tanpa kenal ampun atas kesalahan
Tidak mau menerima saran dari
bawahan
bawahan
Kurang percaya pada anak buah
Mementingkan diri sendiri dan
Kurang memberi dorongan semangat
kerja bawahan
kelompok

Kurang mawas diri Selalu tertutup Suka
Selalu memerintah
mengancam
Memberikan tugas mendadak

Kurang menghiraukan usulan bawahan
Cenderung menyukai bawahan ABS rasa bangga bila bawahannya takut
Ada
Memaksakan kehendak Tidak suka bawahannya maju dan
Setiap keputusan tidak dapat berkembang
dibantah Kurang adanya rasa kekeluargaan
Kekuasaan mutlak ada pada pimpinan Senang sanjungan
Hubungan dengan bawahan kurang
harmonis

Tipe kepemimpinan paternalistis berkembang
di masa lalu oleh karena kecenderungan
Tipe paternalistis berkembangnya pola hubungan patron-klien
dalam masyarakat

Seorang pemimpin bertipe paternalistis memiliki ciri-ciri


dalam kepemimpinannya sebagai berikut :
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak
dewasa;
Bersikap terlalu melindungi (over protective);
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk ikut mengambil keputusan;
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengambil inisiatif;
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya;
Sering bersikap maha tahu.
Tipe kharismatis
Seorang pemimpin yang kharismatis mempunyai daya

penarik yang amat besar dan oleh karena itu pada

umumnya memiliki pengikut dalam jumlah besar,

meskipun para pengikut tersebut sering tidak dapat

menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut

pemimpin tersebut.
T i p e Populistis
Kepemimpinan populistis ini berpegang teguh kepada nilai-

nilai masyarakat tradisional. Juga kurang mempercayai

dukungan kekuatan serta bantuan hutang-hutang luar negeri

(asing). Kepemimpinan jenis ini mengutamakan penghidupan

(kembali) nasionalisme.

kepemimpinan yang dapat membangunkan solidaritas rakyat

misalnya Soekarno dengan ideologi marhaenismenya, yang

menekankan masalah kesatuan nasional, nasionalisme.


Tipe demokratis
Seorang pemimpin yang demokratis memiliki ciri-ciri dalam
kepemimpinannya sebagai berikut :
kritik tolak dari pendapat bahwa manusia adlah makhluk yang termulia;
Selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya;
Senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya;
Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam usaha
mencapai tujuan;
kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibandingkan dan
diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama,
tetapi tetap berani untuk berbuat kesalahan yang lain;
Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari pada
dia sendiri;
Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai seorang
pemimpin.
Perdebatan tentang teori munculnya pemimpin ini juga terkait dengan
proses penentuan pemimpin, apakah secara otomatis bersifat turun-
temurun atau secara dipilih secara demokratis dimana semua anggota
masyarakat memiliki hak untuk menjadi pemimpin. Fenomena yang
terjadi di Yogyakarta ini menarik untuk dijadikan refleksi dalam hal
ini.. Dua wacana yang berkembang antara Pengangkatan dan Pilihan.
Pengangkatan yang dimaksud karena di Yogya ada kraton dan selama
ini Gubernur DIY selalu dari kalangan kraton yaitu Raja Kasultanan
Yogyakarta atau Hamengku Buwono yang sesuai tradisi kerajaan
bersifat turun-temurun. Di lain pihak, wacana Pemilihan muncul karena
berdasarkan azas demokrasi maka setiap warga Yogya memiliki hak
untuk dipilih menjadi Gubernur DIY.
UNTUK MENGHASILKAN KEPEMIMPINAN YANG
DEMOKRATIS DIMULAI DARI PROSES
PEMILIHANNYA YANG HARUS DEMOKRATIS PULA
DIMANA SELURUH WARGA MASYARAKAT
BERPARTISIPASI DI DALAMNYA. SULIT
MENGHASILKAN PEMIMPIN YANG DEMOKRATIS JIKA
PROSES PEMILIHANNYA SENDIRI TIDAK
DEMOKRATIS.
We have more compromises, but less time.

We have more knowledge, but less judgement

We have more medicines, but less health.

We talk much, we love only a little,


and we hate too much.

Anda mungkin juga menyukai