Anda di halaman 1dari 20

Kelompok 1

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang


disebakan oleh plasmodium yang menyerang
eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual di dalam darah. (Sudoyo Aru, dkk. 2009).
Malaria paling sering disebabkan oleh gigitan nyamuk
spesies anopeles betina yang terinfeksi dengan spesies
dari protozoa genus plasmodium. Terdapat 5 spesies yang
paling umum yang memberikan pengaruh cedera terhadap
manusia (Fernandez, 2009).Yaitu sebagai berikut :
1. Plasmodium falcifalum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium ovale
4. Plasmodium malariae
5. Plasmodium knowlesi
Pasien malaria biasanya memperoleh infeksi di daerah
endemik melalaui gigitan nyamuk. Vektor, spesialis nyamuk
anopheles, melewati plasmodia, yang terkandung dalam air liur
masuk ke dalam tubuh manusia saat nyamuk tersebut menghisap
darah.
Hasil infeksi tergantung pada imunitas host. Sejumlah kecil
parasit menjadi gametocytes, yang mengalami reproduksi sensual
ketika di isap oleh nyamuk. Hal ini dapat berkembang menjadi
infeksi sporozoid tes yang terus berkembang menjadi siklus
transmisi baru setelah menggigit ke dalam host baru.
Lanjutan . . .

Kondisi masuknya sporozit kedalam tubuh manusia, maka akan terjadi


siklus malaria yang terdiri atas :

siklus eksoeritrosit

siklus eritrosit

siklus sporogonik
Komplikasi yang lazim terjadi pada malaria terutama yang disebabkan
oleh Plasmodium Falcifarum adalah sebagai berikut :
1. Koma (malaria serebral).
2. Kejang
3. Gagal ginjal akut.
4. Hipoglikemia.
5. Hemoglobinuria (blakwater fever).
6. ARDS, edema paru non kardiogenik.
7. Anemia.
8. Pendarahan (koagulopati).
Fase Klinis
Fase dingin Pada fase ini pasien terlihat menggigil dan
kedinginan, pasien sering membungkus diri
dengan selimut dan pada saat menggigil disertai
badan bergetar, pucat sampai sianosis. Fase ini
berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.
Fase hipertermi Perubahan integumen dengan muka menjadi
merah, kulit panas dan kering. Perubahan TTV
dengan nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai
40C atau lebih, respirasi meningkat. Perubahan
sistemik dengan adanya nyeri kepala, mual-
muntah, gejala syok (tekanan darah turun),
penurunan tingkat kesadaran menjadi delirium,
dan kejang. Fase ini lebih lama dari fase dingin,
dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan
keadaan berkeringat.
Lanjutan . . .

Fase diaphoresis Pasien berkeringat mual dan kering, diikuti


seluruh tubuh, sampai basah pada seluruh
tubuh, temperatur turun, pasien kemudian
keletihan dan kemudian tertidur. Bila pasien
bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan aktivitas rutin seperti biasa.
A. Pengkajian Fisik Fokus
Secara umum pasien terlihat sangat sakit, terdapat perubahan
status kesadaran yang semakin menurun sesuai dengan tingkat
keaktifan kuman dalam tubuh. TTV biasanya mengalami perubahan
seperti takikardia, hipertermi, peningkatan frekuensi napas, dan
penurunan tekanan darah.
B. Pengkajian Diagnostik

Pemeriksaan Pemeriksaan
laboratoris imunoserologis

Pemeriksaan
biomolekuler
C. Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Intervensi medis disesuaikan dengan kondisi klinis
pada pasien malaria. Tujuan pemberian terapi, meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1. Intervensi darurat.
2. Terapi malaria.
a) Malaria Tersiana/Kuartana
b) Malaria Ovale
c) Malaria Falcifarum
Hipertermia b.d. peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung
sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tujuan: Dalam waktu 124 jam terjasi penurunan suhu tubuh.
kriteria evaluasi:
Klien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
Klien mampu termotivasi untuk melakukan penjelasan yang telah diberikan.
Intervensi Rasional
Evaluasi TTV pada setiap pergantian Sebagai pengawasan terhadap adanya
sif atau setiap ada keluhan dari klien perubahan keadaan umum klien
sehingga dapat dilakukan penanganan
dan perawatan secara cepat dan tepat.
Kaji pengetahuan klien dan keluarga Sebagai data dasar untuk memberikan
tentang cara menurunkan suhu tubuh intervensi selanjutnya.
Lakukan tirah baring total Penurunan aktivitas akan
menurunkan laju metabolisme yang
tinggi padafase akut, dengan
demikian membantu penurunan suhu
tubuh.

Atur lingkugan yang kondusif. Kondisi ruang kamar yang tidak


panas, tidak bising, dan sedikit
pengunjung memberikan efektivitas
terhadap proses penyembuhan. Pada
suhu ruangan kamar yang tidak
panas, maka aan terjadi perpindahan
suhu tubuh dari tubuh klien ke
ruangan. Proses pengeluaran ini
disebut dengan radiasi dankonveksi
Proses merupakan pengeluaran suhu tubuh
yang paling efektif, dimana sekitar 60% suhu
tubuh dapat berpindah melalui proses
radiasi, sedangkan konveksi 15%. Perawat
melakukan intervensi penting agar suhu
kamar ruangan tidak secara mendadak
dingin karena memberikan risiko penurunan
suhu tubuh yang begitu cepat dan
berpengaruh terhadap tingkat toleransi anak.

Beri kompres hangat pada daerah aksila, lipat Dapat membantu mengurangi demam,
paha, dan temporal bila terjadi panas. penggunaan es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan dan menggigil.
Selain itu, alkohol dapat mengeringkan kulit.
Anjurkan keluarga untuk memakaikan Pengeluaran suhu tubuh dengan cara
pakaian yang dapat menyerap keringat evaporasi berkisar 22% dari penggeluaran
seperti katun. suhu tubuh. Pakaian yang mudah meyerap
keringat sangat efektif meningkatkan efek
dari evaporasi.
Berikan selimut Pemberian selimut digunakan untuk
mengurangi ketidaknyamanan pada saat
demam dan menggigil sebagai respons
sekunder dan hipertermi.

Anjurkan keluarga untuk melakukan masase Masase dilakukan untuk meningkatkan aliran
pada ekstermitas . darah ke perifer dan terjadi vasodilatasi
perifer yang akan meningkatkan efek
evaporasi. Penggunaan cairan penghangat
seperti minyak kayu putih dapat digunakan
untuk meningkatkan efektivitas intervensi
masase.

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian Antipiretik bertujuan untuk memblok respons
obat antipiretik. panas sehingga suhu tubuh klien dapat lebih
cepat menurun.
Perubahan perfusi jaringan b.d. penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh

Tujuan: Dalam waktu 224 jam tidak terjadi penurunantingkat kesadaran dan
dapat mempertahankan cardiac output secara adekuat guna meningkatkan
perfusi jaringan.
Kriteria evaluasi:
Klien tidak mengeluh pusing
TTV dalam batas normal, tidak terjadi sesak dan mual/muntah, tanda
diaphoresis dan pucat/sianosis hilang, akral hangat, kulit segar, produksi
urine >30 ml/jam, respons verbal baik, EKG normal.
Intervensi Rasional
Pertahankan tirah baring bantu Menurunkan badan kerja miokard dan
dengan aktivitas perawatan. konsumsi oksigen, memaksimalkan
efektivitas dari perfusi jaringan
Pantau terhadap kecenderungan tekanan Hipotensi akan berkembang bersamaan
darah, mencatat perkembangan hipotensi, dan dengan kuman yang menyerang darah
perubahan pada tekanan nadi.

Perhatikan kualitas dan kekuatan dari denyut Pada awalnya nadi cepat dan kuat karena
perifer. peningkatkan curah jantung, nadi dapat lemah
atau lambat karena hipotensi yang terus
menerus, penurunan curah jantung, dan
vasokonstriksi perifer

Observasi perubahan sensori dan tingkat Bukti aktual terhadap peurunan aliran darah ke
kesadaran pasien yang menunjukkan jaringan serebral adalah adanya perubahan
penurunan perfusi otak (gelisah, respons sensori dan penurunan tingkat
confuse/bingung, apatis, somnolen). kesadaran pada fase akut. Adanya kegagalan
harus dilakukan monitoring yang tepat.
Kurangi aktivitas yang merangsang Respons valsava akan meningkatkan
timbulya respons valsava/aktivitas. beban jantung sehingga akan
menurunkan curah jantung ke otak.

Catat adanya keluhan pusing. Keluhan pusing merupakan


manifestasi penurunan suplai darah
ke jaringan otak.

Kolaborasi Jalur yang paten penting untuk


Pemberian tranfusi darah PRC pemenuhan lisis darah sebagai
(packed red cells) intervensi kedaruratan.
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan pada pasien dengan
malaria, meliputi :
Penurunan suhu tubuh
Terpenuhnya perpusi jaringan
Tidak terjadi gangguan elektrolit (hiponatremi, hipokalemi)
Terpenuhnya kebutuhan nutrisi
Tidak terjadi infeksi
Tidak mengeluh nyeri dan peningkatan perasaan nyaman
Kecemasan berkurang atau teradaptasi
Terpenuhinya kebutuhan pengetahuan individu
Muttaqin Arif, Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal.
Jakarta: Salemba Medika
Nurarifin Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2015. Nanda.
Jogjakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai