Anda di halaman 1dari 26

Oleh :

ANDRIYANTO, SH, MKes.


KASUS 1
Seorang pasien dibawa ke RS X karena menderita
apendisitis akut.
Setelah dilakukan persiapan, hari itu juga dilakukan
operasi untuk mengangkat usus buntu yang menderita
peradangan (infeksi).
Beberapa hari kemudian pasien dipulangkan dengan
pesan agar kontrol. Penderita memang sempat kontrol
sekali dengan kondisi luka operasi baik.

Pada dua bulan berikutnya RS mendapat somasi dari


lawyer agar RS bertanggung jawab atas operasi di RS
lain (RS Y) karena abses intra abdominal.
Dalil yang dikemukakan oleh lawyer adalah bahwa
abses itu terjadi karena kecerobohan RS X.
KASUS 2
Seorang pasien menjalani operasi Caesar di RS X. Dua
hari setelah operasi ketahuan bahwa bayinya menderita
patah tulang paha dan kemudian dilakukan spalk.
Tidak puas dengan perawatan yang sederhana itu maka
bayi tersebut dibawa ke RS Y.
Dokter di RS Y mengatakan:
Keadaan seperti ini kok dibiarkan saja.

Entah karena pernyataan dokter tadi atau karena sebab


lain, orang tua pasien (lewat lawyer) menghubungi
dokter (yang kebetulan masih residen) untuk melakukan
negosiasi dan akhirnya disepakati soal ganti rugi.
Sebelum dibayarkan, keburu ketahuan kepala instalasi
dan perkara diambil alih oleh RS.
KASUS 3
Seorang pasien menjalani operasi Caesar di RS X.
Setelah operasi, luka bekas operasi mengalami infeksi
dan suhu pasien terus menerus panas.
Tidak puas dengan penanganan dokter Obs-Gyn, lalu
pasien beralih ke dokter bedah untuk dilakukan operasi
pembersihan. Dalam operasi ditemukan benang yang
panjangnya sekitar 10 cm. Benang tersebut kemudian
ditunjukkan kepada pasien sebagai penyebab abses.

Tidak jelas apa motif dokter, yang pasti keterangan itu


oleh pasien dipahaminya secara keliru sebagai bentuk
malpraktek.
KASUS 4
Seorang pasien bayi dirawat di RS X karena thalasemia.
Lalu dilakukan punksi bone marrow dengan informed
consent.
Beberapa hari kemudian dilakukan punksi lagi karena
hasil pemeriksaan dari punksi yang pertama tidak jelas.
Sayangnya punksi yang kedua tidak disertai informed
consent.

Karena itu orang tua pasien mengajukan komplain


lewat surat kabar serta mengirim surat kepada Menteri
Kesehatan.
MENGAPA PASIEN MERASA YAKIN
BAHWA RS / PERAWAT BERSALAH?
Pasien merasa tidak menerima informasi yang
1 dapat dimengerti atau diterima.

2 Pasien yakin tindakan medik tidak sesuai standar


(dengan atau tanpa fakta yang sebenarnya).
3 Pasien merasa tidak ditangani dengan konsiderasi,
rasa simpati atau rasa hormat.
4 Pasien memperoleh informasi, tetapi merasa tidak
lengkap atau tidak sebagaimana diharapkan.
5 Pasien merasa dipulangkan sebelum benar-benar
sembuh tanpa penjelasan atau tanpa follow up.
6 Pasien tergolong sebagai chronic complainers.
KONFLIK

DESTRUKTIF KONSTRUKTIF

MENINGKATKAN KREATIFITAS

MENINGKATKAN INOVASI

MENINGKATKAN INTENSITAS UPAYA

MENINGKATKAN KOHESI KELOMPOK

MENGURANGI KETEGANGAN

(Winardi, 1994)
KONFLIK
Ketidak-sesuaian paham atas situasi tentang
pokok-pokok pikiran tertentu.

Adanya antagonisme-antagonisme emosional.


(Winardi, 1994)

KONFLIK ANTARA PASIEN DAN RUMAH SAKIT/


PERAWAT BUKAN SESUATU HAL YANG
LUAR BIASA
PREDISPOSING FACTOR

Adverse outcome (adanya ke-


senjangan yang besar antara
harapan penderita dengan
kenyataan menyusul tindakan
medik).
TRIGGER FACTORS
Perbedaan persepsi.
Komunikasi yang ambigius.
Gaya individual (Perawat /
pasien).
Cost yang tinggi.

KONFLIK
PERBEDAAN PERSEPSI
Pasien salah paham mengenai:
1. Hakekat hubungan terapetik.
2. Hakekat (fungsi) dari tindakan medik.
3. Penyebab timbulnya adverse out come.
Kesalahfahaman sering dipicu oleh pernyataan sejawat.

KOMUNIKASI YANG AMBIGIUS


Informasi tidak jelas atau memiliki berbagai macam arti
sehingga pasien keliru mengartikannya.

GAYA INDIVIDUAL
Perawat/Nakes arogan, ketus atau malas memberikan informasi.
Pasien tergolong temperamental (chronic complainer).
ADVERSE OUTCOME

STANDARD of CARE STANDARD of CARE


TERPENUHI TIDAK TERPENUHI

RISIKO
MEDIK

UNFORESEEN FORESEEN
RISK RISK

MALPRAKTEK
DENGAN TANPA
ANTISIPASI ANTISIPASI
POSISI MASING-MASING PIHAK
POSISI PASIEN :
1. Offensive.
2. Punya alternatif, antara lain :
a. Mengadu ke rumah sakit atau dokter.
b. Mengadu ke IDI / MKEK / PERSI.
c. Mengadu ke Otoritas kesehatan.
d. Mengadu ke BPSK (Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen).
e. Lapor polisi (kasus pidana).
f. Menggugat ganti rugi (kasus perdata).
g. Mengadu ke LSM.
POSISI RUMAH SAKIT / PERAWAT :
1. Defensive.
2. Tidak punya pilihan lain, kecuali menunggu
dan akhirnya melayani pilihan pasien.
KONFLIK

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT

? ?? 1. Undang wartawan trial by the press.


2. Mediator : - mengefektifkan komunikasi.
- mengefektifkan negosiasi.

Alternative Dispute Resolution

3. Menyerahkan kepada BPSK (Badan Pe-


nyelesaian Sengketa Konsumen).
4. Mengadu ke IDI / RS MKEK / PERSI.
5. Menyerahkan kepada penyelesaian hukum.
KONFLIK

PERLU DITELITI

HASIL PENELITIAN

tidak ada ALASAN terbukti ada ALASAN


SUBSTANSIAL SUBSTANSIAL
(tidak seharusnya ter- (logis jika terjadi konflik)
jadi konflik)
ALASAN SUBSTANSIAL
1. Negative act :
Tidak melakukan apa yang mestinya dilakukan.
2. Positive act :
a. Melakukan yang seharusnya dilakukan, tetapi
tidak tepat waktu.
b. Melakukan apa yang seharusnya dilakukan,
tetapi tidak sesuai dengan standard.
c. Melakukan apa yang seharusnya tidak boleh
dilakukan.
d. Melakukan tindakan tanpa informed consent.
e. Melakukan tindakan yang tidak lege artis.
f. Melakukan tindakan di luar kemampuan atau
kewenangan.
JALUR HUKUM PERDATA
Pasien sebagai penggugat dibebani kewajiban untuk
membuktikan kebenaran dalil-dalil gugatannya.
Dokter sebagai tergugat berhak untuk mematahkan
dalil-dalil yang dikemukakan penggugat.
Masing-masing pihak secara aktif mengupayakan
sendiri bukti-bukti yang diperlukan.
Masing-pihak boleh diwakili oleh Lawyer.

Tanggung gugat bisa personal atau bisa dialihkan


berdasarkan doctrine of vicarious liability.
1 CONTRACTUAL LIABILITY :
tanggung gugat muncul karena terjadinya
wanprestasi (ingkar janji).

2 STRICT LIABILITY :
tanggung gugat muncul walaupun tanpa
ada kesalahan (liability without fault).

3 LIABILITY IN TORT :
tanggung gugat muncul karena ada tindakan
melawan hukum (onrechtmatige daad).

VICARIOUS LIABILITY :
4 tanggung gugat akibat kesalahan subordinat.
MEMBUKTIKAN PERKARA PERDATA
Membuktikan adanya tanggung gugat dengan cara:
1. Langsung, yaitu membuktikan adanya:
a. Duty (Kewajiban)
b. Dereliction of duty (Pelanggaran atas Kewajiban).
c. Damage (Kerugian atau Cidera).
d. Direct causation between dereliction of duty and
damage (Akibat Langsung).
2. Tidak langsung, yaitu mencari fakta-fakta yang
secara tidak langsung membuktikan kesalahan dokter
(res ipsa loquitor).
Contohnya: ditemukannya gunting dalam perut.

Yang wajib membuktikan adalah penggugat, sebab siapa


yang mendalilkan dialah yang harus membuktikan.
KASUS dr. X di RS. A
DUTY Terbukti, karena telah terjadi hubungan kon-
traktual (hubungan terapetik).
Jika status dr X sebagai attending physician
maka duty melekat padanya, tetapi jika sbg
employee maka duty melekat pada RS.

DERELICTION of DUTY Tidak terbukti sebab su-


dah sesuai dengan stan-
dard of care.
DAMAGE Terbukti, sebab ada adverse outcome dan
shg timbul kerugian materiel & immateriel.

DIRECT CAUSATION Tidak relevan, sebab tidak


ada dereliction of duty.
JALUR HUKUM PIDANA
Dokter sebagai tersangka atau terdakwa, dapat
melakukan:
1. Informal defence, yaitu mengajukan bukti-bukti
guna menyangkal tuduhan yang tidak berdasar
atau yang tidak menunjuk pada doktrin-doktrin
tertentu.
2. Formal defence atau Legal defence, yang bisa
berupa:
a. primary defence.
b. secondary defence.
Tanggung jawab pidana bersifat individual dan
personal.
PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA
Membuktikan adanya:
a. perbuatan tercela (actus reus), baik yang bersifat
positive acts maupun negative acts.

b. Sikap batin yang salah (mens rea), yang dapat


dikatagorikan sebagai:
- kesengajaan (intensional).
- ceroboh (recklessness).
- kurang hati-hati (negligence).

Beban pembuktian ada di pundak JAKSA PENUNTUT


UMUM.
HIRARKI PERBUATAN DIKAITKAN
DENGAN UNSUR MENS REA

Intesional (kesengajaan). Dollus.


Recklessness (kecerobohan). Culpa Lata.
Negligence (kurang hati-hati). Culpa Levis.
Misadventure (kecelakaan). Bukan Tindak
Pidana.
PENANGGULANGAN KONFLIK
UPAYA PREVENTIF
Persempit peluang terjadinya predisposing factor
(adverse outcome) dengan cara:
1. hindari PHYSICAL HAZARD.
2. hindari MORAL HAZARD.
3. hindari LEGAL HAZARD.
Lakukan upaya agar tidak muncul trigger factors, yaitu:
a. hindari PERBEDAAN PERSEPSI.
b. hindari KOMUNIKASI AMBIGIUS.
c. hindari AROGANSI, SOMBONG, dlsbnya.
UPAYA REPRESIF
Lakukan SELF - ASSESSMENT untuk menentukan
sikap dan langkah selanjutnya.
SELF - ASSESSMENT KONFLIK
Jika Tidak Ditemukan Alasan Subtantif :
Lakukan upaya dengan memberikan penjelasan.
Jawab somasi yang diajukan oleh lawyer.
Hadapi dengan tegar jika pasien atau lawyernya
menempuh jalur hukum.

Jika Ditemukan Alasan Substantif :


Upayakan mencari penyelesaian alternatif, yaitu
dengan mediasi (Alternative Disputed Resolution).
Lakukan upaya defensive jika pasien atau
lawyernya menempuh jalur hukum.
WASS. WR. WB

26

Anda mungkin juga menyukai