Anda di halaman 1dari 18

KORUPSI PENGADAAN BARANG

DAN JASA

Celah Korupsi Sektor


Pengadaan Barang dan
Jasa
DATA KASUS
KORUPSI
Sumber : Data Kajian Tren Penanganan Kasus Korupsi ICW,
tahun 2016
KINERJA PENANGANAN PERKARA
KORUPSI OLEH APH SELAMA TAHUN 2016

Jumlah Kasus Korupsi


482 Kasus korupsi

Jumlah Tersangka
1.101 Tersangka

Nilai Kerugian Negara


Rp 1,45 Triliun

Nilai Suap
Rp 31 Miliar
KASUS Keterangan Jumlah
Nilai Kerugian
Negara
Nilai Suap

KORUPSI Mark Up 58 Rp 207 miliar -


TAHUN 2016 Penggelapan 124 RP 205 miliar -
BERDASARKAN
Laporan Fiktif 47 RP 61,8 miliar -
MODUS
Penyalahgunaan
53 109 miliar -
Anggaran
Modus korupsi
terbanyak adalah Suap 35 - Rp 31 miliar
penggelapan
sebanyak 124 kasus Gratifikasi 2 - -
dan menimbulkan
Penyunatan /
kerugian negara Pemotongan
16 Rp 49,6 miliar -
sebesar Rp 205
miliar. Pemerasan 8 Rp 84 juta -
Meskipun modus
Penyalahgunaan
terbanyak adalah Wewenang
54 Rp 410 miliar -
penggelapan,
namun modus Kegiatan/Proyek
71 Rp398 miliar -
penyalahgunaan Fiktif
wewenang lebih Anggaran Ganda 2 Rp 1,6 miliar -
besar menimbulkan
kerugian negara (Rp Pungutan Liar 11 - -
410 M) dan modus
Pencucian Uang 1 Rp 5,3 miliar -
proyek fiktif (Rp 398
M) TOTAL 482 Rp 1,45 triliun Rp 31 miliar
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP
PENYIDIKAN TAHUN 2016 BERDASARKAN
JENIS KORUPSI

Kerugian Negara Suap Menyuap Gratifikasi


Jumlah Kasus : 238 Kasus Jumlah Kasus : 33 kasus Jumlah Kasus : 2 kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp Nilai Suap : Rp 31 miliar Nilai Gratifikasi : Rp -
1 triliun

Pemerasan Penggelapan Benturan Dalam


Jumlah Kasus : 7 Kasus Dalam Jabatan PBJ
Nilai Kerugian Negara : Jumlah Kasus : 3 Kasus Jumlah Kasus : 2 Kasus
Rp 84 juta Nilai Kerugian Negara : Nilai Kerugian Negara :
Rp 2,3 miliar Rp -

Belum Diketahui
Jumlah Kasus : 197 Kasus
Nilai Kerugian Negara : Rp 442 miliar
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP PENYIDIKAN
TAHUN 2016 BERDASARKAN LOKASI (10 TERATAS)

JAWA TIMUR JAWA TENGAH JAWA BARAT SUMATERA SULAWESI


Jumlah Kasus Jumlah Kasus Jumlah Kasus UTARA SELATAN
64 Kasus 37 Kasus 30 Kasus Jumlah Kasus Jumlah Kasus
Nilai Kerugian Nilai Kerugian Nilai Kerugian 28 Kasus 27 Kasus
Negara Negara Negara Nilai Kerugian Nilai Kerugian
Rp 325 miliar Rp 28 miliar Rp 179 miliar Negara Negara
Rp 39 miliar Rp 32,6 miliar

SUMATERA SULAWESI PUSAT NTT ACEH


SELATAN TENGGARA Jumlah Kasus Jumlah Kasus Jumlah Kasus
Jumlah Kasus Jumlah Kasus 19 Kasus 16 Kasus 15 Kasus
21 Kasus 20 Kasus Nilai Kerugian Nilai Kerugian Nilai Kerugian
Nilai Kerugian Nilai Kerugian Negara Negara Negara
Negara Negara Rp 211 miliar Rp 4,3 miliar Rp 23 miliar
Rp 49 miliar Rp 6,6 miliar
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP PENYIDIKAN PADA
TAHUN 2016 BERDASARKAN LEMBAGA (5 TERATAS)
Pemerintah Kabupaten Pemerintah Kota Pemerintah Desa Kementerian Badan Daerah

250
219
200

Rp 478 miliar
150
Rp 247 miliar
100 Rp 206 miliar
73
62
50 28 Rp 38 miliar
20
Rp 18 miliar
0

Pemerintah Kabupaten menjadi tempat dimana APH paling banyak menyidik


korupsi. Terdapat 219 kasus yang terjadi di Pemerintah Kabupaten dengan nilai
kerugian negara sebesar Rp 478 miliar.
Diikuti oleh Pemerintah Kota sebanyak 73 kasus dengan nilai kerugian negara
mencapai Rp 247 miliar.
Sementara Pemerintah Desa menjadi salah satu lembaga baru yang mulai rentan
terjadi praktik korupsi. Korupsi yang terjadi di Pemdes terutama setelah berlakunya
kebijakan alokasi dana desa dari Pusat.
KASUS KORUPSI YANG MASUK TAHAP PENYIDIKAN PADA
TAHUN 2016 BERDASARKAN SEKTOR (5 TERATAS)
Keuangan Daerah Pendidikan Dana Desa Sosial Kemasyarakatan Transportasi

70
62
60
54

50 48
41
40 38

Rp 211 miliar
30 Rp 168 miliar
20
Rp 163 miliar

10
Rp 28,9 miliar
Rp 10,4 miliar
0
Keuangan daerah atau APBD adalah sumber daya publik yang paling banyak
dikorupsi. Terdapat 62 kasus yang disidik APH. Contoh kasus : perjalan fiktif yang
dilakukan oleh oleh pejabat/pegawai pemda.
Anggaran untuk sektor pendidikan masih menjadi sektor yang rawan penyelewengan.
Terjadi perluasan tindak pidana korupsi karena kian maraknya korupsi dana desa.
Pada 2016, anggaran dana desa yang telah dikucurkan sebesar Rp 47 triliun.
Meskipun nilai kerugian negara yang timbul baru sebesar Rp 10,4 miliar, namun
naiknya angka korupsi dana desa menjadi sinyal adanya sumber daya publik baru
yang rawan dikorupsi oleh aparat desa.
KASUS KORUPSI BERDASARKAN PENGADAAN DAN
NON PENGADAAN

NON PENGADAAN
PENGADAAN
Kasus korupsi
Kasus Korupsi
287 Kasus
195 Kasus
Nilai Kerugian Negara
Nilai Kerugian Negara
Rp 769 miliar
Rp 680 miliar
Nilai Suap
Nilai Suap
Rp 7,8 miliar
Rp 23,2 miliar

Sekitar 41% korupsi terjadi pada proses pengadaan barang dan


jasa (PBJ). Meskipun sudah dilakukannya pengadaan secara online,
namun celah korupsi masih dapat terjadi dalam penyusunan HPS
yang di mark up atau adanya benturan kepentingan dalam PBJ
seperti pada kasus korupsi yang dilakukan oleh Walikota Madiun,
Bambang Irianto dan Bupati Nganjuk, Taufiqurrahman.
Meskipun pengadaan barang
dan jasa sudah
menggunakan mekanisme
elektronik (e-procurement),
namun korupsi tetap terjadi.
Mengapa...?
JUMLAH AKTOR YANG DITETAPKAN SEBAGAI
TERSANGKA (5 TERATAS)

ASN-PNS Swasta Masyarakat Kepala Desa Ketua/Anggota DPRD

600
515
500

400

300
194
200

100 62 61
33
0

Sekitar 47 persen aktor korupsi adalah Aparatur Sipil Negara


(PNS).
Aktor kedua terbanyak adalah pelaku swasta dimana sebagian
besar mereka terlibat dalam manipulasi tender dan penyuapan.
Sementara masyarakat dan kepala desa menjadi aktor ketiga
yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi.
KINERJA PENYIDIKAN APARAT
PENEGAK HUKUM TAHUN 2016
Kasus Korupsi : 307 Kasus korupsi
Jumlah Tersangka : 671 Tersangka
Nilai Kerugian Negara : Rp 949 miliar
Nilai Suap : Rp -

Kasus Korupsi : 140 Kasus korupsi


Jumlah Tersangka : 327 Tersangka
Nilai Kerugian Negara : Rp 337 miliar
Nilai Suap : Rp 1,9 miliar

Kasus Korupsi : 35 Kasus korupsi


Jumlah Tersangka : 103 Tersangka
Nilai Kerugian Negara : Rp 164 miliar
Nilai Suap : Rp 29,1 miliar
Celah Korupsi
Pengadaan
Barang dan Jasa
Jumlah pengadaan barang dan jasa di lembaga
publik rata-rata mencapai sekitar 15%-30% dari belanja
suatu lembaga
Banyaknya pengadaan barang dan jasa di lembaga-
lembaga pemerintah, merupakan peluang yang
menggiurkan dan tentunya meningkatkan resiko
terjadinya korupsi.
Besarnya kerugian akibat korupsi diperkirakan
mencapai 10%-25% pada skala normal. Dalam
beberapa kasus, kerugian yang ditimbulkan mencapai
40%-50% dari nilai kontrak.
Pengadaan barang dan jasa juga tak hanya sebatas
pada pemilihan rekanan proyek dengan
bagian pembelian (purchasing) atau perjanjian resmi
kedua belah pihak saja, tetapi mencakup
seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan,
perijinan, penentuan pemenang tender
hingga tahap pelaksanaan dan proses administrasi
dalam pengadaan barang, pekerjaan atau
jasa seperti jasa konsultasi teknis, jasa konsultasi
keuangan, jasa konsultasi hukum atau jasa
lainnya.
KESIMPULAN
PBJ secara elektronik pada kenyataannya belum
mampu mencegah korupsi.

Banyaknya ASN yang melakukan korupsi cukup


menjelaskan bahwa agenda reformasi birokrasi
khususnya di daerah (Pemerintah Kabupaten/Kota) tidak
berjalan efektif.

Diseretnya pelaku swasta mengisyaratkan kolusi yang


telah berurat-akar antara ASN dan pebisnis, terutama
dalam perencanaan anggaran dan PBJ.
REKOMENDASI
Pemerintah dan LKPP perlu mendorong
kebijakan open-contracting agar proses
pengadaan lebih transparan dan mudah
diawasi. Demikian pula, penggunaan e-
catalogue harus dimaksimalkan untuk
menekan korupsi pada PBJ.
Pemerintah Pusat dan berbagai asosiasi
pengusaha perlu mengembangkan kode etik
dan etika bisnis, serta memperbaiki kualitas
kompetisi usaha agar kolusi antara ASN dan
pengusaha dapat ditekan.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai